• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Pengaruh Variabel Makro terhadap Investasi Bisnis Properti 5.1.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Kestasioneran data merupakan hal yang sangat penting dalam analisis data

time serries. Hal ini karena penggunaan data yang tidak stasioner dalam model dapat menyebabkan regresi lancung (spurious regression). Data dikatakan stasioner apabila: (1) rata-rata dan variansnya konstan sepanjang waktu, dan (2) kovarian antara dua data runtut waktu tergantung pada kelambanan antara dua periode tersebut. Sementara itu regresi lancung sendiri terjadi ketika hasil regresi menunjukkan hubungan antara variabel yang signifikan secara statistik, namun sebenarnya hubungan tersebut tidak memiliki makna kausal yang jelas. Regresi ini dapat mengakibatkan kesalahan dalam penelitian terhadap suatu fenomena ekonomi yang terjadi.

Uji stasioneritas data pada penelitian ini menggunakan test Augmented Dickey Fuller (ADF). Pada tahap ini akan diuji apakah suatu variabel mengandung akar unit (unit root) atau tidak. Yang harus dilakukan pertama kali yaitu menguji kestasioneran data pada tingkat level. Apabila dari pengujian tersebut terdapat variabel yang tidak stasioner, maka perlu dilakukan pengujian pada tingkat first difference.

Tabel 5.1. Uji Stasioneritas Data pada Level

Variabel ADF Statistik

Nilai Kritis MacKinnon Keterangan

1% 5% 10%

Ln_NKPP -3.53604 -3.50388 -2.89359 -2.58393 Stasioner Ln_IHSG -1.20605 -3.50388 -2.89359 -2.58393 Tidak stasioner SBI -2.76225 -3.50305 -2.89323 -2.58374 Tidak stasioner PE -1.93453 -3.50739 -2.89511 -2.58474 Tidak stasioner Ln_KURS -3.39394 -3.50145 -2.89254 -2.58337 Stasioner INF -1.93210 -3.50067 -2.89220 -2.58319 Tidak stasioner Ln_NPL -1.40829 -3.50067 -2.89220 -2.58319 Tidak stasioner Ln_TKP 1.21246 -3.50067 -2.89220 -2.58319 Tidak stasioner Sumber: Hasil Olahan

Suatu variabel dikatakan stasioner apabila nilai ADF test statistic-nya lebih kecil secara aktual dari nilai kritis MacKinnon, atau nilai Probability-nya kurang dari nilai selang kepercayaan yang dipakai (dalam penelitian ini 5 % atau 0,05). Berdasarkan hasil pengujian pada tingkat level (dapat dilihat pada Tabel 5.1) dapat diketahui bahwa terdapat 2 variabel yang stasioner. Kedua variabel tersebut yaitu: nilai kapitalisasi proyek properti (NKPP) dan nilai tukar nominal (KURS). Karena tidak semua variabel stasioner pada tingkat level maka pelu dilakukan uji kestasioneran data pada tingkat first difference. Berdasarkan pada Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa seluruh variabel telah stasioner pada tingkat first difference karena nilai ADF test tatistic-nya lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon pada selang kepercayaan 5 %.

Tabel 5.2. Uji Stasioneritas Data pada First Difference

Variabel ADF

Statistik

Nilai Kritis MacKinnon Keterangan

1% 5% 10% D(Ln_NKPP) -4.60489 -4.06204 -3.45995 -3.15611 Stasioner D(Ln_IHSG) -7.19724 -3.50388 -2.89359 -2.58393 Stasioner D(_SBI) -4.42285 -3.50145 -2.89254 -2.58337 Stasioner D(_PE) -5.74293 -3.50739 -2.89511 -2.58474 Stasioner D(Ln_KURS) -7.59387 -3.50224 -2.89288 -2.58355 Stasioner D(_INF) -8.22995 -3.50145 -2.89254 -2.58337 Stasioner D(Ln_NPL) -10.0438 -3.50145 -2.89254 -2.58337 Stasioner D(Ln_TKP) -10.8994 -3.50145 -2.89254 -2.58337 Stasioner Sumber: Hasil Olahan

