ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KUR PADA USAHA MIKRO
(Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara)
EVELYN PATRICIA SIMANJUNTAK
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR pada Usaha Mikro (Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016 Evelyn Patricia Simanjuntak NIM H34120008
ABSTRAK
EVELYN PATRICIA SIMANJUNTAK. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR pada Usaha Mikro (Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara). Dibimbing oleh SITI JAHROH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro berdasarkan realisasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Analisis Regresi Linear Berganda.
Terdapat delapan variabel yang diduga menjadi faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Rorotan, yaitu tingkat pendidikan, frekuensi menerima kredit, lama usaha, waktu pengembalian kredit, pendapatan bersih usaha, pendapatan lain, modal usaha dan jenis usaha. Dari delapan variabel yang digunakan ada empat variabel yang berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit pada sektor usaha agribisnis di BRI Unit Rorotan (α = 10 %) yaitu frekuensi menerima kredit, lama usaha, pendapatan bersih usaha dan waktu pengembalian kredit. Pada sektor usaha nonagribisnis ada dua variabel yang berpengaruh nyata yaitu waktu pengembalian kredit dan pendapatan bersih usaha. Berdasarkan hasil penelitian, BRI Unit Rorotan sebaiknya memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit kepada calon debitur pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis.
Kata kunci: karakteristik debitur KUR, sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis, variabel-variabel faktor
ABSTRACT
EVELYN PATRICIA SIMANJUNTAK. Determinant Analysis of Micro Credit Program on Small Enterprises (Case : BRI Rorotan, North Jakarta). Supervised by SITI JAHROH.
This research aimed to identify the characteristics on micro credit program costumers based on the realisation and to analyze the influencing factors in BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara on agibusiness and nonagibusiness sectors using regression analysis method. There were eight variables used to analysis the factors influencing the credit realisation in BRI Unit Rorotan. The factors are educational background variable, frequency of credit received, age of business, long repayment, net business revenue, other income, venture capital, and business type variables.
Out of eight variables, four significantly influenced the realisation on agribusiness sector (α = 10 %), i.e. frequency of credit received, age of business, net business revenue, and long repayment. On nonagribusiness sector, there were two significantly influenced realisation i.e. long repayment and net business revenue.
BRI Unit Rorotan should consider those influencing factors in distributing the credit to the customers.
Keywords : characteristics customers KUR, agribusiness and nonagribusiness sectors, variable’s factor
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KUR PADA USAHA MIKRO
(Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara)
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2015 ini adalah pembiayaan, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR pada Usaha Mikro (Kasus : BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Siti Jahroh, Ph D selaku pembimbing.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Fiza dari BRI Kanwil I Jakarta Pusat, Bapak Hj. Riskan dari BRI Cabang Tanjung Priuk, Bapak Asep Ganjar beserta pihak manajemen BRI Unit Rorotan, Bapak Adeheru, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga, Roni, kedua sahabat saya yaitu Lasmaria dan Hotsetia, teman-teman saya di Agribisnis 49 dan Partaru, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016 Evelyn Patricia Simanjuntak
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
TINJAUAN PUSTAKA 8
Karakteristik Responden Debitur KUR 8
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR 9
KERANGKA TEORITIS 10
Kredit dan Ketentuan Umum Perkreditan 10
Fungsi, Tujuan, dan Jenis-Jenis Kredit 11
Karakteristik Debitur 13
Kerangka Pemikiran Operasional 14
METODE PENELITIAN 15
Lokasi dan Waktu Penelitian 16
Jenis dan Sumber Data 16
Metode Pengambilan Sampel 17
Metode Pengolahan dan Analisis Data 17
Analisis Kualitatif 17
Analisis Kuantitatif 17
Analisis Regresi Linier Berganda 17
GAMBARAN UMUM BRI CABANG TANJUNG PRIUK DAN BRI UNIT
ROROTAN 22
Visi dan Misi BRI Unit Rorotan 25
Bidang Usaha BRI Unit Rorotan 25
Mekanisme penyaluran KUR di BRI Unit Rorotan 26
HASIL DAN PEMBAHASAN 27
Karakteristik Responden Debitur KUR BRI Unit Rorotan 27
Karakteristik Individu Responden 28
Karakteristik Usaha Responden 30
Karakteristik Kredit 32
Analisis Realisasi KUR di BRI Unit Rorotan 34
Variabel Dependen 38
Variabel Independen 38
SIMPULAN DAN SARAN 43
Simpulan 43
Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 45
LAMPIRAN 47
RIWAYAT HIDUP 52
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan jumlah UMKM menurut sektor ekonomi tahun 2010-2011 2 2 Perkembangan nilai PDB UMKM dan jumlah tenaga kerja menurut skala usaha 2012-2013 atas dasar harga konstan 2000 3 3 Realisasi penyaluran KUR Bank Nasional pada 30 Oktober 2014 4 4 Perkembangan realisasi KUR oleh BRI tahun 2010-2013 5 5 Posisi jumlah debitur dan realisasi KUR BRI Cabang Tanjung Priuk
November 2015 5
6 Statistika deskriptif responden debitur KUR di BRI Unit Rorotan 28 7 Karakteristik responden debitur KUR BRI Unit Rorotan 33 8 Variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR 35 9 Hasil pengujian model regresi linier berganda sektor usaha agribisnis
dan nonagribisnis 36
DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan realisasi dan debitur KUR BRI Unit Rorotan periode
September-Desember 2015 6
2 Realisasi KUR pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis di
BRI Unit Rorotan periode September-Desember 2015 7
3 Kerangka pemikiran operasional 15
4 Struktur organisasi BRI Unit Rorotan 25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jumlah dan perkembangan UMKM periode 2008-2013 47 2 Output regresi linier sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis pada realisasi
KUR di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara 48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) telah terbukti mampu menjadi basis perekonomian dan dapat menggantikan peran pengusaha besar. Sejak krisis moneter yang diawali tahun 1997, hampir 80 persen usaha besar mengalami kebangkrutan dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap karyawannya, berbeda dengan UMKM yang tetap bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. UMKM mampu membuktikan ketahanan sebagai landasan perekonomian Indonesia dengan memiliki fleksibilitas yang tinggi karena berbasis pemberdayaan ekonomi lokal sehingga mampu menghadapi perubahan kondisi pasar yang cepat pada masa krisis ekonomi tahun 1997/1998. Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997, peran UMKM dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam pemulihan ekonomi nasional1.
UMKM terdiri dari beberapa sektor ekonomi. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan merupakan sektor UMKM pada sektor usaha agribisnis.
