• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Fase Gerak Metanol-Air Dan Laju Alir Pada Penetapan Kadar Campuran Teofilin Dan Efedrin HCL Dalam Tablet Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Optimasi Fase Gerak Metanol-Air Dan Laju Alir Pada Penetapan Kadar Campuran Teofilin Dan Efedrin HCL Dalam Tablet Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI FASE GERAK METANOL-AIR DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR CAMPURAN TEOFILIN DAN EFEDRIN HCl DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

OLEH : PUTRI PRATIWI

NIM: 081524013

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

OPTIMASI FASE GERAK METANOL-AIR DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR CAMPURAN TEOFILIN DAN EFEDRIN HCl DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: PUTRI PRATIWI

NIM 081524013

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

(3)

Lembar Pengesahan Skripsi

OPTIMASI FASE GERAK METANOL-AIR DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR CAMPURAN TEOFILIN DAN EFEDRIN HCl DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI (KCKT)

OLEH:

PUTRI PRATIWI NIM 081524013

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal:

Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia penguji,

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002 NIP 194809041974122001

Pembimbing II, Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002

Prof. Dr. rer. nat. Effendy Delux Putra, SU, Apt. Drs. Salbiah, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002 NIP 194810031987012001

Dra. Syafruddin, MS, Apt.

NIP 194811111976031003

Disahkan oleh: Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat,

rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Optimasi Fase Gerak Metanol-Air dan Laju Alir pada Penetapan Kadar

Campuran Teofilin dan Efedrin HCl dalam Tablet dengan Metode Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

KCKT merupakan metode yang paling umum digunakan untuk penetapan

kadar campuran senyawa kimia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan

kondisi optimal metode KCKT dalam penetapan kadar campuran Teofilin dan Efedrin

HCl dalam tablet. Kombinasi obat ini sering digunakan untuk mengobati penyakit

asma bronkial. Hendaknya hasil penelitian ini menjadi metode alternatif bagi industri

farmasi pada penetapan kadar campuran Teofilin dan Efedrin HCl dalam tablet secara

KCKT.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., dan Prof. Dr. rer.

nat. Effendy Delux Putra, SU, Apt., yang telah membimbing dengan penuh

kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini

berlangsung. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang

telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus

kepada kedua orang tua, Ayahanda Punarto Wijaya (Alm) dan Ibunda Elita

Tanjung tercinta, serta abang dan adik atas doa, dorongan dan pengorbanan baik

moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Januari 2011

(5)

OPTIMASI FASE GERAK METANOL-AIR DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR CAMPURAN TEOFILIN DAN EFEDRIN HCl

DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Campuran teofilin dan efedrin HCl merupakan salah satu jenis kombinasi dalam sediaan tablet. Teofilin dan efedrin HCl adalah bronkodilator yang digunakan untuk meringankan gejala gangguan saluran pernapasan seperti asma bronkial. Penetapan kadar tablet campuran teofilin dan efedrin HCl tidak terdapat dalam monografi, baik pada Farmakope Indonesia edisi IV (1995) maupun USP (United States Pharmacopeia) edisi 30 (2007) sehingga diperlukan suatu metode analisis yang memenuhi uji validitas pada penetapan kadarnya. Metode yang dipilih yaitu Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan untuk mendapatkan hasil analisis yang baik, maka perlu dilakukan optimasi terhadap kondisi KCKT yang digunakan. Adapun optimasi yang dilakukan yaitu perbandingan fase gerak dan laju alir.

Analisis dilakukan dengan menggunakan kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), detektor UV-Vis pada panjang gelombang 257 nm. Kondisi kromatografi yang dioptimasi yaitu perbandingan fase gerak metanol-air dengan perbandingan 60:40, 70:30, dan 80:20. Dari hasil penelitian diperoleh perbandingan fase gerak yang terbaik adalah 60:40. Kemudian dengan perbandingan fase gerak yang terpilih dilakukan optimasi laju alir dari 0,5 ml/menit, 0,75 ml/menit, dan 1 ml/menit. Dari hasil optimasi diperoleh laju alir 0,75 ml/menit memberikan hasil yang terbaik dengan waktu retensi 3,55 menit untuk efedrin HCl dan 4,27 menit untuk teofilin; resolusi 2,53; theoretical plate 1944 untuk efedrin HCl dan 4762 untuk teofilin.

Dari hasil analisis penetapan kadar sampel campuran teofilin dan efedrin HCl dalam sediaan tablet menunjukkan semua sampel memenuhi persyaratan kadar umum untuk sediaan tablet. Hasil uji validasi yang dilakukan terhadap tablet Asthma Soho (PT. Soho Industri Pharmasi), untuk teofilin diperoleh persen recovery = 101,45%, simpangan baku relatif (RSD) = 1,25% dan untuk efedrin HCl diperoleh persen recovery = 101,30%, simpangan baku relatif (RSD) = 1,49%. Dapat disimpulkan bahwa metode KCKT yang digunakan memenuhi persyaratan akurasi dan presisi. Dengan batas deteksi (LOD) teofilin 12,6109 mcg/ml dan efedrin HCl 4,2622 mcg/ml. Batas kuantitasi (LOQ) teofilin 42,0366 mcg/ml dan efedrin HCl 14,2075 mcg/ml.

(6)

OPTIMIZATION OF METHANOL-WATER AS MOBILE PHASE AND FLOW RATE OF THE DETERMINATION OF THEOPHYLLINE AND EPHEDRINE HCl MIXTURE IN TABLETS HIGH PERFORMANCE

LIQUID CHROMATOGRAPHY METHOD ABSTRACT

The compound of theophylline and ephedrine HCl is one of combination in tablet supply. Theophylline and ephedrine HCl are bronchodilator used to minimize the symptoms of bronchial tube diseases such as bronchial asthma. Determination of content of theophylline and ephedrine HCl in tablet did not found in monography, either in the fourth edition Farmakope Indonesia (1995) or USP (United States Pharmacopeia) 30th edition (2007) that requires an analysis method that meets the test of validity in determining the content. Method of choice is High Performance Liquid Chromatography (HPLC) and in order to get best analysis, it apply the optimization to the HPLC condition. The optimization is conducted by different ratio of mobile phase and flow rate.

Analysis performed by used C18 colomn (250 mm x 4.60 mm), UV-Vis detector on wavelength 257 nm. Optimization is conducted to the ratio of mobile phase of methanol-water by ratio of 60:40, 70:30, and 80:20, respectively. Based on the results of research best mobile phase ratio is 60:40. And by ratio of choosen mobile phase, the optimization of flow rate is determine from 0.5 ml/minute, 0.75 ml/minute, and 1 ml/minute, respectively. Based on the optimization is indicated that the flow rate of 0.75 ml/minute provide the best results in the retention time is 3.55 minutes for ephedrine HCl and 4.27 minutes for theophylline; resolution 2.53; theoretical plate 1944 for ephedrine HCl and 4762 for theophylline.

Based on the results of analysis determine the sample content of theophylline and ephedrine HCl compound in tablet supply indicates that all of the sample fulfilled the general requirement of tablet. The results of validation test on the tablet of Asthma Soho (PT. Soho Industri Pharmacy), the percent recovery for theophylline is 101,45%, relative standard deviation (RSD) = 1,25% and for ephedrine HCl, the percent recovery = 101,30%, relative standard deviation (RSD) = 1,49%. It concluded that the applied HPLC method fulfill the requirement of accuracy and precision. By limit of detection (LOD) for theophylline is 12,6109 mcg/ml and ephedrine HCl 4,2622 mcg/ml. Limit of quantitation (LOQ) for theophylline is 42,0366 mcg/ml and for ephedrine HCl is 14,2075 mcg/ml.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Bahan ... 5

2.1.1 Teofilin ... 5

2.1.2 Efedrin HCl ... 6

2.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 7

2.3 Jenis Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 8

2.4 Parameter Kromatografi ... 8

2.4.1 Waktu Tambat (tR) ... 9

2.4.2 Faktor Kapasitas (k’) ... 9

2.4.3 Resolusi (Rs) ... 10

2.4.4 Selektifitas atau Faktor Pemisahan (α) ... 10

2.4.5 Faktor Tailing dan Faktor Asimetri ... 11

(8)