5.1.2. Lag Optimal

Setelah melakukan uji stasioneritas data, maka tahap selanjutnya dalam sistem VAR atau VECM adalah menentukan jumlah lag optimal dari sebuah sistem persamaan. Hal ini penting karena suatu variabel dipengaruhi oleh lag dari variabel itu sendiri dan lag dari variabel lainnya. Sebelum mencari nilai lag

optimum perlu dicari terlebih dahulu panjang selang maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dapat dilihat dari nilai inverse root karakteristik AR

polynomial-nya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh roots- nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak didalam unit

circle. Kemudian panjang selang optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Pada penelitian ini digunakan kriteria informasi

Schwarz Information Criterion (SC) untuk menentukan panjang lag maksimum. Dari Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa nilai terendah dari SC tercapai pada saat lag

Tabel 5.3. Penetapan Lag Optimum Lag SC 0 3.083112 1 -0.312365 2 -0.624220* 3 1.285576 4 2.958412 5 4.099942 6 5.315026

Sumber : Hasil Olahan

Catatan : * merupakan Lag Optimum

5.1.3. Uji Kointegrasi (Cointegration Test)

Winarno (2002) menyatakan bahwa dua variabel yang tidak stasioner sebelum dideferensi namun stasioner pada tingkat diferensi pertama (first difference), besar kemungkinan akan terjadi kointegrasi, yang berarti terdapat hubungan jangka panjang diantara keduanya. Uji kointegrasi pada penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan antara nilai Trace Statistic dengan critical value yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5 %. Sebelum melakukan uji kointegrasi maka terlebih dahulu ditentukan asumsi deterministik yang digunakan. Pada penelitian ini asumsi yang digunakan adalah asumi 3 (Intercept [no trend] in CE and Test VAR). Berdasarkan Tabel .5.4 diketahui bahwa terdapat 6 persamaan kointegrasi yang signifikan dalam model.

Tabel 5.4. Uji Kointegrasi Hypothesized

No. of CE(s)

Eigenvalue Trace Statistic 5 Percent Critical Value 1 Percent Critical Value None ** 0.650183 263.4012 156.00 168.36 At most 1 ** 0.366187 166.7694 124.24 133.57 At most 2 ** 0.319673 124.8172 94.15 103.18 At most 3 ** 0.265244 89.38056 68.52 76.07 At most 4** 0.247348 61.02461 47.21 54.46 At most 5* 0.192554 34.88258 29.68 35.65 At most 6 0.149495 15.20569 15.41 20.04 At most 7 0.003348 0.308559 3.76 6.65

Catatan : ** signifikan pada taraf nyata 5 % * signifikan pada taraf nyata 1 %

5.1.4. Estimasi Vector Error Correction Model (VECM)

Tabel 5.5 memperlihatkan hasil estimasi VECM dari penelitian ini. Berdasarkan hasil estimasi VECM tersebut, dapat diketahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari variabel-variabel makroekonomi yang digunakan dalam penelitian terhadap variabel NKPP.

Pada analisis jangka pendek untuk nilai kapitalisasi proyek properti, terdapat dua persamaan kointegrasi yang signifikan secara statistik. Sementara untuk analisis jangka panjang, terdapat satu persamaan kointegrasi yang signifikan secara statistik.

Tabel 5.5. Estimasi VECM

Variabel Koefisien T-Statistik

Jangka Pendek D(LN_NKPP(-1)) 1.278967 10.8186* D(LN_NKPP(-2)) 0.101324 0.51878 D(LN_NKPP(-3)) -0.440602 -3.97246* D(LN_IHSG(-1)) -0.005622 -1.35867 D(LN_IHSG(-2)) -0.001951 -0.45132 D(LN_IHSG(-3)) -0.000477 -0.10529 D(_SBI(-1)) 0.000288 0.26512 D(_SBI(-2)) 0.000970 0.89682 D(_SBI(-3)) -0.000345 -0.31083 D(_PE(-1)) 0.001435 0.71019 D(_PE(-2)) -0.002056 -0.67352 D(_PE(-3)) 0.001849 0.80798 D(LN_KURS(-1)) -0.011255 -0.91547 D(LN_KURS(-2)) 0.002579 0.23246 D(LN_KURS(-3)) 0.008362 0.89876 D(_INF(-1)) -0.000220 -1.02686 D(_INF(-2)) -0.000242 -1.19214 D(_INF(-3)) -0.000484 -2.44429* D(LN_NPL(-1)) -0.000133 -0.06108 D(LN_NPL(-2)) 0.001590 0.76528 D(LN_NPL(-3)) -0.001450 -0.78353 D(LN_TKP(-1)) -0.003026 -0.24343 D(LN_TKP(-2)) -0.025108 -1.87274 D(LN_TKP(-3)) -0.002165 -0.17363 CointEq1 -0.001551 -0.72415 CointEq2 -0.001028 -0.65210 CointEq3 -0.000397 -0.92430 CointEq4 -0.000276 -0.44691 CointEq5 -0.003276 -0.25677 CointEq6 0.000118 0.50655 C 0.002039 2.37545* Jangka Panjang LN_NPL(-1) -2.713185 2.23031* C -14.19181 -

