BAB 1. PENGANTAR
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
2. Instrumentasi
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak,
pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah
penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam
Gambar 8. Diagram sistem KCKT. (a) wadah fase gerak; (b) pompa; (c) autosampler atau injector; (d) kolom; (e) detector; (f) sistem pendataan (Snyder, Kirkland dan Dolan, 2010).
a. Wadah Fase gerak. Alat KCKT yang baru dilengkapi dengan satu atau
lebih wadah gelas, yang mengandung 500mL atau lebih fase gerak. Wadah fase
gerak harus bersih dan lembam (inert) (Gandjar dan Rohman, 2007). Degassing (penghilangan gas) biasanya dilakukan terlebih dahulu pada fase gerak untuk
menghilangkan gas yang mungkin terdapat di dalamnya. Adanya gas dapat
menyebabkan flow rate yang tidak reprodusibel serta dapat mengganggu detektor (Skoog, Holler dan Crouch, 1998).
Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan
untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat
tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang digunakan untuk KCKT
berderajat KCKT (HPLC grade). Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya pertikel yang kecil
dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat
mengakibatkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut. Oleh karena
itu, fase gerak harus disaring terlebih dahulu sebelum digunakan pada KCKT
(Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Fase gerak pada KCKT. Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas
campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam
daya elusi dan resolusi (Gandjar dan Rohman, 2007). Terdapat dua jenis elusi
yaitu elusi isokratik dimana komposisi dari fase gerak konstan selama proses
elusi, dan elusi gradient dimana komposisi fase gerak dapat diubah-ubah selama
proses elusi (Kar, 2005).
Fase gerak yang biasanya digunakan dalam KCKT fase terbalik adalah
campuran hidro organik. Senyawa organik yang umumnya digunakan adalah
metanol dan asetonitril atau campuran keduanya. Senyawa-senyawa lainnya yang
dapat digunakan dalam fase gerak untuk penyesuaian selektivitas adalah
tetrahidrofuran, IPA, dan DMSO (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).
Konsentrasi dari larutan organik dalam fase gerak merupakan faktor
dominan yang mempengaruhi retensi analit dalam sistem KCKT. Pertimbangan
dalam memilih solven fase gerak meliputi kompatibilitas antar solven, kelarutan
sampel dalam eluen, polaritas, transmisi cahaya, viskositas, stabilitas dan pH.
Solven yang digunakan sebagai fase gerak harus dapat bercampur serta tidak
menimbulkan presipitasi saat dicampur. Sampel harus dapat terlarut dalam fase
gerak karena apabila tidak, maka dapat terjadi presipitasi di dalam kolom.
yang sering digunakan. Solven yang terlalu kental dapat menyebabkan bentuk
puncak yang melebar (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).
Tabel II. UV cutoffsolvent yang digunakan sebagai fase gerak (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).
Terkadang dalam fase gerak juga ditambahkan buffer. Buffer umumnya
digunakan dalam fase gerak untuk mengkontrol selektivitas dan resolusi analit, saat pH dari fase gerak ≈ pKa analit (analit berada pada bentuk 50% terionisasi) maka perubahan pada nilai pH akan memberikan perubahan waktu retensi dan
pemisahan yang maksimum. Namun hal ini hanya berlaku pada perubahan pH 1
unit dari nilai pKa analit, diluar rentang tersebut analit akan berada pada bentuk
terionisasi atau pada bentuk molekul (tidak terionisasi) dan waktu retensinya tidak
akan bergantung dengan adanya perubahan pH (Snyder dkk., 2010).
c. Pompa. Pompa yang digunakan dalam KCKT dalam pompa yang
memenuhi syarat wadah pelarut, yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi
dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit (Rohman,
2009).
Pompa KCKT dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang kecepatan
alir, mekanisme kerjanya atau berdasarkan metode pencampurannya. Pompa yang
biasa digunakan dalam analisis umumnya memilki rentang kecepatan alir
0,001-10 mL/menit. Kebanyakan pompa menggunakan mekanisme resiprok. Sedangkan
berdasarkan metode pencampurannya biasanya menggunakan kondisi
pencampuran tekanan rendah atau tekanan tinggi (Ahuja dan Dong, 2005).
