• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kondisi Lingkungan Perairan (suhu udara, suhu air, pH dan salinitas)

Kondisi lingkungan perairan hasil pengukuran secara insitu di lapangan, menunjukkan hasil yang berbeda dari satu titik ke titik lainnya. Suhu udara dan suhu air yang tertinggi terdapat di Hutan Mangrove Belawan, sedangkan salinitas dan pH tertinggi terdapat di Hutan Mangrove Jaring Halus. Untuk lebih jelasnya masing-masing pengukuran pada titik pengambilan sampel disajikan pada tabel 1 dibawah ini :

Tabel 1. Analisis Parameter Kualitas Lingkungan Perairan

STASIUN PARAMETER TITIK PENGAMBILAN SAMPEL RATA²

1 2 3 4 5 6

I

Suhu Udara (°C) 35 32 31 30 30 29 31.17 Suhu Air (°C) 29 28 29 29 28 29 28.83 Salinitas (ppt) 10 5 5 5 5 5 5.83 pH 4 6 5 6 5 6 5.33

II

Suhu Udara (°C) 31 32 30 30 31 30 30.66 Suhu Air (°C) 29 29 27 26 26 28 27.50 Salinitas (ppt) 10 10 10 10 10 10 10.00 pH 5 6 6 6 6 6 5.83

Keterangan : Stasiun I = Perairan Belawan (tercemar) Stasiun II = Desa Jaring Halus (kontrol)

Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Air dan Sedimen

Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb diperoleh kawasan Hutan Mangrove Belawan lebih tinggi berturut-turut 0.1198 dan 0.4522 pada air, sedangkan pada sedimen 9.0735 dan 9.9500. Tabel 2 dibawah ini menunjukkan analisis rata-rata kandungan logam berat Cu serta Pb dalam air dan sedimen pada ke-2 stasiun.

Tabel 2. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Air dan Sedimen

SAMPEL STASIUN Cu Pb BAKU MUTU

Air (mg/l) 1 0.1198 0.4522 Kepmen KLH No. 51 Tahun 2004 (0.05 mg/l) 2 0.0838 0.1133 Sedimen (mg/kg) 1 9.0735 9.9500 IADC/CEDA 1997 (1000mg/kg) 2 8.7405 8.7215

Kandungan Logam Berat Cu serta Pb Pada Akar A. marina

Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar A. marina diperoleh akar kawat lebih tinggi mengakumulasi logam berat Cu daripada logam Pb yaitu 14.9900, sedangkan akumulasi logam yang lebih kecil terdapat pada akar nafas yaitu 2.1770 untuk logam Pb Untuk lebih jelasnya hasil pengukuran ke-2 stasiun disajikan pada tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb dalam Akar A.marina STASIUN SAMPEL Cu (mg/kg) Pb (mg/kg)

I

Akar Nafas 12.0165 3.6675 Akar Kawat 14.9900 8.3510

II

Akar Nafas 5.5305 2.1770 Akar Kawat 11.7815 3.0425

Kandungan Logam Berat Cu serta Pb Pada Daun A. marina

Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada daun A. marina menunjukkan bahwa akumulasi logam pada daun tua dan daun muda menunjukkan kemampuan penyerapan yang berbeda. Analisis kandungan logam Cu dan Pb pada daun A.marina disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb dalam Daun A.marina STASIUN SAMPEL Cu (mg/kg) Pb (mg/kg)

I

Daun Muda 6.1650 3.3715 Daun Tua 8.8755 5.7935

II

Daun Muda 4.5855 2.2100 Daun Tua 5.6190 4.1190

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan A.marina dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa BCF tertinggi bernilai 350.9766 dan terendah 46.8454. Tabel 5 dibawah ini menyajikan nilai faktor konsentrasi Cu dan Pb di ke-2 stasiun. Tabel 5. Nilai Faktor Konsentrasi (BCF) Cu dan Pb di Belawan dan Jaring Halus