Sumber : Hasil Olahan

Catatan : * signifikan pada taraf nyata 5%

Pada analisis jangka pendek, dugaan parameter lag pertama dan ketiga dari nilai kapitalisasi proyek properti signifikan secara statitik terhadap nilai

kapitalisasi proyek properti itu sendiri. Nilai dugaan parameter untuk lag pertama bernilai 1,279 yang mengindikasikan bahwa peningkatan 1 persen nilai kapitalisasi pada 1 periode sebelumnya memicu peningkatan nilai kapitalisasi pada periode berikutnya sebesar 1,3 persen. Sementara itu nilai dugaan parameter

lag ketiga NKPP berpengaruh negatif sebesar 0,441. Ini berarti bahwa peningkatan NKPP pada 3 periode sebelumnya akan menurunkan nilai kapitalisasi pada 3 periode selanjutnya. Adanya perbedaan pengaruh perubahan nilai kapitalisasi proyek properti pada periode-periode sebelumnya dikarenakan para pelaku bisnis properti baik itu perbankan ataupun pengembang cenderung berhati-hati dalam mengucurkan dananya pada pembangunaan proyek properti. Hal ini dimakudkan untuk mengendalikan jumlah penawaran agar tidak terjadi kelebihan pasokan.

Selain variabel NKPP, lag ketiga variabel INF juga memiliki hubungan jangka pendek dengan nilai kapitalisasi proyek properti. Dugaan parameter lag

ketiga dari INF sebesar -0,0005 mengindikasikan bahwa peningkatan 1 persen pada laju inflasi 3 periode sebelumnya akan mengurangi nilai kapitalisasi proyek properti sebesar 0.0005 persen pada 3 periode selanjutnya. Adapun pengaruh negatif dari laju inflasi ini dapat disebabkan oleh kenaikan harga-harga bahan baku yang akan digunakan untuk membangun proyek-proyek properti. Karena harga-harga bahan baku tersebut meningkat maka nilai kapitalisasi proyek properti akan sedikit menurun. Hal ini dikarenakan pengembang mengurangi atau menunda pembangunan proyek propertinya.

Investasi bisnis properti merupakan salah satu bentuk investasi jangka panjang, begitu juga dengan pembiayaan dari perbankan (kredit) memiliki jangka waktu jatuh tempo yang panjang/lama pula. Oleh karena itu perubahan pada variabel IHSG, SBI, PE, KURS, NPL dan TKP dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap NKPP.

Selanjutnya pada analisis jangka panjang hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kapitalisasi proyek properti di Indonesia. Variabel tersebut yaitu Non Perform Loan (NPL). Nilai dugaan parameter NPL sebesar -2,713 yang mengindikasikan bahwa kenaikan NPL sebesar 1 persen akan membuat nilai kapitalisasi proyek properti turun sebesar 2,713 persen. Hal ini karena perbankan cenderung bersikap backward looking

(melihat kondisi sebelumnya) sehingga perbankan lebih bersikap hati-hati atau mengurangi penyaluran kreditnya. Ini tentu saja akan berimbas negatif terhadap pembangunan proyek properti, akibatnya nilai kapitalisasi proyek properti menjadi turun.

5.1.5. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test)

Uji kausalitas Granger bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat (kausalitas) dari variabel-variabel dalam suatu persamaan. Tahapan ini dapat dilakukan dengan menggunakan Pairwise Granger Causality Test, sehingga keterkaitan antara variabel-variabel dalam suatu penelitian akan terlihat. Selain itu hasil dari pengujian ini dapat memperlihatkan urutan dari variabel-variabel yang

digunakan dalam penelitian sesuai dengan faktorisasi Cholesky (hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 6).