Pada usaha nonagribisnis terbagi menjadi beberapa sektor, yaitu pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa. Diantara semua sektor pada UMKM, pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan merupakan sektor dengan jumlah usaha terbesar dengan jumlah usaha 26 967 963 unit pada tahun 2010, kemudian disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi pada urutan kedua dan ketiga. Sektor usaha tersebut termasuk ke dalam kelompok usaha agribisnis (Kementerian Koperasi dan UMKM 2015). Perkembangan jumlah UMKM menurut sektor ekonomi tahun 2010-2011dapat dilihat pada Tabel 1.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan UMKM yang baik. Pertumbuhan UMKM tahun 2008 sampai 2013 relatif konstan dengan rata-rata pertumbuhan 2.4 persen. Sektor usaha ini sempat mengalami penurunan pertumbuhan periode tahun 2010 sampai 2011, namun UMKM masih lebih baik dibandingkan usaha besar yang pertumbuhannya sangat fluktuatif dan mencapai angka pertumbuhan negatif pada periode tersebut. Angka pertumbuhan yang relatif konstan menunjukkan bahwa UMKM lebih mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar. Ketahanan UMKM ini dapat mempercepat pembangunan daerah dengan mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja (Kementerian Koperasi dan UMKM 2015). Jumlah dan perkembangan UMKM periode 2008-2013 dapat dilihat pada Lampiran 1.
1 Tangkal Krisis, Kadin Minta Peran UMKM Diperkuat. [Internet]. Terhubung Berkala.
(Diakses pada 5 November 2015). http://kemenperin.go.id/artikel/7684/Tangkal-Krisis,- Kadin-Minta-Peran-UMKM-Diperkuat
Tabel 1 Perkembangan jumlah Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) menurut sektor ekonomi tahun 2010-2011
Sumber : Kementerian Koperasi dan UMKM (2015)
Usaha mikro memiliki peranan vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi karena kontribusinya terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan skala usaha kecil, menengah, dan besar. Pada tahun 2012, usaha mikro memberikan kontribusi terhadap PDB nasional menurut harga konstan tahun 2000 sebesar 31.32 persen dari total PDB, sementara pada tahun 2013 kontribusinya sebesar 30.25 persen.
Perkembangan kontribusi usaha mikro terhadap PDB nasional berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar 2.14 persen. Selain berperan dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB Indonesia, usaha mikro juga berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2012 dan 2013 total tenaga kerja yang terserap masing-masing sebesar sebesar 90.11 dan 88.90 persen (Kementerian Koperasi dan UMKM). Perkembangan nilai PDB dan jumlah tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2012-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.
No Sektor Ekonomi Jumlah Perkembangan
Tahun 2010 Tahun 2011 Jumlah (%)
1 Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan
26 685 710 26 967 963 282 253 1.10
2 Perdagangan, hotel dan restoran
15 910 964 15 918 251 7 286 0.10
3 Pengangkutan dan komunikasi
3 778 780 3 799 460 20 680 0.54
4 Industri pengolahan 3 423 078 3 538 070 114 992 3.40
5 Jasa-jasa swasta 2 340 194 2 497 235 157 041 6.70
6 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
1 115 742 1 308 095 192 292 17.20
7 Bangunan 570 640 869 080 298 440 52.30
8 Pertambangan dan penggalian
276 861 294 448 17 588 6.30
9 Listrik, gas dan air bersih
12 852 13 908 1 051 8.20
Total 54 114 821 55 206 444 1 091 623 2.00
Tabel 2 Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM dan jumlah tenaga kerja menurut skala usaha 2012-2013 atas dasar harga konstan 2000
Sumber : Kementerian Koperasi dan UMKM (2015)
Perkembangan usaha mikro yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum dapat diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitasnya. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Sumbangan PDB dari usaha mikro yang besar disebabkan oleh jumlah unitnya yang lebih banyak, bukan karena tingkat produktivitas yang tinggi (produktivitas per unit rendah). Rasio nilai tambah terhadap jumlah tenaga kerja usaha mikro juga lebih kecil dibandingkan usaha besar karena produktivitas tenaga kerja di usaha mikro lebih rendah dibandingkan skala usaha lainnya. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi, yaitu rendahnya kualitas SDM usaha mikro dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, pemasaran, lemahnya kewirausahaan, dan terbatasnya akses usaha mikro terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya.
Namun permasalahan utama yang dihadapi usaha mikro adalah akses permodalan (Tambunan 2002).
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menghadapi masalah akses permodalan UMKM yaitu dengan mengeluarkan kebijakan kredit usaha mikro, kecil dan menengah yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kredit usaha rakyat adalah kredit modal kerja dan atau kredit investasi dengan plafon kredit sampai dengan 500 juta rupiah, diberikan kepada usaha mikro, kecil dan koperasi yang memiliki usaha produktif dan akan mendapat penjaminan dari perusahaan penjamin. KUR diberikan kepada UMKM khususnya usaha mikro dan usaha kecil yang telah feasible namun belum bankable 2
Perhatian pemerintah terhadap UMKM terlihat dari sikap pemerintah yang mempermudah persyaratan bagi UMKM yang ingin memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain mempermudah persyaratan, bunga KUR yang awalnya sebesar 22 persen saat awal peluncuran kebijakan KUR tanggal 5 November 2007, kini menjadi sembilan persen saat kebijakan KUR baru dikeluarkan September
2 Program Kredit Usaha Rakyat. [Internet]. Terhubung berkala. (Diakses pada 5 November 2015). http://www.tnp2k.go.id/id/tanya-jawab/klaster-iii/progam-kredit-usaha-rakyat-kur/
No Skala Usaha
PDB atas Harga Konstan 2000 (Rp. Milyar)
Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2012 Tahun 2013
1 Usaha Mikro 790 825.6 807 804.5 99 859 517 104 624 466
2 Usaha Kecil 294 260.7 342 579.2 4 535 970 5 570 231
3 Usaha
Menengah 366 373.9 386 535.1 3 262 023 3 949 385
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
1 451 460.2 1 536 918.8 107 657 509 114 144 082
4 Usaha Besar 1 073 660.1 1 133 396.1 3 150 645 3 537 162
Jumlah 2 525 120.3 2 670 314.9 110 808 154 117 681 244
2015. Tujuan penurunan bunga KUR agar Bank Nasional dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) mampu meningkatkan jumlah penyaluran kredit dan juga memberikan rasa keadilan bagi para pelaku usaha mikro dan kecil agar dapat mengakses perbankan untuk memperkuat modal usaha. Bank Nasional yang telah menyalurkan KUR sampai bulan Oktober 2014 ada sebanyak tujuh bank yaitu Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah) (Kementerian Keuangan 2015).
Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan penyalur KUR terbesar diantara tujuh Bank Nasional lainnya dengan total plafon mencapai 112.9 triliun rupiah (Kementerian Keuangan 2015), khususnya penyaluran KUR mikro. BRI menyalurkan KUR di sektor mikro dengan jumlah realisasi 92.4 triliun rupiah dan debitur KUR terbesar dibanding enam penyalur lainnya dengan rata-rata kredit 8.3 juta/debitur (Tabel 3). Banyaknya jumlah debitur BRI dikarenakan BRI memiliki banyak unit kerja hingga ke pelosok daerah yang belum dijajaki oleh bank lain dan BRI dianggap sebagai bank yang berpengalaman dalam memberikan kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah dibandingkan dengan bank lainnya.
