• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden Debitur KUR BRI Unit Rorotan

Penyaluran KUR harus memenuhi prinsip 5C agar kredit yang diberikan oleh Bank tepat sasaran sesuai dengan tujuan kebijakan penyaluran KUR oleh pemerintah, yaitu membantu keterbatasan UMKM dalam akses permodalan. Dari lima prinsip tersebut, character merupakan prinsip yang terpenting untuk dianalisis karena karakter seseorang sangat mempengaruhi keberhasilan perealisasian kredit.

Responden dalam penelitian ini adalah debitur KUR yang bergerak pada sektor usaha agribisnis dan non agribisnis masing-masing berjumlah 32 orang dan berdomisili di wilayah kerja BRI Unit Rorotan, yaitu kelurahan Rorotan dan Marunda, Jakarta Utara. Karakteristik responden terbagi menjadi tiga yaitu karakteristik individu, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit.

Analisis karakteristik individu pada penelitian ini menggunakan variabel usia responden, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendidikan.

Karakteristik usaha dianalisis secara deskriptif menggunakan tiga variabel, yaitu penghasilan bersih per bulan, lama usaha, dan modal usaha. Karakteristik kredit dianalisis secara deskriptif menggunakan dua variabel, yaitu frekuensi menerima kredit dan waktu pengembalian kredit.

Pada sektor usaha agribinis, responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan berusia 19 sampai 60 tahun dengan rata-rata usia 39 tahun. Responden umumnya berjenis kelamin pria dengan lama pendidikan empat sampai 16 tahun dan memiliki jumlah anggota keluarga satu sampai delapan orang. Responden memiliki rata-rata penghasilan 5.14 juta rupiah dan rata-rata menggunakan modal sebesar 6.95 juta rupiah. Usaha yang dijalankan responden telah beroperasi selama satu sampai 23 tahun. Dalam menjalankan usaha, responden mengambil kredit dari bank dengan frekuensi satu sampai tiga kali dengan masa pengembalian kredit 12 sampai 24 bulan.

Pada sektor usaha nonagribisnis, responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan berusia 22 sampai 70 tahun dengan rata-rata usia 39 tahun. Responden umumnya berjenis kelamin pria dengan lama pendidikan empat sampai 16 tahun dan memiliki jumlah anggota keluarga dua sampai tujuh orang. Responden memiliki rata-rata penghasilan 4.87 juta rupiah dan rata-rata menggunakan modal sebesar 20.22 juta rupiah. Usaha yang dijalankan responden telah beroperasi selama satu sampai 35 tahun. Dalam menjalankan usaha, responden mengambil kredit dari bank dengan frekuensi satu sampai tiga kali dengan masa pengembalian kredit 12 sampai 36 bulan.

Tabel 6 Statistika deskriptif responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan

Karakteristik Individu Responden

Karakteristik individu reponden debitur KUR berdasarkan variabel usia, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, dan tingkat pendidikan.

1. Usia

Usia debitur diduga berpengaruh positif terhadap keberhasilan realisasi kredit karena berhubungan dengan kematangan kemampuan berpikir dalam menjalankan usaha, memanfaatkan kredit dan bertanggung jawab terhadap pembayaran angsuran kredit. Usia debitur yang terlalu muda berhubungan dengan pengalaman menjalankan usaha yang masih sedikit sehingga risiko kegagalan usaha masih tinggi, sedangkan bila usia debitur terlalu tua mempengaruhi produktivitas kerja, sehinggga semakin produktif usia debitur maka akan semakin besar jumlah realisasi kredit.

Proporsi terbesar responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan berada pada kisaran usia 33 hingga 46 tahun yaitu mencapai 50 persen pada sektor usaha agribisnis dan 53.12 persen pada sektor nonagribisnis. Hal ini menggambarkan bahwa debitur KUR masih memiliki capacity yang baik dalam bekerja karena dengan usia produktif yang dimiliki, rata-rata responden telah mengenyam pendidikan SMP pada sektor usaha agribisnis dan SMU Sederajat pada sektor nonagribisnis sehingga diharapkan memberikan peluang yang besar dalam memajukan usahanya yaitu dengan menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.