Dalam penelitian ini, uji kausalitas Granger dilakukan pada setiap variabel, namun Tabel 5.6 hanya menunjukkan uji kausalitas Granger terhadap nilai kapitalisasi proyek properti (NKPP) dan pertumbuhan ekonomi (PE). Pengujian kedua variabel ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara investasi bisnis properti terhadap perekonomian ataupun sebaliknya.

Tabel 5.6. Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) Pairwise Granger Causality Test

Null Hypothesis Obs F-Statistic Probability

_PE does not Granger Cause LN_NKPP 94 2.98543 0.05560 LN_NKPP does not Granger Cause _PE 8.85306 0.00031 Sumber : Hasil Olahan

Catatan : * signifikan pada taraf nyata 5%

Hipotesis awal (H0) yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas

antar variabel. Sementara hipotesis alternatif (H1) adalah adanya hubungan

kausalitas antar variabel. Untuk menolak ataupun menerima H0, kita perlu melihat

nilai probability dari hasil uji Granger tersebut. Apabila nilai probability-nya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (dalam penelitian ini taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen), maka H0 ditolak.

Dari Tabel 5.6 diatas dapat dilihat nilai probability dari Ln_NKPP terhadap _PE kurang dari taraf nyata 5 persen, sehingga kesimpulannya tolak H0.

Hal ini berarti terdapat hubungan sebab-akibat antara NKPP terhadap PE atau dengan kata lain NKPP Granger cause PE. Sebaliknya nilai probabilitas dari _PE terhadap ln_NKPP lebih dari taraf nyata 5 persen maka terima H0, atau dengan

kausalitas Granger antara NKPP dan PE diketahui bahwa hanya terdapat hubungan satu arah dari NKPP terhadap PE.

Fenomena ini bisa dijelaskan sebagai berikut, ketika nilai investasi pada sektor properti meningkat maka secara agregat akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan PDB sektor konstruksi. Laju pertumbuhan PDB merupakan nilai pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sehingga ketika terjadi kenaikan PDB maka perekonomian Indonesia dikatakan tumbuh. Hasil pengujian kausalitas Granger ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) yang menyatakan bahwa pertumbuhan bisnis properti nasional mengikuti arah laju pertumbuhan PDB nasional.

5.1.6. Variance Decompotition

Pada Tabel 5.7 dan Tabel 5.8 memperlihatkan nilai variance decompotition dari variabel nilai kapitalisasi proyek properti. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa varians nilai kapitalisasi proyek properti dominan dipengaruhi oleh varians variabel itu sendiri sampai periode ke-32. Setelah periode ke-32 varians IHSG yang dominan mempengaruhi perubahan variabel NKPP. Kondisi ini terus berlangsung dari periode ke-33 hingga periode ke-60. Selain variabel IHSG, variabel KURS, INF dan TKP juga memiliki persentase yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan variabel NKPP.

Tabel 5.7. Hasil Variance Decompotition Nilai Kapitalisasi Proyek Properti. Variabel Dependen Periode kedepan (bulan)

Dijelaskan oleh guncangan

Ln_NKPP Ln_IHSG _SBI _PE

Ln_NKPP 1 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 98.65697 0.276316 0.168291 0.079921 3 97.28613 0.632703 0.275119 0.077088 4 96.18149 0.870555 0.618006 0.042623 5 95.26032 1.082333 0.913018 0.019858 10 91.36640 1.876661 2.048174 0.135558 15 82.28714 4.704877 2.495428 0.411750 20 66.65839 11.38200 2.519887 0.673668 25 49.84251 21.25255 2.029676 0.501782 30 37.70788 30.37076 1.435121 0.341221 35 31.08507 36.29529 0.992833 0.410538 40 27.68253 39.55684 0.718436 0.504612 45 25.47048 41.49669 0.555686 0.547714 50 23.69077 42.89529 0.456240 0.572341 55 22.29529 43.97265 0.391988 0.606793 60 21.32560 44.75014 0.348774 0.650289 Sumber : Hasil Olahan

Tabel 5.8. Hasil Variance Decompotition Nilai Kapitalisasi Proyek Properti. Variabel

Dependen

Periode kedepan

(bulan)

