• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Deskriptif Fenomena Gelombang Pasang Bono Di Muara Sungai Kampar, Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Deskriptif Fenomena Gelombang Pasang Bono Di Muara Sungai Kampar, Riau"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DESKRIPTIF FENOMENA GELOMBANG

PASANG BONO DI MUARA SUNGAI KAMPAR, RIAU

IKROM MUSTOFA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Deskriptif Fenomena Gelombang Pasang Bono di Muara Sungai Kampar, Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing tugas akhir. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

IKROM MUSTOFA. Analisis Deskriptif Fenomena Gelombang Pasang Bono di Muara Sungai Kampar, Riau. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN.

Daerah Muara Sungai Kampar memiliki fenomena khusus yang disebut gelombang pasang Bono. Bono tercatat pertama kali tahun 1615 M dengan ketinggian antara 4-6 m dan jangkauan 50 km dari muara sungai. Gelombang ini merupakan tidal bore yaitu gelombang pasang surut yang bertemu dengan arus Sungai Kampar sehingga mampu menggerakkan air menuju ke bagian hulu. Bono sangat mematikan namun memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Pengetahuan lokal mengenai Bono telah ada di masyarakat namun analisis fenomena Bono Sungai Kampar belum banyak dilakukan sehingga perlu adanya penelitian tentang fenomena Bono dengan bukti dan analisis data terkait. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan data kuantitatif dari instansi-instansi terkait. Data menunjukkan bahwa Muara Sungai Kampar memiliki kedalaman 2-4 m, lebih dangkal dibanding wilayah di sekitarnya. Terjadinya pendangkalan di muara menyebabkan gelombang hasil pertemuan arus laut dan sungai terhalang masuk sehingga menimbulkan lonjakan gelombang yang sangat tinggi menuju hulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bono terjadi hampir setiap hari, dengan Bono tertinggi terjadi pada tanggal 1 dan 15 setiap bulan Qamariah. Pasang tertinggi dan terendah di Muara Sungai Kampar adalah 3.8 m dan 0.2 m. Pergerakan arus menuju Muara Sungai Kampar terjadi saat pasang tinggi dan menimbulkan gelombang Bono. Peningkatan curah hujan pada bulan-bulan tertentu seperti Juli, November, dan Desember berpengaruh pada peningkatan tinggi Bono. Hanya sekitar 20% dari jumlah curah hujan bulanan di wilayah kajian yang berpengaruh terhadap tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar. Analisis terkait Bono dapat dipakai sebagai kebijakan pemanfaatan potensi maupun menghadapi Bono di masa depan.

(6)

ABSTRACT

IKROM MUSTOFA. Descriptive Analysis of Bono Tidal Bore in Kampar River Estuary, Riau. Supervised by HIDAYAT PAWITAN.

Kampar River Estuary has a special phenomenon called Bono tidal waves. Bono was first recorded in 1615 AD with a height of between 4-6 m and a range of 50 km from the river mouth. This wave is a kind of tidal bore as the tidal wave that meets the Kampar River current which move water toward the upstream side. Bono highly lethal but has the potential to be developed. Local knowledge about Bono already exist in the community, but the analysis of the Bono phenomenon in Kampar River has not been done so that need more research on the Bono phenomenon with the evidences and analysis of related data. This research used descriptive analysis with quantitative data from related institutions. Data show that the Kampar River estuary has a depth of 2-4 m, shallower than the surrounding regions. Silting at the mouth causes of the meeting result waves of ocean currents and rivers shut out causing very high surge toward the upstream. The results showed that Bono happens almost every day, with the highest Bono occurred on the 1st and 15th of every Qamariah (lunar) month. The highest and lowest tides in the estuary of the Kampar River are 3.8 m and 0.2 m. Current movement towards Kampar River Estuary occurred during high tide and it causes Bono waves. Increased rainfall in certain months such as July, November, and December have high effect on the increasing of Bono. Only about 20% of the total monthly rainfall in the study area effect the height of average maximum in Kampar River Estuary. Related analysis about Bono can be used as a policy or face the Bono potential utilization in the future.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Mayor Meteorologi Terapan

ANALISIS DESKRIPTIF FENOMENA GELOMBANG

PASANG BONO DI MUARA SUNGAI KAMPAR, RIAU

IKROM MUSTOFA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat, Taufik serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Deskriptif Fenomena Gelombang Pasang Bono di Muara Sungai Kampar, Riau” sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian usulan penelitian ini, yaitu

1. Bapak Prof. Hidayat Pawitan selaku pembimbing skripsi dan juga pembimbing akademik atas bimbingan, ilmu, motivasi, waktu, semangat, dan nasihat selama penulis menjadi mahasiswa.

2. Bapak, Ibu, 4 kakak super (Mbak Min, Mbak Yati, Mas Bambang, Bang Masril), Keponakan berprestasi (Yafi, Lia, Zaidan), dan keluarga besar atas do’a, dukungan, kasih sayang, motivasi, dan semangat.

3. Ibu Tania June selaku Ketua Departemen GFM, Seluruh dosen, dan staff Tata Usaha Departemen Geofisika dan Meteorologi.

4. Mas Huda, Mas Irfan, Mas Sigit, Mbak Himma, Dian Nita, Nizam, Alvin, Erma, Mbak Trini, Dini, Asrol, Amir, dan Rias atas persaudaraan yang begitu erat.

5. Seluruh pihak yang telah membantu proses penyelesaian tugas akhir ini (Frida, Aryo, Mas Kamil, Dani, dll).

6. Sahabat satu bimbingan (Diah, Isnaeni, Okta) dan rekan-rekan GFM atas dukungan dan motivasinya (Niha, Gigih, Pradit, Furqon, Alfi, Hawa, Ririn, Derri, Anis, Adit, Indri, Ina, Taufik, Adit, dkk).

7. Keluarga besar CSSMoRA IPB, CSSMoRA IPB 48 & BPH CSS IPB, UKM FORCES IPB & BPH FORCES IPB (Bibah, Elis, Awi, dkk), Al-Fath Family (Kak Oshi, Kak Teki, Iqbal, Adi, Amir, Iskan, dkk), Keluarga KMNU IPB dan KMNU Nasional, Sherly Group (Arli, Istiq, Deni, Asya, dkk), SUIJI-SLP (Bundo, Hanifah, Rindu, dkk), Keluarga Mapres IPB 2015 (Cyntia, Uju, Dije, Citra, Ferigo, Tegar, dkk), Keluarga Pesantren Teknologi Riau (Ustadz Ustadzah dan Rekan Santri), Adik-adik bimbingan KMNU Berprestasi (Isna, Nurul, naila, Hasan, dkk).

8. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran akan diterima guna memperbaiki penelitian ini. penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Sains, Alam, Budaya, dan Manusia 2

Sungai Kampar 3

Kajian Muara Sungai 3

Fenomena Pasang Surut 4

Gelombang Pasang Bono sebagai Tidal Bore 4

METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Bahan 5

Alat 5

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Bono Sungai Kampar (Kajian Sains Budaya) 8

Lokasi Bono Sungai Kampar 8

Analisis Pasang Surut di Muara Sungai Kampar 11

Analisis Arus dan Batimetri Sungai 13

Analisis Curah Hujan Sepanjang Sungai Kampar 17

Bono di Masa Depan 20

Pariwisata Bahari Berbasis Kearifan Lokal 20

Penguatan Tim Pelestari Wisata Bono 20

Sistem Peringatan Dini Ancaman Gelombang Bono 21

(13)

Simpulan 22

Gambar 2 Bagan terbentuknya gelombang pasang Bono 9 Gambar 3 Lokasi terjadinya gelombang pasang Bono 10 Gambar 4 Gelombang Bono di Sungai Kampar (Sumber: (a) idfl.me, (b)

paradiso.co.id, (c) travel.detik.com, (d) www.indonesia.travel) 10 Gambar 5 Pasang surut harian di Muara Sungai Kampar 11 Gambar 6 Prakiraan pasang surut Bulan Maret 2015 di Muara Sungai

Kampar 12

Gambar 7 Prakiraan pasang surut Bulan September 2015 di Muara

Sungai Kampar 13

Gambar 8 Prakiraan pasang surut Bulan Desember 2015 di Muara Sungai

Kampar 13

Gambar 9 Hubungan tinggi pasang surut harian Muara Sungai Kampar (a) dengan arah dan kecepatan arus Muara Sungai Kampar (b)

tanggal 22 Januari 2015 14

Gambar 10 Hubungan tinggi pasang surut harian Muara Sungai Kampar (a) dengan arah dan kecepatan arus Muara Sungai Kampar (b)

tanggal 12 Juli 2015 15

Gambar 11 Perbandingan kecepatan arus pasang surut Muara Sungai Kampar pada pasang purnama (6 Maret 2015) dengan pasang

perbani (13 Maret 2015) 16

Gambar 12 Peta batimetri Muara Sungai Kampar 17

Gambar 13 Pola musiman curah hujan bulanan sepanjang tahun 2014 di wilayah (a) Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, (b) Tanjung

Balai Karimun, dan (c) Hang Nadim Batam 18

Gambar 14 Pola distribusi jumlah curah hujan bulanan wilayah kajian tahun 2014 dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata Muara

Sungai Kampar 19

Gambar 15 Korelasi jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Hang Nadim Batam dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara

Sungai Kampar 19

Gambar 16 (a) eksploitasi alam di sudut wisata Bono, (b) anjungan wisata Bono yang kurang terawat, (c) akses jalan menuju wisata Bono yang kurang memadai, dan (d) papan informasi petunjuk jalan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Korelasi jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Bandara SSK II Pekanbaru dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di

Muara Sungai Kampar 24

Lampiran 2 Korelasi jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Tanjung Balai Karimun dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Muara Sungai Kampar di wilayah Kabupaten Pelalawan, Riau merupakan kesatuan wilayah daerah aliran sungai yang tidak terlepas pengaruhnya dari wilayah hulu dan tengah sungai. Topografi yang sangat landai dan interaksi yang sangat kuat dengan wilayah laut membuat Muara Sungai Kampar erat dengan kejadian hidrologi, seperti banjir, pendangkalan dasar sungai, dan fenomena pasang surut. Salah satu kejadian hidrologi yang terjadi di wilayah muara Sungai Kampar adalah fenomena Bono Sungai Kampar.

Bono adalah salah satu fenomena tidal bore yang terjadi karena kondisi muara sungai mengalami pendangkalan berat sehingga air pasang tidak dapat bergerak ke hulu dengan lancar namun tercegah oleh endapan (Chanson et al. 2010). Bono disebabkan oleh gelombang pasang surut yang bertemu dengan arus Sungai Kampar (Yulistiyanto 2009). Ketinggian gelombang Bono bervariasi berkisar antara 4-6 m (Khezri 2012). Perbedaan ketinggian disebabkan oleh kondisi pasang surut air laut yang berbeda-beda setiap bulannya. Ketinggian maksimal gelombang Bono terjadi saat pasang purnama dan rendah saat pasang perbani (Bonneton 2011). Gelombang ini merupakan ombak tinggi yang sangat mematikan namun memiliki potensi yang belum banyak dimanfaatkan (Pan et al. 2007).

Fenomena gelombang pasang Bono erat kaitannya dari pengetahuan masyarakat setempat sebagai sebuah kearifan lokal. Kearifan lokal sendiri merupakan gagasan setempat yang telah tertanam dan secara konsisten diikuti oleh masyarakatnya (Sartini 2004). Pada dasarnya, berbagai nilai kearifan lokal yang telah tumbuh di masyarakat dapat dijelaskan melalui kajian ilmiah. Hal ini didukung oleh pendapat Kongprasertamorn (2007) yang menyatakan bahwa kearifan lokal mengacu pada pengetahuan yang datang dari pengalaman suatu komunitas dan merupakan akumulasi dari pengetahuan lokal. Pengalaman sebagai sebuah studi empiris dapat dijelaskan lebih lanjut melalui kajian sains, alam, dan budaya.

Perumusan Masalah

Bono sebagai fenomena yang telah ada di Masyarakat Muara Sungai Kampar sejak dahulu memiliki cerita asal mula terjadinya secara turun-temurun dari generasi ke generasi sebagai sebuah kearifan lokal. Penelitian ini mengkaji berbagai pengetahuan lokal tentang Bono Sungai Kampar yang diyakini oleh Masyarakat setempat keberadaannya dalam sebuah kajian deskriptif melalui bukti dan analisis data terkait. Hal ini diarahkan untuk mengkaji kembali potensi Bono Sungai Kampar sebagai sebuah objek pariwisata, potensi sumber energi, maupun ancaman karena sifatnya yang merusak dan mematikan.

Tujuan Penelitian

(16)

2

diarahkan untuk menjelaskan pengetahuan lokal masyarakat mengenai Bono dan mengkaji kembali potensi maupun ancaman Bono Sungai Kampar.

Manfaat Penelitian

Hasil analisis yang dilakukan pada penelitian terkait fenomena gelombang pasang Bono di Muara Sungai Kampar memiliki manfaat sebagai berikut:

1. memberikan gambaran fenomena gelombang pasang Bono sebagai sebuah fenomena hidrologi dalam kajian sains, alam, dan budaya

2. memberikan gambaran potensi maupun ancaman adanya gelombang pasang Bono sebagai upaya pendayagunaan, adaptasi, dan mitigasi terhadap suatu fenomena alam

Ruang Lingkup Penelitian

Analisis fenomena gelombang pasang Bono ini dilakukan di Muara Sungai Kampar. Aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah fenomena gelombang pasang Bono yang ada di Muara Sungai Kampar dengan melakukan analisis terhadap pemahaman budaya masyarakat setempat yang dibuktikan dengan kajian ilmiah (sains). Selain itu, dilakukan analisis pengaruh berbagai unsur-unsur terkait seperti debit Sungai Kampar, pasang surut, arah dan kecepatan arus di wilayah kajian, curah hujan, serta kondisi morfologi sungai yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi terjadinya gelombang pasang Bono di muara Sungai Kampar.

TINJAUAN PUSTAKA

Sains, Alam, Budaya, dan Manusia

Budaya merupakan suatu sistem yang bekerja dalam kehidupan masyarakat. Budaya terkonstruksi melalui pemikiran dan diwariskan. Kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia melalui cipta, rasa, dan karsanya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kesemuanya dapat ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (Koentjaraningrat 2002). Kata kebudayaan berasal dari (bahasa Sansekerta) buddayahyang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Budaya atau istilah culture berasal dari kata Latin colere yakni mengolah atau mengerjakan sehingga diartikan sebagai mengubah atau mengolah alam.