2.5 Komponen KCKT ... 13

2.5.1 Wadah Fase Gerak ... 13

2.5.2 Pompa ... 14

2.5.3 Injektor ... 14

2.5.4 Kolom ... 15

2.5.5 Detektor ... 16

2.5.6 Pengolah Data ... 16

2.5.7 Fase Gerak ... 16

2.6 Validasi... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 19

3.2 Alat-alat ... 19

3.3 Bahan-bahan ... 19

3.4 Pengambilan Sampel ... 19

3.5 Prosedur Penelitian ... 20

3.5.1 Uji Identifikasi Baku Teofilin dan Efedrin HCl Menggunakan Spektrofotometer FTIR ... 20

3.5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 20

3.5.3 Penyiapan Bahan ... 21

3.5.3.1 Pembuatan Fase Gerak Metanol-Air ... 21

3.5.3.2 Pembuatan Pelarut ... 21

3.5.3.3 Pembuatan Larutan Induk Baku Teofilin ... 21

3.5.3.4 Pembuatan Larutan Induk Baku Efedrin HCl ... 22

3.5.4 Prosedur Analisis. ... 22

3.5.4.1 Penyiapan Alat KCKT ... 22

3.5.4.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak dan Laju Alir yang Optimum ... 22

3.5.4.3 Analisis Kualitatif ... 23

3.5.4.3.1 Uji Identifikasi Teofilin dan Efedrin HCl Menggunakan KCKT ... 23

3.5.4.4 Analisis Kuantitatif ... 23

(9)

3.5.4.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Efedrin HCl

BPFI ... 24

3.5.4.4.3 Penetapan Kadar Sampel ... 24

3.5.4.5 Analisa Data Penetapan Kadar Secara Statistik ... 25

3.5.5 Metode Validasi ... 26

3.5.5.1 Akurasi... 26

3.5.5.2 Presisi ... 27

3.5.5.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) .... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Uji Identifikasi Menggunakan Spektrofotometer FTIR ... 28

4.2 Penentuan Kondisi Kromatografi Untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimum... 31

4.2.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 31

4.2.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak dan Laju Alir ... 34

4.3 Uji Identifikasi Teofilin dan Efedrin HCl Menggunakan KCKT ... 35

4.4 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi ... 39

4.5 Penetapan Kadar Sampel ... 41

4.6 Hasil Uji Validasi ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Absorbansi dari Kurva Serapan Teofilin ... 32

Tabel 2. Data Absorbansi dari Kurva Serapan Efedrin HCl ... 33

Tabel 3. Hasil Optimasi Fase Gerak dan Laju Alir dengan Parameter Data Waktu Retensi, Theoretical Plate dan Resolusi ... 35

Tabel 4. Data Waktu Tambat dari Kromatogram Sampel... 39

Tabel 5. Data Hasil Penyuntikan Larutan Teofilin BPFI ... 39

Tabel 6. Data Hasil Penyuntikan Larutan Efedrin HCl BPFI ... 40

Tabel 7. Hasil Penetapan Kadar Teofilin dan Efedrin HCl dalam Sediaan Tablet ... 42

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Teofilin ... 5

Gambar 2. Struktur Efedrin Hidroklorida ... 6

Gambar 3. Kromatogram Hasil Analisis KCKT ... 9

Gambar 4. Bentuk Puncak Kromatogram ... 11

Gambar 5. Pengukuran Derajat Asimetris Puncak ... 11

Gambar 6. Diagram Skematik Alat KCKT ... 13

Gambar 7. Tipe Injektor Katup Putaran... 15

Gambar 8. Spektrum Inframerah Baku Teofilin PT. Indofarma ... 28

Gambar 9. Spektrum Inframerah Teofilin BPFI ... 29

Gambar 10. Spektrum Inframerah Baku Efedrin HCl PT. Kimia Farma ... 30

Gambar 11. Spektrum Inframerah Efedrin HCl BPFI ... 30

Gambar 12. Kurva Serapan Teofilin Baku 8 mcg/ml secara Spektrofotometri UV ... 32

Gambar 13. Kurva Serapan Efedrin HCl Baku 360 mcg/ml secara Spektrofotometri UV ... 33

Gambar 14. Kurva Serapan Teofilin Baku 8 mcg/ml dan Efedrin HCl 360 mcg/ml secara Spektrofotometri UV (Overlapping) ... 34

Gambar 15. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan 500 mcg/ml Teofilin BPFI, dengan Perbandingan Metanol-Air (60:40), Laju Alir 0,75 ml/menit ... 36

Gambar 16. Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan 50 mcg/ml Efedrin HCl BPFI, dengan Perbandingan Metanol-Air (60:40), Laju Alir 0,75 ml/menit ... 36

Gambar 17. Kromatogram Hasil Penyuntikan Campuran Larutan Teofilin BPFI (500 mcg/ml) dan Larutan Efedrin HCl BPFI (50 mcg/ml), Fase Gerak Metanol-Air (60:40), Laju Alir 0,75 ml/menit dengan Rentang Intensitas Luas Area 0-1500 mV ... 37

(12)

0,75 ml/menit dengan Rentang Intensitas Luas Area 0-25

mV ... 38

Gambar 19. Kurva Kalibrasi Teofilin BPFI ... 40

Gambar 20. Kurva Kalibrasi Efedrin HCl BPFI... 41

Gambar 21. Alat KCKT (Hitachi) ... 47

Gambar 22. Vial Autosampler ... 47

Gambar 23. Sonifikator (Branson 1510) ... 48

Gambar 24. Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan alat penyaring fase gerak ... 48

Gambar 25. Spektrum Inframerah Teofilin (Literatur) ... 49

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan vial Autosampler ... 47

Lampiran 2. Gambar Sonifikator (Branson 1510) dan Penyaring ... 48

Lampiran 3. Spektrum Inframerah Teofilin pada literatur Pharmaceutical

Sub stance (UV/IR) ... 49

Lampiran 4. Spektrum Inframerah Efedrin HCl pada literatur Pharmaceutical Sub stance (UV/IR) ... 50

Lampiran 5. Kromatogram Penyuntikan Teofilin dan Efedrin HCl Baku untuk Mencari Perbandingan Fase Gerak Metanol-Air dan Laju Alir yang Optimal untuk Analisis ... 51

Lampiran 6. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Teofilin .. 60

Lampiran 7. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi

(LOQ) Teofilin ... 61

Lampiran 8. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Efedrin HCl ... 62

Lampiran 9. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi

(LOQ) Efedrin HCl ... 63

Lampiran 10. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Tablet Asmasolon (PT. Medifarma Laboratories, Inc)... 64

Lampiran 11. Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Sebenarnya dari Penyuntikan Larutan Tablet Asmasolon (PT. Medifarma

Laboratories, Inc) ... 70

Lampiran 12. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Tablet Asthma Soho (PT. Soho Industri Pharmasi) ... 72

Lampiran 13. Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Sebenarnya dari Penyuntikan Larutan Tablet Asthma Soho (PT. Soho Industri

Pharmasi) ... 78

Lampiran 14. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Tablet Neo

Napacin (PT. Konimex) ... 80

Lampiran 15. Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Sebenarnya dari Penyuntikan Larutan Tablet Neo Napacin (PT. Konimex) ... 86

(14)

Lampiran 17. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Larutan Tablet Asthma Soho (PT. Soho Industri Pharmasi) dan Bahan Baku, pada Persen

Perolehan Kembali pada Rentang 80%, 100%, dan 120% ... 89

Lampiran 18. Contoh Perhitungan Persen Perolehan Kembali ... 98

Lampiran 19. Perhitungan Berat Sampel dari Lampiran 18 Setelah Penimbangan ... 100

Lampiran 20. Contoh Perhitungan Penimbangan Bahan Baku pada Persen Perolehan Kembali ... 102

Lampiran 21. Analisa Data Statistik Persen Perolehan Kembali pada Tablet Asthma Soho (PT. Soho Industri Pharmasi) ... . 103

Lampiran 22. Data Hasil Perolehan Kembali Teofilin dan Efedrin HCl pada Tablet Asthma Soho (PT. Soho Industri Pharmasi) ... 104

Lampiran 23. Contoh Perhitungan % Recovery dengan Metode Penambahan Bahan Baku (Standard Addition Method) dari Tablet Asthma Soho (PT. Soho Industri Pharmasi) ... . 105

Lampiran 24. Contoh Perhitungan Penimbangan Sampel ... . 106

Lampiran 25. Tabel Hasil Analisa Kadar Teofilin dan Efedrin HCl dalam Sampel ... . 107

Lampiran 26. Contoh Perhitungan untuk Mencari Kadar Teofilin dan Efedrin HCl ... . 109