Dijelaskan oleh guncangan

Ln_KURS _INF Ln_NPL Ln_TKP Ln_NKPP 1 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.733873 0.062091 0.009282 0.013258 3 1.265461 0.227028 0.011323 0.225151 4 1.320627 0.555557 0.059570 0.351577 5 1.336981 0.821928 0.091477 0.474083 10 3.501182 0.469177 0.083039 0.519812 15 9.330333 0.522360 0.030703 0.217404 20 16.04719 2.066154 0.020579 0.632138 25 20.34459 4.167420 0.014313 1.847162 30 21.27732 5.937087 0.047543 2.883061 35 20.56179 7.155290 0.180374 3.318816 40 19.72632 8.032191 0.345745 3.433321 45 19.22830 8.726422 0.475935 3.498766 50 18.96844 9.261670 0.564064 3.591183 55 18.78513 9.635624 0.628864 3.683662 60 18.62047 9.877428 0.683174 3.744121 Sumber : Hasil Olahan

5.1.7. Impulse Respon Function (IRF)

Analisis IRF dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perubahan dari satu variabel pada variabel itu sendiri atau variabel lainnya. Estimasi yang dilakukan untuk IRF ini dititikberatkan pada respon suatu variabel pada perubahan satu standar deviasi dari variabel itu sendiri maupun dari variabel lainnya yang terdapat dalam model. Dalam penelitian ini analisis IRF bertujuan mengetahui dampak guncangan variabel makro terhadap investasi bisnis properti serta dampak guncangan sektor properti terhadap perekonomian Indonesia.

Gambar 5.1 menunjukkan respon NKPP terhadap guncangan variabel NKPP sendiri. Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa guncangan NKPP sebesar satu standar deviasi direspon positif oleh variabel NKPP itu sendiri sepanjang 60 periode yang diamati. Antara periode 1 sampai 15, nilai kapitalisasi proyek properti mengalami ekspansi kemudian pada periode berikutnya sedikit menurun namun kemudian kembali naik dan cenderung persisten pada kisaran 0,055 hingga akhir periode.

.00 .01 .02 .03 .04 .05 .06 25 50 75 100 Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. LN_NKPP Innovation

Sumber : Hasil Olahan

Adapun respon NKPP terhadap guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi adalah negatif sepanjang 60 periode yang diamati, seperti yang terlihat pada Gambar 5.2. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa antara periode ke-1 sampai ke-50, nilai kapitalsai proyek properti di Indonesia turun sangat drastis kemudian pada periode berikutnya cenderung persiten pada kisaran -0.088. Indeks Harga Saham Gabungan merupakan indikator yang menunjukkan pergerakan saham secara keseluruhan dalam suatu periode. Indeks ini berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu waktu apakah keadaan pasar sedang aktif atau sedang lesu. Ketika nilai indeks harga saham gabungan anjlok ke level yang lebih rendah, hal itu menandakan bahwa keadaan pasar sedang lesu. Kondisi ini membuat enggan para pengembang untuk meluncurkan pembangunan proyek properti sehingga nilai kapitalisasi proyek properti menjadi turun.

-.10 -.08 -.06 -.04 -.02 .00 25 50 75 100 Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. LN_IHSG Innovation

Sumber : Hasil Olahan

Respon bisnis properti terhadap guncangan variabel suku bunga SBI dapat dilihat pada gambar 5.3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa bisnis properti merespon negatif guncangan terhadap suku bunga sepanjang 60 periode yang diamati. Respon negatif ini menunjukkan bahwa pada saat terjadi guncangan pada suku bunga SBI, hal ini akan mempengaruhi perilaku pengembang dalam meminta pembiayaan dari perbankan. Mereka cenderung menahan diri untuk meminta kredit, sehingga pembangunan proyek properti berkurang. Begitupula dengan masyarakat ketika akan mengajukan kredit kepada perbankan (misalnya Kredit Pemilikan Rumah) mereka akan mempertimbangkan besarnya suku bunga KPR pada saat itu. Ketika suku bunga tinggi, maka konsumen juga akan mempertimbangkan kembali untuk meminta pembiayaan dari perbankan. Bahkan tidak menutup kemungkinan masyarakat yang memiliki uang akan lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank dari pada berinvestasi pada sektor properti karena tingkat suku bunganya yang tinggi serta resiko menderita kerugian yang sangat kecil. Penurunan permintaan dan penundaan pembangunan proyek properti oleh pengembang akan membuat nilai kapitalisasi proyek properti menjadi turun.