(17)

3

“a cumulative body of knowledge, practice and belief, evolving by

adaptive processes and handed down through generations by cultural transmission, about the relationship of living beings (including humans)

with one another and with their environment”.

Sungai Kampar

Sungai Kampar yang mengalir mulai dari lereng timur Pegunungan Bukit Barisan di Propinsi Sumatera Barat, bermuara di perairan laut Riau. Muara Sungai Kampar berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Teluk Meranti, tepat pada batas wilayah administrasi dengan Kecamatan Kuala Kampar. Jalur Sungai Kampar dari muara sampai Kota Teluk Meranti berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Teluk Meranti, tempat yang selalu dihampiri Bono.

Daerah aliran sungai Kampar mencakup kawasan seluas 24.548 km2 dan terletak pada 100°10"- 103°15" BT dan 0°41 "LU- 0°35"LS, dengan panjang 580 km, lebar 100-300 m, dan kedalaman 6-10 m. Sungai Kampar melintasi dua Provinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat dan Riau. Di Provinsi Sumatera Barat, Sungai Kampar melintasi tiga kabupaten yaitu Kabupaten Pasaman, Sawah Lunto/Sijunjung dan Lima Puluh Kota, serta melintasi tujuh kabupaten di Provinsi Riau yaitu Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi, Pelalawan, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Siak, dan Pekanbaru.

Topografi daerah aliran sungai (DAS) Kampar berada pada ketinggian 0 -800 m di atas permukaan laut. DAS Kampar bagian Hulu didominasi oleh ketinggian >500 m di atas permukaan laut. DAS Kampar bagian tengah didominasi oleh ketinggian antara 50-250 m di atas permukaan laut dan Bagian Hilir didominasi oleh ketinggian 0-50 m di atas permukaan laut.

Kajian Muara Sungai

Muara Sungai adalah bagian hilir sungai yang langsung berhubungan dengan laut, berfungsi sebagai pengeluaran air sungai. Mulyanto (2007) menjelaskan bahwa sifat aliran pada muara sungai sangat tergantung pada bentuk bukaan mulut dan alurnya:

a. pada muara yang berubah-ubah lebar dan dalamnya, atau terdapat percabangan dan pulau-pulau kecil, muka air di dalamnya pada saat pasang naik akan berubah dengan cepat yaitu menurun pada pelebaran dan terjadi hydraulic bore di situ, yaitu muka aliran air yang hampir vertikal. d. Muara dengan bukaan berbentuk terompet sangat ideal untuk navigasi

karena pada saat air pasang naiknya muka air di dalam alur hampir mendekati horisontal.

(18)

4

Fenomena Pasang Surut

Pasang surut atau disingkat sebagai pasut merupakan gejala alam yang terlihat nyata di lautan sebagai suatu gerakan vertikal dari partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh gaya tarik-menarik antara bumi dan benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan. Terjadi perubahan periodik ketinggian muka air di bagian sungai pasang surut (Mulyanto 2007). Air dari laut akan masuk ke posisi tersebut pada saat pasang naik (flood tide) dan mengalir kembali ke laut saat surut (ebb tide). Pada sungai pasang surut terjadi dua aliran, yaitu debit air tawar dari hulu ke hilir, dan air laut pada saat pasang naik naik ke arah hulu. Estuari (muara sungai) adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh fenomena pasang surut. Ongkosongo (2010) membagi klasifikasi pasang surut ke dalam lima macam, yaitu sangat rendah (kurang dari 1 m), rendah (1-2 m), sedang (2-3 m), tinggi (3-4 m), dan sangat tinggi (lebih dari 4 m).

Menurut Suyasa (2010) terdapat dua macam pasang surut, yaitu pasang purnama (spring tide) dan pasang surut perbani (neap tide). Pasang purnama merupakan pasang surut dengan amplitudo besar karena medan gravitasi bulan dan matahari menarik air laut pada arah yang sama, biasanya terjadi pada bulan baru atau bulan penuh. Pasang perbani merupakan pasang surut dengan amplitudo kecil yang terjadi karena gaya gravitasi matahari posisinya tegak lurus dengan gaya gravitasi bulan, sehingga memberikan efek yang kecil, biasanya terjadi ketika perempat bulan pertama dan perempat bulan terakhir.

Gelombang Pasang Bono sebagai Tidal Bore

Bono merupakan fenomena alam yang terjadi karena adanya pendangkalan di muara sungai sehingga ketika air pasang datang dari laut, air pasang tidak dapat bergerak ke hulu dengan lancar namun tercegah oleh endapan (Chanson et al. 2010). Bono di Sungai Kampar merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh bertemunya gelombang pasang surut dengan arus Sungai Kampar. Kondisi muara yang berbentuk divergen memungkinkan pertemuan kedua jenis arus tersebut.

Gelombang Bono merupakan istilah lain dari tidal bore, yaitu fenomena pergerakan massa air gelombang pasang menjalar menuju ke hulu dengan kekuatan yang bersifat merusak (Chanson 2003). Tidak semua muara sungai ataupun teluk bisa membangkitkan gelombang pasang semacam Bono. Catatan yang pernah ada sebagaimana dilaporkan TBRS (tidal bore research society), bore yang terjadi di Buy of Fundy Canada adalah tertinggi dari lebih seratus kejadian Bono yang di pantau di 60 tempat di seluruh dunia. Chanson menjelaskan beberapa fenomena Bono yang pernah terjadi di negara lain seperti di Batang Lupar (Malaysia), Sungai Styx dan Daly (Australia), Sungai Shubenacadie dan Sungai Stewackie (Kanada).

(19)

5

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015 hingga Oktober 2015, di Laboratorium Hidrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. Penelitian dikerjakan dengan terlebih dahulu merumuskan masalah, mengumpulkan data, melakukan analisis, dan kemudian menarik kesimpulan. Daerah kajian penelitian adalah lokasi terjadinya gelombang pasang Bono di Muara Sungai Kampar yang terletak sepanjang Pulau Muda, Penyalai, hingga Tanjung Balai Karimun yang secara geografis masuk ke dalam wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.

Bahan

Data yang digunakan untuk menunjang penelitian adalah sebagai berikut: 1. Data curah hujan harian 3 stasiun (Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Qasim

II Pekanbaru, Stasiun Meteorologi Raja Haji Abdullah Tanjung Balai Karimun, dan Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam) pada tahun 2014 dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)

2. Data pasang surut di wilayah Tanjung Balai Karimun (Muara Sungai Kampar) tahun 2015 dari Dinas Hidrografi dan Oseanografi (Dishidros) 3. Data Arus pasang surut di wilayah Selat Riau (Bagian Selatan) tahun 2015

dari Dinas Hidrografi dan Oseanografi (Dishidros)

4. Peta Batimetri Muara Sungai Kampar dari Dinas Hidrografi dan Oseanografi (Dishidros)

5. Data sejarah masyarakat setempat (pengetahuan lokal) terkait gelombang pasang Bono dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Pelalawan, Riau

6. Peta Provinsi Riau dan Muara Sungai Kampar dari google map. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perangkat komputer yang dilengkapi dengan program Microsoft office 2007, software surfer, dan program terkait lainnya yang dapat mendukung pengerjaan penelitian.