Lampiran 27. Daftar Spesifikasi Sampel ... . 112

Lampiran 28. Sertifikat Pengujian Teofilin BPFI... . 113

Lampiran 29. Sertifikat Pengujian Efedrin HCl BPFI ... . 114

Lampiran 30. Sertifikat Bahan Baku Teofilin Pabrik dari PT. Indofarma ... 115

Lampiran 31. Sertifikat Bahan Baku Efedrin HCl Pabrik dari PT. Kimia Farma ... 116

(15)

OPTIMASI FASE GERAK METANOL-AIR DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR CAMPURAN TEOFILIN DAN EFEDRIN HCl

DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Campuran teofilin dan efedrin HCl merupakan salah satu jenis kombinasi dalam sediaan tablet. Teofilin dan efedrin HCl adalah bronkodilator yang digunakan untuk meringankan gejala gangguan saluran pernapasan seperti asma bronkial. Penetapan kadar tablet campuran teofilin dan efedrin HCl tidak terdapat dalam monografi, baik pada Farmakope Indonesia edisi IV (1995) maupun USP (United States Pharmacopeia) edisi 30 (2007) sehingga diperlukan suatu metode analisis yang memenuhi uji validitas pada penetapan kadarnya. Metode yang dipilih yaitu Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan untuk mendapatkan hasil analisis yang baik, maka perlu dilakukan optimasi terhadap kondisi KCKT yang digunakan. Adapun optimasi yang dilakukan yaitu perbandingan fase gerak dan laju alir.

Analisis dilakukan dengan menggunakan kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), detektor UV-Vis pada panjang gelombang 257 nm. Kondisi kromatografi yang dioptimasi yaitu perbandingan fase gerak metanol-air dengan perbandingan 60:40, 70:30, dan 80:20. Dari hasil penelitian diperoleh perbandingan fase gerak yang terbaik adalah 60:40. Kemudian dengan perbandingan fase gerak yang terpilih dilakukan optimasi laju alir dari 0,5 ml/menit, 0,75 ml/menit, dan 1 ml/menit. Dari hasil optimasi diperoleh laju alir 0,75 ml/menit memberikan hasil yang terbaik dengan waktu retensi 3,55 menit untuk efedrin HCl dan 4,27 menit untuk teofilin; resolusi 2,53; theoretical plate 1944 untuk efedrin HCl dan 4762 untuk teofilin.

Dari hasil analisis penetapan kadar sampel campuran teofilin dan efedrin HCl dalam sediaan tablet menunjukkan semua sampel memenuhi persyaratan kadar umum untuk sediaan tablet. Hasil uji validasi yang dilakukan terhadap tablet Asthma Soho (PT. Soho Industri Pharmasi), untuk teofilin diperoleh persen recovery = 101,45%, simpangan baku relatif (RSD) = 1,25% dan untuk efedrin HCl diperoleh persen recovery = 101,30%, simpangan baku relatif (RSD) = 1,49%. Dapat disimpulkan bahwa metode KCKT yang digunakan memenuhi persyaratan akurasi dan presisi. Dengan batas deteksi (LOD) teofilin 12,6109 mcg/ml dan efedrin HCl 4,2622 mcg/ml. Batas kuantitasi (LOQ) teofilin 42,0366 mcg/ml dan efedrin HCl 14,2075 mcg/ml.

(16)

OPTIMIZATION OF METHANOL-WATER AS MOBILE PHASE AND FLOW RATE OF THE DETERMINATION OF THEOPHYLLINE AND EPHEDRINE HCl MIXTURE IN TABLETS HIGH PERFORMANCE

LIQUID CHROMATOGRAPHY METHOD ABSTRACT

The compound of theophylline and ephedrine HCl is one of combination in tablet supply. Theophylline and ephedrine HCl are bronchodilator used to minimize the symptoms of bronchial tube diseases such as bronchial asthma. Determination of content of theophylline and ephedrine HCl in tablet did not found in monography, either in the fourth edition Farmakope Indonesia (1995) or USP (United States Pharmacopeia) 30th edition (2007) that requires an analysis method that meets the test of validity in determining the content. Method of choice is High Performance Liquid Chromatography (HPLC) and in order to get best analysis, it apply the optimization to the HPLC condition. The optimization is conducted by different ratio of mobile phase and flow rate.

Analysis performed by used C18 colomn (250 mm x 4.60 mm), UV-Vis detector on wavelength 257 nm. Optimization is conducted to the ratio of mobile phase of methanol-water by ratio of 60:40, 70:30, and 80:20, respectively. Based on the results of research best mobile phase ratio is 60:40. And by ratio of choosen mobile phase, the optimization of flow rate is determine from 0.5 ml/minute, 0.75 ml/minute, and 1 ml/minute, respectively. Based on the optimization is indicated that the flow rate of 0.75 ml/minute provide the best results in the retention time is 3.55 minutes for ephedrine HCl and 4.27 minutes for theophylline; resolution 2.53; theoretical plate 1944 for ephedrine HCl and 4762 for theophylline.

Based on the results of analysis determine the sample content of theophylline and ephedrine HCl compound in tablet supply indicates that all of the sample fulfilled the general requirement of tablet. The results of validation test on the tablet of Asthma Soho (PT. Soho Industri Pharmacy), the percent recovery for theophylline is 101,45%, relative standard deviation (RSD) = 1,25% and for ephedrine HCl, the percent recovery = 101,30%, relative standard deviation (RSD) = 1,49%. It concluded that the applied HPLC method fulfill the requirement of accuracy and precision. By limit of detection (LOD) for theophylline is 12,6109 mcg/ml and ephedrine HCl 4,2622 mcg/ml. Limit of quantitation (LOQ) for theophylline is 42,0366 mcg/ml and for ephedrine HCl is 14,2075 mcg/ml.

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Asma bronkial atau lebih populer dengan sebutan asma atau sesak napas,

telah dikenal luas di masyarakat. Salah satu obat yang digunakan dalam

pengobatan penyakit asma bronkial adalah kombinasi antara teofilin dan efedrin

HCl. Pada kombinasi obat tersebut, teofilin bekerja sebagai bronkodilator yang

berfungsi sebagai relaksasi langsung otot polos bronki. Sedangkan efedrin HCl

merupakan senyawa simpatomimetik dengan efek langsung dan tak langsung

terhadap α dan β-adrenoseptor. Karena sifat vasokonstriksinya, efedrin HCl

digunakan untuk bronkodilator, dekongestan hidung, dan dekongestan mata

(Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan

yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang

berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapeutik yang diharapkan.

Salah satu persyaratan mutu adalah kadar yang dikandung harus memenuhi

persyaratan kadar seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia atau buku

standar lainnya (Depkes RI, 2009).

Tablet campuran teofilin dan efedrin HCl tidak terdapat pada monografi,

baik pada Farmakope Indonesia edisi IV (1995) maupun USP (United States

Pharmacopeia) edisi 30 (2007). Monografi dalam sediaan tablet dengan tiga

komponen yaitu teofilin, efedrin HCl, dan fenobarbital terdapat dalam USP edisi

30 (2007) yang penetapan kadarnya dapat ditentukan secara Kromatografi Cair

(18)

larutan dapar fosfat pH 3,0 ± 0,05 - metanol (75:25), laju alir (flow rate) 3,0

ml/menit, dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 215 nm.

Penggunaan dapar fosfat sebagai fase gerak dapat menyumbat kolom,

karena kelarutan dapar fosfat yang rendah dalam metanol dapat mengakibatkan

terbentuknya endapan fosfat di kolom, sehingga akan menyulitkan dalam

pembersihan kolom setelah analisis.

Analisis teofilin dan efedrin HCl dalam sediaan tablet secara KCKT sudah

pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Rizky, 2007), menggunakan sistem

kromatografi fase balik dengan kolom Zorbax C8, fase gerak metanol - air (40 :

60), laju alir 1 ml/menit, dan pada panjang gelombang 257 nm.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti mencoba memodifikasi

perbandingan fase gerak metanol-air untuk analisis kuantitatif campuran teofilin

dan efedrin HCl menggunakan kolom C18. Untuk mendapatkan hasil yang

optimal, perlu dilakukan optimasi terhadap perbandingan fase gerak dan laju

alirnya. Kemudian perbandingan fase gerak dan laju alir yang terpilih digunakan

untuk menetapkan kadar teofilin dan efedrin HCl dalam tablet.

Metode KCKT mempunyai beberapa keuntungan dibanding metode

analisis lain, diantaranya kolom dapat digunakan kembali, memiliki berbagai jenis

detektor, waktu analisis umumnya relatif singkat, ketepatan dan ketelitian relatif

tinggi serta dapat digunakan untuk menganalisis kebanyakan senyawa kimia

(Meyer, 2004).