Berdasarkan Gambar 5.3 terlihat bahwa pada periode ke-1 sampai periode ke-17, respon NKPP turun sangat drastis, kemudian cenderung naik dan persisten pada kisaran -0,6. Penurunan yang sangat drastis tersebut mengindikasikan bahwa guncangan pada variabel SBI dalam jangka pendek langsung direspon negatif oleh pengembang ataupun konsumen dalam meminta pembiayaan/kredit dari perbankan, akibatnya NKPP menjadi turun.

-.010 -.008 -.006 -.004 -.002 .000 25 50 75 100 Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. _SBI Innovation

Sumber : Hasil Olahan

Gambar 5.3. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel SBI

Dampak guncangan variabel pertumbuhan ekonomi terhadap nilai kapitalisasi proyek properti dapat dilihat pada Gambar 5.4. Terlihat pada gambar nilai kapitalisasi proyek properti merespon negatif guncangan yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi pada periode ke-1 hingga periode ke-26 pasca guncangan itu terjadi. Namun setelah periode ke-26 respon NKPP menjadi positif. Hal ini berarti guncangan yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi akan membuat bisnis properti menjadi negatif hanya untuk sementara waktu.

Respon negatif yang terjadi pada awal periode dapat disebabkan oleh keterkaitan sektor properti dengan nilai pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satu indikator yang dapat dijadikan patokan dari adanya pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari pertumbuhan industri propertinya. Maka dapat dipahami jika keadaan ekonomi suatu negara sedang terguncang maka begitu pula yang terjadi dengan industri propertinya. Namun guncangan yang terjadi pada perekonomian Indonesia dalam jangka panjang akan direspon positif oleh

perkembangan bisnis properti di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk memulihkan kondisi perekonomian Indonesia. -.008 -.004 .000 .004 .008 .012 .016 25 50 75 100 Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. _PE Innovation

Sumber : Hasil Olahan

Gambar 5.4. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel PE

Respon negatif diperlihatkan oleh NKPP akibat guncangan dari variabel KURS, seperti yang terlihat pada Gambar 5.5. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa guncangan pada nilai tukar membawa dampak negatif terhadap perkembangan bisnis properti di Indonesia. Adapun pengaruh negatif dari nilai tukar nominal ini dapat disebabkan oleh penggunaan bahan baku impor yang digunakan untuk pembangunan proyek properti di Indonesia. Ketika harga bahan baku naik akibat rupiah terdepresiasi maka pengembang akan mengurangi penggunaan bahan baku impor tersebut sehingga nilai kapitalisasi proyek properti menjadi turun.

Berdasarkan pengalaman krisis ekonomi tahun 1997/1998, terdepresiasinya rupiah pada saat itu juga menyebabkan kehancuran bisnis properti. Hal ini terjadi karena pada saat itu banyak pengembang yang memiliki utang dalam bentuk valas, ketika rupiah terdepresiasi kewajiban para pengembang menjadi berlipat ganda, sehingga pengembang tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Akibat dari kejadian tersebut bisnis properti di Indonesia mengalami kejatuhan.

-.06 -.05 -.04 -.03 -.02 -.01 .00 25 50 75 100 Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. LN_KURS Innovation

Sumber : Hasil Olahan

Gambar 5.5. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel KURS

Respon NKPP terhadap guncangan variabel inflasi adalah negatif pada periode ke-1 sampai periode ke-12 kemudian menjadi positif pada periode-periode selanjutnya seperti yang terlihat pada Gambar 5.6. Adapun respon negatif yang terjadi pada awal periode dikarenakan ketika terjadi lonjakan laju inflasi maka masyarakat akan menunda pembelian terhadap produk-produk properti karena lebih mengutamakan terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan. Penurunan permintaan dari masyarakat ini akan direspon negatif oleh

pengembang dengan tidak meluncurkan proyek-proyek baru untuk menghindari terjadinya kelebihan penawaran (oversupply). Akibatnya nilai kapitalisasi proyek properti menjadi turun sesaat. Namun karena sektor properti merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat Indonesia maka tingginya harga akan membuat permintaan masyarakat terhadap sektor ini tetap tinggi. Dalam jangka panjang nilai kapitalisasi proyek properti menjadi positif.