Tabel 3 Realisasi penyaluran KUR Bank Nasional pada 30 Oktober 2014
No
Bank Nasional
Realisasi Penyaluran KUR Plafon
(Juta)
Debitur (Orang)
Rata-rata Kredit (Rp Juta)
1 BNI 15 360 611 216 135 71.1
2 BRI ( KUR Ritel) 20 487 247 116 664 175.6
3 BRI (KUR Mikro) 92 426 015 11 109 447 8.3
4 Bank Mandiri 16 997 531 382 291 44.5
5 BTN 4 579 043 25 182 181.8
6 Bukopin 1 813 261 12 139 149.4
7 Bank Syariah Mandiri 3 882 548 59 485 65.3
8 BNI Syariah 306 019 1 376 222.4
Total 155 852 276 11 922 719 13.1
Sumber : Kementerian Keuangan (2015)
Kinerja penyaluran KUR oleh bank BRI memperlihatkan hasil yang memuaskan. Penyaluran KUR oleh BRI pada tahun 2010 hingga 2013 selalu melampaui target yang diberikan pemerintah (Tabel 4). BRI selalu fokus untuk dapat mencapai target dan tepat sasaran dalam menyalurkan KUR sektor UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR oleh bank BRI.
Tabel 4 Perkembangan realisasi KUR oleh BRI Tahun 2010-2013
Sumber : Bank Rakyat Indonesia (2015)
Perumusan Masalah
DKI Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia dengan aktivitas ekonomi yang sangat tinggi. Salah satu wilayah di DKI Jakarta yaitu Jakarta Utara mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibanding wilayah lainnya.
Hal tersebut berhubungan dengan jumlah usaha, khususnya UMKM yang lebih rendah diantara daerah lainnya. Pada tahun 2014, tercatat jumlah UMKM di Jakarta Utara sebanyak 150 512 unit, lebih rendah dibanding Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat yang masing-masing memiliki UMKM sebanyak 205 137, 195 128, 197 495, 182 183 unit (Dinas Koperasi dan UMKM DKI Jakarta 2015). Sehingga perlu diketahui bagaimana akses permodalan UMKM di wilayah Jakarta Utara.
Tabel 5 Posisi jumlah debitur dan realisasi KUR BRI Cabang Tanjung Priuk November 2015
Sumber : Bank Rakyat Indonesia Cabang Tanjung Priuk, Jakarta (2015) Tahun
Realisasi KUR BRI (Rp Triliun)
Target Awal Realisasi
2010 6.20 9.10
2011 10.00 16.80
2012 15.00 19.80
2013 19.00 27.70
No Bank BRI
Jumlah Debitur
(Orang)
Realisasi (Rp 000)
1 Unit Rorotan 395 6 107 500
2 Unit Warakas 398 5 912 000
3 Unit Sindang 320 5 528 500
4 Unit Kramat Jaya 300 4 918 000
5 Unit Semper 298 4 686 500
6 Unit Persin 246 4 236 000
7 Unit Cilincing 261 3 891 000
8 Unit Tongkol 247 3 595 500
9 Unit Marunda 193 3 289 000
10 Unit Kalibaru 187 3 160 000
11 Unit Kebun Bawang 142 2 528 500
12 Unit Koja 132 2 203 000
13 Unit Villa Gading 97 1 593 500
BRI Unit Rorotan merupakan unit BRI dengan jumlah realisasi KUR tertinggi di daerah Jakarta Utara. Berdasarkan besaran penyaluran KUR hingga November 2015, BRI Unit Rorotan memiliki jumlah realisasi terbanyak dalam penyaluran KUR di setiap unit BRI pada BRI Kantor Cabang Tanjung Priuk dengan rata-rata kredit 15 juta rupiah. Hal ini menggambarkan bahwa prestasi kinerja penyaluran KUR BRI Unit Rorotan lebih baik dibandingkan unit lain di wilayah Tanjung Priuk (Tabel 5).
Setiap bulan pada periode September hingga Desember 2015, jumlah realisasi dan debitur KUR di BRI Unit Rorotan berfluktuasi, namun cenderung meningkat dengan rata-rata jumlah realisasi KUR sebesar 775 juta rupiah dan debitur 44 orang.
Bulan Oktober merupakan jumlah realisasi KUR terendah dengan total realisasi sebesar 624 juta rupiah dan jumlah debitur sebanyak 40 orang. Jumlah realiasi KUR tertinggi yaitu pada bulan Desember dengan total realisasi 1.1 milyar rupiah dan jumlah debitur 59 orang (Gambar 1). Hal ini memperlihatkan bahwa BRI Unit Rorotan selalu berusaha meningkatkan jumlah debitur KUR sehingga akan meningkatkan jumlah realisasinya.
Gambar 1 Grafik perkembangan realisasi dan debitur KUR BRI Unit
Rorotan periode September- Desember 2015.
Penyaluran KUR terbesar oleh BRI Unit Rorotan dilakukan pada sektor usaha agribisnis. Pada periode September hingga Desember 2015, KUR yang disalurkan pada sektor usaha agribisnis melebihi 300 juta rupiah (Gambar 2). Hal ini memperlihatkan bahwa di wilayah kerja BRI Unit Rorotan yaitu kelurahan Rorotan dan Marunda, banyak pengusaha agribisnis mikro yang sedang tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi BRI Unit Rorotan dalam merealisasikan KUR.
0 20 40 60 80 100 120
September Oktober November Desember
Jumlah realisasi dan debitur KUR
Bulan
Realisasi (Juta Rupiah)
Debitur (Orang)
Gambar 2 Grafik realisasi KUR pada sektor agribisnis dan nonagribisnis di BRI Unit Rorotan periode September-Desember 2015.
Salah satu cara mengenali karakteristik peminjam yaitu dengan melihat karakteristik individu, usaha dan kredit pemiliknya karena berhubungan dengan character, capacity, capital, collateral dan condition of economy yang akan mempengaruhi kecenderungan nasabah dalam menerima kredit. Penilaian character debitur dapat dilakukan pada debitur yang telah menerima kredit lebih dari satu kali, ketepatan dalam pembayaran angsuran kredit, dan usaha telah berjalan lama. Tingkat pendidikan dan pendapatan bersih usaha yang semakin tinggi memperlihatkan capacity yang semakin baik dalam mengelola usaha. Capital yang baik merupakan modal sendiri yang digunakan debitur. Keberlangsungan usaha juga sangat dipengaruhi lingkungan, sehingga Condition of economy harus mendukung usaha yang dijalankan. Setiap pinjaman umumnya menggunakan agunan sebagai jaminan, namun pada KUR agunan hanya sebagai jaminan moril dan dapat ditiadakan.
Melalui karakteristik ini, dapat dilihat sasaran yang menjadi pemberdayaan BRI Unit Rorotan, sehingga sangat penting untuk mengidentifikasi karakteristik nasabah KUR karena terkait dengan keberhasilan nasabah dalam menjalankan usaha serta kemampuan dalam pengembalian kredit. Dengan demikian bank BRI dapat menentukan nasabah dan jumlah KUR yang tepat, sehingga target dapat terealisasi dengan tetap menjaga performance serta kualitas pembiayaan yang sehat.