Untuk menguji validitas dari metode ini dilakukan pengujian antara lain

(19)

variasi (RSD); uji sensitifitas dengan parameter limit deteksi (LOD) dan limit

kuantitasi (LOQ) (WHO, 1992).

1.2Perumusan Masalah

- Pada perbandingan dan laju alir berapakah fase gerak metanol-air dapat

memisahkan campuran teofilin dan efedrin HCl yang memenuhi kriteria

resolusi ≥ 1,5?

- Apakah kondisi optimal fase gerak yang diperoleh dapat digunakan untuk

menentukan kadar campuran teofilin dan efedrin HCl dalam tablet dengan

validasi metode yang memenuhi persyaratan?

1.3Hipotesis

- Perbandingan dan laju alir fase gerak metanol-air yang terpilih dapat

memisahkan campuran teofilin dan efedrin HCl yang memenuhi kriteria

resolusi ≥ 1,5.

- Kondisi optimal fase gerak yang diperoleh dapat digunakan untuk

menentukan kadar campuran teofilin dan efedrin HCl dalam tablet dengan

validasi metode yang memenuhi persyaratan.

1.4Tujuan Penelitian

- Melakukan optimasi fase gerak sehingga diperoleh perbandingan dan laju

alir metanol-air yang optimal untuk pemisahan campuran teofilin dan

efedrin HCl yang memenuhi kriteria resolusi ≥ 1,5.

- Menentukan kadar dan uji validasi campuran teofilin dan efedrin HCl

dalam tablet menggunakan metode KCKT pada kondisi optimal fase gerak

(20)

1.5Manfaat Penelitian

Sebagai metode alternatif bagi industri farmasi pada penetapan kadar

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Teofilin

Rumus struktur :

NH

N N

CH3

O

N CH3

O

Gambar 1. Struktur Teofilin

Nama Kimia : 1,3-dimethyl-3,7-dihydro-1H-purine-2,6-dione

Rumus Molekul : C7H8N4O2.H2O

Berat Molekul : 180,17

Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit, stabil di

udara

Kelarutan : Sukar larut dalam air, tetapi lebih mudah larut dalam air

panas, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan

dalam amonium hidroksida, agak sukar larut dalam etanol,

dalam kloroform dan dalam eter (Depkes RI, 1995).

Teofilin merupakan derivat xantin yang menyebabkan relaksasi otot polos,

terutama otot polos bronkus, serta merangsang otot jantung, dan meningkatkan

(22)

serangan asma yang berlangsung lama (status asmatikus). Selain itu, teofilin juga

digunakan sebagai profilaksis terhadap serangan asma (Ganiswara, 1995)

Teofilin mempunyai efek samping berupa mual dan muntah, baik pada

penggunaan oral maupun parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral (gelisah,

sukar tidur, tremor dan konvulsi) serta gangguan pernafasan, juga efek

kardiovaskuler, seperti tachycardia, aritmia dan hipotensi (Tjay & Rahardja,

2007).

2.1.2 Efedrin Hidroklorida

Rumus Struktur :

Gambar 2. Struktur Efedrin Hidroklorida

Nama Kimia : (1R,2S)-2-(methylamino)-1-phenylpropan-1-ol

hydrochloride

Rumus Molekul : C10H15NO.HCl

Berat Molekul : 201,70

Pemerian : Serbuk atau hablur halus, putih, tidak berbau.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam etanol, tidak larut

dalam eter (Depkes RI, 1995).

Efedrin HCl merupakan simpatomimetik yang bekerja secara langsung dan

tidak langsung terhadap reseptor adrenergik. Obat ini juga meningkatkan tekanan

darah melalui peningkatan curah jantung dan juga menyebabkan vasokonstriksi

NH

CH3

.

HCl OH

H

(23)

pembuluh darah tepi. Selain itu, efedrin juga bersifat bronkodilatasi, menurunkan

irama dan pergerakan usus, menurunkan aktivitas uterus serta merangsang pusat

napas (Sweetman, 2005)

Efek samping dari Efedrin HCl yaitu pada orang yang peka terhadap

Efedrin HCl, dalam dosis rendah sudah dapat menimbulkan gelisah, tremor, dan

gangguan berkemih. Sedangkan pada efek sentral yaitu insomnia yang sering

terjadi pengobatan kronik dan palpitasi (Tjay & Rahardja, 2007).

Saat ini, sangat banyak beredar produk obat yang mengandung kombinasi

dua atau lebih bahan aktif. Kombinasi tersebut dimaksudkan agar obat dapat lebih

efektif mencapai sasaran terapi. Salah satunya adalah kombinasi antara teofilin

dan efedrin HCl, yang digunakan untuk meringankan gejala gangguan saluran

pernapasan seperti asma bronkial, kejang bronkus dan alergi.

Asma bronkial atau lebih populer dengan sebutan asma atau sesak napas,

telah dikenal luas di masyarakat. Penyakit asma bronkial adalah penyakit saluran

pernapasan dengan ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif

(kepekaan yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap

bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya penyempitan

saluran pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah derajat

penyempitannnya menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa

pengobatan (Anonim, 2008).

2.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam

(24)

dan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai cuplikan secara kualitatif

maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen

POM, 1995).

Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas

untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah

bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan

industri-industri makanan. KCKT biasanya dilakukan pada suhu kamar. Jadi, untuk zat –

zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap merupakan pilhan yang logis

(Rohman, 2007).

2.3 Jenis Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Berdasarkan jenis fase gerak dan fase diamnya, jenis pemisahan KCKT

dibedakan atas :

a. Kromatografi Fase Normal

Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat polar, misalnya silika

gel, alumina, sedangkan fase geraknya bersifat non polar seperti heksan.

b. Kromatografi Fase Terbalik

Pada kromatografi fase terbalik, fase diamnya bersifat non polar, yang banyak

dipakai adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan oktilsilan (C8). Sedangkan fase

geraknya bersifat polar, seperti air, metanol dan asetonitril (Mulja dan Suharman,

1995).

2.4 Parameter Kromatografi

Ada beberapa parameter kromatografi yang digunakan secara umum, yaitu :

(25)

Waktu tambat atau waktu retensi (tR) adalah selang waktu yang diperlukan

oleh linarut (solut) mulai saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya

ditangkap oleh detektor (Mulja dan Suharman, 1995). Waktu tambat suatu zat

selalu konstan pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dijadikan suatu dasar

analisis kualitatif (Meyer, 2004).

Gambar 3. Kromatogram hasil analisis KCKT. (sumber : Meyer, V.R. 2004).

Gambar 3 menunjukkan, w adalah lebar puncak dan t0 disebut waktu hampa (void

time/dead time) yaitu waktu tambat pelarut yang tidak tertahan atau waktu yang

dibutuhkan oleh fase gerak untuk melewati kolom (breakthrough time) (Meyer,

2004).

2.4.2 Faktor Kapasitas (k’)

Faktor kapasitas (k’) merupakan suatu ukuran seberapa jauh senyawa

tersebut berpartisi (mengadsorpsi) ke dalam fase diam dari fase gerak. Lamanya

waktu yang dibutuhkan suatu senyawa ditahan untuk melewati kolom bergantung

pada faktor kapasitasnya (Watson, 2009). Faktor kapasitas suatu komponen dapat

(26)

Keterangan :

t0 = waktu yang diperlukan bagi suatu molekul-takditahan untuk melewati volume

hampa

tr = waktu yang diperlukan analit untuk melewati kolom

2.4.3 Resolusi (Rs)

Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi 2 puncak

yang saling berdekatan dibagi dengan rata-rata lebar puncak.

Nilai resolusi harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan

pemisahan puncak yang baik (Rohman, 2007).

2.4.4 Selektifitas atau Faktor Pemisahan (α)

Selektifitas (α) adalah kemampuan sistem kromatografi untuk

membedakan analit yang berbeda. Selektifitas ditentukan sebagai rasio

perbandingan faktor kapasitas (k’) dari analit yang berbeda:

(Kazakevich, 2007).

Nilai selektifitas yang didapatkan dalam sistem KCKT harus lebih besar dari 1

(Ornaf dan Dong, 2005).