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05 25 50 75 100 Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. _INF Innovation

Sumber : Hasil Olahan

Gambar 5.6. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel INF

Gambar 5.7 menunjukkan dampak guncangan NPL terhadap bisnis properti di Indonesia. Dalam jangka panjang guncangan terhadap NPL direspon negatif oleh NKPP. Hal ini karena perbankan cenderung bersikap backward looking (melihat kondisi sebelumnya) sehingga perbankan lebih bersikap hati-hati atau mengurangi penyaluran kreditnya. Ini tentu saja akan berimbas negatif terhadap pembangunan proyek properti.

Adapun respon positif yang terjadi pada periode ke-15 sampai periode ke- 25 hal ini disebabkan oleh adanya pembiayaan yang berasal dari pengembang itu

sendiri. Selain pembiayaan yang berasal dari perbankan, pengembang juga memiliki sumber dana yang berasal dari dana milik pengembang itu sendiri serta dana yang berasal dari uang muka pembeli/konsumen. Walaupun perbankan cenderung mengurangi penyaluran kredit properti akibat tingginya angka kredit macet, dalam jangka pendek nilai kapitalisasi proyek properti masih dapat tumbuh positif karena ditopang oleh dana dari pengembang itu sendiri. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama karena setelah periode ke-25 nilai kapitalisasi proyek properti menjadi negatif.

-.016 -.012 -.008 -.004 .000 .004 25 50 75 100 Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. LN_NPL Innovation

Sumber : Hasil Olahan

Gambar 5.7. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel NPL

Dampak guncangan variabel total kredit properti terhadap variabel nilai kapitalisasi proyek properti di tunjukkan oleh Gambar 5.8. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa guncangan variabel total kredit properti direspon negatif pada awal periode namun responnya menjadi positif pada periode ke-14 dan seterusnya. Ketika kredit properti mengalami guncangan maka penyaluran kredit/pembiayaan terhadap proyek properti menjadi turun. Akibatnya

pembangunan proyek properti ikut tersendat. Namun setelah periode ke-14 NKPP merespon positif guncangan yang terjadi pada total kredit properti. Respon positif ini terjadi karena pembiayaan berbagai pembangunan proyek properti di Indonesia tidak hanya mengandalkan pembiayaaan dari sektor perbankan tetapi juga berasal dari dana milik pengembang itu sendiri serta uang muka dari para konsumen.

-.005 .000 .005 .010 .015 .020 .025 .030 25 50 75 100 Response of LN_NKPP to Cholesky One S.D. LN_TKP Innovation

Sumber : Hasil Olahan

Gambar 5.8. Respon NKPP terhadap Guncangan Variabel TKP

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam bab II bahwa salah satu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak guncangan bisnis properti terhadap perekonomian Indonesia. Adapun Gambar 5.9 menjelaskan respon perekonomian nasional apabila terjadi guncangan pada bisnis properti. Terlihat bahwa dari periode ke-1 sampai ke-75 perekonomian nasional bergerak sangat fluktuatif, bahkan pada periode ke-11 sampai ke-18 respon perekonomian Indonesia menjadi negatif namun menjadi positif kembali pada periode-periode berikutnya. Berdasarkan gambar tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia memerlukan jeda waktu untuk merespon negatif guncangan yang terjadi

pada bisnis properti, hal ini lebih disebabkan oleh karakteristik bisnis properti yang bersifat jangka panjang. Selain itu perekonomian Indonesia juga memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali stabil ketika terjadi guncangan terhadap bisnis properti.

-.08 -.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20 25 50 75 100

Response of _PE to Cholesky One S.D. LN_NKPP Innovation

Sumber : Hasil Olahan

Gambar 5.9. Respon PE terhadap Guncangan Variabel NKPP

5.2. Implikasi Kebijakan

Sejauh ini kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah mengenai sekor properti dapat dikatakan telah cukup baik. Terutama melihat dari hasil kerja keras pemerintah serta pihak-pihak terkait dalam mengupayakan pemulihan industri properti pasca krisis ekonomi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa pada saat krisis ekonomi tahun 1997/1998, sektor properti merupakan salah satu sektor yang

Dokumen terkait