Debitur dengan usia produktif dipertimbangkan sudah memiliki pengalaman usaha Sektor Usaha Agribisnis Penghasilan Bersih Per Bulan (Juta Rupiah) 5.14 0.42 2.41 5.65 10.00

Lama Usaha (Tahun) 8.09 0.85 4.81 1.00 23.00 Penghasilan Bersih Per Bulan (Juta Rupiah) 4.87 0.48 2.31 1.20 12.80

Lama Usaha (Tahun) 8.18 1.50 8.51 1.00 35.00

dan pengetahuan yang cukup dalam menjalankan usahanya. Hasil analisis deskriptif pada penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya, dimana mayoritas debitur KUR berada pada rentang usia produktif. Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen bank, pencairan dana KUR tidak terlalu memperhatikan faktor usia.

2. Jenis Kelamin

Sebagai kepala rumah tangga, pria memiliki tanggung jawab dalam mencari nafkah dan wewenang dalam pengambilan keputusan saat anggota keluarga mempertimbangkan untuk mengambil kredit dari bank. Peranan pria yang lebih besar dalam mencari nafkah untuk keluarga berpengaruh terhadap peranan pria yang lebih besar juga dalam pengajuan kredit. Dengan demikian, jenis kelamin diduga memberikan pengaruh dalam menentukan jumlah (besarnya) realisasi kredit yang diterima debitur.

Debitur KUR yang menjadi responden di BRI Unit Rorotan mayoritas berjenis kelamin pria sebesar 65.63 persen pada sektor usaha agribisnis dan 71.88 persen pada sektor nonagribisnis. Hal ini menggambarkan capacity debitur melalui pendekatan historis, yaitu riwayat kinerja yang menunjukkan perkembangan.

Pekerjaan debitur umumnya sebagai peternak bebek dan petambak ikan pada sektor usaha agribisnis, sedangkan pada sektor usaha nonagribisnis yaitu usaha warnet, bensin eceran dan bengkel las. Profesi ini umumnya dilakukan oleh debitur berjenis kelamin pria. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit BRI Unit Rorotan, dalam pemberian KUR tidak membedakan pria dan wanita. Hasil analisis deskriptif pada penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya, dimana mayoritas debitur KUR berjenis kelamin pria. .

3. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga menjadi salah satu faktor yang diduga berpengaruh terhadap jumlah realisasi KUR dan memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kepercayaan pihak manajemen bank dalam memberikan kreditnya. Semakin banyak anggota keluarga maka semakin besar proporsi alokasi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga maka diduga semakin kecil realisasi kredit yang diperoleh.

Responden debitur KUR BRI Unit Rorotan umumnya memiliki jumlah anggota keluarga antara empat sampai enam orang pada sektor usaha agribisnis yaitu sebesar 50 persen, sedangkan pada sektor nonagribisnis jumlah anggota keluarga paling banyak tiga orang, yaitu sebesar 53.13 persen. Jumlah anggota keluarga yang dimaksud yaitu debitur KUR dan orang yang tinggal dengan debitur serta kebutuhan hidupnya ditanggung oleh debitur. Hal ini menggambarkan kemampuan debitur dalam mengelola faktor-faktor sumber daya yang dimiliki sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga. Responden debitur KUR sektor usaha nonagribisnis memiliki capacity yang lebih besar dari sektor usaha agribisnis.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen BRI Unit Rorotan, dalam pemberian KUR mempertimbangkan jumlah anggota keluarga, karena berhubungan dengan pengeluaran rumah tangga yang akan berpengaruh pada kemampuan debitur melunasi angsuran kredit setiap bulan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap jumlah realisasi KUR yang diterima debitur.

4. Tingkat Pendidikan

Karakteristik individu responden debitur KUR juga dapat dianalisis secara deskriptif melalui tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki maka akan semakin luas wawasan responden. Hal ini berkaitan dengan kemampuan responden dalam menjalankan usaha, memahami tata cara pengajuan dan penerimaan pinjaman serta mengetahui hak dan kewajiban sebagai debitur KUR sehingga peluang keterlambatan pembayaran pinjaman akan semakin kecil dan jumlah realisasi KUR yang direalisasikan bank akan semakin besar.

