• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bono Sungai Kampar (Kajian Sains Budaya)

Nazir (1985) menjelaskan bahwa di Indonesia, Bono hanya dapat ditemui di Sungai Rokan dan Sungai Kampar yang merupakan air pasang tinggi dan masuk ke dalam muara sungai dengan ketinggian 3-4 m dan kecepatan 10-30 km/jam. Bono terjadi karena Selat Malaka semakin ke selatan semakin sempit. Gelombang Bono mulai terlihat pada tanggal 9-18 (bulan Qamariah) dan mengecil tanggal 26 atau 28, dan kembali mengecil pada tanggal 19, 20 sampai 24 jika pasang mati. Disbudpar (2014) menerangkan bahwa Bono tercatat pertama kali tahun 1615 M. Sungai kampar saat itu masih bernama Laut Embun.

Pengetahuan lokal tentang Bono telah ada dan berkembang sejak lama di tengah masyarakat wilayah Sungai Kampar dan Muara Sungai Kampar. Nama lokal Bono juga berasal dari penamaan masyarakat setempat yang berarti benar. Nenek moyang terdahulu menyebutkan bahwa Bono merupakan jelmaan tujuh ekor kuda. Pada suatu hari penghulu suku Sinho Bono menembak seekor dari kuda itu sampai mati. Akibatnya Bono menjadi tak dapat beraktivitas kembali. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, gelombang Bono dianggap sebagai perwujudan tujuh hantu yang bergentayangan di sepanjang Muara Sungai Kampar. Tujuh hantu tersebut sering sekali membolak-balikkan kapal serta memakan korban. Dari cerita Melayu lama berjudul Sentadu Gunung Laut, disebutkan bahwa setiap pendekar Melayu pesisir harus dapat menaklukkan ombak Bono untuk meningkatkan keahlian bertarung mereka.

Terlepas dari cerita tersebut, hal ini sebenarnya masuk akal, karena pada hakikatnya mengendarai Bono intinya adalah menjaga keseimbangan badan. Karena kondisi pengetahuan lokal masyarakat setempat masih sangat sakral, maka untuk mengendarai Bono harus dengan upacara semah yang dilakukan pagi atau siang hari. Upacara dipimpin oleh Bomo, Datuk, atau tetua kampung dengan maksud agar pengendara Bono selalu mendapat keselamatan dan dijauhkan dari segala bahaya. Di samping itu, ada juga cerita lain yang berhubungan dengan gelombang Bono yakni tentang Banjir Darah di Mempusun atau Mempusun Bersimbah Darah dan terbentuknya Kerajaan Pelalawan di tahun 1822 Masehi.

Kajian analisis deskriptif fenomena gelombang pasang Bono salah satunya membutuhkan berbagai informasi terkait Bono dari periode terdahulu hingga sekarang. Dari berbagai referensi yang didapatkan, Penulis belum menemukan informasi lengkap baik mengenai kondisi Bono maupun perkembangan gelombang Bono dari berbagai periode.

Lokasi Bono Sungai Kampar

Bono merupakan tidal bore yaitu pergerakan air menuju ke bagian hulu sebagai interaksi laut dan sungai (Chanson 2003). Jarak tempuh gelombang Bono dari muara sungai hingga ke hulu dapat mencapai 50 km. Studi kasus mengenai Tidal bore di Sungai Garonne dapat mencapai jarak tempuh 150 km dari muara sungai (Bonneton 2011). Gelombang Bono terbentuk melalui beberapa tahapan (Gambar 2).

