• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Pasar Komoditas Hortikultura Bawang Merah

Pemasaran bawang merah dari petani hingga sampai ke tangan konsumen memiliki tiga tahapan. Berawal dari petani, kemudian dikumpulkan oleh pengumpul di desa, lalu langsung disalurkan ke pasar-pasar induk, kemudian langsung dibeli oleh pasar modern melalui pasar induk. Saluran dari pemasaran bawang merah ini dapat dijelaskan oleh gambar 5.1 dibawah ini.

Gambar 4 Saluran Pemasaran Bawang Merah

Bawang merah dalam pemasarannya sampai ke pasar induk kramat jati mayoritas berasal dari Brebes, Tegal, Bandung, Cirebon, dan Kuningan. Pasar modern membeli langsung bawang merah di pasar induk Kramat jati kemudian melakukan packing dan sorting langsung di pasar induk tersebut. Pada tingkat petani harga yang diterima petani sebagai produsen adalah sebesar Rp 9 878,- /Kg, harga tersebut merupakan harga yang dibayarkan pengumpul atau tengkulak kepada petani. Kemudian tengkulak menjual kepada pedagang besar di pasar induk sebesar Rp 14 950,- /Kg.

Perbedaan harga atau margin pemasaran yang ada pada tingkatan pertama, yaitu dari petani kepada tengkulak adalah sebesar Rp 5 072,- /Kg. Presentase dari keuntungan yang diperoleh pengumpul atau tengkulak adalah sebesar 51.35 %.

Petani Bawang Merah

Pengumpul Desa

Pasar modern

konsumen

32

Tabel 10 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Bawang Merah tingkatan

pemasaran Penjual Pembeli

harga jual (Rp) margin pemasaran (Rp) transmisi harga 1 Petani Pengumpul 9 878 5 072 22.17% 2 pengumpul pedagang pasar induk 14 950 650 3 pedagang pasar

induk pasar modern 15 600

28 965 4 pasar modern Konsumen 44 565

Sumber: diolah dari BPS, dan pengamatan langsung di lapangan57

Pada tingkat pemasaran ke dua, yaitu dari pedagang besar di pasar induk kepada pasar modern, harga bawang merah yang dijual oleh pedagang besar di pasar induk adalah sebesar Rp 15 600,- /Kg.58 Margin pemasaran yang terjadi di

tingkat pemasaran kedua adalah sebesar Rp 650,- / Kg atau sebesar 4.35%.

Penjualan kepada konsumen yang dilakukan oleh pasar modern merupakan tingkat pemasaran terakhir dari komoditas bawang merah. Harga pada pasar modern yang dibebankan kepada konsumen saat membeli bawang merah adalah sebear Rp 44 565,- /Kg. margin pemasaran yang terjadi di tingkat ke tiga merupakan margin terbesar pada pemasaran komoditas bawang merah, yaitu sebesar Rp 28 965;- /Kg. Presentase dari margin yang terjadi pada tingkat akhir adalah sebesar 185.67%. Transmisi harga dari konsumen kepada petani atau bagian yang diterima petani dari pemasaran bawang merah adalah sebesar 22,17%.

Transmisi harga tersebu merupakan gambaran dari kekuatan tawar petani bawang merah. Transmisi harga sebesar 22.17% artinya adalah dari harga jual yang dikenakan kepada konsumen, 22.17% adalah bagian yang didapatkan oleh petani. Petani bawang merah dengan transmisi harga sebesar 22.17% masih termasuk dalam petani yang memiliki transmisi harga rendah. Kekuatan tawar petani bawang merah dipengaruhi oleh adanya kartel di dalam penyaluran atau ketersediaan bawang merah di indonesia.59

Kartel mengatur pasokan bawang merah kedalam negeri sehingga terjadinya kelangkaan di pasaran yang pada akhirnya meningkatkan harga bawang merah. Akan tetapi, kenaikan harga tersebut tidak dinikmati oleh petani, hanya kartel yang menikmati meningkatnya harga. Perbedaan harga yang tinggi dari produsen