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendidikan responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan didominasi lulusan SMP pada sektor usaha agribisnis sebesar 37.5 persen, sedangkan pada sektor usaha nonagribisnis, responden debitur KUR didominasi lulusan SMU sebesar 50 persen. Hal ini menggambarkan capacity debitur sektor usaha nonagribisnis lebih baik daripada sektor agribisnis melalui pendekatan pendidikan dan teknis/manajerial. Debitur KUR sektor usaha agribisnis telah memiliki kemampuan penjualan yang baik, yaitu dibuktikan dengan terjalinnya kontrak kerja antara para peternak bebek yang mengambil KUR dengan pengusaha supermarket di Jepang. Pada sektor usaha nonagribisnis, mayoritas debitur KUR merupakan lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM) sehingga telah memiliki pengalaman dan keahlian khusus untuk mengelola usaha bengkel yang mayoritas dimiliki debitur. Hasil analisa deskriptif pada penelitian ini sama dengan dua penelitian sebelumnya, dimana mayoritas debitur KUR BRI Unit Leuwiliang dan BRI Unit Tongkol memiliki jenjang pendidikan SMU.

Karakteristik Usaha Responden

Karakteristik Usaha responden debitur KUR berdasarkan variabel penghasilan bersih per bulan, lama usaha, dan modal usaha.

1. Penghasilan bersih perbulan

Penghasilan bersih perbulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena berhubungan dengan kemampuan debitur KUR dalam pembayaran angsuran pinjaman. Penghasilan debitur berasal dari penghasilan bersih usaha yang dijalankan dan pendapatan lain diluar usaha.

Responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan yang bergerak pada sektor usaha agribisnis mayoritas memiliki penghasilan bersih berkisar antara lima sampai 10 juta rupiah sebesar 56.25 persen dan memiliki penghasilan bersih berkisar antara satu sampai lima juta rupiah sebesar 62.5 persen pada sektor usaha nonagribisnis.

Hal ini menggambarkan capacity debitur melalui pendekatan finansial pelaku usaha sektor agribisnis lebih baik daripada sektor nonagribisnis yang tercermin dari kemampuan debitur KUR dalam menghasilkan laba sehingga mampu mengembalikan kreditnya. Lingkungan usaha debitur KUR sangat mendukung terhadap perkembangan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis. Mayoritas responden debitur KUR memiliki usaha sembako, warnet dan bengkel las. Ketiga jenis usaha ini sangat berkembang di wilayah kerja BRI Unit Rorotan karena didaerah tersebut terdapat Sekolah Akademi Pelayaran, SMP sederajat, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), dan banyak proyek-proyek pelabuhan. Pada sektor usaha agribisnis, mayoritas debitur KUR bekerja sebagai peternak bebek dan telah menjalin kontrak mengenai kualitas dan kuantitas telur bebek yang akan dikirim ke

Jepang. Hal ini menggambarkan kondisi ekonomi di lingkungan kerja debitur KUR sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis (condition of economy) mendukung positif bagi perkembangan usaha.

Hasil analisis deskriptif pada penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya, dimana mayoritas debitur KUR memiliki penghasilan perbulan antara satu sampai lima juta rupiah. Hal ini memperlihatkan bahwa skala usaha yang dijalankan debitur yaitu usaha mikro dan layak mendapatkan pembiayaan dari dana KUR.

2. Lama Usaha

Lama usaha diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin lama usaha maka semakin banyak pengalaman seseorang dalam menjalankan usaha dan mengelola risiko. Debitur yang telah lama bergelut dalam suatu usaha akan diikuti oleh peluang keberhasilan usaha yang semakin besar sehingga akan lebih mendapat kepercayaan kredit dari bank.

Mayoritas responden debitur KUR memiliki lama usaha antara enam sampai 10 tahun yaitu sebesar 50 persen pada sektor usaha agribisnis dan kurang dari lima tahun pada sektor nonagribisnis sebesar 53.12 persen. Hal ini menggambarkan debitur KUR sektor usaha agribisnis memiliki character yang lebih baik karena memiliki sikap kerja keras, sabar dan konsultatif sehingga mampu menjalankan dan mempertahankan usahanya. Usaha pada sektor agribisnis telah mampu mengelola risiko dengan baik pada bidang usaha peternakan bebek dan petambak ikan yang mayoritas dimiliki debitur. Pada sektor usaha nonagribisnis, umumnya usaha sedang berkembang dan membutuhkan pembiayaan. Kondisi ini sesuai dengan salah satu tujuan penyaluran KUR yaitu pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Usia usaha ini umumnya dimiliki usaha berkembang yang sedang prospektif untuk memperoleh pembiayaan.

3. Modal Awal Usaha

Modal usaha merupakan sejumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Semakin besar modal usaha seseorang maka semakin dipercaya menerima kredit. Besarnya modal tergantung dari jenis usaha yang dijalankan oleh debitur.