9

Bono dibangkitkan oleh bertemunya arus pasang dengan arus sungai pada Muara Sungai Kampar yang berbentuk divergen (Gambar 3). Bono yang berasal dari laut menjalar menuju ke hulu melewati alur sungai yang semakin menyempit (Yulistiyanto 2009). Saat melewati Pulau Muda, gelombang pasang ini terpisah menjadi dua, sebagian lewat alur di sebelah Selatan, dan sebagian lagi lewat alur sebelah Utara Pulau Muda. Tepat di Tanjung Perbilahan, Bono yang terpisah tersebut saling bertemu, menghasilkan momentum yang mengakibatkan gelombang Bono semakin besar. Penduduk setempat menyebut peristiwa ini sebagai Bono yang bertepuk. Bono dengan momentum yang lebih besar tersebut terus bergerak melewati wilayah Tanjung Perbilahan dan menuju Teluk Meranti. Morfologi Sungai Kampar di wilayah Teluk Meranti mengalami pembelokan yang cukup tajam, sehingga sebagian gelombang Bono akan bergerak mengikuti alur sungai, dan sebagian lainnya akan menghantam tepian Teluk Meranti. Bono yang menghantam tersebut akan memantul ke sungai kembali dan menjadi Bono pantulan. Bono inilah yang sering menyebabkan kecelakaan perahu atau kapal yang sedang menyeberangi Sungai Kampar.

Pemangku adat setempat (Muhammad Yusuf) menjelaskan bahwa terjadinya Bono dapat berubah-ubah waktunya. Besarnya gelombang Bono pada 3 bulan pertama terjadi pada siang hari, 3 bulan berikutnya terjadi pada malam hari, dan tiga bulan selanjutnya terjadi pada siang dan malam. Pemangku adat tersebut juga menjelaskan bahwa Bono memiliki 3 efek ombak yang berbeda, yaitu: Pemulang (pantulan ombak yang menuju ke suatu tempat dan dibawa ke belakang lagi), Bakat (ombak yang cukup rapat yang juga dipantulkan ke belakang kembali), dan Biancha (ombak yang berada di pusat arus yang memiliki arah tak menentu). Gambar 4 merupakan beberapa dokumentasi terkait kejadian Bono Sungai Kampar.

Gambar 2 Bagan terbentuknya gelombang pasang Bono Terjadinya

fenomena pasang surut di Muara Sungai Kampar

Permukaan laut di Selat Melaka dan Laut Cina Selatan

meningkat Terbentuk gelombang pasang raksasa dengan kecepatan tinggi Gelombang pasang bertemu perairan dangkal Muara Sungai Kampar yang sempit Tercipta ombak setinggi 2 m atau lebih selama 2 Jam

dengan kecepatan stabil Ombak kecil di muara, lalu membesar ketika bergerak ke hulu

Suara ombak yang mirip tsunami dan terdapat kabut air

di atasnya

Ombak Bono mengecil bahkan menghilang seiring

bertambahnya jarak dari muara

10

Gambar 4 Gelombang Bono di Sungai Kampar (Sumber: (a) idfl.me, (b) paradiso.co.id, (c) travel.detik.com, (d) www.indonesia.travel)

Gambar 3 Lokasi terjadinya gelombang pasang Bono

(b) (a)

(c) (d)

Teluk Meranti Pulau Muda

Tanjung Perbilahan Pergerakan Bono

0˚54’13’’

0˚36’35’’

0˚16’59’’

0˚8’5’’

11 Analisis Pasang Surut di Muara Sungai Kampar

Perhitungan ramalan pasang surut dilakukan berdasarkan metode Admiralty dengan menggunakan data Tetapan Harmonis. Analisis pasang surut ditetapkan di wilayah pengukuran Tanjung Balai Karimun yang terletak pada 0°59’01’’ Lintang Utara dan 103°26’01’’ Bujur Timur (Dishidros 2015). Alasan menggunakan wilayah tersebut ialah karena posisi Tanjung Balai Karimun terletak sangat dekat dengan daerah Muara Sungai Kampar sehingga pengaruh pasang surut masih sangat kuat di daerah tersebut.

Pasang surut di wilayah Muara Sungai Kampar bertipe campuran condong ke harian ganda (Mixed tide, prevailing semidiurnal) (Dishidros 2015). Dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi pasang surut yang pertama dan kedua berbeda (Gambar 5).

