• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kondisi Lingkungan Perairan

Berdasarkan data Tabel 1 yang menunjukkan parameter kualitas lingkungan di hutan mangrove Kuala Dewi diketahui bahwa pH dan salinitas tertinggi terdapat pada titik pengamatan tingkat pancang. Suhu air dan suhu udara tertinggi diperoleh di titik pengamatan tingkat pohon. Hasil analisis parameter kualitas lingkungan perairan dari tiap stasiun disajikan pada Tabel 1. Data dasar kondisi lingkungan perairan secara lengkap disajikan dalam Lampiran 4.

Tabel 1. Analisis Parameter Kualitas Lingkungan Perairan

Parameter TINGKAT PERMUDAAN

Pancang Pohon pH air 6,67 6,33 Salinitas (ppt) 27,3 27,1 Suhu Air (0C) 27 28,3 Suhu Udara (0C) 32,3 32,7 Cu (mg/L) 0,04 0,06 Pb (mg/L) 0,01 0,01

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Dalam Akar, Daun dan Kulit batang Rhizophora apiculata

Berdasarkan pengukuran konsentrasi logam berat Cu dan Pb dalam akar, daun dan kulit Rhizophora apiculata diperoleh hasil bahwa penyerapan logam Cu dan Pb dalam akar, daun dan kulit batang lebih tinggi di tingkat pohon daripada di tingkat pancang. Hasil analisis secara lengkap disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb dalam Akar, Daun dan Kulit Batang Rhizophora apiculata

Sampel Pancang Pohon

Cu (mg/kg) Pb (mg/kg) Cu (mg/kg) Pb (mg/kg)

Akar 19,23 0,53 21,84 1,27

Kulit Batang 9,74 0,36 15,30 1,80 Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Air dan Sedimen

Berdasarkan pengukuran konsentrasi logam Cu dan Pb pada air dan sedimen di titik pengamatan, penyerapan logam Cu dan Pb tertinggi terdapat pada tingkat pohon. Hasil analisis secara lengkap disajikan pada Tabel 3. Baku mutu air laut untuk lingkungan pelabuhan secara lengkap disajikan pada Lampiran 2. Sedangkan baku mutu sedimen disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 3. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan Sedimen

Sampel Pancang Pohon Baku Mutu

Cu Pb Cu Pb Air (mg/L) 0,04 0,01 0,06 0,01 KEPMEN KLH No 51 Tahun 2004 (0,008 mg/L) Sedimen (mg/kg) 1,24 1,23 2,21 2,27 IADC/CEDA (1997) Cu ( 600 mg/kg) Pb (1000 mg/kg)

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan Rhizophoraapiculata dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb

Dari hasil perhitungan faktor biokonsentrasi (BCF) diketahui bahwa nilai BCF tertinggi untuk logam Cu yaitu pada tingkat pancang dengan nilai 2345,10 dan nilai BCF terendah untuk logam Pb yaitu pada tingkat pancang dengan nilai 394,28.

Tabel 4. Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) Cu dan Pb Pada Tingkat Pancang dan Pohon TINGKAT PERMUDAAN Konsentrasi Cu BCF Cu (L/kg) Konsentrasi Pb BCF Pb (L/kg) Tumbuhan = total akar, kulit batang dan daun (mg/kg) Air (mg/L) Tumbuhan = total akar, kulit batang dan daun (mg/kg) Air (mg/L) Pancang 84,81 0,04 2345,10 2,30 0,06 394,29 Pohon 94,58 0,06 1595,54 5,75 0,01 821,43

Pembahasan

Kondisi Lingkungan Perairan

pH rata-rata pada titik pengukuran pancang yaitu 6,67 dan pH rata-rata pada titik pengukuran pohon yaitu 6,33. Dari kisaran nilai derajat keasaman (pH) pada kedua stasiun pengukuran sampel dapat disimpulkan bahwa perairan mangrove Pantai Kuala Dewi bersifat asam. Kondisi di perairan mangrove biasanya bersifat asam karena banyaknya bahan organik di kawasan itu. Bahan organik juga mempengaruhi kandungan logam berat di perairan.

Pengukuran pH diperlukan karena perubahan nilai pH perairan dapat menjadi indikator adanya limbah yang bersifat asam atau basa. pH mempengaruhi konsentrasi logam berat di perairan. Kelarutan logam berat akan lebih tinggi pada pH rendah, sehingga menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hutagalung (1994) yang menyatakan bahwa penurunan pH menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar. Berdasarkan KEPMEN LH No.51 Tahun 2004 (Lampiran 2) sebagai baku mutu yang dipakai untuk kualitas air, pH perairan mangrove tersebut berada di bawah ambang batas yang ditolerir.