STASIUN KONSENTRASI Cu BCF Cu (L/kg) KONSENTRASI Pb BCF Pb (L/kg) Tumbuhan= total akar, daun (mg/kg) Air (mg/L) Tumbuhan= total akar, daun (mg/kg) Air (mg/L) I 42.0470 0.1198 350.9766 21.1835 0.4522 46.8454 II 27.5165 0.0838 328.3591 11.5485 0.1133 101.9285 Pembahasan

Kondisi Lingkungan Perairan (suhu udara, suhu air, pH dan salinitas)

Suhu udara pada saat pengambilan sampel di stasiun pertama, yaitu hutan mangrove Belawan berkisar antara 29°- 35°C sehingga suhu udara rata-rata yang diperoleh adalah 31°C. Kisaran suhu ini dapat dikatakan tinggi, hal ini diduga disebabkan tingginya intensitas cahaya matahari pada saat dilakukan pengukuran. Tingginya intensitas cahaya matahari ini secara langsung dapat mempengaruhi

suhu udara dan juga menyebabkan tingginya tingkat penyerapan panas ke dalam perairan. Sedangkan pada stasiun kontrol suhu udara berkisar 30°C - 32°C dengan suhu rata-rata 29,6°C. Dapat dibandingkan bahwa tingginya suhu udara rata-rata pada ke dua stasiun tidak jauh berbeda.

Suhu air pada saat pengambilan sampel di stasiun perairan Belawan berkisar 28-29°C, dimana suhu rata-ratanya adalah 28,8°C sedangkan suhu air di daerah kontrol berkisar 26-29°C dengan suhu air rata-rata 27,5°C. Perbedaan suhu air pada tiap pengukuran diakibatkan oleh karena perbedaan intensitas cahaya yang mengenai air, maupun akibat perbedaan penutupan permukaan air pada masing-masing stasiun. Pada stasiun pertama tampak bahwa jumlah vegetasi lebih sedikit dan proyeksi penutupan tajuk lebih sempit, namun kondisi sebaliknya ditemukan pada stasiun kedua. Suhu berpengaruh terhadap penyebaran dan komposisi organisme. Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan adalah antara 18-30° C. Berdasarkan hal tersebut, maka suhu perairan dilokasi penelitian digolongkan masih baik serta dapat mendukung kehidupan organisme yang hidup di dalamnya.

Kisaran pH pada stasiun pengamatan perairan Belawan masing-masing adalah 4 – 6, sedangkan pada stasiun pengamatan kontrol berkisar 5-6. Nilai pH suatu perairan menggambarkan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Dari kisaran nilai derajat keasaman (pH) di kedua stasiun pengamatan maka hal tersebut menunjukkan bahwa ke-2 perairan tersebut bersifat asam. Hal ini disebabkan semakin ke muara sungai semakin banyak daerah rawa yang dilewati sedimennya mengandung asam, sehingga air yang masuk dari anak sungai ke sungai induk masih memiliki nilai

derajat keasamaan yang rendah. Namun, secara umum pengukuran nilai derajat keasamannya berdasarkan Kepmen KLH No.51 Tahun 2004, kedua perairan tersebut masih mendukung kehidupan organisme di sekitarnya .

Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam suatu perairan. Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1987). Kisaran salinitas pada stasiun pengamatan perairan Belawan masing-masing adalah 5-10 ppt, sedangkan pada stasiun pengamatan kontrol berkisar 10 ppt. Berdasarkan pengukuran maka nilai salinitas yang lebih tinggi adalah stasiun kontrol yaitu Desa Jaring Halus. Hal ini disebabkan desa tersebut mendapat aliran atau pasokan air laut lebih besar daripada pasokan air tawar. Menurut Hutagalung (1991) penurunan salinitas dan pH serta naiknya suhu menyebabkan tingkat bioakumulasi semakin besar karena ketersediaan logam berat tersebut semakin meningkat.