(27)

Faktor asimetri disebut juga “tailing factor (TF)” yaitu terjadinya

pengekoran pada kromatogram sehingga bentuk kromatogram menjadi tidak

simetris (Mulja dan Suharman, 1995). Idealnya, puncak kromatogram akan

memperlihatkan bentuk Gaussian dengan derajat simetris yang sempurna (Ornaf

and Dong, 2005). Namun kenyataannya, puncak yang simetris secara sempurna

jarang dijumpai. Jika diperhatikan secara cermat, maka hampir setiap puncak

dalam kromatografi memperlihatkan tailing. Pada Gambar 4 ditunjukkan tiga

jenis bentuk puncak.

Gambar 4. Bentuk puncak kromatogram. (sumber: Kazakevich, Y. 2007).

Pengukuran derajat asimetris puncak dapat dihitung dengan 2 cara, yakni faktor

tailing dan faktor asimetris. Faktor tailing (Tf) dihitung dengan menggunakan

lebar puncak pada ketinggian 5% (W0,05), rumusnya dituliskan sebagai berikut.

f W T

2 05 , 0 =

(28)

Dengan nilai f merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5%.

Sedangkan faktor asimetri dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

1 , 0

1 , 0 a b T =

Nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak

pada ketinggian 10%. Jika nilai T = 1, maka faktor tailing dan asimetri

menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna. Bila puncak berbentuk

tailing, maka kedua faktor ini akan bernilai lebih besar dari 1 dan sebaliknya bila

puncak berbentuk fronting, maka faktor tailing dan asimetri akan bernilai lebih

kecil dari 1.

2.4.6 Efisiensi Kolom (N)

Efisiensi adalah ukuran tingkat penyebaran puncak dalam kolom. Efisiensi

kolom ditunjukk an dari jumlah lempeng teoritikal atau theoretical plates (N),

yang dapat dihitung dengan rumus:

Kolom yang efisien adalah kolom yang mampu menghasilkan pita sempit dan

memisahkan analit dengan baik. Nilai lempeng akan semakin tinggi jika ukuran

kolom semakin panjang, hal ini berarti proses pemisahan yang terjadi semakin

baik. Hubungan antara nilai lempeng dengan panjang kolom disebut sebagai nilai

HETP/High Equivalent of a Theoretical Plate (H). H dapat dihitung dengan

rumus:

N L H =

(29)

2.5 Komponen KCKT

Gambar 6. Diagram skematik alat KCKT 2.5.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert) terhadap fase gerak.

Bahan yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung

tandon harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk

kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit (Munson, 1991).

Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan

gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan

komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan

analisis. Oleh karena itu, fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih

dahulu dengan penyaring mikrometer untuk menghindari partikel-partikel kecil

(Rohman, 2009).

(30)

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang

mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert

terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja

tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu

memberikan tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan

kecepatan alir 0,1-10 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut

untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor (Putra, 2007).

2.5.3 Injektor

Ada 3 jenis macam injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic

injector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling

sederhana (Meyer, 2004).

Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran

pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom.

Sampel dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on column injection) atau

digunakan katup injeksi (Adnan, 1997).

Katup putaran (loop valve) ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 8,

tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar

daripada 10 µ l dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor

khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi

LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila

katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam

(31)
[image:31.595.152.439.89.228.2]

Gambar 7. Tipe injektor katup putaran

Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip,

hanya saja sistem penyuntikannya bekerja secara otomatis (Meyer, 2004).

2.5.4 Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis

tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom

dapat dibagi menjadi dua kelompok :

a. Kolom analitik : diameter khas adalah 2 – 6 nm. Panjang kolom

tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pellikular, panjang yang

umumnya adalah 50 – 100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat,

umumnya 10 – 30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

b. Kolom preparatif : umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar

dan panjang kolom 25 – 100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada

temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama

untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom

tergantung pada mode KCKT yang digunakan. (Putra, 2007).

(32)

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan

dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki

sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang

luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan

yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi

tidak selalu dapat diperoleh (Putra, 2007).

Beberapa detektor yang paling sering digunakan dalam KCKT adalah

detektor spektrofotometri UV-Vis, photodiode-array (PDA), fluoresensi, indeks

bias dan detektor elektrokimia (Rohman, 2007).

2.5.6 Pengolah Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai

puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram. Alat pengumpul

data seperti komputer, integrator dan rekorder dihubungkan ke detektor. Alat ini

akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor dan

memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi

oleh seorang analis (Rohman, 2007).

2.5.7 Fase Gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Rohman, 2007)

Elusi Gradien dan Isokratik

(33)

1. Sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam

atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap

selama elusi).

2. Sistem elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase

gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi

fase gerak berubah-ubah selama elusi). Elusi bergradien digunakan untuk

meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel

mempunyai kisaran polaritas yang luas (Rohman, 2009).

2.6 Validasi

Validasi adalah suatu tindakan terhadap parameter tertentu pada prosedur

penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi

persyaratan untuk penggunaannya (WHO, 1992).

Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan

untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan

pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analis harus divalidasi

untuk verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk

mengatasi masalah dalam analisis. Parameter analisis yang ditentukan pada

validasi adalah akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, spesifikasi,

linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robutness).

Akurasi/kecermatan adalah kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh

lewat metode analitik dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen

perolehan kembali (%recovery). Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode, yakni

spiked-placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked placebo recovery

atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke dalam campuran bahan

(34)

analisis dibandingkan dengan jumlah analit teoritis yang diharapkan. Jika plasebo

tidak memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit yang telah diketahui

konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi. Metode ini

dinamakan standard addition method atau metode penambahan baku (Harmita, 2004)

Presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang

diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama.

Biasanya diekspresikan sebagai relatif standar deviasi (RSD) dari sejumlah

sampel yang berbeda secara signifikan secara statistik.

Batas deteksi (limit of detection, LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi

analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu

dapat dikuantifikasi.

Batas kuantitasi (limit of quantitation, LOQ) didefinisikan sebagai

konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi

dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli sampai September 2010.

3.2Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat

instrumen KCKT lengkap (Hitachi) dengan pompa (L-2130), degasser (DGU 20

AS), injektor Autosampler L-2200, kolom Luna 5u C18 (250 mm x 4,60 mm),

detektor UV-Vis L-2420, wadah fase gerak, vial khusus Autosampler, Sonifikator

(Branson 1510), pompa vakum (Gast DOA - P604 – BN), neraca analitik (mettler

Toledo), membran filter PTFE 0,5 µm dan 0,2 µm, cellulose nitrat membran filter

0,45 µm, Spektrofotometer FTIR (Shimadzu IR Prestige-21), DRS 8000 ( Diffuse

Reflecttance measuring), Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu Mini 1240).

3.3Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu metanol HPLC

Solvent (Baker Analyzed®), aquabidestilata (PT. Ikapharmindo Putramas),

Teofilin dan Efedrin HCl BPFI (Badan POM RI), Teofilin baku pabrik (PT.

Indofarma), Efedrin HCl baku pabrik (PT. Kimia Farma), tablet Asmasolon (PT.

Medifarma Laboratories, Inc), tablet Asthma-Soho (PT. Soho Industri Pharmasi),

tablet Neo Napacin (PT. Konimex).

3.4 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel secara purposif yaitu tanpa membandingkan antara

(36)

dianggap homogen. Sampel yang digunakan adalah tablet Asmasolon (PT.

Medifarma Laboratories, Inc), tablet Asthma-Soho (PT. Soho Industri Pharmasi),

tablet Neo Napacin (PT. Konimex).

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Uji Identifikasi Baku Teofilin dan Efedrin HCl Menggunakan Spektrofotometer FTIR

Uji identifikasi baku Teofilin dan Efedrin HCl dapat dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer FTIR, yaitu dengan cara : masing-masing

ditimbang 10 mg, lalu dicampur dengan 100 mg serbuk KBr dalam lumpang,

digerus hingga halus dan homogen, masing-masing campuran tersebut diletakkan

pada sampel pan kemudian dipasangkan pada DRS 8000 dan dianalisa pada

bilangan gelombang 4000-500 cm-1.

3.5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Sejumlah lebih kurang 25 mg bahan baku Teofilin ditimbang seksama,

dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan metanol lalu

dicukupkan sampai garis tanda dengan metanol dan dikocok homogen, sehingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 mcg/ml, larutan induk baku I (LIB I).

Dipipet sebanyak 10 ml LIB I, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,

dilarutkan dengan metanol lalu dicukupkan sampai garis tanda dengan metanol

dan dikocok homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 100

mcg/ml, larutan induk baku II (LIB II).

Sejumlah lebih kurang 50 mg bahan baku Efedrin HCl ditimbang

seksama, dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml, dilarutkan dengan metanol

(37)

sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2000 mcg/ml, larutan induk baku

I (LIB I).