Terdapat perbedaan antara tinggi pasang surut periode pertama dengan kedua, yang disebut tipe campuran condong ke harian ganda (Gambar 5). Tinggi pasang surut yang berbeda setiap harinya dapat dilihat pada grafik tanggal 22 Januari berbeda dengan tanggal 12 Juli maupun 27 November. Pasang surut hari tertentu dengan ketinggian maksimum lebih tinggi dari hari lain, memiliki ketinggian minimum yang juga jauh lebih rendah. Hal ini yang memicu terjadinya gelombang yang digerakkan oleh arus menuju muara sungai sebagai tempat bertemunya arus sungai dan laut.

Periode gelombang pasang surut di Muara Sungai Kampar sekitar 12 jam 25 menit (Yulistiyanto 2009). Hal ini dapat dilihat pada data pasang surut harian pada 3 hari tersebut dengan melihat satu periode penuh dari pasang surut. Terdapat perbedaan antara tinggi pasang surut periode pertama dengan periode kedua yang disebut sebagai tipe pasang surut campuran condong ke harian ganda.

Tanjung Balai Karimun (Muara Sungai Kampar) merupakan wilayah dengan kondisi pasang surut lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain seperti Malahayati, Teluk Sangkulirang, dan Gorontalo. Pasang surut di wilayah Muara Sungai Kampar tergolong sebagai pasut tinggi (Ongkosongo 2010).

Gambar 5 Pasang surut harian di Muara Sungai Kampar 0 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 T ing g i pa sa ng s urut (m ) Jam

12

Prakiraan pasang surut rata-rata di Muara Sungai Kampar pada bulan Maret 2015 mencapai 1.90 m dengan pasang tertinggi sebesar 3.6 m dan pasang terendah 0.2 m (Gambar 6). Kondisi pasang dan surut pada bulan maret tidak terlalu tinggi dan lebih bersifat normal. Peristiwa Bono terbesar jatuh pada tanggal 1 dan 15 pada sistem penanggalan Qamariah yang bertepatan dengan tanggal 6 Maret 2015 dan 22 Maret 2015. Pada tanggal 6 Maret 2015, wilayah Muara Sungai Kampar memiliki pasang yang cukup tinggi dibandingkan pada hari-hari lainnya, begitu pula pada tanggal 22 Maret 2015. Pasang tertinggi sepanjang satu bulan tersebut terjadi pada tanggal 22 Maret 2015.

Prakiraan pasang surut rata-rata di Muara Sungai Kampar pada bulan September mencapai 1.898 m dengan pasang tertinggi sebesar 3.6 m dan pasang terendah 0.2 m (Gambar 7). Kondisi pasang dan surut pada bulan September tidak terlalu tinggi dan salah satunya disebabkan oleh debit Sungai Kampar yang juga tidak cukup tinggi. Tanggal 1 dan 15 pada sistem penanggalan Qamariah bertepatan dengan tanggal 15 September 2015 dan 29 September 2015. Pada tanggal 15 September 2015, wilayah Muara Sungai Kampar memiliki pasang yang cukup tinggi dibandingkan pada hari-hari lainnya, begitu pula pada tanggal 29 September 2015.

Prakiraan pasang surut rata-rata di Muara Sungai Kampar pada bulan Desember 2015 mencapai 1.90 m dengan pasang tertinggi sebesar 3.8 m dan pasang terendah 0.2 m (Gambar 8). Kondisi pasang dan surut pada bulan Desember cukup tinggi dan salah satunya disebabkan oleh debit Sungai Kampar yang tinggi. Menurut Yulistiyanto, Peristiwa Bono terbesar jatuh pada tanggal 15 dan 1 pada sistem penanggalan Komariah yang bertepatan dengan tanggal 13 Desember 2015 dan 27 Desember 2015. Pada tanggal 13 Desember 2015, wilayah Muara Sungai Kampar memiliki pasang yang cukup tinggi dibandingkan pada hari-hari lainnya, begitu pula pada tanggal 27 Desember 2015. Pada kedua tanggal tersebut, tinggi pasang maksimum mencapai 3.7 m.