Kandungan Logam Berat Cu serta Pb dalam Air dan Sedimen

Salah satu masalah besar di dunia adalah pencemaran logam berat, terutama karena akumulasinya pada rantai makanan dan keberadaannya di alam serta peningkatan jumlahnya sehingga menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara, dan air. Menurut Darmono (1995) bahwa pencemaran suatu perairan laut oleh unsur-unsur logam berat selain mengganggu ekosistem juga secara tidak langsung dapat merusak perikanan dan kesehatan manusia. Hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada stasiun pertama perairan Belawan

berturut-turut berkisar 0.1198 mg/l dan 0.4522 mg/l, sedangkan pada stasiun kedua Jaring Halus berturut-turut berkisar 0.0838 mg/l dan 0.1133 mg/l.

Logam-logam dalam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion. Ion-ion itu ada yang merupakan ion-ion bebas, pasangan ion organik, ion-ion kompleks dan bentuk-bentuk ion lainnya. Kandungan logam berat Cu dan Pb pada air lebih tinggi di stasiun perairan Belawan dibandingkan dengan stasiun Jaring Halus. Hal ini disebabkan karena stasiun pertama berada di dekat lokasi industri, perumahan, pelabuhan yang padat, serta dekat dengan muara Sungai Deli yang diasumsikan sebagai tempat pembuangan akhir dari limbah-limbah industri.

Pada stasiun kedua (kontrol) kandungan logam beratnya lebih sedikit daripada stasiun pertama karena berada jauh dari lokasi industri dan lebih sedikit aktivitas manusia dalam menghasilkan limbah. Akan tetapi, meski stasiun kedua jauh dari industri kandungan logam berat Cu dan Pb cukup tinggi dan menurut Kepmen KLH N0. 51 Tahun 2004 kondisi kedua perairan tersebut telah melewati ambang batas baku mutu untuk perairan pelabuhan. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian yang lebih serius dari pihak yang terkait untuk menangulangi demi keberlangsungan kehidupan makhluk hidup yang mendukung.

Pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada sedimen menunjukkan rata-rata kandungan logam berat Cu dan Pb pada stasiun pertama berturut-turut berkisar 9.0735 dan 9.9500 mg/kg, sedangkan pada stasiun kedua berturut-turut berkisar 8.7405 dan 8.7215 mg/kg. Dari kedua stasiun diperoleh bahwa kandungan logam Cu dan Pb lebih tinggi di dalam sedimen dibanding dalam badan air. Hal ini terjadi sesuai dengan sifat logam itu sendiri dan berkaitan dengan tingginya kandungan logam Cu dan Pb dalam air akan mengalami

pengendapan atau sedimentasi di dasar perairan. Selain itu, menurut Nybakken (1992) bahwa jenis substrat dan ukurannya merupakan salah satu faktor ekologi yang mempengaruhi kandungan bahan organik. Semakin halus tekstur substrat semakin besar kemampuannya untuk mengikat bahan organik. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen, sehingga konsentrasi logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991).

Kandungan Logam Berat Cu serta Pb Pada Akar A. marina

Umumnya tumbuhan akan menyerap unsur-unsur hara yang larut dalam air maupun dari tanah melalui akarnya (Fitter dan Hay, 1991). Hasil pengukuran logam berat pada stasiun pertama hutan mangrove Belawan diperoleh rata-rata kandungan logam berat Cu di akar nafas dan akar kawat berturut-turut berkisar 12.0165 dan 14.9900 mg/kg, sedangkan rata-rata logam berat Pb di akar nafas dan akar kawat berturut-turut berkisar 3.6675 dan 8.3510 mg/kg. Stasiun kedua (kontrol) diperoleh rata-rata kandungan logam Cu di akar nafas dan akar kawat berturut-turut berkisar 5.5305 dan 11.7815 mg/kg, sedangkan kandungan logam Pb di akar nafas dan akar kawat berturut-turut berkisar 2.1770 dan 3.0425 mg/kg.