Kemudian dipipet sebanyak 4,0 ml LIB II Teofilin, dimasukkan ke dalam

labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan metanol lalu dicukupkan sampai garis

tanda dengan metanol dan dikocok homogen, sehingga diperoleh larutan dengan

konsentrasi 8,0 mcg/ml. Dan dipipet sebanyak 4,5 ml LIB I Efedrin HCl,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dilarutkan dengan metanol lalu

dicukupkan sampai garis tanda dengan metanol dan dikocok homogen, sehingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 360 mcg/ml. Masing-masing larutan diukur

serapan pada panjang gelombang 200-400 nm.

3.5.3 Penyiapan Bahan

3.5.3.1 Pembuatan Fase Gerak Metanol - Air

Metanol 500 ml disaring dengan menggunakan membran filter PTFE 0,5

µ m dan diawaudarakan selama 20 menit.

Aquabidestilata 500 ml disaring dengan menggunakan cellulose nitrat

membran filter 0,45 µm dan diawaudarakan selama 20 menit.

3.5.3.2 Pembuatan Pelarut

Dicampur larutan metanol dan aquabidestilata dengan perbandingan yang

sama seperti perbandingan fase gerak hasil optimasi. Pelarut lalu disaring dengan

penyaring membran filter PTFE 0,2 µm dan diawaudarakan selama ± 20 menit.

3.5.3.3 Pembuatan Larutan Induk Baku Teofilin

Sejumlah lebih kurang 50 mg Baku Pembanding Teofilin ditimbang

(38)

larut, lalu dicukupkan sampai garis tanda dengan pelarut dan dikocok hingga

homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/ml (LIB).

3.5.3.4 Pembuatan Larutan Induk Baku Efedrin HCl

Sejumlah lebih kurang 25 mg Baku Pembanding Efedrin HCl ditimbang

seksama, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, ditambah pelarut aduk hingga

larut, lalu dicukupkan sampai garis tanda dengan pelarut dan dikocok hingga

homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 mcg/ml (LIB).

3.5.4 Prosedur Analisis

3.5.4.1 Penyiapan Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan C18 (250 mm x 4,60

mm), detektor UV-Vis pada panjang gelombang analisis yang diperoleh dengan

sensitifitas 1,000 AUFS. Pompa menggunakan mode aliran tetap dengan sistem

elusi gradien.

Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak

dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar,

menandakan sistem tersebut telah stabil.

3.5.4.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak dan Laju Alir yang Optimum

Dipipet 5,0 ml Larutan Induk Baku Teofilin dan 1,0 ml Larutan Induk

Baku Efedrin HCl masukkan dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan

pelarut hingga garis tanda, kocok sehingga diperoleh larutan Teofilin dengan

konsentrasi 500 mcg/ml dan Efedrin HCl dengan konsentrasi 50 mcg/ml, disaring

dengan membran filter PTFE 0,2 µm, kemudian diinjeksikan ke dalam sistem

KCKT menggunakan vial autosampler sebanyak 10 µl, menggunakan fase gerak

(39)

alir 0,5 ml/menit, 0,75 ml/menit, dan 1,0 ml/menit, dan dideteksi pada panjang

gelombang 257 nm. Kemudian dipilih perbandingan fase gerak dan laju alir yang

memberikan data yang terbaik.

3.5.4.3 Analisis Kualitatif

3.5.4.3.1 Uji Identifikasi Teofilin-Efedrin HCl Menggunakan KCKT

Larutan Induk Baku Teofilin dipipet 5,0 ml masukkan dalam labu tentukur

10 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, dikocok sehingga diperoleh

larutan Teofilin dengan konsentrasi 500 mcg/ml.

Larutan Induk Baku Efedrin HCl dipipet 1,0 ml masukkan dalam labu

tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, dikocok sehingga

diperoleh larutan Efedrin HCl dengan konsentrasi 50 mcg/ml.

Masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µ m dan

diawaudarakan selama 5 menit, diinjeksikan ke dalam sistem KCKT

menggunakan vial autosampler sebanyak 10 µ l, menggunakan perbandingan fase

gerak dan laju alir yang memberikan pemisahan yang terbaik, kemudian dicatat

masing-masing waktu tambatnya. Kemudian waktu tambat Teofilin dan Efedrin

HCl BPFI dibandingkan dengan waktu tambat masing-masing sampel. Apabila

waktu tambat sampel hampir sama dengan waktu tambat BPFI, maka sampel

mengandung Teofilin dan Efedrin HCl.

3.5.4.4 Analisis Kuantitatif

3.5.4.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Teofilin BPFI

Larutan Induk Baku Teofilin dipipet sebanyak 3,5 ml, 4,0 ml, 4,5 ml, 5,0

ml, 5,5 ml, dan 6,0 ml, dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan

(40)

400 mcg/ml, 450 mcg/ml, 500 mcg/ml, 550 mcg/ml, dan 600 mcg/ml. Kemudian

masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm, dan

diinjeksikan kesistem KCKT menggunakan vial autosampler sebanyak 10 µ l

dideteksi pada panjang gelombang 257 nm. Selanjutnya dari luas area yang

diperoleh pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi dihitung persamaan garis

regresi dan faktor korelasinya.

3.5.4.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Efedrin HCl BPFI

Larutan Induk Baku Efedrin HCl dipipet sebanyak 1,5 ml, 2,0 ml, 2,5 ml,

3,0 ml, 3,5 ml, dan 4,0 ml, dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan

dengan pelarut hingga garis tanda. Kocok sehingga diperoleh konsentrasi 30

mcg/ml, 40 mcg/ml, 50 mcg/ml, 60 mcg/ml, 70 mcg/ml, dan 80 mcg/ml.

Kemudian masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm,

dan diinjeksikan kesistem KCKT menggunakan vial autosampler sebanyak 10 µ l

dideteksi pada panjang gelombang 257 nm. Selanjutnya dari luas area yang

diperoleh pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi dihitung persamaan garis

regresi dan faktor korelasinya.

3.5.4.4.3 Penetapan Kadar Sampel

Ditimbang 20 tablet mengandung Teofilin dan Efedrin HCl kemudian

digerus, ditimbang sejumlah serbuk tablet setara dengan 130 mg Teofilin dan 12,5

mg Efedrin HCl (sebanyak 6 kali pengulangan). Masing-masing dimasukkan

kedalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan pelarut, diencerkan dengan

pelarut sampai garis tanda, hingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2600

mcg/ml Teofilin dan 250 mcg/ml Efedrin HCl, kemudian saring dengan kertas

(41)

2,0 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan pelarut

sampai garis tanda, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 520 mcg/ml

Teofilin dan 50 mcg/ml Efedrin HCl. Masing-masing larutan tersebut disaring

dengan membran filter PTFE 0,2 µ m dan diawaudarakan selama 5 menit,

kemudian diinjeksikan sebanyak 10 µ l kesistem KCKT menggunakan vial

autosampler dan dideteksi pada panjang gelombang 257 nm dengan laju alir

terpilih kemudian hitung kadarnya.

Kadar dapat dihitung dengan mensubtitusikan luas area sampel pada Y

dari persamaan regresi : Y = aX + b.

3.5.4.5 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik

Data perhitungan kadar dianalisis secara statistik menggunakan uji t.

Rumus yang digunakan untuk menghitung Standar Deviasi (SD) adalah :

1 )

( 2

− − =

n X X SD

Kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk

menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:

t hitung

n SD

X X

/ − =

Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel, pada interval kepercayaan 99%

dengan nilai α = 0,01, dk = n-1.

Keterangan :

SD = Standard deviation/simpangan baku X = Kadar dalam satu perlakuan

(42)

Untuk mencari kadar sebenarnya dapat digunakan rumus:

n SD x t

X (1 1/2α)dk

µ= ± −

Keterangan:

μ = Kadar sebenarnya

X = Kadar sampel

n = Jumlah perlakuan

t = Harga ttabel sesuai dengan derajat kepercayaan

dk= Derajad kebebasan.

3.5.5 Metode Validasi 3.5.5.1 Akurasi

Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali dalam kaitannya

dengan jumlah analit yang ditambahkan kedalam sampel, atau sebagai perbedaan

antara jumlah yang diketahui dan jumlah yang ditentukan oleh analis. Uji akurasi

dengan parameter persen perolehan kembali dilakukan dengan membuat 3

konsentrasi analit dengan rentang spesifik 80%, 100%, dan 120%, masing-masing

dengan 3 replikasi dan setiap rentang spesifik mengandung 70% analit dan 30%

bahan baku, kemudian dianalisa dengan perlakuan yang sama seperti pada

penetapan kadar sampel. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus:

% Perolehan kembali x100%

C B A

=

Keterangan :

A = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan bahan baku

B = Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku

(43)

3.5.5.2 Presisi

Menurut Rohman (2009), presisi merupakan ukuran kedekatan antar

serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada

sampel homogen yang sama.

