• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Fosfor Pada Cacing Tanah (Megascolex sp. dan Fridericia sp.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Fosfor Pada Cacing Tanah (Megascolex sp. dan Fridericia sp.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FOSFOR PADA CACING TANAH

(Megascolex sp. dan Fridericia sp.) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

SKRIPSI

OLEH:

CUT SHAFA SAFIRA NIM 091501047

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS FOSFOR PADA CACING TANAH

(Megascolex sp. dan Fridericia sp.) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

CUT SHAFA SAFIRA NIM 091501047

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS FOSFOR PADA CACING TANAH

(Megascolex sp. dan Fridericia sp.) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

OLEH:

CUT SHAFA SAFIRA NIM 091501047

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 6 Juni 2014

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. Prof. Dr. rer. nat. E. D. L. Putra, S.U., Apt NIP 195409101983032001 NIP 195306191983031001

Drs. Immanuel Meliala, M.Si., Apt. NIP 195001261983031002

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Analisis Fosfor pada Cacing Tanah (Megascolex sp. dan Fridericia sp.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan dan penasehat akademis penulis, yang telah yang telah memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing dengan sangat baik, memberikan petunjuk, perhatian, saran, dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

(5)

Ayah Mukhtazarrazi dan Ibu Lailatil Badriah selaku orangtua dan Silvia Friska serta Cut Raissa Shabira selaku saudara penulis yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

Christine, Vivian dan Mustika Syukma yang telah banyak mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta teman-teman yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang farmasi.

Medan, 2 Juli 2014 Penulis,

(6)

ANALISIS FOSFOR PADA CACING TANAH (Megascolex sp. dan

Fridericia sp.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

ABSTRAK

Cacing tanah merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk pengobatan dikarenakan mineralnya yang sangat tinggi. Salah satu mineral yang kandungannya cukup tinggi adalah fosfor. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi, menentukan kadar dan mengetahui perbedaan kadar fosfor pada cacing tanah Megascolex sp.dan Fridericia sp.

Hasil identifikasi dengan penambahan larutan Ammonium molibdat 4% dan BaCl2 5% menunjukkan adanya fosfor dalam sampel. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak dengan menggunakan metode asam askorbat, yaitu dengan cara mengukur serapan kompleks molibdenum yang berwarna biru yang terbentuk dari reaksi antara fosfor yang terkandung di dalam sampel dengan ammonium molibdat dan kalium antimonil tartrat dalam suasana asam yang membentuk kompleks fosfomolibdat, dan selanjutnya direduksi dengan asam askorbat, Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 705 nm dengan waktu kerja pada menit ke-20 hingga menit ke-53.

Dari hasil penentuan, diperoleh kadar fosfor pada cacing tanah Megascolex sp. kering (228, 3483 ± 0,60) μg/g dan pada cacing tanah Fridericia sp. kering (33,4555 ± 0,60) μg/g. Hasil uji validasi metode yang dilakukan memberikan akurasi dan presisi yang memenuhi syarat yaitu persen perolehan kembali 108,59% dengan RSD 6,01%, batas deteksi (LOD) 0,0404 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 0,1345 μg/ml. Dari uji t statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadar yang signifikan antara kedua sampel, dimana kadar fosfor pada cacing tanah Megascolex sp. lebih tinggi dibandingkan pada cacing tanah Fridericia sp.

(7)

PHOSPHORUS ANALYSIS IN EARTHWORM (Megascolex sp. and

Fridericia sp.) BY USING VISIBLE SPECTROPHOTOMETRIC ABSTRACT

Earthworm is natural resource which can be used for medication due to its highly amount of minerals. One of these minerals is phosphorus. The aim of this research are to identify, determine and know the difference content of phosphorus in Megascolex sp. and Fridericia sp.

Qualitative analysis shows positive results with addition of ammonium molybdate 4% and BaCl2 5%. Quantitative analysis was done using visible spectrophotometer with ascorbic acid method, measuring blu-colored molybdenum complex absorbance, which is formed from reaction between phosphorus, ammonium molybdate and antimony potassium tartrate in an acid medium forming fosfomolybdenum complex, and then reduced by ascorbic acid. Wavelength used in this measurement is 705 nm, operating between 20th to 53 rd minute.

The result of phosphorus assay in dried Megascoles sp. earthworm is (228, 3483 ± 0,60) μg/g and in dried Fridericia sp. earthworm is (33,4555 ± 0,60) μg/g. Result from method validation shows that method which is used in this research is eligible to provide accuracy and precision, 108,59% recovery with 6,01% RSD, the values of limit of detection (LOD) is 0,0404 μg/ml and limit of quntification (LOQ) 0,1345 μg/ml. Based on statistic t-test, concluded that there is significant difference between phosphorus amount in each earthworm, which is higher in Megascolex sp. than in Fridericia sp earthworm.