Gambar 6 Prakiraan pasang surut Bulan Maret 2015 di Muara Sungai Kampar 0 1 2 3 4 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 T in ggi p asu t ( m )

Waktu (hari ke-)

13

Analisis Arus dan Batimetri Sungai

Dinas Hidrografi dan Oseanografi (2015) menyatakan bahwa perhitungan prediksi arus pasang surut dilakukan berdasarkan metode admiralty, yaitu metode perhitungan prediksi arus pasang surut berdasarkan data harmonis 9 konstanta arus pasut (M2, S2, K2, N2, O1, K1, P1, MS4, dan M4). Penelitian ini menggunakan data arus pasang surut pada Selat Riau (bagian Selatan) yang terletak pada

0°48’15’’ Lintang Utara dan 104°20’30’’ Bujur Timur. Arah arus pasang surut

memiliki hubungan terhadap tinggi rendahnya pasang surut tersebut. Dalam keterangan yang disajikan dalam sumber, nilai positif (+) dan negatif (-) pada kecepatan arus menunjukkan arah arus tersebut. Daerah pengukuran arus di Selat Riau (bagian Selatan) memiliki arah arus positif menuju arah 60°(menuju ke arah antara Timur Laut dan Timur) dan nilai negatif menuju arah 240° (menuju arah anatara Barat Daya dan Barat).

Tinggi pasang surut di Muara Sungai Kampar pada Tanggal 22 Januari 2015 cenderung tinggi (Gambar 9a). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi hari yang hampir mendekati pasang purnama. Tanggal 22 Januari bertepatan dengan tanggal 12 Gambar 8 Prakiraan pasang surut Bulan Desember 2015 di Muara Sungai

Kampar

Gambar 7 Prakiraan pasang surut Bulan September 2015 di Muara Sungai Kampar 0 1 2 3 4 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 T in ggi p asu t ( m )

Waktu (hari ke-)

Minimum Rata-rata Maksimum

0 1 2 3 4 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 T in gg i p as u t (m )

Waktu (hari ke-)

14

Rabiul Akhir pada sistem penanggalan Qamariah, sedangkan pasang purnama sendiri terjadi tanggal 15 pada sistem penanggalan Qamariah.

Dapat dilihat pada grafik (Gambar 9) bahwa tinggi pasang surut berbanding terbalik dengan kecepatan pasang surutnya. Artinya ketika terjadi pasang tertinggi, maka kecepatan pasang surutnya akan bernilai negatif. Begitu juga saat kondisi pasang terendah, kecepatan arus akan meninggi bahkan mencapai angka maksimal. Pengukuran arus dilakukan di wilayah Selat Riau (bagian Selatan) yang memiliki arah arus positif menuju arah 60°(menuju ke arah antara Timur Laut dan Timur) dan nilai negatif menuju arah 240° (menuju arah anatara Barat Daya dan Barat). Saat kondisi pasang terendah dengan nilai kecepatan arus cukup tinggi (bernilai positif), maka arus pasang surut akan menuju ke arah antara Timur Laut dan Timur. Jika dilihat pada peta, arah ini bersifat menjauhi wilayah kepulauan kecil sekitar Sungai Kampar. Begitu juga saat pasang tinggi dengan nilai kecepatan arus kecil bahkan bernilai negatif, arah arus pasang surut akan menuju ke arah antara Barat Daya dan Barat atau mendekati wilayah Muara Sungai Kampar.