Mayoritas responden debitur KUR memiliki modal usaha lebih dari 10 juta pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis yaitu masing-masing sebesar 53.12 dan 56.25 persen. Hal ini menggambarkan debitur KUR memiliki capital yang layak untuk mendapatkan kredit karena kredit yang diberikan oleh bank hanya sebagai tambahan pembiyaan. Kepemilikan capital debitur KUR di BRI Unit Rorotan juga menunjukkan iktikad baik dalam menjalankan usaha (character yang baik) karena semakin banyak modal yang ditanamkan debitur akan semakin tinggi tanggung jawab pengusaha tersebut agar usahanya terus berkembang. Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen bank, modal menjadi salah satu pertimbangan dalam perealisasian KUR namun bukan menjadi pertimbangan mutlak, karena salah satu tujuan KUR adalah meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM.

Karakteristik Kredit Responden

Karakteristik kredit responden debitur KUR berdasarkan variabel frekuensi menerima kredit dan waktu pengembalian kredit.

1. Frekuensi Menerima Kredit

Frekuensi menerima kredit diduga berpengaruh positif terhadap besarnya realisasi KUR di BRI Unit Rorotan. Debitur yang melakukan pembayaran angsuran kredit secara teratur dan tidak pernah menunggak akan lebih dipercayai oleh pihak manajemen bank. Apabila debitur telah menerima kredit sebanyak tiga kali, maka untuk pengajuan kredit ke empat tidak akan diberikan suplesi oleh pihak Bank, namun akan diarahkan untuk mengambil kredit komersil karena telah dianggap mampu mengembangkan usahanya.

Mayoritas responden menerima kredit sebanyak tiga kali pada sektor usaha agribisnis, yaitu sebesar 37.5 persen. Hal ini menggambarkan debitur KUR memiliki character yang baik karena memiliki kemauan untuk memenuhi kewajiban (willingness to pay), yaitu membayar angsuran kredit dengan tepat waktu, sehingga pihak manajemen bank memberikan kredit lagi. Responden debitur KUR sektor usaha agribisnis umumnya bekerja sebagai peternak bebek dan telah menjalin kontrak mengenai kualitas dan kuantitas telur bebek yang akan dikirim ke Jepang. Hal ini membuat risiko usaha pada sektor agribisnis lebih kecil. Pada sektor nonagribisnis, mayoritas responden mengajukan pinjaman sebanyak satu kali yaitu sebesar 53.12 persen. Berdasarkan wawancara dengan responden, debitur yang bergerak dalam sektor usaha nonagribisnis umumnya menggunakan kredit sebagai modal investasi untuk membangun atau memperluas skala usaha.

2. Waktu Pengembalian Kredit

Waktu pengembalian kredit adalah jangka waktu pengembalian dan pelunasan kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk membayar pinjamannya hingga lunas. Semakin tepat waktu pengembalian kredit yang dilakukan debitur, maka semakin tinggi realisasi KUR yang diberikan bank.

Mayoritas responden debitur KUR yang bergerak pada sektor usaha agribisnis memilih kredit dengan jangka waktu pengembalian 18 bulan, sedangkan pada sektor nonagribisnis mayoritas debitur memilih mengambil kredit dengan jangka waktu pengembalian 24 bulan masing-masing sebesar 37.5 persen. Hal ini menggambarkan capacity debitur KUR sektor usaha agribisnis lebih baik dari sektor nonagribisnis melalui pendekatan yuridis yaitu debitur KUR memiliki kapasitas untuk mewakili usahanya sehingga waktu pengembalian kredit disesuaikan dengan kemampuan bayar debitur berdasarkan pendapatan bersih perbulannya.

Tabel 7 Karakteristik responden debitur KUR BRI Unit Rorotan

No Karakteristik Responden Sektor Usaha

Agribisnis (%) Nonagribisnis (%) 1. Usia Responden (Tahun)

<33 3. Jumlah Anggota Keluarga (Orang)

0-3 4. Tingkat Pendidikan

Tidak tamat SD 5. Penghasilan bersih perbulan (Rp)

≤ 1 000 000 8. Frekuensi Menerima Kredit (Kali)

1 9. Waktu Pengembalian Kredit

(Bulan)

