• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Definisi Bisnis

Menurut Boone dan Kurtz (2000), bisnis (business) terdiri dari semua aktivitas yang bertujuan mencari laba dan perusahaan yang menghasilkan barang serta jasa yang dibutuhkan oleh sebuah sistem ekonomi. Sementara itu pengertian laba (profit) yaitu imbalan bagi para pelaku bisnis yang mengambil resiko dalam memadukan manusia, teknologi, dan informasi untuk menciptakan serta memasarkan barang yang diinginkan dan jasa yang memuaskan. Bisnis dalam pengertian ekonomi adalah istilah umum yang menggambarkan semua aktifitas dan institusi yang memproduksi barang serta jasa dalam kehidupan sehari-hari. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai (create value) melalui penciptaan barang dan jasa (create of good and service) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui transaksi.

2.1.1. Definisi dan Istilah Properti

Properti is something that is owned, yaitu sesuatu yang dapat dimiliki atau apa saja yang dapat dijadikan objek kepemilikan. Sementara itu pengertian dari

Real Property is the interest, benefit and rights inherent in the ownership of real estate yang berarti kepentingan, keuntungan dan hak-hak yang menyangkut

kepemilikan tanah dan bangunan beserta perbaikan yang menyatu terhadapnya

(Rafitas, 2005) . Properti terdiri dari :

a ) Aset berwujud (Tangible Property) yang terdiri dari:

1. Real Property yang terdiri dari tanah, bangunan dan prasarana, serta pengembangan lainnya.

2. Personal Property yang terdiri dari mesin dan peralatan, kendaraan, peralatan kantor, fixtures dan furnitures serta building equipment

b ) Aset tak berwujud (Intangible Property) yang terdiri dari goodwill,personal guarantee, francises, trade mark, patent, dan copy right.

c ) Surat-surat berharga (Marketable Securities) yang terdiri dari saham, tabungan dan promissary notes.

Dalam perkembangannya, real properti yang dibangun dan dikembangkan di muka bumi sesuai dengan pemilik dan pelaksana pembangunannya/pengembang terbagi atas:

1) Properti Primer (Primary), yaitu properti yang dibangun dan dimiliki oleh badan institusi yang tergabung dalam Asosiasi Real Estate Indonesia (REI) sebagai developer anggota REI yang terdiri dari beberapa grup besar properti, konsorsium, dan/atau joint venture.

2) Properti Sekunder (Secondary), yaitu properti yang dibangun dan dimiliki oleh individual seperti kontraktor, investor, owner, dan user sendiri.

Bangunan dalam bisnis properti berdasarkan penggunaannya dibagi atas: 1. Bangunan Komersial yang terdiri dari bangunan perkantoran, ruko,

pertokoan, serta hotel dan motel.

2. Bangunan Perumahan yang terdiri dari rumah tinggal dan kondominium/apartemen.

3. Bangunan Industri yang terdiri dari industri berat, industri ringan dan gudang, gudang dan kantor, pergudangan, dan industrial parks.

4. Bangunan Fasilitas Umum yang terdiri dari rumah sakit, perguruan tinggi, gedung-gedung pemerintah, dan SPBU/pompa bensin

5. Bangunan Hiburan yang terdiri dari bioskop, lapangan golf, museum, sarana olahraga, convention center, dll.

Untuk memudahkan pemahaman mengenai definisi dan pembagian properti maka dapat dilihat pada Gambar 2.1 yang menjelaskan mengenai konsep/hubungan antara real estat, properti riil dan properti individu.

Real Estat (Real Estate) Konsep Fisik

Properti (Property) Konsep Legal

Sumber : Sidik, 2000

Gambar 2.1 Konsep Real Estat, Properti Riil, dan Properti Individu

2.1.2. Definisi Bisnis Properti

Pengertian mengenai bisnis properti sebagaimana diungkapkan Wurtzebach dalamSaputra (1999) „Property refers to things and objects capable of ownership, that is things and objects that can be used, controlled, or disposed of by an owner. Real property (and Real Estate, which is treated as synonymous) consists of physical land plus structures other improvements that are permanently attached‟. Bisnis properti adalah sebuah usaha yang berkaitan dengan semua hal

Tidak Berwujud (Intangible) Tagihan, saham, hak

cipta, merek,

Goodwill, dll Berwujud

(Tangiable) Perabot rumah tangga,

kendaraan bermotor, mesin, perhiasan, dll Properti Riil

(Real Property) Semua hak, kepentingan,

dan manfaat yang berhubungan dengan kepemilikan atas real estate

Properti Individu (Personal Property)

yang berwujud kebendaan, terdapat hak atas kepemilikan, dan mempunyai masa waktu dari pemakaian.