Presisi seringkali dinyatakan dengan Standar Deviasi Relative (RSD) dari

serangkaian data. Nilai RSD dirumuskan dengan :

% 100

x X SD RSD=

Keterangan:

RSD = Standar Deviasi Relatif (%)

SD = Standar deviasi

X = Kadar rata-rata sampel

3.5.5.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Menurut Miller (2005), Batas Deteksi (Limit Of Detection /LOD) dan Batas

Kuantitasi (Limit Of Quantitation/LOQ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

2 )

( 2

− − =

n Yi Y SY

S SY x LOD=3,3

S SY x LOQ=10

Keterangan:

SY = simpangan baku residual

(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Identifikasi Menggunakan Spektrofotometer FTIR

Baku Teofilin dan Efedrin HCl yang diperoleh dari PT. Indofarma dan PT.

Kimia Farma sebelum digunakan sebagai baku pembanding terlebih dahulu

diidentifikasi menggunakan Spektrofotometer FTIR pada rentang bilangan

gelombang 4000 – 500 cm-1.

Spektrum Inframerah Baku Teofilin PT. Indofarma dan Teofilin BPFI dapat

[image:44.595.115.497.370.634.2]

dilihat pada gambar bawah ini :

(45)
[image:45.595.117.508.90.362.2]

Gambar 2. Spektrum Inframerah Teofilin BPFI

Dari hasil pengukuran diperoleh bentuk spektrum Baku Teofilin hampir

sama dengan bentuk spektrum Teofilin BPFI. Pada daerah sidik jari diperoleh data

bilangan gelombang Baku Teofilin yang hampir sama dengan bilangan

gelombang yang terdapat di dalam literatur dan bilangan gelombang Teofilin

BPFI seperti pada tabel di bawah ini.

Nama Data Peak (cm-1)

Clarke’s 1670 1717 1567 745 980 1190

Teofilin BPFI 1641.42 1703.14 1566.2 744.52 981.77 1190.08 Teofilin Baku

PT. Indofarma 1651.07 1705.07 1568.13 742.59 979.84 1190.08

Pada daerah gugus fungsi terdapat bilangan gelombang 3344,57 cm-1,ini

menunjukkan adanya gugus amin sekunder, dan pada daerah sidik jari terdapat

bilangan gelombang 1705,07 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus karbonil

(C=O). Dari data spektrum yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa baku

(46)

Spektrum Inframerah Baku Efedrin HCl PT. Kimia Farma dan Efedrin HCl BPFI

[image:46.595.122.506.151.415.2]

dapat dilihat pada gambar bawah ini :

Gambar 3. Spektrum Inframerah Baku Efedrin HCl PT. Kimia Farma

[image:46.595.118.504.462.727.2]
(47)

Dari hasil pengukuran diperoleh bentuk spektrum Baku Efedrin HCl

hampir sama dengan bentuk spektrum Efedrin HCl BPFI. Pada daerah sidik jari

diperoleh data bilangan gelombang Baku Efedrin HCl yang hampir sama dengan

bilangan gelombang yang terdapat di dalam literatur dan bilangan gelombang

Efedrin HCl BPFI seperti pada tabel di bawah ini.

Nama Data Peak (cm-1)

Clarke’s 994 699 754 1049 1242 670

Efedrin HCl BPFI 993.34 700.16 752.24 1049.28 1242.16 673.16 Efedrin HCl Baku

PT. Kimia Farma 993.34 700.16 752.24 1049.28 1242.16 673.16

Dari spektrum terlihat adanya gugus OH pada bilangan gelombang

3331,07 cm-1 dan adanya gugus amin primer padabilangan gelombang 3645,46

cm-1, 3624,25 cm-1. Ini menunjukkan bahwa baku yang diidentifikasi adalah

Efedrin HCl.

4.2 Penentuan Kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimum

4.2.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Kadar Teofilin dan Efedrin HCl dalam sediaan tablet ditentukan dengan

KCKT fase balik. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, terlebih dahulu

ditentukan kondisi kromatografi meliputi panjang gelombang analisis, komposisi

fase gerak dan laju alir.

Tahap pertama dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum dari

Teofilin dan Efedrin HCl, kemudian kurva serapan yang diperoleh dibuat

overlapping.

Spektrum hasil pengukuran Teofilin dan Efedrin HCl baku dapat dilihat

(48)
[image:48.595.126.489.81.339.2]

Gambar 5. Kurva Serapan Teofilin Baku 8 mcg/ml secara spektrofotometri UV

Tabel 1. Data Absorbansi dari Kurva Serapan Teofilin

Dari kurva serapan ini, dapat disimpulkan bahwa Teofilin memberikan serapan

[image:48.595.179.453.425.568.2]
(49)
[image:49.595.115.486.81.353.2]

Gambar 6. Kurva Serapan Efedrin HCl Baku 360 mcg/ml secara spektrofotometri UV

Tabel 2. Data Absorbansi dari Kurva Serapan Efedrin HCl

Dari kurva serapan ini, dapat disimpulkan bahwa Efedrin HCl memberikan

[image:49.595.181.441.423.568.2]
(50)
[image:50.595.138.487.83.337.2]

Gambar 7. Kurva Serapan Teofilin Baku 8 mcg/ml dan Efedrin HCl Baku 360

mcg/ml secara spektrofotometri UV ( overlapping )

Dari hasil overlapping kurva serapan Teofilin dan Efedrin HCl

diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan optimal untuk keduanya

yaitu pada 257 nm.

4.2.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak dan Laju Alir

Menurut Munson (1991), kepolaran pelarut merupakan ukuran kekuatan

pelarut atau kemampuan untuk mengelusi suatu senyawa. Zat terlarut yang kuat

berinteraksi dengan fase gerak akan terelusi lebih cepat. Mekanisme pemisahan

Teofilin dan Efedrin HCl menggunakan sistem kromatografi fase terbalik, yakni

suatu sistem kromatografi dimana fase geraknya bersifat polar dan fase diamnya

bersifat non polar. Sistem kromatografi ini dipilih berdasarkan sifat kepolaran dari

kedua komponen ini. Dilihat dari strukturnya, Efedrin HCl lebih polar daripada

Teofilin sehingga Efedrin HCl akan terelusi lebih dahulu dari Teofilin.

(51)

(70 : 30), dan (80 : 20) pada panjang gelombang 257 nm dengan laju alir 0,5

ml/menit, 0,75 ml/menit dan 1 ml/menit. Adapun parameter yang perlu

diperhatikan yaitu waktu retensi, theoritical plate dan resolusi. Hasil optimasi

[image:51.595.72.557.241.422.2]

dapat dilihat pada tabel 3 dan gambar pada lampiran 5.

Tabel 3. Hasil optimasi fase gerak dan laju alir dengan parameter data waktu retensi, theoretical plate dan resolusi

Keterangan :

- E = Efedrin HCl

- T = Teofilin

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perbandingan fase gerak metanol-air

yang terpilih yaitu 60 : 40 dengan laju alir 0,75 ml/menit pada panjang

gelombang 257 nm karena resolusinya yang baik.

Setelah didapatkan perbandingan fase gerak yang terbaik selanjutnya

dilakukan uji identifikasi.

4.3Uji Identifikasi Teofilin dan Efedrin HCl Menggunakan KCKT

Hasil uji identifikasi Teofilin dan Efedrin HCl BPFI pada penyuntikan

terpisah masing-masing dengan konsentrasi 500 mcg/ml dan 50 mcg/ml

menggunakan fase gerak metanol-air (60:40) dengan laju alir 0,75 ml/menit Perbandingan Fase

Gerak

Waktu Retensi (menit)

Asym Theoretical

Plate Resolusi Laju Alir (ml/menit)

Metanol Air E T E T E T

60 40

5,40 6,39 1,30 1,63 1997 5554 2,39 0,5 3,55 4,27 1,13 1,55 1944 4762 2,53 0,75 2,63 3,21 1,13 1,31 1526 3885 2,41 1

70 30

5,16 5,97 - 1,79 1823 5916 2,03 0,5

3,44 3,99 1,22 1,76 1662 5092 1,95 0,75 2,59 2,99 1,15 1,46 1370 3836 1,72 1

80 20

- 5,73 - 1,62 - 6681 - 0,5

- 3,83 - 1,73 - 5572 - 0,75

(52)

diperoleh kromatogram dengan waktu tambat Teofilin 4,27 menit dan Efedrin

HCl 3,69 menit, kromatogram dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9. Waktu tambat

yang diperoleh dari pengujian BPFI dibandingkan dengan waktu tambat yang

diperoleh dari sampel.

No Nama RT Area k’ Asym N (USP)

Res (USP)

Alpha

[image:52.595.111.508.200.416.2]

1 Teofilin 4.27 11960808 426.33 1.32* 4567* --- ---

Gambar 8. Kromatogram hasil penyuntikan larutan 500 mcg/ml Teofilin

BPFI, dengan perbandingan metanol-air (60:40), laju alir 0,75 ml/menit

No Nama RT Area k’ Asym N (USP)

Res (USP)

Alpha

1 Efedrin 3.69 29891 367.67 0.87 1592* --- ---

Gambar 9. Kromatogram hasil penyuntikan larutan 50 mcg/ml Efedrin HCl

[image:52.595.107.510.202.702.2]
(53)

Setelah dilakukan uji identifikasi masing-masing Teofilin dan Efedrin

HCl BPFI, selanjutnya dilakukan uji identifikasi terhadap campuran keduanya

pada kondisi yang sama.

No Nama RT Area k’ Asym N (USP)

Res (USP)

Alpha

1 Efedrin 3.59 38086 358.33 1.13 2055* --- --- 2 Teofilin 4.27 11840167 426.33 1.27* 4691* 2.40 1.19

Gambar 10. Kromatogram hasil penyuntikan campuran larutan Teofilin BPFI

(500 mcg/ml) dan larutan Efedrin HCl BPFI (50 mcg/ml), fase gerak metanol-air (60:40), laju alir 0,75 ml/menit dengan rentang intensitas luas area 0-1500 mV

Pada gambar 10, kromatogram Efedrin HCl tidak terlihat jelas pada

rentang intensitas luas area 0-1500 mV. Hal ini dikarenakan perbedaan

konsentrasi yang cukup besar antara Teofilin dan Efedrin HCl. Dimana

(54)

No Nama RT Area k’ Asym N (USP)

Res (USP)

Alpha

[image:54.595.108.512.79.376.2]

1 Efedrin 3.59 38086 358.33 1.13 2055* --- --- 2 Teofilin 4.27 11840167 426.33 1.27* 4691* 2.40 1.19

Gambar 11. Kromatogram hasil penyuntikan campuran larutan Teofilin BPFI

(500 mcg/ml) dan larutan Efedrin HCl BPFI (50 mcg/ml), fase gerak metanol-air (60:40), laju alir 0,75 ml/menit dengan rentang intensitas luas area 0-25 mV

Pada gambar 11, dengan rentang intensitas luas area 0-25 mV ternyata

dapat terlihat kromatogram Teofilin dan Efedrin HCl, tetapi karena Teofilin

memiliki konsentrasi yang besar sehingga kromatogram terlihat terpotong.

Meskipun demikian, masing-masing komponen ini memiliki luas area yang sama

dan waktu retensinya sama dengan waktu retensi Teofilin dan Efedrin HCl BPFI

tunggal.

Hasil penyuntikan terhadap sampel menunjukkan waktu tambat semua

sampel hampir sama dengan waktu tambat Teofilin dan Efedrin HCl BPFI. Ini

menunjukkan sampel mengandung Teofilin dan Efedrin HCl. Kromatogram

sampel dapat dilihat pada lampiran 10, 12, 14 dan data waktu tambat dapat dilihat

(55)

Tabel 4. Data waktu tambat dari kromatogram sampel

Nama Sediaan

Waktu Tambat Sampel (menit)

Waktu Tambat BPFI (menit)

T E T E

Tablet Asmasolon 4,23 3,55

4,27 3,69

Tablet Asthma Soho 4,21 3,44

Tablet Neo Napacin 4,23 3,57

4.4Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi

Penentuan linieritas kurva kalibrasi Teofilin dan Efedrin HCl BPFI pada

rentang konsentrasi masing-masing yaitu 350 - 600 mcg/ml untuk Teofilin dan 30

– 80 mcg/ml untuk Efedrin HCl, memberikan hubungan yang linier antara luas

area dan konsentrasi dengan koefisien korelasi (r) = 0,9992 untuk Teofilin dan r =

0,9977 untuk Efedrin HCl. Dimana koefisien korelasi yang diperoleh ini masih

dalam batas penerimaan nilai koefisien korelasi yaitu r = 0,995 (Clarke’s, 2004).

Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = 23069,8760 X +

349618,7333 untuk Teofilin dan Y = 861,2829 X – 11296,3905 untuk Efedrin

HCl.

Data hasil penyuntikan larutan Teofilin BPFI kesistem KCKT dapat dilihat

[image:55.595.185.439.584.702.2]

pada tabel 5.

Tabel 5. Data hasil penyuntikan larutan Teofilin BPFI

No Konsentrasi Larutan Teofilin

(mcg/ml) Luas Area

1 350 844782

2 400 959157

3 450 10593493

4 500 11957804

5 550 13129484

6 600 14126676

Dari tabel 5 diatas, dengan memplot konsentrasi versus luas area akan diperoleh

(56)
[image:56.595.124.503.100.337.2]

Gambar 12. Kurva kalibrasi Teofilin BPFI

Data hasil penyuntikan larutan Efedrin HCl BPFI kesistem KCKT dapat

dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Data hasil penyuntikan larutan Efedrin HCl BPFI

No Konsentrasi Larutan Efedrin HCl

(mcg/ml) Luas Area

1 30 15585

2 40 23490

3 50 30272

4 60 39164

5 70 49359

6 80 58575

Dari tabel 6 diatas, dengan memplot konsentrasi versus luas area akan diperoleh

[image:56.595.173.451.451.566.2]
(57)
[image:57.595.131.423.108.332.2]

Gambar 13. Kurva kalibrasi Efedrin HCl BPFI

4.5Penetapan Kadar Sampel

Analisis kuantitatif dapat ditentukan berdasarkan luas puncak dan tinggi

puncak. Pengukuran luas puncak tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi

kromatografi dibandingkan dengan tinggi puncak, kecuali laju alir. Oleh karena

itu, pengukuran luas puncak merupakan pilihan yang terbaik dalam analisis

kuantitatif secara KCKT (Johnson dan Stevenson, 1991). Dimana kadar dapat

dihitung dengan mensubtitusikan luas puncak yang diperoleh pada Y dari

persamaan regresi.

Hasil perhitungan kadar setelah dilakukan uji statistik dapat dilihat pada

(58)

Gambar

Gambar 20.  Kurva Kalibrasi Efedrin HCl BPFI...........................................
Gambar 3. Kromatogram hasil analisis KCKT. (sumber : Meyer, V.R. 2004).
Gambar 5. Pengukuran derajat asimetris puncak (sumber : Meyer, V.R. 2004).
Gambar 6. Diagram skematik alat KCKT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian ini bertujuan untuk menetapkan keseragaman kandungan digoksin dalam sediaan tablet menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom, fase gerak, laju

Dari uraian di atas peneliti tertarik menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom TC-C18 (4,6 × 150 mm) dengan fase gerak metanol-air

Melakukan optimasi fase gerak (jenis campuran fase gerak, perbandingan fase gerak, laju alir fase gerak) sehingga diperoleh kondisi yang optimum dari metode kromatografi

Metode penelitian yang dilakukan adalah pengambilan sampel secara purposif terhadap campuran tablet teofilin dan efedrin HCl yaitu tablet Grafasma® (PT. Graha Farma) dan

Untuk mengetahui hasil uji validasi terhadap metode spektrofotometri derivatif dalam menganalisa kadar campuran teofilin dan efedrin HCl pada sediaan tablet dapat memenuhi

Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri Untuk Penetapan Kadar Teofilin dan Efedrin Hidroklorida secara Simultan pada Sediaan Tablet..

Validasi Metode Analisis untuk Penetapan Kadar Tablet Floating Propranolol HCl secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)... Radika Afiko Pradesti, Agus Siswanto dan

Kromatogram Campuran Vitamin C dan Natrium benzoat pada optimasi fase gerak Dapar fosfat pH 2,6 : metanol, laju alir 1 ml/menit, dan panjang gelombang 254 nm... Kromatogram