Analisis Realisasi KUR di BRI Unit Rorotan

Faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR diuji dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Terdapat tujuh faktor yang diduga mempengaruhi jumlah realisasi KUR di BRI Unit Rorotan pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, yaitu lama pendidikan (X1), frekuensi menerima kredit (X2), lama usaha (X3), waktu pengembalian kredit (X4), pendapatan bersih usaha (X5), pendapatan lain (X6), dan modal usaha (X7). Sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis kemudian disatukan hingga membentuk satu model persamaan, sehingga dapat dilihat apakah terdapat perbedaan antara hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis, nonagribisnis, dan gabungan kedua sektor usaha tersebut. Pada pengujian dengan menggabungkan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, digunakan delapan variabel, yaitu lama pendidikan (X1), frekuensi menerima kredit (X2), lama usaha (X3), waktu pengembalian kredit (X4), pendapatan bersih usaha ( X5), pendapatan lain (X6), modal awal usaha (X7), dan jenis usaha (X8). Model yang menjelaskan tujuh variabel yang berpengaruh terhadap realisasi KUR sektor usaha agribisnis, nonagrbisnis, dan delapan variabel pada gabungan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis yaitu :

Y agribisnis = -4389000 - 28764.76X1+ 3274000X2 + 233859.81X3 + 338721.03X4 +1.94

X5 – 0.37X6 – 0.08X7

Ynonagribisnis = -7112000 + 587969.12X1 – 582024.77X2 – 208909.95X3 + 515103.04X4 +

2.45X5 + 1.29X6 – 0.04X7

Ygabungan = -6693000 + 425195.76X1 + 1872000X2 + 28418.32X3 + 357052.30X4 +

2.42X5 – 0.57X6 – 0.03X7 + 728026.09X8

Model yang menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen berbeda pada variabel lama pendidikan (X1), frekuensi menerima kredit (X2), lama usaha (X3), dan pendapatan lain (X6). Lama pendidikan yang ditempuh debitur KUR sektor usaha nonagribisnis mayoritas lulusan SMA sebesar 50 persen, lebih tinggi dibandingkan sektor usaha agribisnis yang mayoritas debiturnya hanya lulusan SMP, yaitu sebesar 37.50 persen. Proporsi debitur berdasarkan lama pendidikan yang semakin besar akan mempengaruhi nilai koefisien regresi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Hutagaol (2009); Mulyarto (2009); Hidayanto (2010); Sembiring (2013)), dimana mayoritas debitur KUR di BRI Unit Tongkol sebesar 53.09 persen adalah lulusan SMU, sedangkan di BRI Unit Leuwiliang sebesar 43.75 persen dengan lama pendidikan yang sama.

Debitur KUR sektor usaha agribisnis umumnya telah mengambil kredit sebanyak tiga kali yaitu sebesar 34.37 persen sebagai tambahan modal usaha yang telah berjalan enam sampai 10 tahun yaitu sebesar 50 persen. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di BRI Unit Leuwiliang, dimana mayoritas responden telah mengambil kredit sebanyak tiga kali yaitu sebesar 62.50 persen sebagai tambahan modal usaha yang telah berjalan rata-rata 12 tahun. Mayoritas debitur KUR sektor usaha nonagribisnis memiliki sumber pendapatan lain selain dari pendapatan usaha yang dijalankan sehingga koefisien

pendapatan lain pada model bernilai positif, sementara pada sektor usaha agribisnis hanya sedikit debitur yang memiliki sumber pendapatan lain.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan analisis linear berganda diperoleh nilai-nilai yang mengindikasikan ketepatan model yaitu uji statistik uji F untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan, uji T untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen dan Koefisien Determinasi (R2) untuk melihat keakuratan model. Diketahui bahwa P-value dari uji F lebih kecil dari taraf nyata sebesar 10 persen pada sektor usaha agribisnis, nonagribisnis, dan gabungan kedua sektor usaha (P = 0.000 < α = 0.1), artinya setidak-tidaknya ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Keakuratan model dugaan diperoleh dengan melihat koefisien determinasi (R2) pada sektor usaha agribisnis, nonagribisnis, dan gabungan kedua sektor usaha, yaitu masing-masing sebesar 83, 76, dan 73 persen. Nilai koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa sebesar 83 persen variasi variabel terikat (jumlah realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas, sebesar 76 persen variasi variabel jumlah realisasi KUR pada sektor usaha nonagribisnis dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas, dan sebesar 73 persen variasi variabel jumlah realisasi KUR pada gabungan kedua sektor usaha dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas.