2.2. Teori Investasi

Permintaan terhadap jumlah barang modal bergantung terhadap tingkat bunga yang mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi. Agar proyek investasi menguntungkan, hasilnya (penerimaan dari kenaikan produksi barang dan jasa di masa depan) harus melebihi biayanya (pembayaran untuk dana pinjaman). Jika suku bunga meningkat, maka lebih sedikit proyek investasi yang menguntungkan, dan jumlah barang-barang investasi yang diminta akan turun (Mankiw, 2003).

Dalam membahas peran bunga dalam perekonomian, terdapat dua jenis tingkat bunga yaitu tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal merupakan tingkat bunga yang biasanya dilaporkan dan yang investor bayar untuk meminjam uang. Berikutnya adalah tingkat bunga riil, yaitu tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi serta mengukur biaya pinjaman yang sebenarnya, dan dengan demikian menentukan jumlah investasi. Persamaan berikut mengkorelasikan investasi (I) pada tingkat bunga riil (r):

I=I(r)

Berdasarkan pada persamaan diatas maka besarnya jumlah investasi sangat tergantung pada tingkat bunga riil, karena tingkat bunga riil adalah biaya pinjaman. Grafik fungsi investasi berbentuk miring ke bawah, karena ketika tingkat bunga naik dari r1 ke r2, maka jumlah investasi yang diminta akan turun

dari q1 menjadi q2, yang berarti semakin sedikit poyek investasi yang menguntungkan (dapat dilihat pada Gambar 2.2).

r2 r1

q2 q1 Sumber : Mankiw, 2003

Gambar 2.2. Grafik Investasi

2.3. Teori Kredit

Kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere yang artinya mempercayai, karena memang pada dasarnya kredit diberikan atas dasar kepercayaan orang/pihak lain yang memberikannya terhadap kecakapan dan kejujuran pihak peminjam. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam ensiklopedi umum, kredit dijelaskan sebagai sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan harapan memperoleh keuntungan.

Fungsi Investasi (I) Tingkat

Bunga Riil (r)

Ada banyak faktor yang dikenal dapat mmpengaruhi jumlah permintaan dan penawaran kredit, diantaranya adalah suku bunga. Teori Keynesian

menyatakan bahwa suku bunga kredit berhubungan positif dengan jumlah penawaran kredit, dan sebaliknya berhubungan negatif dengan jumlah permintaan kredit, yang artinya peningkatan suku bunga kredit dapat meningkatkan penawaran kredit, namun sebaliknya peningkatan suku bunga tersebut dapat menurunkan jumlah permintaan kredit (Stiglitz dan Greenwald dalam Wibowo, 2008).

r (suku bunga)

Kurva Penawaran Kredit

Kurva Permintaan Kredit L* L (Jumlah Kredit) Sumber : Stiglitz dan Greenwald dalam Wibowo, 2008

Gambar 2.3. Kurva Permintaan dan Penawaran Kredit

2.3.1. Definisi Kredit Properti

Maraknya industri properti saat ini tidak terlepas dari dukungan pembiayaan industri perbankan dalam bentuk kredit properti. Industri properti sendiri, secara teoritis mempunyai hubungan yang erat dengan sektor perbankan melalui kredit dan Non Perform Loan (NPL) properti. Besar kecilnya NPL berpengaruh terhadap pembiayan industri properti pada periode berikutnya karena

NPL memiliki lag waktu (Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, 2007). Berdasarkan definisi Bank Indonesia, kredit properti merupakan semua pembiayaan dari perbankan untuk bidang usaha yang kegiatannya berkaitan dengan pengadaan tanah, bangunan dan fasilitasnya untuk dijual atau disewakan. Kredit properti ini diberikan dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja maupun kredit konsumsi. Kredit investasi dan kredit modal kerja diberikan kepada pengembang untuk proses pembangunan proyek properti, sementara kredit konsumsi diberikan kepada masyarakat sebagai konsumen dari produk-produk properti.