Dengan memilih BRI Unit Rorotan sebagai unit analisis maka berdasarkan uraian diatas, masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini antara lain :
1. Bagaimana karakteristik debitur KUR mikro sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara?
2. Mengapa jumlah realisasi KUR mikro pada sektor usaha agribisnis lebih besar dibandingkan sektor usaha nonagribisnis di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara?
0 100000000 200000000 300000000 400000000 500000000 600000000 700000000 800000000
September Oktober November Desember
Jumlah Realisasi KUR
Bulan
Agribisnis
Nonagribisnis
Tujuan Penelitian
Setelah memaparkan dan menjelaskan latar belakang yang mendasari perumusan masalah dalam penelitian, maka tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Mengidentifikasi karakteristik debitur KUR mikro sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis di BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR mikro pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis BRI Unit Rorotan, Jakarta Utara.
Manfaat Penelitian
1. Bagi pengambil kebijakan pada BRI Unit Rorotan, khususnya divisi mikro dapat bermanfaat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR pada BRI Unit Rorotan sehingga perealisasian KUR diharapkan akan lebih tepat sasaran dan sesuai target
2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pustaka dan referensi bagi akademisi yang ingin melakukan penelitian selanjutnya mengenai program Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau program kredit mikro lainnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Responden Debitur KUR
Karakteristik responden dibedakan menjadi karakteristik individu, karakteristik usaha dan karakteristik kredit responden. Penelitian yang dilakukan oleh Hutagaol (2009) di BRI Unit Cigombong Bogor tidak membedakan karakteristik responden menjadi tiga bagian, namun menggunakan variabel jenis kelamin, umur responden, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, dan kegiatan usaha responden. Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa debitur KUR mayoritas berjenis kelamin pria dengan kisaran usia 43 hingga 52 tahun, tingkat pendidikan SD, pengalaman usaha satu sampai empat tahun, dan kegiatan usaha budidaya jagung manis.
Mulyarto (2009) mengidentifikasi karakteristik debitur KUR di BRI Unit Leuwiliang, Bogor. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa mayoritas debitur KUR berjenis kelamin pria, usia 33 sampai 46 tahun, tingkat pendidikan SMU, pekerjaan wiraswasta, jumlah penghasilan perbulan satu sampai lima juta rupiah, waktu tempuh ke bank satu sampai 15 menit, frekuensi pinjaman responden satu sampai
tiga kali, waktu perealisasian KUR tujuh hari, dan modal usaha lebih dari 10 juta rupiah.
Menurut penelitian lain yang dilakukan Hidayanto (2010) di BRI Unit Tongkol, karakteristik debitur KUR yaitu mayoritas debitur telah mengambil kredit lebih dari satu kali, modal usaha 1.5 juta rupiah sampai tiga juta rupiah, jenis kelamin pria, usia 41 sampai 50 tahun, tingkat pendidikan SMU, pendapatan perbulan tiga sampai lima juta rupiah, waktu tempuh ke bank satu sampai 15 menit, dan jenis usaha warung kelontong.
Sembiring (2013) juga melakukan penelitian mengenai realisasi KUR untuk mengetahui karakteristik debitur KUR. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas debitur berusia 33 sampai 42 tahun, tingkat pendidikan SD, lama usaha satu sampai empat tahun, pendapatan bersih perbulan kurang dari satu juta rupiah, frekuensi pinjaman tiga sampai empat kali, dan rata-rata debitur tidak menyerahkan agunan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Sulikah (2013) yang meneliti dampak pemberian kredit mikro untuk perempuan di Bangladesh. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 97 persen dari total nasabah Grameen Bank adalah perempuan. Dampak kredit mikro terhadap pemberdayaan perempuan dapat dilihat dari akses perempuan terhadap pendapatan dan tenaga kerja, dimana selain dapat meningkatkan pendapatan perempuan, kredit mikro juga membantu penerimanya untuk menciptakan suatu usaha produktif baik untuk diri mereka sendiri maupun anggota keluarga mereka, disamping juga memberdayakan para perempuan dalam hal meningkatknya akses mereka terhadap kerja yang berorientasi pasar.
Dari keempat penelitian diatas terdapat persamaan karakteristik debitur KUR, menurut penelitian yang dilakukan Consultative Group to Assist the Poor (CGAP 2000) produk-produk keuangan mikro cenderung seragam dalam suatu area yang luas. Sebagian besar Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Bangladesh menawarkan beberapa variasi produk yang dipelopori oleh Grameen Bank, yaitu pinjaman dengan jangka waktu sekitar satu tahun, frekuensi pembayaran angsuran yang sering (biasanya angsuran mingguan), diberikan kepada kelompok, dan ada unsur simpanan wajib. Pada wilayah Afrika Timur, pinjaman dan persyaratan mirip dengan yang diberikan di Bangladesh, namun pelunasan dilakukan dalam jangka waktu 16 atau 24 minggu.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR
Penelitian-penelitian yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah banyak dilakukan. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh karakteristik nasabah , yaitu karakteristik individu debitur (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan jarak tempat tinggal) , karakteristik usaha debitur (nilai RPC perbulan, jenis usaha, lama usaha, modal usaha) serta karakteristik kredit itu sendiri (nilai plafon kredit, jangka waktu pengembalian, frekuensi peminjaman kredit, nilai agunan, dan kewajiban per bulan). Penelitian yang dilakukan oleh Hutagaol (2009) di BRI Unit Cigombong Bogor menyimpulkan bahwa terdapat lima faktor yang berpengaruh nyata terhadap
jumlah realisasi KUR, yaitu agunan, tingkat pendidikan, jarak lokasi usaha, lama usaha, dan pendapatan bersih rumah tangga. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda serta menggunakan analisis deskriptif.
Penelitian yang dilakukan Mulyarto (2009) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang Cabang Bogor menyimpulkan bahwa pendapatan, frekuensi pengembalian kredit, lama usaha, dan modal usaha merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan uji statistik t, uji F, dan koefisien determinasi.
Hidayanto (2010) juga melakukan penelitian yang sama mengenai realisasi KUR, menduga ada enam faktor yang dapat mempengaruhi realisasi KUR yaitu tingkat pendapatan, frekuensi kredit, lama usaha, modal usaha, tingkat pendidikan, dan waktu pengembalian kredit. Berdasarkan hasil penelitiannya, faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR adalah tingkat pendapatan, frekuensi kredit, modal usaha, tingkat pendidikan dan waktu pengembalian kredit. Semakin tinggi tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan, semakin sering menerima kredit dari bank, semakin besar modal usaha dan semakin tepat waktu dalam membayar angsuran kredit maka semakin besar pula peluang mendapatkan pembiayaan dari bank. Alat analisis yang digunakan adalah analisis linear berganda dengan uji –F dan uji-t.
Menurut penelitian lain yang dilakukan Sembiring (2013) di BRI Unit Harjasari, faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR lima, yaitu umur responden, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, pendapatan bersih, frekuensi pinjaman nasabah. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda serta menggunakan analisis deskriptif.
KERANGKA TEORITIS
Kredit dan Ketentuan Umum Perkreditan
Menurut UU No 10 Tahun 1998 tentang pokok-pokok Perbankan, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman-pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.
Pemberian kredit atas dasar kepercayaan sehingga pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti bahwa prestasi yang diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh penerima kredit sesuai dengan waktu dan syarat- syarat yang telah disetujui oleh kedua pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu lembaga kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya.
Dalam pemberian kredit terdapat unsur-unsur yang terkandung. Menurut Suyatno, (1999) menyatakan bahwa unsur-unsur kredit perbankan terdiri dari :
1. Kepercayaan, yaitu suatu keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu di masa mendatang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, karena sebelum dana dicairkan maka sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan yang mendalam tentang nasabah. Penelitian dan penyelidikan dilakukan untuk mengetahui kemampuannya dalam membayar kredit yang disalurkan.
2. Jangka Waktu, yaitu setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
3. Risiko (Degree of Risk), yaitu faktor risiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu risiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu dan risiko diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat terjadinya musibah seperti bencana alam. Penyebab tidak tertagih sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian (jangka waktu). Semakin panjang jangka waktu suatu kredit maka semakin besar risikonya tidak tertagih, demikian pula sebaliknya.
4. Prestasi atau objek kredit, yaitu setiap pemberian kredit tidak hanya dinilai menggunakan uang, tetapi juga dalam bentuk barang dan jasa, hanya saja saat ini kehidupan ekonomi lebih modern dan transaksi kredit yang berupa uang yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan.
Fungsi, Tujuan, dan Jenis-jenis Kredit
Semua bank yang beroperasi di seluruh dunia dipastikan akan selalu memberikan kredit (pinjaman) kepada masyarakat yang membutuhkannya. Bank menjalankan fungsi mediasinya sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku sehingga usaha pokok perbankan adalah memberikan kredit. Pengaruh kredit yang disalurkan oleh bank sangat luas dalam segala bidang kehidupan, khususnya perekonomian. Fungsi Kredit perbankan dalam perekonomian dan perdagangan bervariasi antara lain meningkatkan daya guna uang, meningkatkan peredaran lalu lintas uang, salah satu alat stabilitas ekonomi, meningkatkan kegairahan berusaha, pemerataan pendapatan, dan meningkatkan hubungan internasional.
Penyaluran kredit oleh bank pada dasarnya berperan sebagai agent of development dimana penyaluran kredit berasaskan kepada pancasila, sehingga dapat mencapai keseimbangan kepentingan antara pemerintah, masyarakat dan pengusaha (pemilik modal). Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan perkreditan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui aktivitas perusahaan yang mendapatkan pembiayaan dari aktivitas kredit. Kebijakan perkreditan yang dikeluarkan pemerintah juga tetap melindungi kepentingan bank dengan penanggungan risiko kredit karena bank juga bertujuan mencari keuntungan (profitability) dan keamanan (safety) dalam menyalurkan kredit.
Kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada masyarakat terdiri dari beberapa jenis menurut objek yang dibiayai dan sektor ekonomi. Jenis kredit menurut objek yang dibiayai dapat dibedakan menjadi :
1. Kredit Investasi (Investment Loan)
Kredit investasi adalah kredit yang diberikan kepada usaha-usaha guna merehabilitasi, memodernisasi, perluasan usaha, atau pendirian proyek baru.
Jenis kredit ini digunakan dalam jangka panjang, karena biaya pengadaan barang modal yang relatif mahal harus dituangkan dalam kewajiban pembayaran oleh calon debitur yang harus disesuaikan dengan kondisi aliran kas pada usaha tersebut dan disepakati dengan pihak bank.
2. Kredit Modal Kerja (Working Capital Loan)
Kredit modal kerja adalah kredit yang digunakan untuk membiayai keperluan perputaran usaha, yaitu untuk pembelian bahan baku, pembiayaan tenaga kerja, overhead, persediaan, piutang usaha dan lain-lain. Jenis kredit ini menyesuaikan dengan kebutuhan perputaran masing-masing sektor usaha. Jangka waktu yang diberikan untuk kredit modal kerja sampai dengan satu tahun dan dapat diperpanjang apabila masih dibutuhkan oleh penerima kredit.
3. Kredit Konsumsi
Kredit konsumsi adalah kredit yang diberikan bank kepada perorangan atau lembaga untuk keperluan konsumsi barang atau jasa. Kredit yang termasuk kredit konsumsi antara lain Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, dan lain-lain.
Jenis kredit menurut sektor ekonomi dibedakan menjadi : 1. Kredit sektor pertanian
Kredit pertanian dalam arti luas digunakan untuk mendukung usaha-usaha bidang pertanian antara lain tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, dan sarana pertanian.
2. Kredit sektor pertambangan
Kredit pada sektor ini digunakan untuk kegiatan meliputi usaha-usaha penggalian dan pengumpulan bahan-bahan tambang dalam bentuk padat, cair dan gas seperti minyak dan gas bumi, bijih logam seperti timah, nikel, besi, emas dan barang tambang lain.
3. Kredit sektor perindustrian
Kredit di sektor ini digunakan untuk mendukung kegiatan industri makanan, minuman, makanan ternak, tekstil, sandang, kulit, kayu, kertas, pengolahan bahan kimia, dan perakitan.
4. Kredit sektor konstruksi
Kredit di sektor ini digunakan untuk membiayai usaha-usaha bergerak di bidang pembangunan fisik, perbaikan gedung, pasar, jalan, jembatan, pelabuhan, sekolah, perumahan, dan lain-lain. Kegiatan di sektor konstruksi ini juga termasuk dalam hal pemeliharaan ataupun rehabilitasi.
5. Kredit sektor jasa dan perdagangan
Kredit pada sektor ini digunakan untuk mendanai kegiatan ekspor, impor, perdagangan dalam negeri, distribusi, perdagangan eceran, hotel, restoran, catering, warung serba ada, dan usaha simpan pinjam.
Karakteristik Debitur
Bank yang akan memberikan kredit kepada debitur terlebih dahulu harus melakukan analisis terhadap debitur tersebut. Keyakinan bank untuk merealisasikan kredit diperoleh berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan nasabah debitur untuk melunasi utangnya. Oleh karena itu perlu mengenali karakteristik debitur terlebih dahulu. Prinsip yang biasa diterapkan oleh pihak manajemen Bank untuk mengenali debitur kredit yaitu prinsip 5C. Menurut Dendawijaya (2001), prinsip 5C meliputi :
1. Character (Watak/kepribadian)
merupakan keadaan watak/sifat dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana itikad/kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Suatu pemberian kredit didasari atas dasar kepercayaan yang berasal dari pihak bank bahwa si peminjam mempunyai moral, watak maupun sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah nasabah tersebut, dapat dilakukan melalui upaya seperti meneliti riwayat hidup, reputasi calon nasabah, mencari informasi tentang keseharian nasabah, dan meminta bank to bank information.