Prosedur Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk membuat gambaran tentang kejadian atau situasi tertentu (Suryabrata 1991). Tujuan dari penelitian yang menggunakan analisis deskriptif ini adalah untuk membuat gambaran sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada dalam lingkup kajian yang dilakukan.

(20)

6

Analisis Pasang Surut

Analisis pasang surut menggunakan data peramalan pasang surut pada tahun 2015 yang bersumber dari data Dinas Hidrografi dan Oseanografi (Dishidros). Lokasi yang diambil adalah wilayah pengukuran Tanjung Balai Karimun yang terletak pada 0°59’01’’ lintang utara dan 103°26’01’’ bujur timur. Ramalan pasang surut tersebut telah dilakukan perhitungan dan analisis berdasarkan metode admiralty dengan menggunakan data Tetapan Harmonis. Data pasang surut tersaji setiap jam dalam waktu satu tahun. Melalui data tersebut, diambil data rata-rata pasang surut, data maksimum, dan data minimum pasang surut setiap harinya. Kemudian dilakukan penentuan data pasang rata-rata, pasang maksimum, dan pasang minimum setiap bulannya.

Analisis Arus Pasang Surut

Analisis arus pasang surut menggunakan data peramalan arus pasang surut pada tahun 2015 yang bersumber dari data Dinas Hidrografi dan Oseanografi (Dishidros). Perhitungan prediksi arus pasang surut dilakukan berdasarkan metode admiralty, yaitu metode perhitungan prediksi arus pasang surut berdasarkan data harmonis 9 konstanta arus pasut (M2, S2, K2, N2, O1, K1, P1, MS4, dan M4). Lokasi yang diambil adalah wilayah Selat Riau (bagian Selatan) yang terletak pada

0°48’15’’ Lintang Utara dan 104°20’30’’ Bujur Timur. Data yang tersaji adalah

data kecepatan arus pasang surut dengan satuan Knot. Melalui data tersebut, dapat ditentukan arah arus pasang surut. Berdasarkan wilayah kajian di Selat Riau (bagian Selatan), arah arus positif menuju arah 60°(menuju ke arah antara Timur Laut dan Timur) dan nilai negatif menuju arah 240° (menuju arah antara Barat Daya dan Barat).

Gambar 1 Prosedur analisis data Identifikasi gelombang Bono

Deskripsi gelombang Bono

Analisis deskriptif

Analisis batimetri

Curah hujan Pengetahuan

lokal Arus pasang

(21)

7

Analisis Batimetri

Analisis batimetri ini dilakukan secara rinci dengan tahapan-tahapan tertentu.

1. Registrasi peta yang merupakan proses input data image/citra yang akan digunakan sebagai peta dasar yang dikoreksi terlebih dahulu posisinya terhadap bumi.

2. Digitasi peta yang merupakan proses penggambaran bentuk muka bumi dalam bidang datar. Penelitian ini menggunakan digitasi darat, laut, dan titik kedalaman.

3. Membuat peta batimetri yang merupakan tahapan penggambaran kedalaman dasar laut. Analisis batimetri ini menggunakan IDW.

4. Melakukan layout peta sebagai input terakhir dari proses registrasi peta, digitasi peta, dan analisis batimetri ke dalam sebuah frame untuk dijelaskan kepada pengguna.

Analisis Curah Hujan

(22)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bono Sungai Kampar (Kajian Sains Budaya)

Nazir (1985) menjelaskan bahwa di Indonesia, Bono hanya dapat ditemui di Sungai Rokan dan Sungai Kampar yang merupakan air pasang tinggi dan masuk ke dalam muara sungai dengan ketinggian 3-4 m dan kecepatan 10-30 km/jam. Bono terjadi karena Selat Malaka semakin ke selatan semakin sempit. Gelombang Bono mulai terlihat pada tanggal 9-18 (bulan Qamariah) dan mengecil tanggal 26 atau 28, dan kembali mengecil pada tanggal 19, 20 sampai 24 jika pasang mati. Disbudpar (2014) menerangkan bahwa Bono tercatat pertama kali tahun 1615 M. Sungai kampar saat itu masih bernama Laut Embun.

Pengetahuan lokal tentang Bono telah ada dan berkembang sejak lama di tengah masyarakat wilayah Sungai Kampar dan Muara Sungai Kampar. Nama lokal Bono juga berasal dari penamaan masyarakat setempat yang berarti benar. Nenek moyang terdahulu menyebutkan bahwa Bono merupakan jelmaan tujuh ekor kuda. Pada suatu hari penghulu suku Sinho Bono menembak seekor dari kuda itu sampai mati. Akibatnya Bono menjadi tak dapat beraktivitas kembali. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, gelombang Bono dianggap sebagai perwujudan tujuh hantu yang bergentayangan di sepanjang Muara Sungai Kampar. Tujuh hantu tersebut sering sekali membolak-balikkan kapal serta memakan korban. Dari cerita Melayu lama berjudul Sentadu Gunung Laut, disebutkan bahwa setiap pendekar Melayu pesisir harus dapat menaklukkan ombak Bono untuk meningkatkan keahlian bertarung mereka.

Terlepas dari cerita tersebut, hal ini sebenarnya masuk akal, karena pada hakikatnya mengendarai Bono intinya adalah menjaga keseimbangan badan. Karena kondisi pengetahuan lokal masyarakat setempat masih sangat sakral, maka untuk mengendarai Bono harus dengan upacara semah yang dilakukan pagi atau siang hari. Upacara dipimpin oleh Bomo, Datuk, atau tetua kampung dengan maksud agar pengendara Bono selalu mendapat keselamatan dan dijauhkan dari segala bahaya. Di samping itu, ada juga cerita lain yang berhubungan dengan gelombang Bono yakni tentang Banjir Darah di Mempusun atau Mempusun Bersimbah Darah dan terbentuknya Kerajaan Pelalawan di tahun 1822 Masehi.

(23)

9

Bono dibangkitkan oleh bertemunya arus pasang dengan arus sungai pada Muara Sungai Kampar yang berbentuk divergen (Gambar 3). Bono yang berasal dari laut menjalar menuju ke hulu melewati alur sungai yang semakin menyempit (Yulistiyanto 2009). Saat melewati Pulau Muda, gelombang pasang ini terpisah menjadi dua, sebagian lewat alur di sebelah Selatan, dan sebagian lagi lewat alur sebelah Utara Pulau Muda. Tepat di Tanjung Perbilahan, Bono yang terpisah tersebut saling bertemu, menghasilkan momentum yang mengakibatkan gelombang Bono semakin besar. Penduduk setempat menyebut peristiwa ini sebagai Bono yang bertepuk. Bono dengan momentum yang lebih besar tersebut terus bergerak melewati wilayah Tanjung Perbilahan dan menuju Teluk Meranti. Morfologi Sungai Kampar di wilayah Teluk Meranti mengalami pembelokan yang cukup tajam, sehingga sebagian gelombang Bono akan bergerak mengikuti alur sungai, dan sebagian lainnya akan menghantam tepian Teluk Meranti. Bono yang menghantam tersebut akan memantul ke sungai kembali dan menjadi Bono pantulan. Bono inilah yang sering menyebabkan kecelakaan perahu atau kapal yang sedang menyeberangi Sungai Kampar.