Dilihat dari komposisinya, kredit properti terdiri dari 3 jenis kredit, yaitu kredit konstruksi, kredit real estate serta Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA). Ketiga jenis kredit tersebut berbeda peruntukan dan segmen pasarnya. Kredit konstruksi umumnya diberikan kepada para usahawan atau kontraktor untuk membangun perkantoran, mall, ruko dan pusat bisnis lainnya. Kredit real estate diberikan kepada para pengembang untuk membangun kompleks perumahan kelas atas. Sedangkan KPRA diberikan kepada perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah atau apartemen.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Properti Indonesia sebuah asosiasi yang dipimpin oleh Panangian Simanungkalit pada tahun 2004 bertujuan untuk mengetahui dan meramalkan pertumbuhan bisnis properti pada tahun tersebut. Hasil penelitian menyatakan bahwa pertumbuhan bisnis properti secara

nasional mengikuti arah laju pertumbuhan PDB nasional. Apabila pertumbuhan PDB rata-rata positif, maka growth elasticity sektor bangunan adalah 1,05 hingga 1,50 terhadap laju PDB. Laju pertumbuhan PDB sektor bangunan diperkirakan rata-rata positif, yaitu sebesar 5,98 %.

Survei Industri Properti hasil kerjasama Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB tahun 2007 yang mencoba membentuk early warning system (sistem peringatan dini) untuk industri properti dan real estate Indonesia, menyimpulkan bahwa dari sekian banyak variabel yang dianalisis, beberapa variabel yang memenuhi syarat untuk dijadikan leading indicator kredit properti Indonesia adalah IHSG, PDB riil, kurs dan NPL.

Penelitian Rachmi (2008) yang bertujuan untuk mengetahui dampak pembangunan properti terhadap masalah sosial ekonomi menunjukkan bahwa aktifitas perburuan rente selalu menjadi bagian dalam proses pembagian lahan dan penguasaan lahan untuk pembangunan proyek properti. Adanya pembebasan lahan skala besar telah menggusur warga pemukiman liar di Kawasan Segitiga Emas sehingga menimbulkan dampak sosial seperti gangguan kejiwaan, hilangnya lapangan pekerjaan dan tempat tinggal mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2008) yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) serta pengaruhnya terhadap Business Cycle di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati 9 variabel makroekonomi. Variabel- variabel tersebut yaitu: inflasi, total kredit, konsumsi rumah tangga, Produk Domestik Bruto (PDB, Indeks Harga Saham Gabungan, NPL, Kurs, Quasy

Money (M2), dan suku bunga SBI. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa volume Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) di Indonesia dipengaruhi oleh variabel inflasi yang berkorelasi sebagai coincident indicator

bagi siklikal volume KPRA Indonesia. Sedangkan variabel total kredit, konsumsi rumah tangga, PDB, IHSG, NPL dan kurs berkorelasi sebagai leading indicators

bagi siklikal volume KPRA. Adapun yang berkorelasi sebagai lagging indicators

adalah quasy money (M2) dan suku bunga SBI.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Rasmi (2009) yang bertujuan unuk mengetahui dampak pembangunan sektor properti terhadap kesejahteraan masyarakat kota Bogor menunjukan bahwa pembangunan properti memberikan dampak terhadap 3 pihak yaitu pihak pemerintah, developer, dan masyarakat. Dilihat dari sisi finansial, adanya pembangunan properti tersebut akan menguntungkan pemerintah dan developer. Pembangunan properti berkontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto melalui sektor konstruksi dan Pendapatan Asli Daerah melalui pajak sehingga pemerintah daerah akan menerima tambahan pendapatan. Developer selaku pengusaha melakukan pembangunan properti untuk kalangan atas dengan menerima subnormal profit karena adanya mekanisme perburuan rente. Jika dilihat dari sisi sosial, masyarakat justru dirugikan karena menurunnya tingkat pendapatan mereka akibat adanya pembebasan lahan.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih memfokuskan untuk melihat dampak guncangan variabel makro terhadap industri properti di Indonesia serta dampak guncangan yang terjadi pada industri properti

terhadap perekonomian nasional. Selain itu penelitian ini juga melihat variabel- variabel makro apa saja (yang digunakan dalam penelitian ini) yang berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan bisnis properti di Indonesia.