2. Capital (Modal)
merupakan jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah.
Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya dan bank akan lebih yakin dalam memberikan kredit. Kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar dari kredit yang diperoleh dari bank. Self-financing tidak selalu harus berupa uang tunai, namun juga dalam bentuk barang modal seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin.
3. Capacity (Kemampuan membayar)
merupakan kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian terhadap kemampuan ini untuk mengukur/mengetahui sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya. Pengukuran capacity dapat dilakukan melaui beberapa pendekatan yaitu pendekatan historis, finansial, pendidikan, yuridis, manajerial, dan teknis.
4. Collateral (Jaminan/agunan)
merupakan barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank.
Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan dan harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin
5. Condition of economy (Kondisi Ekonomi)
merupakan situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya
berpengaruh terhadap kelancaran perusahaan calon debitur. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai hal-hal antara lain : keadaaan konjungtur, peraturan-peraturan pemerintah, situasi politik dan perekonomian dunia, dan keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran.
Kerangka Pemikiran Operasional
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Rorotan merupakan salah satu bank penyalur KUR dengan jumlah realisasi dan debitur KUR tertinggi di wilayah kerja Tanjung Priuk. Debitur KUR menggunakan kredit yang diterimanya untuk modal kerja maupun investasi. Usaha yang dimiliki debitur beragam dalam sektor usaha agribisnis dan non agribisnis, tetapi dari total debitur penerima KUR, usaha yang mereka miliki umumnya bergerak pada sektor usaha agribisnis.
Jumlah kredit dan debitur KUR di BRI Unit Rorotan mengalami fluktuasi pada September hingga Desember 2015 namun cenderung meningkat. Hal ini memperlihatkan bahwa BRI Unit Rorotan selalu berusaha meningkatkan jumlah debitur KUR sehingga akan meningkatkan jumlah realisasinya. Penyaluran KUR terbesar oleh BRI Unit Rorotan dilakukan pada sektor usaha agribisnis. Hal ini memperlihatkan bahwa di wilayah kerja BRI Unit Rorotan yaitu kelurahan Rorotan dan Marunda, banyak pengusaha agribisnis mikro yang sedang tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai analisis faktor- faktor yang mempengaruhi realisasi KUR.
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi realisasi KUR akan dianalisis secara deskriptif dan secara statistik. Analisis secara deskriptif menggunakan prinsip 5C, dan secara statistik menggunakan analisis regresi linear berganda.
Variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap jumlah realisasi KUR yaitu lama pendidikan, frekuensi menerima kredit, lama usaha, waktu pengembalian kredit, pendapatan bersih usaha, pendapatan lain, modal usaha, dan jenis usaha.
Hasil analisa akan menjadi rekomendasi untuk BRI Unit Rorotan supaya fokus kepada faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KUR.
Secara lebih ringkas dapat dilihat pada kerangka pemikiran operasional.
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dilakukan di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk Unit Rorotan Cabang Tanjung Priuk yang beralamat di Jalan Raya Rorotan, Kelurahan Rorotan, Cilincing, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan karena
1. BRI Unit Rorotan merupakan penyalur KUR terbesar pada BRI Cabang Tanjung Priuk 2. Jumlah realisasi terbesar pada sektor usaha
agribisnis
Faktor-faktor yang mempengaruhi
realisasi KUR Karakteristik nasabah
Sektor
Agribisnis Sektor
Nonagribisnis
Faktor-Faktor yang mempengaruhi realisasi KUR berdasarkan 5C : 1. Character (frekuensi menerima kredit, waktu pengembalian kredit,
lama usaha)
2. Capacity (lama pendidikan, lama usaha, pendapatan bersih usaha, pendapatan lain, jenis usaha)
3. Capital (modal usaha)
4. Condition of Economy (pendapatan bersih usaha) 5. Collateral
Analisis Regresi Linear Berganda
Hasil dan Pembahasan Rekomendasi kebijakan kepada BRI
Unit Rorotan
unit ini memiliki jumlah realisasi tertinggi dan debitur KUR terbanyak dibandingkan dengan unit yang lain di Cabang Tanjung Priuk dan Unit ini juga memiliki debitur KUR yang mayoritas bekerja pada sektor usaha agribisnis.
Pelaksanaan pengambilan data berlangsung dari November 2015 sampai dengan Januari 2016.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat langsung dari sumber informasi melalui pengamatan langsung, diskusi dan wawancara dengan debitur KUR dengan berpedoman pada kuesioner, juga dengan petugas kredit mikro di BRI Unit Rorotan. Data yang diperoleh dari debitur berupa identitas pribadi, kegiatan usaha, tingkat kesejahteraan, fasilitas-fasilitas yang dimiliki, dan hubungan lainnya yang terjalin dengan BRI Unit Rorotan.
Data sekunder merupakan data jumlah realisasi dan debitur KUR, yang diambil dari data yang telah ada dari data internal laporan bulanan KUR Unit Rorotan dari jangka waktu September hingga Desember 2015, mekanisme dan tata cara pemberian kredit kepada calon debitur dari awal pengajuan pinjaman, perealisasian, dan tata cara pengembalian kredit. Sumber data sekunder lainnya yaitu studi pustaka, literatur-literatur terkait, buku atau jurnal yang dapat menjadi acuan dalam penelitian ini, dan situs internet seperti Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta Dinas Koperasi dan Perdagangan DKI Jakarta.
Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua usaha mikro yang menjadi debitur KUR Mikro BRI Unit Rorotan dan masih tergolong aktif dari November 2015 hingga Januari 2016 dan telah memperoleh pinjaman KUR dengan tujuan modal usaha. Total populasi debitur KUR di BRI Unit Rorotan sebanyak 174 orang.
Jumlah tersebut merupakan debitur yang mendapatkan pinjaman KUR dari September hingga Desember 2015. Hal ini dikarenakan KUR sempat diberhentikan oleh pemerintahan Jokowi pada akhir Desember 2014. Kebijakan KUR dikeluarkan kembali pada Agustus 2015 dan perealisasiannya dimulai pada September 2015.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan metode cluster yang mengelompokkan responden berdasarkan sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis. Debitur KUR pada sektor agribisnis sebanyak 110 orang dan 64 orang pada sektor nonagribisnis. Responden yang diambil berjumlah 64 orang, yaitu 32 orang pada sektor agribisnis dan 32 lainnya pada sektor nonagribisnis.
Banyaknya jumlah responden yang diambil dengan mempertimbangkan distribusi normal sebesar 30 orang untuk masing-masing sektor agribisnis dan nonagribisnis
dan ditambahkan masing-masing 2 responden untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya error.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif , bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Deskripsi yang telah dikumpulkan melalui analisis kualitatif, kemudian diolah melalui coding, yaitu dilakukan dengan analisis kuantitatif. Data kemudian diolah dengan menggunakan Micosoft Excel dan SPSS 16.0.
