• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Sampel

Sampel yang digunakan antara lain cacing tanah Megascolex sp. dan F ridericia sp. Kedua cacing tanah ini dapat ditemukan pada tumpukan sampah rumah tangga, namun berada pada lapisan tanah yang berbeda. Dimana cacing tanah Fridericia sp. biasanya terdapat pada lapisan tanah yang lebih dalam di bawah tumpukan sampah. Sedangkan cacing tanah Megascolex sp. dapat dijumpai di lapisan permukaan tanah pada tumpukan sampah. Cacing tanah yang diambil sebagai sampel adalah cacing tanah dewasa yang diambil di pagi hari di saat cuaca masih sejuk. Kemudian dilakukan pemilahan berdasarkan hasil identifikasi dari Laboratorium Bagian Taksonomi dan Ekologi Hewan Fakultas MIPA Biologi USU.

Cacing tanah yang dikeringkan bobotnya 53,5 g yang menyusut 92,89% dari bobot awal yaitu 752,4 g. Hal ini dikarenakan 75-90% tubuh cacing tanah adalah air. Cacing tanah kering ini merupakan cacing tanah yang setelah dioven, dapat digerus menggunakan lumpang dan stamfer menjadi serbuk cacing yang halus.

Gambar sampel yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 1, halaman 39.

4.2 A nalisis K ualitatif F osfor pada Sampel

Analisis Kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang akan diuji kuantitatif mengandung fosfor atau tidak. Analisis yang dilakukan antara lain:

a.Analisis kualitatif dengan larutan Amonium molibdat 4%, terbentuk endapan kuning.

b.Analisis kualitatif dengan larutan BaCl2 5%, terbentuk endapan putih yang larut dalam asam nitrat encer.

Gambar hasil analisis kualitatif sampel dapat dilihat pada lampiran 2, halaman 40.

Dari hasil analisis yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sampel mengandung fosfor dalam jumlah tertentu. Sampel dikatakan positif mengandung fosfor jika menghasilkan endapan kuning dengan penambahan ammonium molibdat serta memberikan endapan putih dengan penambahan barium klorida (Vogel, 1979).

4.3 A nalisis K uantitatif F osfor pada Sampel

4.3.1 Penentuan Panj ang G elombang M aksimum Senyawa K ompleks M olibdenum

Penentuan panjang gelombang maksimum senyawa kompleks molibdenum dilakukan dengan mengukur absorbansi dari larutan baku dengan konsentrasi 0,8571 µg/ml pada rentang panjang gelombang 400-800 nm dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak. Dari pengukuran yang dilakukan, didapat absorbansi maksimum pada panjang gelombang 705 nm.

Kurva penentuan panjang gelombang maksimum senyawa kompleks fosfor molibdat dan absorbansinya dapat dilihat pada Gambar 1.

G ambar 1. Kurva Serapan Senyawa Kompleks Molibdenum dengan konsentrasi 0,8571 µg/ml

4.3.2 Penentuan W aktu K er ja K ompleks M olibdenum pada Panjang G elombang M aksimum 705 nm

Untuk mengetahui waktu dimana absorbansi dari kompleks molibdenum stabil, maka dilakukan penentuan waktu kerja. Penentuan waktu kerja dilakukan dengan mengukur absorbansi dari larutan baku konsentrasi 0,8571 µg/ml selama 60 menit pada panjang gelombang 705 nm. Maka didapat bahwa absorbansi senyawa kompleks tersebut stabil pada menit ke-20 hingga menit ke-53. Data penentuan waktu kerja dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 45.

4.3.3 K ur va K alibr asi F osfor

Kurva kalibrasi fosfor diperoleh dengan cara mengukur absorbansi larutan baku dengan konsentrasi (0,2857; 0,5714; 0,8571; 1,1429; 1,4286) µg/ml pada panjang gelombang 705 nm dalam waktu kerja yang telah diperoleh. Dari pengukuran ini didapat persamaan regresi yaitu Y = 0,5055X + 0,0077 dengan koefisien korelasi 0,9993. Data dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 47.