Salinitas laut adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas berpengaruh terhadap kehidupan organisme perairan. Salinitas rata-rata di titik pengambilan sampel pancang yaitu 27,3 ppt sedangkan salinitas rata-rata di titik pengambilan sampel pohon yaitu 27,1 ppt. Menurut Hutagalung (1994), bahwa nilai salinitas perairan laut mempengaruhi faktor konsentrasi logam berat yang mencemari lingkungan, dimana penurunan salinitas pada perairan dapat

menyebabkan tingkat bioakumulasi logam berat pada organisme semakin meningkat.

Berdasarkan KEPMEN LH No.51 Tahun 2004 (Lampiran 2) sebagai baku mutu air laut, salinitas yang terkandung pada lokasi penelitian masih berada di ambang batas normal. Perubahan salinitas juga mempengaruhi logam berat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hutagalung (1994) yang menyatakan bahwa penurunan salinitas perairan menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar dan sebaliknya semakin tinggi salinitas maka konsentrasi logam berat akan semakin rendah.

Suhu udara rata-rata pada saat pengambilan sampel di titik pengukuran tingkat pancang dan pohon cukup tinggi yaitu 32,30C dan 32,70C. Kisaran suhu yang cukup tinggi ini disebabkan adanya intensitas cahaya matahari yang tinggi pada saat dilakukannya pengukuran di lapangan sementara jumlah individu tanaman yang ada tidak rapat.

Suhu air rata-rata pada saat pengambilan sampel di titik pengukuran tingkat pancang dan pohon yaitu 270C dan 28,30C. Kisaran suhu air pada pancang dan pohon ini tidak jauh berbeda dikarenakan pada titik pengukuran pancang jumlah vegetasinya lebih rapat sehingga proyeksi tutupan tajuknya lebih besar. Sedangkan pada titik pengukuran pohon jumlah vegetasinya agak jarang dan lebih sedikit. Suhu mempengaruhi kandungan logam berat pada suatu lingkungan, hal ini seperti yang dinyatakan oleh Hutagalung (1994) bahwa suhu yang tinggi akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kandungan logam berat, naiknya suhu pada perairan akan mempercepat reaksi dalam pembentukan ion-ion logam berat.

Berdasarkan KEPMEN LH No.51 Tahun 2004 (Lampiran 2) sebagai baku mutu yang dipakai untuk kualitas air, suhu perairan pada kedua stasiun pengambilan sampel tergolong baik dan dapat mendukung kehidupan biota laut di dalamnya. Adapun data mengenai kondisi lingkungan pengambilan sampel terlampir (Lampiran 4).

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Dalam Akar Rhizophora apiculata

Dari hasil pengukuran sampel akar menggunakan atomic absorbsion spectrofotometer (AAS), diperoleh hasil bahwa akar pada pancang mampu menyerap kandungan logam Cu sebanyak 19,23 mg/kg, sedangkan akar pada pohon menyerap kandungan logam Cu sebanyak 21,84 mg/kg. Pada pengukuran logam Pb, akar pancang mengandung konsentrasi Pb sebesar 0,53 mg/kg, akar pohon mengandung konsentrasi Pb sebesar 1,27 mg/kg.

Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa akar pohon menyerap lebih banyak logam Cu dan Pb dibandingkan dengan akar pancang. Hal ini disebabkan pohon memiliki perakaran yang lebih banyak dan ukurannya yang lebih besar. Bentuk akar pohon yang besar dan permukaan akar yang luas menyebabkan bidang penyerapan akar pohon lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Arisandi (2008) yang menyatakan bahwa penyerapan logam berat oleh akar pohon di pengaruhi sistem perakaran dan luasan permukaan akarnya. Pohon bakau mempunyai tekanan osmosis tinggi dalam cairan selnya, dan karena itu sistem akarnya berdaya absorbsi lebih tinggi.

Akar-akar mangrove merupakan bagian tumbuhan yang pertama kali menyerap logam. Selain menyerap logam pada sedimen, akar-akar mangrove juga dapat menyerap logam yang terdapat pada air. Tekanan osmosis pada akar

menyebabkan logam berat yang larut pada sedimen maupun pada perairan ditarik oleh ujung-ujung akar. Brooks (1997) mengatakan akumulasi logam ke dalam akar tumbuhan melalui bantuan transpor molekul dalam membran akar kemudian akan membentuk transpor logam kompleks yang menembus xilem dan terus menuju sel daun.

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Dalam Daun Rhizophora apiculata

Daun yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah campuran dari daun muda pada pucuk dan daun tua pada pangkal ranting. Kandungan logam pada daun di tingkat pancang dan pohon memiliki nilai yang beragam. Pancang

R. apiculata mampu menyerap logam Cu dengan rata-rata 55,84 mg/kg, sedangkan pada tingkat pohon R. apiculata mampu menyerap logam Cu dengan rata-rata 57,46 mg/kg. Perbedaan yang signifikan juga dapat dilihat pada penyerapan logam Pb. Pada pancang, daun mengandung Pb sebanyak 1,42 mg/kg sedangkan daun pada pohon mengandung Pb sebanyak 2,68 mg/kg.

Akumulasi logam paling banyak ditemukan di bagian daun jika dibandingkan dengan bagian-bagian mangrove lainnya, hal ini merupakan salah satu proses adaptasi mangrove terhadap logam berat yaitu dengan melakukan lokalisasi pada salah satu bagian tumbuhan dalam hal ini yaitu daun. Lokalisasi adalah proses pengumpulan logam berat pada salah satu organ tumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitter dan Hay (1991) yang mengatakan bahwa mekanisme yang mungkin dilakukan oleh tumbuhan untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah dengan melakukan lokalisasi secara intraseluler maupun ekstraseluler.

Kandungan logam berat pada daun merupakan yang terbesar karena daun merupakan organ tumbuhan yang paling peka terhadap logam berat. Masuknya logam berat pada daun dapat berasal dari xilem yang kemudian diedarkan ke seluruh tubuh tumbuhan atau terpapar unsur logam berat dari udara. Logam berat Pb menempel di permukaan daun kemudian masuk melalui stomata dan berikatan dengan kloroplas.

Bentuk adaptasi mangrove lainnya terhadap logam berat adalah dengan menyimpan logam berat pada daun yang lebih tua atau ekskresi. Daun yang tua tersebut akan mengeluarkan kelebihan logam tersebut melalui proses pengguguran daun-daun yang tua kemudian menggantinya dengan daun yang muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitter dan Hay (1991) yang mengatakan bahwa ekskresi, secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan absisi (pengguguran) daun.

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Dalam Kulit batang Rhizophora apiculata

Untuk kandungan logam pada kulit, pancang mampu menyerap logam Cu dengan rata-rata 9,74 mg/kg sedangkan pohon menyerap logam Cu dengan rata-rata 15,30 mg/kg. Dibandingkan dengan logam Cu, konsentrasi penyerapan logam berat Pb pada tingkat pancang dan pohon lebih sedikit. Logam Pb lebih sedikit diserap karena sifat translokasinya yang rendah. Translokasi meliputi gerakan berbagai materi dalam tubuh tumbuhan. Kulit pancang menyerap Pb lebih sedikit dari kulit pohon yaitu 0,36 mg/kg sedangkan kandungan logam pada kulit pohon adalah 1,80 mg/kg.

Perbedaan diameter batang pohon dan usia pohon menentukan banyaknya logam berat dan zat-zat lain yang terakumulasi di dalam pohon tersebut. Semakin besar diameter batang pohon maka usia pohon juga semakin tua sehingga akumulasi zat-zat yang terdapat di dalam pohon tersebut semakin besar. Data mengenai diameter dan tinggi sampel pancang maupun pohon tercantum pada Lampiran 4.

Jumlah logam berat yang diserap di akar mangrove berkurang kadarnya ketika sudah sampai di batang mangrove karena logam tersebut sudah ditranslokasikan ke bagian tanaman lain melalui xilem dan diakumulasikan di daun-daun tua yang akan mengalami absisi daun sehingga kadar logam berat yang tertinggal di batang sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyanto dan Prayitno (2006) yang mengatakan bahwa mekanisme penyerapan logam berat pada tanaman melalui akar dapat dibagi menjadi tiga proses yaitu penyerapan logam berat oleh akar, kedua melalui translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain melalui jaringan pengangkut (xilem) dan ketiga lokalisasi logam pada sel dan jaringan yang bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman.

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Air dan Sedimen

Kandungan logam berat Cu pada sampel air pancang dan pohon bervariasi namun tidak menunjukkan perbedaan nilai yang cukup jauh. Kandungan logam Cu pada sampel air pancang adalah 0,04 mg/L, sedangkan kandungan logam Cu pada sampel air pohon adalah 0,06 mg/L. Logam Pb yang terkandung dalam sampel air pancang dan pohon lebih sedikit dibandingkan

dengan logam Cu. Air pancang mengandung logam Pb 0,01 mg/L dan air pohon mengandung logam Pb 0,01 mg/L.

Karena menurut KEPMEN KLH No 51 Tahun 2004 (Lampiran 2) baku mutu air laut untuk biota laut tidak boleh mengandung logam Cu dan Pb melebihi 0,008 mg/L maka kandungan logam pada titik pengambilan sampel pancang dan pohon R. apiculata di hutan mangrove Kuala Dewi masih berada di bawah ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan KEPMEN KLH No 51 Tahun 2004.

Menurut Bryan (1984) logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan. Pada saat buangan limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi proses pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan pencemar dalam sedimen meningkat. Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut.

Kandungan logam sedimen pada tingkat pancang dan pohon memiliki perbedaan nilai yang cukup jauh dimana pancang Cu mengandung 1,24 mg/kg sedangkan pohon mengandung logam Cu 2,21 mg/kg. Pada logam Pb terdapat perbedaan yang cukup signifikan juga dimana pancang mengandung 1,23 mg/kg sedangkan pohon mengandung 2,27 mg/kg. Berdasarkan IADC/CEDA (1997) kandungan logam berat Pb dan Cu pada sedimen di lokasi pengambilan sampel masih berada di bawah nilai level target, yang berarti logam berat yang ada di sedimen tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan.

Pada sedimen yang berada di sekitar pohon logam Pb yang terkandung lebih banyak jika dibandingkan dengan logam Cu. Hal ini mungkin disebabkan karena pada lokasi pengambilan sampel pohon sedimen yang berada di sekitarnya banyak tercemari logam Pb dan potensi buangan Pb ke perairan akibat aktivitas manusia lebih besar daripada Cu.

Rata-rata kandungan logam berat di air lebih sedikit jika dibandingkan dengan kandungan logam di dalam sedimen. Hal ini disebabkan karena kelarutan logam di air cukup rendah sehingga kadarnya relatif sedikit. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Sutamihardja dkk (1982) yang mengatakan bahwa salah satu sifat dari logam berat adalah mudah terakumulasi pada sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Selain itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu.

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan Rhizophoraapiculata dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb

Faktor biokonsentrasi (BCF) adalah konsentrasi suatu senyawa di dalam suatu organisme percobaan dibagi dengan konsentrasi senyawa tersebut dalam

medium air satuannya (L/kg). Untuk mendapatkan faktor biokonsentrasi dari

R. apiculata maka kandungan logam berat Cu dan Pb dari akar, kulit batang dan daun dibagi dengan konsentrasi logam berat Cu dan Pb pada air dari kedua

stasiun. Faktor biokonsentrasi dihitung untuk melihat kemampuan

Dari Tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa nilai BCF Cu pada pancang

Rhizophora apiculata lebih tinggi daripada tingkat pohon jenis R. apiculata yaitu 2345,10. Sedangkan nilai BCF pada logam Pb lebih tinggi pada tingkat pohon yaitu 821,43. Data dasar kandungan logam berat pada tiap-tiap bagian pancang atau pohon tercantum di Lampiran 3.

Berdasarkan Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa tingkat pancang lebih efektif dalam menyerap logam Cu sedangkan tingkat pohon lebih efektif dalam menyerap logam Pb. Cu merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman walaupun dalam jumlah yang sedikit. Pancang merupakan tingkat permudaan yang masih membutuhkan banyak unsur hara yang dapat menunjang proses pertumbuhannya serta proses fisiologisnya. Tingginya konsentrasi Cu pada pancang menunjukkan kebutuhan fisiologi dari pancang itu sendiri.

Logam Pb pada dasarnya merupakan unsur toksik yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh tanaman. Itulah sebabnya pancang hanya mampu menyerap sedikit logam Pb karena diameter batang, besarnya akar serta jumlah daun yang dimilikinya masih sedikit. Sedangkan pohon mampu menyerap lebih banyak logam Pb karena diameter batangnya yang besar, akarnya yang banyak serta jumlah daunnya yang banyak mampu menjadi tempat menyimpan logam Pb dalam muatan besar.

Nilai BCF Cu lebih besar dari nilai BCF Pb, hal ini disebabkan karena Cu merupakan unsur hara mikro bagi tumbuhan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit namun dapat menghambat metabolisme suatu tanaman jika berada dalam jumlah yang besar. Sedangkan nilai BCF Pb lebih sedikit karena Pb bukan

merupakan unsur hara essensial bagi tanaman dan menjadi toksik bagi tanaman bila konsentrasi yang terkandung tinggi.

Nilai BCF Cu pada pancang dan pohon tergolong tinggi yaitu 2345,10 dan 1595,54. Nilai BCF Pb pada pancang dan pohon tergolong sedang yaitu 394,29 dan 821,43. Dari faktor biokonsentrasi diatas dapat disimpulkan bahwa jenis Rhizophora apiculata memiliki kecenderungan untuk menyerap dan mengakumulasi logam berat yang terkandung di dalam habitat tempat tinggalnya. Perbedaan penyerapan logam pada bagian tumbuhan disebabkan karena mekanisme penyerapan logam pada tumbuhan itu sendiri yang berbeda satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyanto dan Prayitno (2006) yang menyatakan bahwa mekanisme penyerapan logam berat pada tanaman melalui akar dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung. Pertama adalah penyerapan logam berat oleh akar. Kedua, melalui translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain, Ketiga, lokalisasi logam pada sel dan jaringan yang bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman.

Dokumen terkait