Analisis Kualitatif
Analisis Kualitatif berupa deskripsi gambaran umum bank BRI Unit Rorotan, karakteristik nasabah usaha mikro sebagai debitur KUR, mekanisme penyaluran KUR, syarat-syarat dan prosedur penyaluran dan pembayaran kredit.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif menggunakan model analisis regresi linear berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR BRI usaha mikro BRI Unit Rorotan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah realisasi KUR, yang dipengaruhi beberapa variabel bebas yaitu lama pendidikan, frekuensi menerima kredit, lama usaha, waktu pengembalian kredit, pendapatan bersih usaha, pendapatan lainnya, modal usaha, dan jenis usaha.
Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR akan dilakukan dengan menggunakan data dari keseluruhan responden, maka diperoleh model permintaan KUR seluruh nasabah. Model yang digunakan adalah regresi linier berganda, model persamaannya dapat dituliskan :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8
Dimana :
Y = Jumlah realisasi kredit (rupiah) X1 = Lama pendidikan (tahun)
X2 = Frekuensi menerima kredit (kali) X3 = Lama usaha (tahun)
X4 = Waktu pengembalian kredit (bulan) X5 = Pendapatan bersih usaha (rupiah) X6 = Pendapatan lain
X7 = Modal usaha (rupiah)
X8 = Jenis usaha (dummy (Agribisnis = 0 dan Nonagribisnis = 1) e = Error
Model regresi linear selanjutnya akan dibedakan menjadi tiga model, untuk membedakan jumlah realisasi kredit pada usaha sektor agribisnis, nonagribisnis dan usaha mikro secara keseluruhan (total usaha agribisnis dan nonagribisnis). Variabel Y didefinisikan menjadi tiga variabel dependent, yaitu sebagai jumlah realisasi kredit pada sektor usaha agribisnis, sektor usaha nonagribisnis, dan gabungan kedua sektor usaha. Hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan realisasi kredit pada sektor usaha agribisnis dan nonagribisnis. Model persamaan untuk membedakan sektor agribisnis dan nonagribisnis hanya mengurangi variabel X8 (jenis usaha) dari persamaan, sehingga menjadi :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7
Model regresi linear berganda diatas lebih lanjut akan dievaluasi untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata dan tidak berpengaruh nyata. Evaluasi model pendugaan dilakukan dengan uji F, uji t, koefisien determinasi (R2) dan memenuhi asumsi OLS. Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) secara bersama-sama (simultan), sedangkan uji t digunakan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Koefisien determinasi digunakan untuk melihat pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen serta asumsi OLS harus terpenuhi.
1. Uji F
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor (Xi) secara bersamaan atau serentak berpengaruh terhadap variabel terikat (Y) dengan hipotesis:
H0 : b1 = b2 = 0 (Semua faktor Xi tidak mempengaruhi Y)
H1 : b1 ≠ 0 (sekurang-kurangnya ada satu Xi yang mempengaruhi Y) Rumus Uji F adalah:
F =
) (
) (
DFerror SSerror
on DFregressi
on SSregressi
Dimana:
SSregression = Jumlah dari kuadrat regresi SSerror = Jumlah kesalahan kuadrat k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah pengamatan Kriteria Uji:
1. Jika F-Hit > F-Tabel, maka tolak H0 berarti semua variabel bebas mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel tak bebas
2. Jika F-Hit < F-Tabel, maka terima H0 berarti semua variabel bebas tidak mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel bebas
2. Uji-t
Uji-t digunakan untuk mengetahui signifikansi masing-masing variabel independent, apakah variabel independen yang terdapat dalam persamaan tersebut secara invidu berpengaruh terhadap nilai variabel dependen (uji parsial) dengan hipotesis :
H0 : b1 = 0 (Variabel X tidak mempengaruhi variabel Y) H1 : b1 ≠ 0 (Variabel X mempengaruhi variabel Y)
Dalam melihat pengaruh variabel X terhadap variabel Y digunakan rumus perhitungan uji-t, yaitu :
Thitung =
) (
) (
bj StDEV
j Ho
b
j
Keterangan :
bj = Koefisien model dugaan Xj
βj(Ho) = Nilai koefisien model untuk variable Xj di bawah Ho
StDEV(bj) = Standar deviasi koefisien regresi ke i Kriteria Uji :
1. t-hit > t tabel, maka tolak Ho artinya variabel-variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas
2. t-hit < t tabel, maka terima Ho artinya variabel-variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas
3. Koefisien Determinasi (R2)
Besarnya persentase pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen dapat diketahui dari besarnya koefisien determinasi (R2) persamaan regresi. Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1.
Semakin mendekati nol besarnya koefisien determinasi (R2) suatu persamaan regresi, maka semakin kecil pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen atau dengan kata lain semakin kecil kemampuan model dalam menjelaskan perubahan nilai variabel dependen). Sebaliknya, apabila koefisien determinasi semakin mendekati satu, maka semakin besar pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen atau dengan kata lain semakin besar kemampuan model dalam menjelaskan perubahan nilai variabel dependen.
Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut : R2 = 1-
SStotal on SSregressi Keterangan :
R2 = Koefisien Determinasi SSregression = Jumlah kuadrat regresi Sstotal = Jumlah kuadrat total 4. Asumsi dalam Analisis Regresi Linier
Model regresi yang diperoleh merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linear tidak bias. Kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi yaitu normalitas, nonmultikolinieritas, homoskedastisitas/homogenitas,
nonautokorelasi, nilai rata-rata kesalahan/error populasi pada model stokhastiknya sama dengan nol, variabel independen adalah nonstokastik yaitu nilainya konstan pada setiap kali percobaan apabila dilakukan percobaan secara berulang maka distribusi kesalahan/error adalah normal.
Dalam penelitian ini, analisis regresi yang digunakan adalah regresi linear berganda karena memiliki delapan variabel bebas, sehingga asumsi yang digunakan adalah normalitas, multikolinieritas, homogenitas, dan autokorelasi.
1. Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sebaran regresi yang merata disetiap nilai. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat normalitas data adalah dengan melihat plot garis dari standardized residual cumultive probability.
Apabila sebaran data berada pada garis normal, maka dapat dikatakan bahwa data memiliki sebaran yang normal dan sebaliknya jika sebaran data tidak terletak disekitar garis, maka data tidak normal.
2. Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas merupakan penyimpangan akibat adanya hubungan antarvariabel independen yang terdapat dalam model yang mengakibatkan model regresi yang diperoleh tidak sahih (valid) untuk menaksir nilai variabel independen. Diagnosis sederhana terhadap adanya multikolinieritas di dalam model melalui nilai thitung, R2, dan F-ratio. Jika nilai R2 tinggi, nilai F-ratio tinggi tetapi sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak signifikan (nilai thitung sangat rendah) maka terdapat multikolinieritas pada model tersebut. Selain itu, pendeteksian terjadinya multikolinearitas, dapat dilihat pada hasil VIF (Variance Inflation Factors). Nilai VIF diperoleh dari persamaan :
VIF =
R
2j1 1
 Keterangan :
R2 = Koefisien determinasi dari regresi peubah bebas ke-j dengan semua peubah lainnya.
Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan bahwa peubah bebas berkolinear ganda. Adanya multikolinearitas (kolinier ganda) dalam model akan mengakibatkan :
a. Penduga koefisien regresinya menjadi tidak nyata walaupun R2 tinggi
b. Nilai-nilai dengan koefisien regresi menjadi sangat sensitif terhadap perubahan data
c. Dengan metode kuadrat terkecil, penduga koefisien regresi memiliki simpangan baku yang sangat besar.
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi terjadi ketika error-error berhubungan yang berada dalam regresi saling berkorelasi. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan Uji Statistik Q : Box-Pierce, apabila P-value > 0.05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat masalah autokorelasi. Batas toleransi jumlah maksimum sebanyak dua lag signifikan.
4. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi ketika variasi di sekitar persamaan regresi bernilai berbeda untuk semua nilai variabel bebas. Untuk menguji asumsi ini, dibuat plot antara standardized residual cumulative probability dengan faktor X. Jika tidak
terdapat suatu pola dalam plot tersebut maka dikatakan bahwa data tersebut homogen.
Evaluasi model pendugaan dan uji asumsi digunakan pada model regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR. Adapun hipotesis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi realisasi KUR mikro BRI Unit Rorotan adalah :
1. Lama Pendidikan
Semakin lama pendidikan calon debitur maka diduga semakin besar kemauan untuk menjalankan suatu usaha demi memperoleh keuntungan, sehingga kredit yang diberikan bank tidak digunakan untuk konsumsi saja. Oleh karena itu lama pendidikan diduga mempengaruhi secara nyata terhadap realisasi KUR di BRI Unit Rorotan dimana dengan semakin meningkatnya lama pendidikan, maka realisasi KUR mikro akan semakin besar. Maka hipotesisnya :
H0 = Lama pendidikan tidak berpengaruh nyata H1 = Lama pendidikan berpengaruh nyata 2. Frekuensi Menerima Kredit
Frekuensi menerima kredit yang semakin sering menunjukkan nasabah tersebut mampu bertanggung jawab terhadap kredit yang diterimanya, begitu juga dalam pengembalian kredit dan nasabah tersebut telah memiliki catatan penerimaan kredit maupun pengembalian kredit, yang dalam hal ini pihak bank telah melihat kemampuan nasabah tersebut dalam membayar angsuran tepat waktu.
Berdasarkan hal ini, hipotesis yang digunakan adalah :
H0 = Frekuensi menerima kredit tidak berpengaruh nyata H1 = Frekuensi menerima kredit berpengaruh nyata 3. Lama Usaha
Bank akan menyalurkan kredit pada usaha yang memiliki trade record yang baik.
Lama usaha diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit, karena dengan lamanya suatu usaha berjalan maka dapat dikatakan usaha tersebut dapat menjamin keberlangsungan usahanya dan layak untuk dibiayai atau dikembangkan. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 = Lama usaha tidak berpengaruh nyata H1 = Lama usaha berpengaruh nyata 4. Waktu Pengembalian Kredit
Waktu pengembalian kredit dilihat dari kemampuan debitur dalam kewajibannya membayar angsuran. Waktu pengembalian kredit dianggap berpengaruh positif karena menggambarkan kemampuan nasabah dalam mengembalikan kredit yang diajukan. Semakin tepat waktu pengembalian kredit yang dilakukan debitur, maka semakin tinggi realisasi KUR yang diberikan bank kemudian. Berdasarkan hal ini, hipotesis yang digunakan adalah :
H0 = Waktu pengembalian kredit tidak berpengaruh nyata H1 = Waktu pengembalian kredit berpengaruh nyata 5. Pendapatan Bersih Usaha
Pendapatan bersih usaha memberikan informasi bagi pihak bank seberapa besar pengeluaran usaha calon debitur, sehingga diperoleh informasi pendapatan bersih usaha dan berapa besar jumlah kredit yang akan diberikan serta akan mempengaruhi waktu pengembalian agar melihat kemampuan nasabah dalam melakukan pembayaran. Semakin tinggi pendapatan bersih usaha debitur maka kemampuan nasabah tersebut dalam mengembalikan kredit semakin besar,
sehingga bank mau merealisasikan kreditnya. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang digunakan adalah :
H0 = Pendapatan bersih usaha tidak berpengaruh nyata H1 = Pendapatan bersih usaha berpengaruh nyata 6. Pendapatan Lain
Nasabah yang memiliki usaha/pekerjaan sampingan diluar usaha yang dibiayai oleh bank, akan meningkatkan pendapatannya. Saat usaha yang memperoleh pembiayaan dari bank sedang kurang menguntungkan, maka pendapatan dari usaha/pekerjaan sampingan dapat digunakan untuk membayar angsuran kredit.
Oleh karena itu, diduga bank akan memberikan kredit pada usaha yang memiliki back up pendapatan. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 = Pendapatan lain tidak berpengaruh nyata H1 = Pendapatan lain berpengaruh nyata 7. Modal Usaha
Modal usaha diduga berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi kredit karena modal usaha menggambarkan skala usaha yang dijalankan. Semakin besar modal usaha maka semakin besar pula skala usaha yang dijalankan dan akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 = Modal usaha tidak berpengaruh nyata H1 = Modal usaha berpengaruh nyata 8. Jenis Usaha
Jenis usaha diduga mempunyai pengaruh positif terhadap realisasi KUR mikro BRI Unit Rorotan. Jenis usaha dalam penelitian ini berbentuk dummy. Jenis usaha sektor agribisnis diberi nilai nol karena dianggap lebih berisiko dari usaha sektor non agribisnis (diberi nilai satu). Semakin besar nilai koefisien jenis usaha maka diduga realisasi KUR semakin besar juga karena dianggap risiko usaha kecil. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang digunakan adalah :
H0 = Jenis usaha tidak berpengaruh nyata H1 = Jenis usaha berpengaruh nyata
GAMBARAN UMUM KANTOR BRI CABANG TANJUNG PRIUK DAN BRI UNIT ROROTAN
Kantor Cabang (Kanca) BRI Tanjung Priuk merupakan salah satu dari 23 Kanca BRI yang ada di wilayah Kanwil Jakarta 1, beralamat di Jalan Yos Sudarso No 1 Tanjung Priuk. Kanca Tanjung Priuk dipimpin oleh seorang Pemimpin Cabang (Pinca) yang membawahi kegiatan pelayanan kepada sektor makro dan ritel.
Dalam kegiatannya Pinca dibantu oleh tiga manajer, yaitu : 1. Manajer Pemasaran (MP)
Manajer Pemasaran bertanggung jawab terhadap bisnis ritel baik kredit maupun dana dan bertanggung jawab kepada pimpinan cabang. Tugas dan wewenang seorang manajer pemasaran yaitu pemeriksa kredit, memberi rekomendasi suatu