Pada uji T dapat terlihat faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR sektor usaha agribisnis, nonagribisnis dan gabungan kedua sektor usaha. Pada sektor usaha agribisnis ada empat variabel yang berpengaruh nyata, pada sektor usaha nonagribisnis terdapat dua variabel, dan pada gabungan kedua sektor usaha terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR di BRI Unit Rorotan. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata tersebut adalah variabel dengan P-value lebih kecil dari taraf nyata sebesar 10 persen.

Tabel 8 Variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR

Persamaan suatu persamaan regresi berganda memerlukan beberapa asumsi mendasar yaitu normalitas, autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.

1. Normalitas

Pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis menghasilkan variabel-variabel yang terdistribusi normal karena sebaran data berada pada garis normal dengan titik-titik data yang membentuk pola linear, yaitu variabel dependen jumlah realisasi kredit, variabel independen lama pendidikan, frekuensi menerima kredit, lama usaha, waktu pengembalian kredit, pendapatan bersih usaha, pendapatan lain, dan modal usaha.

Variabel Independen

P-value

Agribisnis Nonagribisnis Agribisnis dan Nonagribisnis

Frekuensi menerima kredit 0.022 - 0.023

Lama Usaha 0.089 - -

Waktu pengembalian kredit 0.038 0.016 0.004

Pendapatan bersih usaha 0.008 0.001 0.000

2. Autokorelasi

Pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis dilakukan Uji Statistik Q : Box-Pierce, diperoleh bahwa tidak ada lag yang yang signifikan ( P-value > 0.05) dengan batas toleransi jumlah maksimum sebanyak dua lag, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada komponen error sehingga hasil uji F dan uji T adalah valid.

3. Multikolinieritas

Berdasarkan pada hasil VIF diketahui bahwa nilai VIF dari semua variabel independen adalah lebih kecil dari 10, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat masalah multikolinier diantara variabel-variabel independen.

4. Heteroskedasitas

Plot antara standardized residual dengan variabel terikat menunjukkan bahwa tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa data usaha sektor agribisnis dan nonagribisnis tersebut homogen, yaitu komponen error tidak heteroskedastisitas.

Tabel 9 Hasil pengujian model Regresi Linear Berganda sektor usaha Agribisnis dan Nonagribisnis

Sektor Agribisnis

Notasi Variabel Koefisien

Regresi X2 Frekuensi menerima

kredit (kali)

X5 Pendapatan bersih usaha (Rupiah)

Sektor Usaha Nonagribisnis

b Konstanta -7112000 -2.03 0.05

X1 Lama pendidikan (tahun)

587969.12 1.23 0.23 3.06 X2 Frekuensi menerima

kredit (kali)

-582024.77 -0.41 0.68 2.41 X3 Lama usaha (tahun) -208909.95 -1.69 0.10 1.82 X4 Waktu pengembalian

kredit (bulan)

515103.04* 2.59 0.01 2.30 X5 Pendapatan bersih

usaha (Rupiah) X2 Frekuensi menerima

kredit (kali)

1872000* 2.33 0.02 1.66

X3 Lama usaha (tahun) 28418.32 0.35 0.72 1.13

X4 Waktu pengembalian kredit (bulan)

357052.30* 2.99 0.00 1.41 X5 Pendapatan bersih

usaha (Rupiah)

Residual Error

55 9.969 1.812

Total 63 37.27

Durbin Watson statistic

1.88

*) signifikan pada α = 5% **) signifikan pada α = 10%

Variabel Dependent

Jumlah Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Peubah terikat pada penelitian ini yaitu jumlah realisasi KUR oleh BRI Unit Rorotan. Jumlah KUR yang direalisasikan oleh BRI Unit Rorotan bervariasi dengan plafon antara satu hingga 25 juta rupiah. Berdasarkan hasil penelitian, pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis memiliki perealisasian KUR maksimum sebesar 25 juta rupiah. Besaran jumlah perealisasian KUR berfluktuatif, dimana data perealisasian KUR pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis memiliki nilai rata-rata masing-masing 16 328 125 rupiah dan 15 093 750 rupiah serta memiliki nilai simpangan baku masing-masing sebesar 7 674 433.23 rupiah dan 7 780 701 rupiah.

Variabel Independent

Lama Pendidikan Responden

Variabel lama pendidikan merupakan salah satu kriteria penting yang dipertimbangkan pihak manajemen bank sebelum perealisasian kredit dilakukan,

Variabel lama pendidikan merupakan salah satu kriteria penting yang dipertimbangkan pihak manajemen bank sebelum perealisasian kredit dilakukan,

Dokumen terkait