Kondisi pasang surut yang tinggi pada waktu-waktu tertentu di Muara Sungai Kampar yang mengakibatkan kenaikan muka air laut dan diikuti oleh arah arus pasang surut yang menuju ke Muara semakin menguatkan konsep terjadinya Bono di Sungai Kampar. Bono selain dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian air di Muara Sungai dengan di Laut, juga dipengaruhi oleh arus pasut (Sariningsih 2002). Tinggi pasang surut di Muara Sungai Kampar pada tanggal 12 Juli 2015 cenderung rendah (Gambar 10a). Kondisi yang terjadi pada tanggal 12 Juli 2015 bertepatan dengan tanggal 25 Syawal pada penanggalan Qamariah. Jika dilihat pada

(a)

Gambar 9 Hubungan tinggi pasang surut harian Muara Sungai Kampar (a) dengan arah dan kecepatan arus Muara Sungai Kampar (b) tanggal 22 Januari 2015 0 2 4 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 T ing g i pa sut (m ) waktu (jam) 22-Jan -200 -100 0 100 200 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 K e c e pa ta n (k no t) waktu (jam) 22-Jan

15 posisi bulan dan matahari, maka kondisi pada hari tersebut bertepatan dengan pasang perbani dengan posisi bulan dan matahari tidak berada dalam satu garis lurus.

Dapat dilihat grafik bahwa ketinggian maksimum pasang surut pada tanggal 12 Juli 2015 tidak lebih dari 3 m dan ketinggian minimum yang mencapai 1.2 m (Gambar 10). Hal ini menyebabkan kecepatan arus yang terjadi juga cukup rendah. Kecepatan arus maksimum pada tanggal tersebut hanya mencapai 90 knot. Kondisi tersebut berbeda jauh dengan kecepatan arus maksimum saat kondisi pasang purnama yang dapat mencapai 200 knot. Keadaan yang saling berhubungan tersebut didukung oleh pernyataan Rampengan (2009) yang menjelaskan bahwa kondisi arus disebabkan oleh keadaan tinggi pasang surut wilayah tersebut.

Kecepatan pasang surut di Muara Sungai Kampar selalu berbeda-beda setiap harinya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi pasang surut itu sendiri. Grafik tersebut mengambil contoh dua hari yang berbeda kondisi pasang surutnya, grafik pertama adalah kecepatan pasang surut pada tanggal 6 Maret 2015 yang bertepatan dengan pasang purnama, dan grafik kedua pada tanggal 13 Maret 2015 yang bertepatan dengan pasang perbani (Gambar 11).

Gambar 10 Hubungan tinggi pasang surut harian Muara Sungai Kampar (a) dengan arah dan kecepatan arus Muara Sungai Kampar (b) tanggal 12 Juli 2015 0 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 T ing g i pa sut (m ) waktu (jam) 12-Jul -100 -50 0 50 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 K ec epa ta n (k no t) waktu (jam) 12-Jul

16

Kecepatan arus terbesar terjadi saat pasang purnama yang ditunjukkan grafik pada tanggal 6 Maret 2015 (Gambar 11). Kecepatan arus saat pasang perbani (13 Maret 2015) tidak sebesar saat pasang purnama. Saat kondisi purnama gaya tarik bulan dan matahari mencapai maksimum sehingga selain menyebabkan muka laut mengalami kenaikan tertinggi juga mengakibatkan pergerakan arus oleh pasang surut menjadi maksimal maka kecepatan arus yang terjadi menjadi besar, sedangkan saat pasang perbani, gaya tarik bulan dan matahari menjadi lebih kecil sehingga muka air laut mengalami kenaikan yang rendah, dan ini mengakibatkan pergerakan arus pasang surut menjadi lebih kecil.