Pemangku adat setempat (Muhammad Yusuf) menjelaskan bahwa terjadinya Bono dapat berubah-ubah waktunya. Besarnya gelombang Bono pada 3 bulan pertama terjadi pada siang hari, 3 bulan berikutnya terjadi pada malam hari, dan tiga bulan selanjutnya terjadi pada siang dan malam. Pemangku adat tersebut juga menjelaskan bahwa Bono memiliki 3 efek ombak yang berbeda, yaitu: Pemulang (pantulan ombak yang menuju ke suatu tempat dan dibawa ke belakang lagi), Bakat (ombak yang cukup rapat yang juga dipantulkan ke belakang kembali), dan Biancha (ombak yang berada di pusat arus yang memiliki arah tak menentu). Gambar 4 merupakan beberapa dokumentasi terkait kejadian Bono Sungai Kampar.

(24)

10

Gambar 4 Gelombang Bono di Sungai Kampar (Sumber: (a) idfl.me, (b) paradiso.co.id, (c) travel.detik.com, (d) www.indonesia.travel)

Gambar 3 Lokasi terjadinya gelombang pasang Bono

(b) (a)

(c) (d)

Teluk Meranti Pulau Muda

Tanjung Perbilahan Pergerakan Bono

0˚54’13’’

0˚36’35’’

0˚16’59’’

0˚8’5’’

(25)

11 Analisis Pasang Surut di Muara Sungai Kampar

Perhitungan ramalan pasang surut dilakukan berdasarkan metode Admiralty dengan menggunakan data Tetapan Harmonis. Analisis pasang surut ditetapkan di wilayah pengukuran Tanjung Balai Karimun yang terletak pada 0°59’01’’ Lintang Utara dan 103°26’01’’ Bujur Timur (Dishidros 2015). Alasan menggunakan wilayah tersebut ialah karena posisi Tanjung Balai Karimun terletak sangat dekat dengan daerah Muara Sungai Kampar sehingga pengaruh pasang surut masih sangat kuat di daerah tersebut.

Pasang surut di wilayah Muara Sungai Kampar bertipe campuran condong ke harian ganda (Mixed tide, prevailing semidiurnal) (Dishidros 2015). Dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi pasang surut yang pertama dan kedua berbeda (Gambar 5).

Terdapat perbedaan antara tinggi pasang surut periode pertama dengan kedua, yang disebut tipe campuran condong ke harian ganda (Gambar 5). Tinggi pasang surut yang berbeda setiap harinya dapat dilihat pada grafik tanggal 22 Januari berbeda dengan tanggal 12 Juli maupun 27 November. Pasang surut hari tertentu dengan ketinggian maksimum lebih tinggi dari hari lain, memiliki ketinggian minimum yang juga jauh lebih rendah. Hal ini yang memicu terjadinya gelombang yang digerakkan oleh arus menuju muara sungai sebagai tempat bertemunya arus sungai dan laut.

Periode gelombang pasang surut di Muara Sungai Kampar sekitar 12 jam 25 menit (Yulistiyanto 2009). Hal ini dapat dilihat pada data pasang surut harian pada 3 hari tersebut dengan melihat satu periode penuh dari pasang surut. Terdapat perbedaan antara tinggi pasang surut periode pertama dengan periode kedua yang disebut sebagai tipe pasang surut campuran condong ke harian ganda.

Tanjung Balai Karimun (Muara Sungai Kampar) merupakan wilayah dengan kondisi pasang surut lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain seperti Malahayati, Teluk Sangkulirang, dan Gorontalo. Pasang surut di wilayah Muara Sungai Kampar tergolong sebagai pasut tinggi (Ongkosongo 2010).

(26)

12

Prakiraan pasang surut rata-rata di Muara Sungai Kampar pada bulan Maret 2015 mencapai 1.90 m dengan pasang tertinggi sebesar 3.6 m dan pasang terendah 0.2 m (Gambar 6). Kondisi pasang dan surut pada bulan maret tidak terlalu tinggi dan lebih bersifat normal. Peristiwa Bono terbesar jatuh pada tanggal 1 dan 15 pada sistem penanggalan Qamariah yang bertepatan dengan tanggal 6 Maret 2015 dan 22 Maret 2015. Pada tanggal 6 Maret 2015, wilayah Muara Sungai Kampar memiliki pasang yang cukup tinggi dibandingkan pada hari-hari lainnya, begitu pula pada tanggal 22 Maret 2015. Pasang tertinggi sepanjang satu bulan tersebut terjadi pada tanggal 22 Maret 2015.

Prakiraan pasang surut rata-rata di Muara Sungai Kampar pada bulan September mencapai 1.898 m dengan pasang tertinggi sebesar 3.6 m dan pasang terendah 0.2 m (Gambar 7). Kondisi pasang dan surut pada bulan September tidak terlalu tinggi dan salah satunya disebabkan oleh debit Sungai Kampar yang juga tidak cukup tinggi. Tanggal 1 dan 15 pada sistem penanggalan Qamariah bertepatan dengan tanggal 15 September 2015 dan 29 September 2015. Pada tanggal 15 September 2015, wilayah Muara Sungai Kampar memiliki pasang yang cukup tinggi dibandingkan pada hari-hari lainnya, begitu pula pada tanggal 29 September 2015.

Prakiraan pasang surut rata-rata di Muara Sungai Kampar pada bulan Desember 2015 mencapai 1.90 m dengan pasang tertinggi sebesar 3.8 m dan pasang terendah 0.2 m (Gambar 8). Kondisi pasang dan surut pada bulan Desember cukup tinggi dan salah satunya disebabkan oleh debit Sungai Kampar yang tinggi. Menurut Yulistiyanto, Peristiwa Bono terbesar jatuh pada tanggal 15 dan 1 pada sistem penanggalan Komariah yang bertepatan dengan tanggal 13 Desember 2015 dan 27 Desember 2015. Pada tanggal 13 Desember 2015, wilayah Muara Sungai Kampar memiliki pasang yang cukup tinggi dibandingkan pada hari-hari lainnya, begitu pula pada tanggal 27 Desember 2015. Pada kedua tanggal tersebut, tinggi pasang maksimum mencapai 3.7 m.

(27)

13

Analisis Arus dan Batimetri Sungai

Dinas Hidrografi dan Oseanografi (2015) menyatakan bahwa perhitungan prediksi arus pasang surut dilakukan berdasarkan metode admiralty, yaitu metode perhitungan prediksi arus pasang surut berdasarkan data harmonis 9 konstanta arus pasut (M2, S2, K2, N2, O1, K1, P1, MS4, dan M4). Penelitian ini menggunakan data arus pasang surut pada Selat Riau (bagian Selatan) yang terletak pada

0°48’15’’ Lintang Utara dan 104°20’30’’ Bujur Timur. Arah arus pasang surut

memiliki hubungan terhadap tinggi rendahnya pasang surut tersebut. Dalam keterangan yang disajikan dalam sumber, nilai positif (+) dan negatif (-) pada kecepatan arus menunjukkan arah arus tersebut. Daerah pengukuran arus di Selat Riau (bagian Selatan) memiliki arah arus positif menuju arah 60°(menuju ke arah antara Timur Laut dan Timur) dan nilai negatif menuju arah 240° (menuju arah anatara Barat Daya dan Barat).

Tinggi pasang surut di Muara Sungai Kampar pada Tanggal 22 Januari 2015 cenderung tinggi (Gambar 9a). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi hari yang hampir mendekati pasang purnama. Tanggal 22 Januari bertepatan dengan tanggal 12 Gambar 8 Prakiraan pasang surut Bulan Desember 2015 di Muara Sungai

Kampar

(28)

14

Rabiul Akhir pada sistem penanggalan Qamariah, sedangkan pasang purnama sendiri terjadi tanggal 15 pada sistem penanggalan Qamariah.

Dapat dilihat pada grafik (Gambar 9) bahwa tinggi pasang surut berbanding terbalik dengan kecepatan pasang surutnya. Artinya ketika terjadi pasang tertinggi, maka kecepatan pasang surutnya akan bernilai negatif. Begitu juga saat kondisi pasang terendah, kecepatan arus akan meninggi bahkan mencapai angka maksimal. Pengukuran arus dilakukan di wilayah Selat Riau (bagian Selatan) yang memiliki arah arus positif menuju arah 60°(menuju ke arah antara Timur Laut dan Timur) dan nilai negatif menuju arah 240° (menuju arah anatara Barat Daya dan Barat). Saat kondisi pasang terendah dengan nilai kecepatan arus cukup tinggi (bernilai positif), maka arus pasang surut akan menuju ke arah antara Timur Laut dan Timur. Jika dilihat pada peta, arah ini bersifat menjauhi wilayah kepulauan kecil sekitar Sungai Kampar. Begitu juga saat pasang tinggi dengan nilai kecepatan arus kecil bahkan bernilai negatif, arah arus pasang surut akan menuju ke arah antara Barat Daya dan Barat atau mendekati wilayah Muara Sungai Kampar.

Kondisi pasang surut yang tinggi pada waktu-waktu tertentu di Muara Sungai Kampar yang mengakibatkan kenaikan muka air laut dan diikuti oleh arah arus pasang surut yang menuju ke Muara semakin menguatkan konsep terjadinya Bono di Sungai Kampar. Bono selain dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian air di Muara Sungai dengan di Laut, juga dipengaruhi oleh arus pasut (Sariningsih 2002). Tinggi pasang surut di Muara Sungai Kampar pada tanggal 12 Juli 2015 cenderung rendah (Gambar 10a). Kondisi yang terjadi pada tanggal 12 Juli 2015 bertepatan dengan tanggal 25 Syawal pada penanggalan Qamariah. Jika dilihat pada

(a)

(29)

15 posisi bulan dan matahari, maka kondisi pada hari tersebut bertepatan dengan pasang perbani dengan posisi bulan dan matahari tidak berada dalam satu garis lurus.

Dapat dilihat grafik bahwa ketinggian maksimum pasang surut pada tanggal 12 Juli 2015 tidak lebih dari 3 m dan ketinggian minimum yang mencapai 1.2 m (Gambar 10). Hal ini menyebabkan kecepatan arus yang terjadi juga cukup rendah. Kecepatan arus maksimum pada tanggal tersebut hanya mencapai 90 knot. Kondisi tersebut berbeda jauh dengan kecepatan arus maksimum saat kondisi pasang purnama yang dapat mencapai 200 knot. Keadaan yang saling berhubungan tersebut didukung oleh pernyataan Rampengan (2009) yang menjelaskan bahwa kondisi arus disebabkan oleh keadaan tinggi pasang surut wilayah tersebut.

Kecepatan pasang surut di Muara Sungai Kampar selalu berbeda-beda setiap harinya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi pasang surut itu sendiri. Grafik tersebut mengambil contoh dua hari yang berbeda kondisi pasang surutnya, grafik pertama adalah kecepatan pasang surut pada tanggal 6 Maret 2015 yang bertepatan dengan pasang purnama, dan grafik kedua pada tanggal 13 Maret 2015 yang bertepatan dengan pasang perbani (Gambar 11).

(30)

16

Kecepatan arus terbesar terjadi saat pasang purnama yang ditunjukkan grafik pada tanggal 6 Maret 2015 (Gambar 11). Kecepatan arus saat pasang perbani (13 Maret 2015) tidak sebesar saat pasang purnama. Saat kondisi purnama gaya tarik bulan dan matahari mencapai maksimum sehingga selain menyebabkan muka laut mengalami kenaikan tertinggi juga mengakibatkan pergerakan arus oleh pasang surut menjadi maksimal maka kecepatan arus yang terjadi menjadi besar, sedangkan saat pasang perbani, gaya tarik bulan dan matahari menjadi lebih kecil sehingga muka air laut mengalami kenaikan yang rendah, dan ini mengakibatkan pergerakan arus pasang surut menjadi lebih kecil.

Gambar 12 merupakan peta batimetri wilayah Muara Sungai Kampar sebagai pertemuan arus laut dan arus sungai secara bersamaan. Berdasarkan peta batimetri tersebut, dapat dilihat kedalaman muara sungai dan laut yang beragam. Secara umum, perairan di sekitar Muara Sungai Kampar tergolong dangkal dengan kedalaman berkisar antara 4–36 m. Disbudpar (2014) menjelaskan bahwa gelombang Bono terjadi akibat benturan tiga arus air yang berasal dari Selat Melaka, Laut Cina Selatan, dan aliran air Sungai Kampar. Arus yang berbenturan di Muara Sungai Kampar tersebut kemudian mendesak masuk ke hulu sehingga menimbulkan gelombang besar yang menggulung dan menghempas jauh ke dalam sungai hingga menempuh jarak 50 km. Terbentuknya Bono salah satunya dipengaruhi oleh kondisi muara sungai yang mengalami pendangkalan berat, sehingga air pasang tidak dapat bergerak ke hulu dengan lancar dan menimbulkan gelombang tinggi menuju ke hulu. Hal ini dapat diartikan bahwa di Muara Sungai Kampar terjadi pendangkalan yang cukup berat. Terlihat pada gambar di atas bahwa perairan sekitar Pulau Mendol yang merupakan ujung Muara Sungai Kampar merupakan daerah yang cukup dangkal dibandingkan wilayah lainnya. Kedalamannya hanya berkisar sekitar 2-4 m.

(31)

17

Analisis Curah Hujan

Data curah hujan didapatkan dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan wilayah kajian terletak baik yang dilalui Sungai Kampar maupun pada daerah Muara Sungai Kampar. Stasiun yang dijadikan wilayah kajian dalam penelitian ini berjumlah tiga stasiun. Ketiga stasiun tersebut adalah Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru yang terletak pada 0°28'1" LU dan 101°25'48" BT (27 mdpl), wilayah Stasiun Meteorologi Raja Haji Abdullah Tanjung Balai Karimun yang terletak di 1°3'0" LU dan 103°23'0" BT (1 mdpl), serta wilayah Stasiun Meteorologi Hang Nadim yang terletak di 1°7'1" LU dan 104°7'12" BT (28 mdpl).

Curah hujan di wilayah Muara Sungai Kampar memiliki tipe ekuatorial dengan dua puncak musim hujan maksimum (Gambar 13). Yulianti (2013) menerangkan bahwa pola curah hujan bulanan di wilayah Pekanbaru, Riau selama 12 tahun terakhir memiliki puncak hujan maksimum pada bulan Maret dan November. Berdasarkan data di wilayah kajian pada tahun 2014, puncak hujan maksimum di Stasiun SSK II Pekanbaru adalah April dan Oktober, Stasiun Tanjung Balai Karimun adalah Agustus dan Desember, serta Stasiun Hang Nadim adalah Mei dan Desember.

(32)

18

Gambar 14 menjelaskan tentang pola distribusi curah hujan bulanan di tiga stasiun pada tahun 2014 dan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar. Pola distribusi yang dihasilkan memiliki nilai korelasi yang berbeda-beda. Korelasi bernilai positif terjadi pada hubungan pola distribusi pasang surut di Muara Sungai Kampar dengan Stasiun Tanjung Balai Karimun dan Stasiun Hang Nadim Batam dengan nilai korelasi berturut-turut 0.36 dan 0.48. Korelasi negatif terjadi pada hubungan pola distribusi pasang surut di Muara Sungai Kampar dengan Stasiun SSK II Pekanbaru dengan nilai korelasi -0.36. Stasiun SSK II Pekanbaru terletak di wilayah yang cukup jauh dari Sungai Kampar maupun Muara Sungai Kampar. Hal ini berbeda dengan dua stasiun lainnya yaitu Tanjung Balai Karimun dan Hang Nadim. Kedua stasiun tersebut terletak di dekat Muara Sungai Kampar sehingga memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kondisi pasang surut di Muara Sungai Kampar. Mardiansyah et al. (2014) menjelaskan bahwa tinggi curah hujan bulanan memiliki korelasi positif terhadap anomali pasang surut di suatu wilayah kajian. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan jumlah curah hujan bulanan pada bulan-bulan tertentu, yang diikuti oleh peningkatan ketinggian pasang surut (Gambar 14). Korelasi yang berbeda-beda dari tiap stasiun

(a)

(b)

(c)

Gambar 13 Pola musiman curah hujan bulanan sepanjang tahun 2014 di wilayah (a) Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, (b) Tanjung Balai Karimun, dan (c) Hang Nadim Batam

0 200 400

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec

CH B

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec

CH B

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec

(33)

19 menunjukkan bahwa letak lokasi hujan berpengaruh kuat terhadap tinggi pasut. Wilayah yang cukup jauh dari Muara Sungai Kampar tidak memiliki hubungan yang cukup signifikan terhadap peristiwa pasang surut. Sebaliknya, curah hujan di wilayah laut di sekitar Muara Sungai Kampar memiliki pengaruh terhadap kenaikan tinggi pasang surut.

Bono terbesar terjadi pada saat bulan purnama atau mati (tanggal 15 dan 1 kalender Komariah), terutama bulan-bulan dengan jumlah curah hujan bulanan yang tinggi. Hasil regresi linier tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar dengan jumlah curah hujan bulanan di wilayah Stasiun Hang Nadim Batam menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.228 (Gambar 15). Hal tersebut menjelaskan bahwa hanya sekitar 20% jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Hang Nadim Batam berpengaruh terhadap tinggi pasang surut Gambar 15 Korelasi jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Hang Nadim

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Pasan

(34)

20

maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar. Nilai koefisien determinasi (R2)

yang berbeda juga ditunjukkan untuk stasiun lain. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0.1263 ditunjukkan pada korelasi antara jumlah curah hujan bulanan di Stasiun SSK II Pekanbaru dengan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar (Lampiran 1). Koefisien determinasi (R2) lainnya sebesar 0.1331

ditunjukkan pada korelasi antara jumlah curah hujan bulanan di Stasiun Tanjung Balai Karimun dengan tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar (Lampiran 2). Curah hujan memiliki pengaruh terhadap tinggi pasang surut yang berpotensi menimbulkan gelombang Bono, namun pengaruh tersebut cukup kecil, berkisar antara 10-20 %.

Bono di Masa Depan

Berbagai analisis yang telah dilakukan memberikan informasi bahwa Bono di samping memiliki sifat merusak juga memiliki potensi pariwisata karena karakteristik gelombangnya yang khas dan jarang ditemukan di wilayah lain. Pariwisata Bahari Berbasis Kearifan Lokal

Bono sebagai pariwisata bahari perlu memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Lokasi wisata yang menyatu dengan kehidupan masyarakat lokal harus tetap mempertahankan budaya kearifan lokal yang identik dengan prinsip menjaga lingkungan. Adapun secara substansial kearifan lokal dapat berupa aturan mengenai kelembagaan dan sanksi sosial, ketentuan tentang pemanfaatan ruang dan perkiraan musim untuk bercocok tanam, pelestarian dan perlindungan terhadap kawasan sensitif, serta bentuk adaptasi dan mitigasi tempat tinggal terhadap iklim, bencana, atau ancaman lainnya. Hal ini yang mendasari perlunya penerapan konsep green ecotourism Bono dan konsep cultural tourism Bono yang mampu menyeimbangkan prinsip menjaga budaya dan kearifan lokal maupun upaya melestarikan lingkungan. Penguatan Tim Pelestari Wisata Bono

Fenomena Bono di Sungai Kampar merupakan potensi pariwisata bahari yang perlu dilestarikan dan dikenalkan pada wisatawan lokal maupun mancanegara. Peluang menjadi wisata nasional bahkan internasional dapat dicapai dengan memperbaiki berbagai kondisi terkini wilayah wisata Bono. Hal ini membutuhkan kesiapan dari berbagai pihak (stakeholder) maupun kesiapan dari aspek sarana dan prasarana. Saat ini, banyak sekali hal yang perlu diperbaiki melihat kondisi wisata Bono yang belum dimanajemen dengan baik.

(35)

21

Sistem Peringatan Dini Ancaman Gelombang Bono

Yulistiyanto (2009) menjelaskan bahwa gelombang Bono memiliki potensi merusak dan bersifat mematikan. Hal ini juga dikemukakan oleh masyarakat setempat terkait banyaknya korban jiwa yang ditimbulkan oleh adanya gelombang Bono. Melihat kondisi gelombang ini yang bisa datang tiba-tiba dengan frekuensi yang sangat besar, perlu diterapkan sistem peringatan dini (early warning system) dari dinas terkait tentang waktu-waktu munculnya Bono yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang membutuhkan. Hal ini setidaknya dapat menurunkan angka kecelakaan maupun korban jiwa akibat gelombang Bono.

(36)

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Bono merupakan gelombang besar yang bersifat merusak karena kekuatannya namun memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam berbagai bidang, termasuk pariwisata. Analisis fenomena Bono Sungai Kampar yang diarahkan untuk menjelaskan potensi dan ancaman Bono dilakukan dalam kajian deskriptif melalui bukti serta data terkait. Pasang surut di Muara Sungai Kampar bertipe campuran condong ke harian ganda dengan kondisi pasut lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya yang menyebabkan terjadinya gelombang Bono. Bono terjadi hampir setiap hari, dengan Bono tertinggi terjadi pada tanggal 1 dan 15 bulan Qamariah. Bono tertinggi terjadi pada saat pasang purnama dan pasang mati, sedangkan saat pasang perbani gelombang Bono menjadi lebih rendah. Pasang tertinggi dan terendah di Muara Sungai Kampar adalah 3.8 m dan 0.2 m. Pergerakan arus menuju Muara Sungai Kampar terjadi saat pasang tinggi yang menimbulkan gelombang Bono. Peningkatan curah hujan pada bulan-bulan tertentu seperti Juli, November, dan Desember berpengaruh pada peningkatan tinggi Bono. Sekitar 20% jumlah curah hujan bulanan di wilayah kajian berpengaruh terhadap tinggi pasang surut maksimum rata-rata di Muara Sungai Kampar. Terjadinya pendangkalan di muara serta bentuk muara sungai yang divergen menyebabkan gelombang hasil pertemuan arus laut dan sungai terhalang masuk sehingga mengakibatkan lonjakan gelombang yang sangat tinggi (berkisar 4-6 m) menuju hulu yang disebut sebagai gelombang Bono. Pengelolaan gelombang Bono sebagai upaya menghadapi ancaman maupun potensi perlu dilakukan dalam berbagai kebijakan, di antaranya upaya pariwisata bahari berbasis kearifan lokal, penguatan tim pelestari Bono, dan sistem peringatan dini gelombang Bono. Dari berbagai referensi yang didapatkan, Penulis belum menemukan informasi lengkap baik mengenai kondisi Bono maupun perkembangan gelombang Bono dari berbagai periode.

Saran

(37)

23

DAFTAR PUSTAKA

Bonneton P, Van de Loock J, Parisot JP, Bonneton N, Sottolichio A, Detandt G, Castelle B, Marieu V, Pochon N. 2011. On the occurence of tidal bores – the Garrone River case. Journal of Coastal Research. 64: 1462-1466. Chanson H. 2003. Mixing and dispersion in tidal bores: a review. International

Conference on estuaries and coasts. 763-769.

Chanson H, Tan KK. 2010. Turbulent mixing of particles under tidal bores: an experimental analysis. Journal of Hydraulic Research. 48 (5): 641-649. [DISBUDPAR] Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda & Olahraga Kabupaten

Pelalawan. 2014. Potensi Budaya, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Pelalawan. Pelalawan (ID): DISBUDPAR.

[DISHIDROS] Dinas Hidrografi dan Oseanografi. 2015. Daftar Arus Pasang Surut Tahun 2015. Jakarta (ID): DISHIDROS.

Khezri N, Chanson H. 2012. Sediment inception under breaking tidal bores. Mechanics Research Communications. 41: 49-53.

Kluckhohn CKM. 1953. Universal Categories of Culture. Chicago: University of Chicago Press.

Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan mentalitas dan pembangunan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Kongprasertamorn K. 2007. Local wisdom, environmental protection and community development: the clam farmers in Tabon Bangkhusai, Phetchaburi Province, Thailand. Manusya: Journal of Humanities. 10: 1-10. Mardiansyah W, Iskandar I, Priatna SJ. 2014. Analisis neraca air dan pengaruh

pasang surut di Sub-DAS Air Sugihan. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014: 442-452.

Mulyono HR. 2007. Sungai, Fungsi, dan Sifat-sifatnya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Nazir T. 1985. Sari Sejarah Kampar, Pekantua, dan Pelalawan. Pelalawan: Pemkab Pelalawan.

Ongkosongo OSR. 2010. Kuala, Muara Sungai, dan Delta. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Pan CH, Lin BY, Mao XZ. 2007. Case study: Numerical modeling of the tidal bore on the Qiantang River, China. Journal of Hydraulic Engineering. 133: 130-138.

Rampengan RM. 2009. Pengaruh pasang surut pada pergerakan arus permukaan di Teluk Manado. Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan. 5(3): 15-19.

Sartini. (2004). Menggali kearifan lokal Nusantara: sebuah kajian filsafat. Jurnal Filsafat. 37: 111-120.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI.

Suryabrata S. 1991. Metodologi penelitian. Jakarta (ID): Rajawali Pers. Suyasa. 2010. Ekologi Perairan. Jakarta (ID): STP Press.

Yulianti N. 2013. The Influence of Precipitation Patterns on Recent Peatland Fires in Indonesia. [Disertasi]. Hokkaido: Hokkaido University.

(38)
(39)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kampar pada tanggal 06 Oktober 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Sumadi dan Tukirah. Penulis lulus dari pendidikan dasar di SDN 010 Silikuan Hulu tahun 2005, lalu melanjutkan ke SMPN 3 Pasir Penyu dan lulus tahun 2008, dan melanjutkan ke tingkat SMA di MA Ummatan Wasathan PTR dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima di Mayor Meteorologi Terapan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa utusan Daerah (BUD) Kementerian Agama RI.

Semasa kuliah, penulis aktif mengikuti organisasi mahasiswa, kepanitiaan, kegiatan sosial, asisten mata kuliah, berbagai kompetisi skala Nasional dan Internasional, serta kegiatan lain yang meningkatkan softskill. Penulis pernah menjabat sebagai wakil direktur UKM keilmiahan FORCES IPB dan wakil ketua CSSMoRA IPB. Penulis juga merupakan anggota aktif KMNU IPB dan relawan di World Youth Foundation. Dalam bidang kepanitiaan, penulis pernah menjadi ketua panitia Gebyar Prestasi Santri se-Jawa Bali 2013 dan ketua panitia Meteorologi Interaktif Pesta Sains Nasional 2013. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi presentator pada seminar meteorologi dan geofisika AMG BMKG selama dua tahun berturut-turut, presentator dalam International Student Summit (ISS) di Nodai Jepang, menjadi duta Provinsi Riau 2014, delegasi dalam pertukaran mahasiswa di Jepang dan Malaysia, serta memenangkan berbagai kompetisi kepenulisan ilmiah tingkat nasional dan internasional. Pada tahun 2015, penulis meraih gelar Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) utama tingkat Institut Pertanian Bogor sekaligus Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) peringkat dua tingkat Nasional sebagai perwakilan IPB yang diadakan oleh Kemenristekdikti. Pada tahun yang sama, penulis juga dianugerahi sebagai Santri Berprestasi tingkat Nasional 2015. Kecintaannya pada ilmu iklim dan kepeduliannya pada generasi anak-anak membuat penulis tergerak untuk menciptakan sistem pendidikan karakter pada anak-anak bernama Generasi Cerdas Iklim (GCI). Program tersebut telah dilaksanakan di beberapa wilayah di Indonesia. Di luar kesibukannya, penulis juga seorang novelis yang sudah menerbitkan buku fiksi dan motivasi.

Gambar

Gambar 1  Prosedur analisis data
Gambar 2  Bagan terbentuknya gelombang pasang Bono
Gambar 3  Lokasi terjadinya gelombang pasang Bono
Gambar 6  Prakiraan pasang surut Bulan Maret 2015 di Muara Sungai Kampar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara

Pada penelitian ini dibangun sebuah sistem pakar untuk menentukan jalur terpendek objek wisata pada Kota Kupang dengan menggunakan metode forward chaining.. Dengan

Pengaruh signifikan secara simultan antara impor dan nilai tukar terhadap investasi langsung asing dikarenakan faktor impor yang lebih dominan untuk berpengaruh sehingga

Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap dengan perilaku deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan IVA oleh wanita usia subur di Desa Sorek Satu

Samarinda juga memiliki identitas khusus dari budaya nenek moyang yang su- dah turun temurun sesuai sejarah dari masa lampau dan berakar budaya yang masih lestari hingga

1. Gaji, merupakan imbalan yang dibayarkan kepada karyawan atas jasa yang mereka sumbangkan kepada pekerjaannya. Dimana masyarakat luas berpendapat bahwa.. gaji seorang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) posisi pendidikan menengah di Kabupaten Banjar dari skor UN umumnya pada posisi sedang (7.2-7.0) dan paling banyak pada

Bumi Kencana Murni Chemical Industry Madiun yang menjadi responden dalam penelitian ini telah mengabdi sebagai karyawan perusahaan selama 11 sampai 20