57BPS, harga produsen pertanian sub-sektor tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan rakyat 2012. Hal 23-145 data dari BPS yang diambil adalah data harga produsen untuk menentukan harga pada tingkat pemasaran satu

58 Harga tersebut didapatkan dari kantor pengelola pasar induk, harga yang didapat adalah harga rata-rata yang masuk ke kantor pasar induk. Diasumsikan harga tersebut memiliki kesamaan dengan harga yang dibeli oleh pasar modern karena berada di tingkatan yang sama.

59 Informasi mengenai adanya kartel di dalam pemasaran komoditas bawang merah dihasilkan dari studi pustaka. Adanya kartel dalam komoditas bawang merah diawalli dari terindikasinya kartel importir bawang merah. Mekanisme yang dilakukan oleh kartel adalah dengan mengatur pasokan bawang merah dari luar negeri. Pasokan tersebut akan mempengaruhi harga bawang merah dalam negeri. (metrotvnews, 4 April 2013, BBC.co.uk, 18 Mei 2013, dan tempo)

33 dengan harga yang diterima konsumen memiliki andil dalam pembentukan transmisi harga tersebut.

Ketimun

Komoditas ketimun memiliki saluran pemasaran yang sama dengan bawang merah. Tingkatannya dari petani hingga ke konsumen ada empat tingkat. Pertama adalah tingkatan dari petani ke pengumpul atau tengkulak, kemudian penyaluran komoditas ketimun dari pengumpul atau tengkulak sampai ke pasar induk. Tingkat kemudian adalah pembelian ketimun di pasar induk yang dilakukan oleh pasar modern dan terakhir adalah penjualan di gerai-gerai pasar modern kepada konsumen. Ketimun yang berada di pasar induk Kramat Jati berasal dari Lembang, Cipanas, Garut, Cikampek, dan Sukabumi.

Tingkatan terendah dari pemasaran komoditas ketimun, yaitu penjualan ketimun dari petani kepada pengumpul atau tengkulak, berada pada harga Rp 2.337,-/Kg. Kemudian ketimun disalurkan oleh pengumpul atau tengkulak ke pasar induk, harga yang terbentuk adalah sebesar Rp 3.398,-/Kg. Hal tersebut menghasilkan margin pemasaran sebesar Rp 1.061,-/Kg atau sebesar 45,4%.

Gambar 5 Saluran Pemasaran Ketimun

Penyaluran dari pedagang pasar induk kepada pasar modern terjadi dengan harga jual yang diterima oleh pedagang pasar induk sebesar Rp 5.273,-/Kg. Karena harga pada tingkatan yang terjadi pada tingkatan sebelumnya adala Rp 3398,-/ Kg maka margin pemasaran yang terbentuk pada tingkat pemasaran ke- tiga adalah sebesar Rp 1 875,-/ Kg.

Petani Ketimun

Pengumpul Desa

Pasar modern

konsumen Pasar induk kramat jati

34

Tabel 11 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Ketimun tingkatan

pemasaran penjual Pembeli

harga jual (Rp) margin pemasaran (Rp) transmisi harga 1 petani Pengumpul 2 337 1 061 27.42% 2 pengumpul pedagang pasar induk 3 398 1 875 3 pedagang pasar

induk pasar modern 5 273

3 249.25 4 pasar modern Konsumen 8 522.25

Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan

Tingkatan terakhir pada pemasaran komoditas ketimun adalah penjualan komoditas ini kepada konsumen yang dilakukan oleh pasar modern. Harga jual rata-rata ketimun di empat pasar modern besar adalah sebesar Rp 8 522.25,-/ Kg. Dalam pemasaran ketimun, penjualan oleh pasar modern menghasilkan margin pemasaran terbesar, yaitu sebesar Rp 3 249.25,-/ Kg. Perbedaan harga yang diterima oleh konsumen dengan yang diterima oleh petani menghasilkan transmisi harga, dalam kasus pemasaran ketimun transmisi harga yang terbentuk adalah sebesar 27.42%.

Transmisi harga yang terbentuk pada komoditas ketimun tersebut masih tergolong rendah karena masih tingginya perbandingan antara harga yang diterima oleh petani sebagai produsen dengan harga yang dikenakan kepada konsumen. Salah satu penyebab rendahnya transmisi adalah posisi tawar dari petani ketimun. Lama produksi dari ketimun yang cepat menjadi salah satu penyebab hal tersebut. Ketimun dengan lama penanaman yang cepat, berkisar 55 hingga 65 hari setelah munculnya buah menyebabkan kelangkaan pasokan ketimun sulit terjadi.60

Kemudahan penanaman tersebut menyebabkan petani tidak memiliki kekuatan untuk menekan pengumpul akibat tersedianya pasokan terus menerus.

Tomat

Tomat sebagai salah satu sayuran penting dalam pemasaran produknya dari dihasilkan oleh petani hingga akhirnya sampai ke konsumen memiliki empat pelaku pemasaran. Saluran dalam pemasaran tomat memiliki tiga tingkatan pemasaran. Diawali pembelian hasil pertanian tomat oleh pengumpul atau tengkulak dari petani, dilanjutkan penjualan ke pasar induk. Tomat di pasar induk dibeli oleh pasar modern dan mengalami proses packing, sorting, dan grading hingga akhirnya dijual ke konsumen. Stok tomat di pasar induk Kramat Jati dipasok dari Garut, Ciwidey, Cipanas, dan Dieng

60 Vincent E. Rubatzky, Mas Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia 3. Prinsip, Produksi, dan Gizi. (bandung: Penerbit ITB) h 60-65

35 Gambar 6 Saluran Pemasaran Tomat

Tomat dibeli oleh pengumpul atau tengkulak dari petani sebesar Rp 4.897,- /Kg, kemudian dijual kembali oleh ke pasar induk dengan harga sebesar Rp 5.240,-/Kg. Perbedaan harga di dua tingkatan pemasaran tersebut membuat margin pemasaran sebesar Rp 343,-/Kg atau sebesar 43,08% dari harga yang diterima petani.

Tabel 12 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Tomat tingkatan

pemasaran Penjual pembeli

harga jual (Rp) margin pemasaran (Rp) transmisi harga 1 Petani pengumpul 4 897 343 42.59% 2 Pengumpul pedagang pasar induk 5 240 1 125 3 pedagang

pasar induk pasar modern 6 365

5 132.5 4 pasar modern konsumen 11 497.5

Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung dilapangan

Pedangang pasar induk menyalurkan tomat kepada pasar modern dengan menjualnya dengan harga Rp 6.365,-/Kg. Margin yang terbentuk dari harga yang ada di tingkatan pemasaran ketiga adalah Rp 1.125,-/Kg. Presentase dari margin pemasaran pada tingkatan pemasaran ketiga adalah 21,47%. Pada tingkatan pemasaran terakhir pada komoditas tomat ini harga yang terbentuk adalah sebesar Rp 11.497,5/Kg dengan persentase keuntungan pemasaran sebesar 80,64%. Keuntungan terbesar dari pemasaran komoditas tomat terletak pada tingkatan akhir sebelum sampai ke konsumen, yaitu penjualan yang dilakukan oleh pasar modern. Perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen atau transmisi harga dari komoditas ini adalah sebesar 42,59%.

Petani Tomat

Pengumpul Desa

Pasar modern

konsumen Pasar induk kramat jati

36

Transmisi harga yang terjadi pada komoditas ini tergolong besar dibandingkan komoditas lain yang diteliti. Hal tersebut akibat posisi tawar dari petani tomat yang lebih kuat dibandingkan petani komoditas lain. Kuatnya posisi tawar petani tomat diakibatkan tomat sebagai produk hortikultura dapat dipanen dari kondisi buah masih muda hingga tua, sehingga resiko tidak dapat dijualnya hasil produksi dapat dihindarkan. Tomat dalam penjualannya dapat dijual dari berwarna hijau muda, hijau matang, hingga merah.61 Terhindarnya resiko tidak dapat menjual hasil produksinya membuat petani tomat memiliki kekuatan dalam menentukan kapan dia akan menjual hasil. Petani dapat menjual pada saat fase panen yang paling menguntungkannya. Kondisi tersebut diperkuat dengan daya tahan dari tomat setelah dipanen yang dapat mencapai beberapa minggu dalam suhu yang tepat.

Kentang

Kentang sebagai salah satu jenis sayuran yang memiliki nilai jual tinggi memiliki empat tingkatan dalam pemasarannya. Terdapat lima pelaku yang terlibat dalam penyampaian komoditas ini dari petani sebagai produsen hingga sampai kepada konsumen, yaitu petani, pengumpul atau tengkulak, pedagang pasar induk, pasar modern, dan konsumen.

Gambar 7 Saluran Pemasaran Kentang

Pemasaran tingkat pertama yang dimulai dari penjualan komoditi kentang dari petani ke pengumpul atau tengkulak menghasilkan harga kentang sebesar Rp 4.265,-/Kg. Tingkatan kedua adalah penyaluran kentang yang telah dikumpulkan dari desa ke pasar induk. Pada kegiatan ini, pengumpul atau tengkulak menjual kentang ke pedagang di pasar induk seharga Rp 6.102,-/Kg. Dua tingkatan tersebut membentuk margin pemasaran sebesar Rp 1.837,-/Kg atau 43,07% dari harga yang diterima petani.

61Ibid, h 17-20 Petani Kentang Pengumpul Desa Pasar modern konsumen Pasar induk kramat jati

37 Tabel 13 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Kentang

tingkatan

pemasaran Penjual Pembeli

harga jual (Rp) margin pemasaran (Rp) transmisi harga 1 Petani Pengumpul 4 265 1 837 30.31% 2 pengumpul pedagang pasar induk 6 102 511 3 pedagang pasar

induk pasar modern 6 613

7 457 4 pasar modern Konsumen 14 070

Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan

Kentang saat disalurkan oleh pedagang pasar induk kepada pasar modern memiliki terjual pada harga Rp 6.613,-/Kg. Hal tersebut menghasilkan perbedaan harga atau margin antara tingkat kedua dan ketiga sebesar Rp 511,-/Kg. Tingkatan terakhir dari pemasaran komoditi ini adalah penjualan yang dilakukan oleh pasar modern kepada konsumen. Konsumen dikenakan harga dalam membeli kentang di pasar modern sebesar Rp14.070,-/Kg. Margin pemasaran antara pembelian kentang dari pasar induk dan penjualan kepada konsumen adalah sebesar Rp 7.457,-/Kg. Margin pemasaran total dari pemasaran kentang dari petani sampai dijual ke konsumen adalah sebesar Rp 9.805,-/Kg atau sebesar 112,76%. Perbedaan harga dari harga yang dibeli oleh konsumen dengan yang diterima oleh petani adalah 30,31%.

Kentang dalam produksinya di Indonesia saat ini memiliki kasus unik dibandingkan komoditas lain. Produksi dari kentang saat ini lebih didominasi oleh bentuk kemitraan antara petani dengan PT Indofood. Petani kentang pada kabupaten Brebes, Garut, dan Banjarnegara banyak yang memiliki ikatan kemitraan sebagai penyedia bahan baku kentang jenis Atlantis kepada PT. Indofood. Kemitraan tersebut dapat menjadi keuntungan ataupun kerugian bagi petani kentang. Keuntungannya adalah petani mendapatkan harga tetap sehingga pendapatannya dapat terjaga akibat adanya kontrak. Akan tetapi, hal tersebut memiliki hal negatif, adanya kontrak pengadaan produk dengan adanya perjanjian atas penyediaan bibit oleh PT Indofood dan penjualan dalam jumlah tertentu yang dibebankan kepada petani menyebabkan petani tidak memiliki pilihan lain dalam menjual hasil produksinya. Kondisi kemitraan tersebut menyebabkan adanya ketergantungan dari petani kepada perusahaan yang melakukan kemitraan sehingga permasalahan harga dari produk diatur oleh perusahaan tersebut.62

Mangga

Mangga dalam pemasaran hasil produksinya memiliki lima tingkatan. Saluran pemasaran manga terdiri dari penjualan manga dari petani kepada pengumpul atau tengkulak, kemudian penyaluran manga dari pengumpul ke

62 Bambang Irawan Fluktuasi Harga, Transmisi Harga, dan Margin Pemasaran Sayuran dan Buah. (Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah) h 8-9

38

pedagang di pasar induk. Selanjutnya mangga dibeli oleh supplier yang nantinya akan menyalurkannya kepada pasar modern untuk dijual kepada konsumen.63

Saluran lain yang terjadi pada pemasaran mangga adalah pengumpul atau tengkulak tidak menyalurkan mangga tidak melewati pasar modern, akan tetapi langsung kepada supplier yang nantinya akan menjual mangga ke pasar modern.

Gambar 8 Saluran Pemasaran Mangga

Saluran pertama adalah pengumpul atau tengkulak pada komoditas mangga membeli dari petani sebesar Rp 3.677,-/Kg. Kemudian pengumpul menyalurkannya untuk dijual kepada pedagang besar di pasar induk dengan harga Rp 5.392,-/Kg. Dua tingkatan pemasaran tersebut menghasilkan margin sebesar Rp 1.715,-/Kg. Tingkatan selanjutnya adalah pedagang di pasar induk menjual mangga kepada supplier seharga Rp 14.400,-/Kg. Margin yang terbentuk pada kegiatan ini adalah sebesar Rp 9.008,-/Kg. Selanjutnya supplier menjual mangga tersebut kepada pasar modern, harga jual mangga pada tingkatan tersebut adalah sebesar Rp 16.000,-/Kg. Penjualan mangga dari supplier menyebabkan margin yang terbentuk pada tingkatan keempat adalah sebesar Rp 1.600,-/Kg.

Tahap akhir dari saluran pemasaran ini adalah penjualan mangga kepada konsumen. Pasar modern menjual mangga kepada konsumen dengan harga Rp 25.335,-/Kg. Margin pemasaran yang terjadi pada tingkatan akhir dari pemasaran mangga adalah sebesar Rp 9.335,-/Kg.

63 Di pasar induk kramat jati, pasar modern tidak membeli mangga langsung dari pedagang di pasar induk. hal tersebut berdasarkan keterangan dari pegawai pasar induk kramat jati bernama Komeng. Dia memaparkan supermarket tidak mengambil mangga langsung di pasar induk.

Petani Mangga

Pengumpul Desa

supplier

Pasar modern Pasar induk kramat jati

39 Tabel 14 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Mangga

tingkatan

pemasaran penjual Pembeli harga jual

margin

pemasaran transmisi harga

1 petani Pengumpul 3 677 1 715 14.51% 2 pengumpul pedagang pasar induk 5 392 9 008 3 pedagang

pasar induk Supplier 14 400

1 600 4 supplier pasar modern 16 000

9 335 5 pasar modern Konsumen 25 335

Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan

Semangka

Saluran pemasaran semangka seperti saluran pemasaran dari mangga dimana terdapat dua macam saluran pemasaran. Saluran pertama mempunyai lima tingkatan dimulai dari petani menjual kepada pengumpul atau tengkulak, kemudian pengumpul menyalurkannya kepada pedagang besar di pasar induk. Selanjutnya supplier membeli semangka dari pedagang di pasar induk untuk dijual kepada pasar modern.