Gambar 12 merupakan peta batimetri wilayah Muara Sungai Kampar sebagai pertemuan arus laut dan arus sungai secara bersamaan. Berdasarkan peta batimetri tersebut, dapat dilihat kedalaman muara sungai dan laut yang beragam. Secara umum, perairan di sekitar Muara Sungai Kampar tergolong dangkal dengan kedalaman berkisar antara 4–36 m. Disbudpar (2014) menjelaskan bahwa gelombang Bono terjadi akibat benturan tiga arus air yang berasal dari Selat Melaka, Laut Cina Selatan, dan aliran air Sungai Kampar. Arus yang berbenturan di Muara Sungai Kampar tersebut kemudian mendesak masuk ke hulu sehingga menimbulkan gelombang besar yang menggulung dan menghempas jauh ke dalam sungai hingga menempuh jarak 50 km. Terbentuknya Bono salah satunya dipengaruhi oleh kondisi muara sungai yang mengalami pendangkalan berat, sehingga air pasang tidak dapat bergerak ke hulu dengan lancar dan menimbulkan gelombang tinggi menuju ke hulu. Hal ini dapat diartikan bahwa di Muara Sungai Kampar terjadi pendangkalan yang cukup berat. Terlihat pada gambar di atas bahwa perairan sekitar Pulau Mendol yang merupakan ujung Muara Sungai Kampar merupakan daerah yang cukup dangkal dibandingkan wilayah lainnya. Kedalamannya hanya berkisar sekitar 2-4 m.

Gambar 11 Perbandingan kecepatan arus pasang surut Muara Sungai Kampar pada pasang purnama (6 Maret 2015) dengan pasang perbani (13 Maret 2015) -150 -100 -50 0 50 100 150 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kec ep atan (Kn ot) Waktu (Jam) 6 Maret 2015 13 Maret 2015

17

Analisis Curah Hujan

Data curah hujan didapatkan dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan wilayah kajian terletak baik yang dilalui Sungai Kampar maupun pada daerah Muara Sungai Kampar. Stasiun yang dijadikan wilayah kajian dalam penelitian ini berjumlah tiga stasiun. Ketiga stasiun tersebut adalah Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru yang terletak pada 0°28'1" LU dan 101°25'48" BT (27 mdpl), wilayah Stasiun Meteorologi Raja Haji Abdullah Tanjung Balai Karimun yang terletak di 1°3'0" LU dan 103°23'0" BT (1 mdpl), serta wilayah Stasiun Meteorologi Hang Nadim yang terletak di 1°7'1" LU dan 104°7'12" BT (28 mdpl).

Curah hujan di wilayah Muara Sungai Kampar memiliki tipe ekuatorial dengan dua puncak musim hujan maksimum (Gambar 13). Yulianti (2013) menerangkan bahwa pola curah hujan bulanan di wilayah Pekanbaru, Riau selama 12 tahun terakhir memiliki puncak hujan maksimum pada bulan Maret dan November. Berdasarkan data di wilayah kajian pada tahun 2014, puncak hujan maksimum di Stasiun SSK II Pekanbaru adalah April dan Oktober, Stasiun Tanjung Balai Karimun adalah Agustus dan Desember, serta Stasiun Hang Nadim adalah Mei dan Desember.

18

Gambar 14 menjelaskan tentang pola distribusi curah hujan bulanan di tiga stasiun pada tahun 2014 dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar. Pola distribusi yang dihasilkan memiliki nilai korelasi yang berbeda-beda. Korelasi bernilai positif terjadi pada hubungan pola distribusi pasang surut di Muara Sungai Kampar dengan Stasiun Tanjung Balai Karimun dan Stasiun Hang Nadim Batam dengan nilai korelasi berturut-turut 0.36 dan 0.48. Korelasi negatif terjadi pada hubungan pola distribusi pasang surut di Muara Sungai Kampar dengan Stasiun SSK II Pekanbaru dengan nilai korelasi -0.36. Stasiun SSK II Pekanbaru terletak di wilayah yang cukup jauh dari Sungai Kampar maupun Muara Sungai Kampar. Hal ini berbeda dengan dua stasiun lainnya yaitu Tanjung Balai Karimun dan Hang Nadim. Kedua stasiun tersebut terletak di dekat Muara Sungai Kampar sehingga memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kondisi pasang surut di Muara Sungai Kampar. Mardiansyah et al. (2014) menjelaskan bahwa tinggi curah hujan bulanan memiliki korelasi positif terhadap anomali pasang surut di suatu wilayah kajian. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan jumlah curah hujan bulanan pada bulan-bulan tertentu, yang diikuti oleh peningkatan ketinggian pasang surut (Gambar 14). Korelasi yang berbeda-beda dari tiap stasiun