Kandungan logam berat Cu di kedua stasiun terlihat lebih tinggi daripada kandungan logam berat Pb. Walaupun secara alami Cu dan Pb mempunyai sumber hampir sama, yaitu akibat erosi batuan mineral, partikel di udara yang dibawa hujan dan secara non alami akibat aktivitas manusia seperti limbah industri. Tingginya kandungan logam berat Cu juga didukung oleh kondisi medium disekitarnya, seperti suhu, pH dan salinitas. Di perairan Belawan

misalnya nilai suhu, pH dan salinitas sangat mendukung terjadinya peningkatan kelarutan logam berat dibandingkan dengan desa Jaring Halus. Hal ini mendukung pendapat Merian (1994) yang menyatakan kondisi tanah yang asam akan meningkatkan kelarutan Cu, sedangkan pada kondisi basa Cu cenderung dipresipitasi oleh tanah sehingga akan terlarut dan terbawa air yang mengakibatkan defisiensi Cu pada tanaman.

Disamping itu, tingginya logam Cu berkaitan dengan mobilitas logam Cu yang merupakan unsur esensial mikro bagi tumbuhan dan mengambarkan kebutuhan fisiologi dari vegetasi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hutagalung (1991) kemampuan beberapa logam berat dalam berikatan dengan asam amino mengikuti urutan sebagai berikut : Hg > Cu > Ni > Pb > Co > Cd maka logam yang paling besar keberadaannya dapat diserap adalah logam Cu, kemudian disusul logam Pb. Kandungan logam Pb yang tidak esensial bagi kehidupan tumbuhan terakumulasi lebih sedikit.

Dari analisis maka diperoleh data bahwa akar kawat lebih besar mengandung logam berat Cu maupun Pb dibandingkan akar nafas. Hal ini wajar, karena distribusi unsur hara dan garam-garam mineral tidak sama di setiap bagian tumbuhan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Besarnya kandungan logam berat di akar kawat diduga karena lebih banyak variasi dan interaksi dengan sedimen yang telah mengandung banyak logam berat yang mengendap dibandingkan akar nafas yang hanya berinteraksi dengan kandungan logam berat pada kolom air. Hal ini sesuai dengan pendapat Lakitan (2001) dimana unsur hara dapat kontak dengan permukaan akar melalui 3 cara, yakni secara difusi dalam larutan tanah, secara pasif terbawa aliran air tanah dan karena akar kontak dengan hara tersebut

di dalam matrik tanah. Namun secara keseluruhan analisis, baik akar nafas maupun akar kawat menyerap logam berat dengan jumlah konsentrasi berlipat ganda jika dibandingkan konsentrasi logam pada air.

Kandungan Logam Berat Cu serta Pb Pada Daun A. marina

Menurut Soemirat (2003) proses absorpsi racun, termasuk logam berat dapat terjadi melalui beberapa bagian tumbuhan, seperti daun bagi zat yang lipofilik. Hasil pengukuran kandungan logam berat Cu pada daun muda di stasiun Perairan Belawan rata-rata berkisar 6.1650 mg/kg, sedangkan pada daun tua berkisar 8.8755 mg/kg. Rata-rata kandungan logam Pb berkisar 3.3715 mg/kg pada daun muda dan 5.7935 mg/kg pada daun tua.