2.5. Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang pesat di Indonesia menyebabkan kebutuhan terhadap properti untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial semakin meningkat. Peningkatan permintaan ini telah mendorong bisnis properti untuk tumbuh dan berkembang semakin pesat. Hal ini berdampak positif terhadap perekonomian nasional karena mampu meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi melalui tingkat investasi. Selain itu perkembangan bisnis properti juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia, sehingga turut dalam mengurangi angka pengangguran dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Dibalik perkembangannya yang pesat, bisnis properti ternyata sangat rentan terhadap guncangan ekonomi. Hal ini dapat diketahui dari pengalaman negara lain seperti Amerika. Pada tahun 2007 kemarin, berawal dari rendahnya suku bunga kredit perumahan serta penyaluran kredit pada masyarakat yang tidak layak untuk mendapatkan kredit menyebabkan kegagalan dalam pembayaran sektor perumahan pada saat suku bunga dinaikkan oleh pemerintah Amerika Serikat. Hal ini kemudian berdampak pada kondisi ekonomi Amerika dan memicu terjadinya krisis global yang dampaknya tidak hanya dirasakan di Amerika tetapi juga berbagai negara di dunia. Kejadian tersebut dapat menjadi

pelajaran bahwa sektor properti mampu meruntuhkan ekonomi suatu negara sehingga perkembangannya harus selalu diawasi.

Untuk mengantisipasi kejadian yang sama terjadi di Indonesia maka pemerintah (sebagai otoritas pengambil kebijakan) perlu berhati-hati dalam menetapkan kebijakan yang menyangkut bisnis properti. Untuk menetapkan kebijakan tersebut maka terlebih dahulu diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan investasi bisnis properti di Indonesia. Kemudian variabel-variabel makro yang digunakan pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui dampak serta respon dari adanya guncangan yang terjadi pada variabel makro.

Selain itu, dilakukan pula analisis dampak guncangan bisnis properti terhadap perekonomian Indonesia. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara industri properti dengan perekonomian Indonesia serta mengetahui dampak guncangan sektor properti terhadap perekonomian nasional.

Dari analisis serta pengujian yang telah dilakukan maka diharapkan pemerintah dapat memperoleh implikasi kebijakan yang mampu meminimalisir resiko serta mampu melindungi dan menjaga bisnis properti dari guncangan- guncangan ekonomi.Untuk mengetahui alur pemikiran dalam penulisan penelitian ini maka dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Keterangan:

Alur pemikiran

Kondisi Bisnis Properti yang Rentan Terhadap Guncangan Ekonomi

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi

Bisnis Properti

Perkembangan Bisnis Properti yang Pesat di Indonesia

Analisis Dampak Guncangan Bisnis Properti terhadap Perekonomian Indonesia

Implikasi Kebijakan

1. Hubungan Kausalitas antara Investasi Bisnis Properti dengan Perekonomian Indonesia.

2. Respon Perekonomian Indonesia terhadap

Guncangan Bisnis Properti. Analisis Dampak Guncangan

Variable Makro terhadap bisnis properti

Respon Bisnis Properti terhadap Guncangan Variabel

2.6. Hipotesis

Berdasarkan teori dan konsep yang relevan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi investasi, maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis awal yang disimpulkan dalam penelitian ini adalah:

1. Nilai kapitalisasi proyek properti berpengaruh positif terhadap bisnis properti.

2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti.

3. Suku bunga berpengaruh negatif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti. 4. Total kredit properti berpengaruh positif terhadap nilai kapitalisasi proyek

properti.

5. NPL (Non Perform Loan) berpengaruh negatif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti.

6. IHSG berpengaruh positif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti. 7. Nilai tukar berpengaruh negatif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti. 8. Inflasi berpengaruh positif terhadap nilai kapitalisasi proyek properti.

Dokumen terkait