Gambar 9. Skema pompa piston resiprok tunggal
Kebanyakan pompa KCKT menggunakan desain piston resiprok seperti Gambar 9
diatas. Pada gambar dapat dilihat terdapat cam bermotor yang dapat menjalankan piston secara depan ke belakang untuk mengalirkan solven melalui suatu vulva
inlet dan outlet. Sedangkan Gambar 10 merupakan pompa yang menggunakan piston ganda dimana terdapat satu motor yang menjalankan dua piston pada
pompa yang berbeda. Hasil yang diperoleh pada pompa model ini lebih stabil
Gambar 10. Skema pompa dual-piston dengan pompa paralel.
Dalam perkembangannya, model pompa resiprok disempurnakan dengan
berbagai macam modifikasi seperti pada desain dual piston in-series yang kini banyak digunakan, dimana pada model ini, dua piston dijalankan oleh motor yang
terpisah. Terdapat juga pre-piston yang disinkronisasi dengan piston sekunder
untuk memberikan aliran yang lebih halus dan komposisi yang lebih akurat.
Model pompa ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Ahuja dan Dong 2005).
Gambar 11. Skema desain pompa dual-piston in-series
d. Tempat penyuntikan sampel. Sampel-sampel cair dan larutan
disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan
menuju kolom. (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada KCKT sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung
ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom
menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup
loop ini tersedia untuk volume antara 0,5µL-2mL. Pada saat posisi mengisi, loop untuk sampling terisolasi dari fase gerak dan terbuka terhadap atmosfer. Suatu syringe digunakan untuk mengambil sampel dan memasukannya ke dalam loop. Apabila terdapat sampel yang lebih maka akan dikeluarkan melalui pembuangan.
Setelah sampel terisi ke dalam loop, injektor akan menghadap posisi injek. Pada posisi ini fase gerak diarahkan melalui loop untuk sampling dan sampel akan dibawa melewati kolom (Harvey, 2000).
Gambar 12. Skema loop injector. (a) posisi mengisi, (b) posisi injek
e. Kolom. Kolom merupakan bagian KCKT yang terdapat fase diam di
dalamnya. Fase diam pada KCKT berupa lapisan film cair yang terikat pada basis
partikel silika. Tujuan terikatnya lapisan film ini adalah untuk mencegah
kemungkinan terjadinya kebocoran cairan fase diam dari dalam kolom. Lapisan
film cair ini terikat pada partikel silika melalui ikatan kovalen. Partikel silika
direaksikan dengan organochlorosilane Si(CH3)2RCl, dimana R merupakan suatu alkil atau gugus alkil tersubstitusi. Kepolaran dari fase diam bergantung pada jenis
R, apabila R merupakan suatu gugus fungsi yang bersifat polar, maka fase diam
juga akan bersifat polar, sebaliknya fase diam akan bersifat non polar apabila R
Oktadesilsilan (ODS atau C18) yang merupakan fase diam dimana R pada
organochlorosilane berupa hidrokarbon n-octyldecyl paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah,
sedang, maupun tinggi (Rohman, 2009).
f. Detektor. Suatu detektor harus memiliki karakteristik memiliki respon
terhadap solut yang cepat dan reprodusibel; sensitifitas tinggi; stabil; mempunyai
volume sel yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita; sinyal yang
dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut; tidak peka terhadap
perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Rohman, 2009). Salah satu contoh
detektor yang sering digunakan adalah detektor UV-Vis. Detektor ini didasarkan
pada adanya peneyerapan radiasi ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Vis) pada
kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang mempunyai
struktur-struktur atau gugus-gugus kromoforik. Sel detektor umumnya berupa
tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya 10 mm, serta diatur
sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan pengaruh indeks bias yang
dapat mengubah absorbansi yang terukur (Kar, 2005).