Pada stasiun Jaring Halus rata-rata kandungan logam berat Cu pada daun muda dan daun tua berturut-turut berkisar 4.5855 mg/kg dan 5.6190 mg/kg. Sedangkan rata-rata kandungan logam Pb berkisar 2.2100 mg/kg pada daun muda dan 4.1190 mg/kg pada daun tua. Secara umum kandungan logam berat pada daun, baik di stasiun perairan Belawan maupun di stasiun Jaring Halus konsentrasi logam daun muda lebih rendah dibanding dengan daun tua. Hal ini disebabkan oleh kemampuan daun muda di dalam mengabsorpsi suatu unsur hara lebih rendah dari pada daun tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soemirat (2003, bahwa daun yang lebih muda lebih sulit mengabsorpsi daripada daun yang sudah tua. Selain itu, umumnya mekanisme yang terjadi pada tumbuhan adalah mengakumulasi ion-ion yang berlebih dalam daun tua, yang akhirnya diikuti dengan absisi daun.

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan A.marina dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb

Faktor Biokonsentrasi (BCF) adalah konsentrasi suatu senyawa yang ada di dalam organisme percobaan dibagi dengan konsentrasi senyawa tersebut dalam medium air satuannya [L/kg]. Melalui hasil analisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada masing-masing stasiun, baik Perairan Belawan maupun Jaring Halus dapatlah dihitung biokonsentrasinya untuk melihat sejauh mana A. marina mampu mengakumulasikan logam berat tersebut.

Dari hasil perhitungan nilai biokonsentrasi, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan A. marina di dalam mengakumulasi logam berat Cu lebih besar dari logam berat Pb. Dengan nilai BCF Cu 350.9766 dan 328.3591 maka dapat dikategorikan sedang serta nilai BCF Pb 46.8454 dan 101.9285 dikategorikan rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hutagalung (1991) bahwa logam Cu kemungkinan lebih besar untuk diserap tumbuhan karena merupakan logam esensial bagi pertumbuhan.

Data faktor biokonsentrasi tersebut membuktikan bahwa pohon A. marina mempunyai kecenderungan untuk menyerap dan mengakumulasi logam berat yang terdapat dalam ekosistem habitatnya. Perbedaan konsentrasi logam berat pada organ tumbuhan tertentu berkaitan dengan proses fisiologis tumbuhan tersebut. Menurut Rosmarkam dan Nasih (2002) bahwa ada tiga jalan yang dapat ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut bergerak menuju sel-sel xylem dalam akar, yaitu (1) melalui dinding sel (apoplas) epidermis dan sel-sel korteks, (2) melalui sistem sitoplasma (simplas) yang bergerak dari sel ke sel, dan (3) melalui sel hidup pada akar, dimana sitosol dari setiap sel membentuk suatu jalur.

Brooks (1997) dalam Fuadi (2007) mengatakan akumulasi logam kedalam akar tumbuhan melalui bantuan transpor ligand dalam membran akar, kemudian akan membentuk transpor logam komplek yang akan menembus xylem dan terus menuju sel daun. Setelah sampai di daun akan melewati plasmalemma, sitoplasma dan tonoplasma untuk memasuki vakuola, di dalam vakuola transpor ligand komplek bereaksi dengan akseptor terminal ligand untuk membentuk akseptor komplek logam. Kemudian transpor ligand dilepas dan akseptor komplek logam terakumulasi dalam vakuola yang tidak akan berhubungan dengan proses fisiologi sel tumbuhan.

Pernyataan tersebut mendukung pendapat Fitter dan Hay (1991) yang mengemukakan bahwa selain memiliki kemampuan mengakumulasi logam berat di lingkungan pada bagian-bagian tubuhnya, A. marina juga dapat melakukan alokasi dan menurunkan kadar toksisitas logam berat, diantaranya dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tumbuhan tersebut. Pengenceran dengan penyimpanan air di dalam jaringan biasanya terjadi pada daun dan diikuti dengan terjadinya penebalan daun. Ekskresi juga merupakan upaya yang mungkin terjadi yaitu dengan menyimpan materi toksik logam berat di dalam jaringan tubuh yang sudah tua. Logam berat yang masuk ke dalam jaringan akan mengalami pengikatan dan penurunan daya racun karena diolah menjadi persenyawaan yang lebih sederhana.

Dokumen terkait