(a)

(b)

(c)

Gambar 13 Pola musiman curah hujan bulanan sepanjang tahun 2014 di wilayah (a) Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, (b) Tanjung Balai Karimun, dan (c) Hang Nadim Batam

0 200 400

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec

CH B u lan an (m m ) Bulan 0 200 400 600

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec

CH B u lan an (m m ) Bulan 0 200 400

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec

CH B u lan an (m m ) Bulan

19 menunjukkan bahwa letak lokasi hujan berpengaruh kuat terhadap tinggi pasut. Wilayah yang cukup jauh dari Muara Sungai Kampar tidak memiliki hubungan yang cukup signifikan terhadap peristiwa pasang surut. Sebaliknya, curah hujan di wilayah laut di sekitar Muara Sungai Kampar memiliki pengaruh terhadap kenaikan tinggi pasang surut.

Bono terbesar terjadi pada saat bulan purnama atau mati (tanggal 15 dan 1 kalender Komariah), terutama bulan-bulan dengan jumlah curah hujan bulanan yang tinggi. Hasil regresi linier tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar dengan jumlah curah hujan bulanan di wilayah Stasiun Hang Nadim Batam menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.228 (Gambar 15). Hal tersebut menjelaskan bahwa hanya sekitar 20% jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Hang Nadim Batam berpengaruh terhadap tinggi pasang surut Gambar 15 Korelasi jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Hang Nadim

Batam dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar

Gambar 14 Pola distribusi jumlah curah hujan bulanan wilayah kajian tahun 2014 dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata Muara Sungai Kampar y = 0.0002x + 3.1872 R² = 0.228 3.14 3.16 3.18 3.2 3.22 3.24 3.26 3.28 3.3 3.32 0 50 100 150 200 250 300 350 Pasan g su tut (m m )

Curah hujan (mm)/ bulan

3.05 3.1 3.15 3.2 3.25 3.3 3.35 0 100 200 300 400 500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Pasan g S u ru t (m ) Curah H u jan (m m ) Bulan

20

maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar. Nilai koefisien determinasi (R2) yang berbeda juga ditunjukkan untuk stasiun lain. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0.1263 ditunjukkan pada korelasi antara jumlah curah hujan bulanan di Stasiun SSK II Pekanbaru dengan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar (Lampiran 1). Koefisien determinasi (R2) lainnya sebesar 0.1331 ditunjukkan pada korelasi antara jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Tanjung Balai Karimun dengan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar (Lampiran 2). Curah hujan memiliki pengaruh terhadap tinggi pasang surut yang berpotensi menimbulkan gelombang Bono, namun pengaruh tersebut cukup kecil, berkisar antara 10-20 %.

Bono di Masa Depan

Berbagai analisis yang telah dilakukan memberikan informasi bahwa Bono di samping memiliki sifat merusak juga memiliki potensi pariwisata karena karakteristik gelombangnya yang khas dan jarang ditemukan di wilayah lain. Pariwisata Bahari Berbasis Kearifan Lokal

Bono sebagai pariwisata bahari perlu memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Lokasi wisata yang menyatu dengan kehidupan masyarakat lokal harus tetap mempertahankan budaya kearifan lokal yang identik dengan prinsip menjaga lingkungan. Adapun secara substansial kearifan lokal dapat berupa aturan mengenai kelembagaan dan sanksi sosial, ketentuan tentang pemanfaatan ruang dan perkiraan musim untuk bercocok tanam, pelestarian dan perlindungan terhadap kawasan sensitif, serta bentuk adaptasi dan mitigasi tempat tinggal terhadap iklim, bencana, atau ancaman lainnya. Hal ini yang mendasari perlunya penerapan konsep green ecotourism Bono dan konsep cultural tourism Bono yang mampu menyeimbangkan prinsip menjaga budaya dan kearifan lokal maupun upaya melestarikan lingkungan.

Dokumen terkait