Saluran kedua dari pemasaran semangka memiliki empat tingkatan untuk menyalurkan semangka dari petani hingga sampai ke tangan konsumen. Perbedaan antara saluran satu dan dua terletak pada pada saluran satu pengumpul menjual ke pasar induk terlebih dahulu sebelum pasar induk menjualnya kepada supplier, sedangkan pada saluran dua supplier langsung membeli komoditas ini dari pengumpul atau tengkulak.

Gambar 9 Saluran Pemasaran Semangka Petani Mangga

Pengumpul Desa

supplier

Pasar modern Pasar induk kramat jati

40

Semangka pada saluran pemasaran satu dititipkan oleh petani kepada pengumpul atau tengkulak dengan harga Rp 2.311,-/Kg, semangka tersebut kemudia disalurkan oleh pengumpul atau tengkulak kepada pedagang pasar induk dengan harga Rp 3.045,-/Kg. Tingkatan ini menghasilkan margin pemasaran sebesar Rp 734,-/Kg. Pedagang pasar induk kemudian menjual semangka kepada supplier dengan harga Rp 3.311,-/Kg. Perbedaan harga dari pengumpul dan pedagang pasar induk menyebabkan terjadinya margin pemasaran sebesar Rp 266,-/Kg.

Tingkatan pada pemasaran komoditas ini selanjutnya adalah penjualan oleh supplier kepada pasar modern. Harga jual semangka pada tingkatan ini adalah sebesar Rp 5.000,-/Kg. Margin pemasaran yang didapatkan oleh supplier dari hasil pembelian dari pasar induk dan penjualan kepada pasar modern adalah sebesar Rp 1.689,-/Kg. Pada akhirnya pasar modern menjual kepada konsumen dengan harga Rp 8.422,5/Kg. Besaran margin yang terjadi pada tingkatan ini adalah sebesar Rp 3.422,5/Kg. Kedua saluran pemasaran dari semangka tersebut memiliki transmisi harga dari konsumen kepada produsen sebesar 27,44%.

Transmisi harga yang terjadi pada pemasaran komoditas semangka ini masih terhitung rendah dibandingkan transmisi harga yang terjadi pada komoditas tomat. Posisi tawar petani sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi transmisi harga pada komoditas ini lemah. Salah satu penyebabnya adalah daya tahan penyimpanan dari semangka itu sendiri. Semangka sebagai produk hortikultura yang membutuhkan waktu penanaman selama 3 hingga 5 bulan memiliki daya tahan yang rendah dan tidak cocok untuk disimpan lama. Ketidakmampuan semangka dalam bertahan lama membuat petani memiliki possi yang lebih membutuhkan penjualan daripada pengumpul karena petani tidak mau hingga semangka membusuk dan tidak laku dijual.

Tabel 15 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Semangka tingkatan

pemasaran penjual pembeli

harga jual (Rp) margin pemasaran (Rp) transmisi harga 1 petani pengumpul 2 311 734 27.44% 2 pengumpul pedagang pasar induk 3 045 266 3 pedagang

pasar induk supplier 3 311

1 689 4 supplier pasar modern 5 000

3 422.5 5

pasar

modern konsumen 8 422.5

41

Struktur Pasar Komoditas Hortikultura

Pasar dari komoditas hortikultura secara umum di setiap tingkatan pemasaran memiliki struktur pasar yang berbeda-beda. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh banyaknya pembeli dan penjual pada setiap komoditas. Struktur Pasar dari komoditas ini dapat dipaparkan dengan menganalisis alur distribusinya. Secara umum alur distribusi pada komoditas hortikultura digambarkan pada gambar 5.7 dibawah ini:

Gambar 10 Alur Distribusi Pasar Hortikultura

Sumber: diolah dari data penelitian

Struktur pasar yang umum terjadi pada tingkatan pertama pemasaran atau penjualan dari petani kepada pengumpul atau tengkulak memiliki bentuk monopsony.64 Pengumpul memiliki kuasa lebih di dalam desa untuk mengambil atau membeli hasil dari pertanian hortikultura dari petani.65 Ketidakmampuan

petani dalam memilih penjual dan hanya menjualnya langsung kepada pengumpul atau tengkulak dijelaskan oleh Adnyana, et.al disebabkan oleh kondisi petani hortikultura di Indonesia saat ini secara umum merupakan petani kecil dengan area produksi tidak lebih dari 0,5 ha, petani-petani tersebut memiliki kecenderungan tidak memiliki keinginan untuk lebih memasarkan hasilnya dan memilih untuk menjual kepada penjual terdekat.66

Pada kasus di Brebes, salah satu petani yang bernama Sodikin mengatakan bahwa keterikatan dengan pengumpul tersebut diakibatkan adanya bantuan pada masa-masa sebelumnya seperti pada masa penanaman yang diberikan oleh tengkulak kepada petani, dalam bentuk materi seperti peminjaman uang. Adanya keharusan pemberian balas budi yang menyebabkan para petani menjual hasil pertaniannya kepada pengumpul. Dalam pelaksanaan pengumpulan hasil-hasil hortikultura tersebut pengumpul langsung menunggu petani pada saat panen di lahan milik petani. Nantinya pengumpul yang akan menanggung semua biaya

64 Penjualan dari bawang merah pada tingkatan pertama di kabupaten Brebes terjadi dimana tengkulak atau pengumpul menunggui langsung petani saat memanen bawang merah sehingga petani dihadapkan langsung kepada satu pembeli

65 Petani tidak mengetahui informasi harga bawang merah yang dibeli di pasar, sistem yang terjadi adalah petani menitipkan barang kepada pengumpul atau tengkulak kemudian tengkulak membayar kepada petani berapapun harga yang terjadi di pasar, jadi petani tidak mengetahui harga terlebih dahulu pada saat menjual kepada tengkulak

66 Adnyana, Made Oka, Henny Mayrowani, Rachmat Hendrayana, Ketut Kariyasa. Marketing Infrastructure for the Promotion of Non-traditional Agriculture Production and Export in Indonesia. 1997. Center for Agro Socio-economic Research. H 43

Petani pengumpul Pedagang besar Pasar modern konsumen

42

yang akan dikeluarkan untuk menyalurkan hasil tersebut ke tingkat pemasaran selanjutnya.

Pada tingkatan pemasaran selanjutnya, pengumpul dihadapkan oleh struktur pasar persaingan sempurna dikarenakan banyaknya pembeli dari komoditas ini. Alternatif penjualan yang dapat dilakukan oleh pengumpul dapat langsung membawanya kepada pasar induk atau menjualnya kepada pasar kota terdekat dari hasil pertanian itu sendiri. Pengumpul juga menguasai informasi harga dalam komoditas ini sehingga dapat memainkan perannya dalam menjual produk hortikultura ke penjual yang dapat memberikan keuntungan terbesar kepada pengumpul atau tengkulak.

Dalam pemasaran pada tingkatan pengumpul dikenal istilah “bos” yang merujuk kepada pedagang di pasar, baik pasar induk atau pasar di daerah. “bos” memiliki kekuatan untuk menentukan harga beli dari suatu komoditas yang nantinya akan diinformasikan kepada pengumpul pada saat pembayaran melalui supir mobil pengangkut. “bos” juga memiliki kekuatan untuk menilai atau sorting barang yang dibelinya. Produk hortikultura yang telah dibawa tapi tidak sesuai dengan standar atau kualitas yang diinginkan “bos” dapat langsung ditolak dan tidak mendapatkan bayaran dari barang tersebut.67

Dokumen terkait