G ambar 2. Kurva Kalibrasi Fosfor

4.3.4 Penetapan K adar F osfor dalam Sampel

Pentapan kadar fosfor dilakukan dengan menggunakan metode asam askorbat secara spektrofotometri sinar tampak. Sampel yang telah didestruksi basah berupa PO43- bereaksi dengan ammonium molibdat dan kalium antimonil tartrat dalam suasana asam membentuk kompleks fosfomolibdat lalu direduksi dengan asam askorbat membentuk kompleks molibdenum yang berwarna biru dan stabil selama 33 menit, diukur pada menit ke-20 pada panjang gelombang 705 nm. Analisis kemudian dilanjutkan dengan perhitungan statistik dengan distribusi t pada tingkat kepercayaan 99% (α = 0,01). Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut diperoleh kesimpulan bahwa rata-rata kadar fosfor pada sampel dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

T abel 1. Hasil Analisis Kadar Fosfor pada Cacing Tanah Kering

No. Sampel Kadar Fosfor (µg/g)

1 Megascolex sp. 228,3483 ± 0,6020 2 F ridericia sp. 33,4555 ± 0,6014 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 S erap an Konsentrasi (µg/mL)

Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa kadar antara kedua jenis cacing tanah dari spesies tersebut sangat berbeda. Kadar fosfor pada cacing tanah Megascolex sp. kering adalah (228,3483 ± 0,6020) µg/g, sedangkan kadar fosfor pada cacing tanah F ridericia sp. kering adalah (33,4555 ± 0,6014) µg/g. Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan perbedaan spesies dan habitat dari kedua spesies cacing tanah ini. Dimana cacing tanah Megascolex sp. hidup pada tanah yang mengandung mineral lebih tinggi dibandingkan tanah habitat cacing tanah F ridericia sp.

Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 50. 4.3.5 Pengujian B eda Nilai R ata-R ata A ntar Sampel

Pengujian beda nilai rata-rata kadar fosfor pada sampel bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar fosfor antara cacing

tanah Megascolex sp. dan F ridericia sp.

Dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variasi kedua populasi sama (σ0 = σ1) atau berbeda (σ0 ≠ σ1). Dari perhitungan yang dilakukan didapat Fo

sebesar 1,0021. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai kritis yang didapat dari tabel yaitu 14,34. Maka diketahui bahwa variasi kedua populasi sama. Selanjutnya dilakukan uji t, didapat t hitung sebesar 1062,67. Daerah kritis penerimaan adalah -3,3554 ≤ t 0 ≤ 3,3554. Karena t hitung tidak berada dalam daerah kritis penerimaan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadar fosfor yang signifikan antara kedua spesies cacing tanah tersebut. Contoh perhitungan uji beda nilai rata-rata dapat dilihat pada Lampiran 14, halaman 56.

4.3.6 V alidasi M etode A nalisis

4.3.6.1 Uji Per olehan K embali (R ecovery)

Uji perolehan kembali dilakukan terhadap sampel yang sama dan dianalisis dengan cara yang sama dengan pengerjaan sampel awal dan dilakukan penambahan larutan baku (100 µg/ml) sebanyak 10 ml pada 5 gram cacing tanah kering. Uji perolehan kembali dilakukan untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan.

Dari uji peroleh kembali yang dilakukan, didapat % perolehan kembali sebesar 108,59%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode yang dilakukan memberikan akurasi dan presisi yang memenuhi persyaratan yaitu 80-120% (Ermer dan Miller, 2005).

Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 59. 4.3.6.2 Simpangan B aku R elatif

Untuk menetapkan presisi dari metode digunakan maka dilakukan perhitungan simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation). Pada penelitian ini didapat RSD sebesar 6,01%. RSD memenuhi persyaratan yaitu < 10-20%. Parameter-parameter seperti standar deviasi, simpangan baku relatif, dan

derajat kepercayaan haruslah dikalkulasi untuk mendapatkan tingkat presisi tertentu (Ermer dan Miller, 2005).

Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 60. 4.3.6.3 B atas Deteksi dan B atas K uantitasi

Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi (LOD) sebesar 0,0404 µg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) sebesar 0,1345 µg/ml.

Batas deteksi merupakan parameter uji batas yang dilakukan untuk mendeteksi jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait