• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai Februari 2015. Pengambilan sampel dilakukan di kawasan hutan mangrove Kuala Dewi Desa Kota Pari kecamatan Pantai Cermin Serdang Bedagai Sumatera Utara yang terletak antara 03039’42” LU dan 98057’40” BT dengan luas ± 4 ha. Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian adalah pisau, tali rafia, kompas, kantong plastik, pita ukur, hand refractometer, mortal dan pastle, botol akuades, labu erlenmeyer 100 ml, pipet tetes, oven, corong, tanur, krus porselin, gelas ukur, labu takar 100 ml dan 25 ml, termometer, timbangan analitik, hot plate, kertas saring whatman ukuran 42, atomic absorbsion spectrofotometer (AAS).

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah tally sheet, akar

Rhizophora apiculata, daun Rhizopora apiculata, kulit batang

Rhizophora apiculata, sampel sedimen, sampel air, akuabides, larutan HNO3,

larutan standar Cu dan Pb.

Prosedur Penelitian 1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada lokasi dilakukan dengan metode stasiun secara

purposif. Sampel akar, daun, dan kulit batang diambil dari pohon

Rhizophora apiculata. Akar yang diambil adalah akar tunjang yang berada diatas batas yang terkena batas pasang surut air laut, sedangkan untuk daun yang diambil adalah daun muda pada pucuk dan daun tua pada pangkal ranting, kulit batang pohon Rhizophora apiculata yang diambil adalah kulit batang yang terkena pasang surut air laut dengan jarak sekitar 10-15 cm dari batas akar tunjang. Diambil 3 titik sampel pada setiap lokasi dengan jarak antar titik sampel 50 meter. Pengambilan sampel pohon Rhizophora apiculata setiap titiknya dengan tiga ulangan. Sebagai data penunjang dilakukan juga pengukuran logam berat pada air permukaan dan sedimen (kedalaman ± 30 cm) serta pengukuran parameter

kualitas air, seperti suhu udara, suhu air, pH air, dan salinitas pada keenam titik tersebut. Gambar lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Preparasi Sampel Akar, Daun, Kulit Batang dan Sedimen

Sampel akar, daun, kulit batang dihomogenkan dengan cara mengkompositkan sampel yang diambil dari enam titik pengambilan pada setiap stasiun. Untuk preparasi akar, daun, dan kulit batang, sampel dipotong kecil-kecil sebelum dihaluskan. Demikian juga sampel sedimen yang dapat langsung dihaluskan. Setelah itu dikeringkan dalam oven pada suhu 75º C sampai diperoleh berat konstan.

Sampel akar, daun, kulit batang dan sedimen masing masing ditimbang sebanyak 5 gram kemudian diarangkan di atas hotplate hingga menjadi arang. Untuk mempercepat terjadinya arang dapat diteteskan sedikit HNO3 secara

perlahan. Sampel yang telah menjadi arang dimasukkan dalam tanur pada suhu 700º C (pengabuan) sampai menjadi abu. Setelah selesai proses pengabuan sampel akar, daun dan sedimen tersebut dilarutkan dengan menambahkan 10 ml HNO3

pekat.

Campuran larutan tersebut digerus di dalam wadah krus porselin lalu disaring kedalam labu ukur 25 ml dengan menggunakan kertas saring whatman

ukuran 42. Krus yang telah digerus dibilas dengan menggunakan akuabides sebanyak dua kali agar kandungan logam yang masih menempel pada krus dapat larut. Setelah larutan disaring tambahkan akuabides hingga garis tanda batas pada labu ukur 25 ml. Larutan yang diperoleh dapat diuji dengan menggunakan AAS. Gambar preparasi dekstruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 1.

3. Preparasi Sampel Air

Air laut diukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekat.

Panaskan dalam wadah erlenmeyer dalam hot plate sampai volumenya menjadi 35 ml. Larutan yang telah diendapkan disaring fasa airnya dengan kertas saring

whatman ukuran 42. Larutan yang diperoleh siap untuk dianalisis dengan menggunakan AAS. Gambar preparasi dekstruksi basah dapat dilihat pada Lampiran 1.

4. Pembuatan Larutan Standar Cu dan Pb

Sebanyak 10 ml dari larutan induk logam Cu dan Pb dipipet lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuabides sampai garis tanda akhir. Larutan yang diperoleh mengandung konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuabides sampai garis tanda akhir untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 10 ppm. Dibuat larutan dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 5 ulangan untuk mempermudah pembuatan larutan standar berikutnya.

Untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm, berturut-turut dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml dari larutan 10 ppm lalu masing masing dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir.

5. Prinsip Kerja Atomic Absorpsion Spectrofotometer (AAS)

Alat AAS diset terlebih dahulu sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut. Kemudian dikalibrasikan dengan kurva standar dari masing-masing

logam Cu dan Pb dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm. Diukur absorbansi atau konsentrasi masing-masing sampel.

6. Analisis Data

a. Konsentrasi Sebenarnya

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya maka digunakan rumus :

K sebenarnya (mg/l) = K AAS (mg /l) x Vol .Pelarut (L) Berat Sampel (mg )

Keterangan :

1. K.AAS : Konsentrasi yang didapat melalui pembacaan alat AAS 2. K. Sebenarnya : Konsentrasi sebenarnya

3. Vol Pelarut : Volume pelarut

4. Berat Sampel : Berat sampel yang akan diuji

b. Faktor Biokonsentrasi (BCF)

Setelah kandungan logam berat dalam air diketahui maka data tersebut digunakan untuk menghitung kemampuan Rhizophora apiculata mengakumulasi logam berat Cu dan Pb melalui tingkat biokonsentrasi faktor (BCF) dengan rumus :

BCF Cu / Pb = [Logam berat Cu / Pb ] Tumbuhan [Logam berat Cu / Pb ] Air Dimana, jika nilai BCF > 1000 = Kemampuan Tinggi

1000 > BCF > 250 = Kemampuan Sedang BCF < 250 = Kemampuan Rendah

c. Analisis Deskriptif

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sesuai dengan baku mutu lingkungan yang terdapat dalam Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 untuk kualitas air. Sedangkan baku mutu untuk logam berat dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan IADC/CEDA (1997) mengenai kandungan logam yang dapat ditoleransi.

Dokumen terkait