(8)
(9)
(10)

3.6 Analisis Fosfor ... 21

3.6.2.4 Pembuatan KurvamKalibrasi Larutan Baku Fosfor 23

3.6.2.5 Penetapan Kadar Fosfor dalam Sampel ... 23

3.8.3 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation) ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Sampel ... 29

4.2 Analisis Kualitatif Fosfor ... 29

4.3 Analisis Kuantitatif Fosfor ... 30

4.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Senyawa Kompleks Molibdenum ... 30

4.3.2 Penentuan Waktu Kerja Kompleks Molibdenum pada Panjang Gelombang Maksimum 705 nm ... 31

4.3.3 Kurva Kalibrasi Fosfor ... 31

4.3.4 Penetapan Kadar Fosfor dalam Sampel ... 32

(11)

4.3.6 Validasi Metode Analisis ... 34

4.3.6.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 34

4.3.6.2 Simpangan Baku Relatif ... 34

4.3.6.3 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation) ... 34

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(12)

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kurva Serapan Senyawa Kompleks Molibdenum dengan Konsentrasi 0,8971 μg/ml ... 31

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Sampel ... 40

Lampiran 2. Hasil Analisis Kualitatif Fosfor ... 41

Lampiran 3. Bagan Alir Proses Persiapan Sampel ... 42

Lampiran 4. Bagan Alir Proses Destruksi Basah ... 42

Lampiran 5. Bagan Alir Pembuatan Larutan Sampel ... 43

Lampiran 6. Bagan Alir Analisis Kuantitatif Cacing Tanah Megascolex sp. ... 44

Lampiran 7. Bagan Alir Analisis Kuantitatif Cacing Tanah Fridericia sp. 45

Lampiran 8. Perhitungan Konsentrasi Larutan Induk Baku ... 45

Lampiran 9. Data Penentuan Waktu Kerja pada Panjang Gelombang 705 nm ... 46

Lampiran 10. Data Kalibrasi Fosfor, Perhitungan Persamaan Regresi dan Koefisien Korelasi ... 48

Lampiran 11. Hasil Analisis Kadar Fosfor pada Sampel ... 50

Lampiran 12. Contoh Perhitungan Kadar Fosfor pada Sampel ... 51

Lampiran 13. Perhitungan Statistik Kadar Fosfor pada Sampel ... 52

Lampiran 14. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Fosfor pada Sampel 57

Lampiran 15. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 59

Lampiran 16. Hasil Uji Perolehan Kembali Fosfor Setelah penambahan Larutan Standar pada Sampel ... 60

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Perolehan Kembali Fosfor pada Sampel ... 60

Lampiran 18. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) ... 62

Lampiran 19. Hasil Identifikasi Sampel ... 63

Lampiran 20. Tabel Distribusi F ... 64

(15)

ANALISIS FOSFOR PADA CACING TANAH (Megascolex sp. dan

Fridericia sp.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

ABSTRAK

Cacing tanah merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk pengobatan dikarenakan mineralnya yang sangat tinggi. Salah satu mineral yang kandungannya cukup tinggi adalah fosfor. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi, menentukan kadar dan mengetahui perbedaan kadar fosfor pada cacing tanah Megascolex sp.dan Fridericia sp.

Hasil identifikasi dengan penambahan larutan Ammonium molibdat 4% dan BaCl2 5% menunjukkan adanya fosfor dalam sampel. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak dengan menggunakan metode asam askorbat, yaitu dengan cara mengukur serapan kompleks molibdenum yang berwarna biru yang terbentuk dari reaksi antara fosfor yang terkandung di dalam sampel dengan ammonium molibdat dan kalium antimonil tartrat dalam suasana asam yang membentuk kompleks fosfomolibdat, dan selanjutnya direduksi dengan asam askorbat, Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 705 nm dengan waktu kerja pada menit ke-20 hingga menit ke-53.

Dari hasil penentuan, diperoleh kadar fosfor pada cacing tanah Megascolex sp. kering (228, 3483 ± 0,60) μg/g dan pada cacing tanah Fridericia sp. kering (33,4555 ± 0,60) μg/g. Hasil uji validasi metode yang dilakukan memberikan akurasi dan presisi yang memenuhi syarat yaitu persen perolehan kembali 108,59% dengan RSD 6,01%, batas deteksi (LOD) 0,0404 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 0,1345 μg/ml. Dari uji t statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadar yang signifikan antara kedua sampel, dimana kadar fosfor pada cacing tanah Megascolex sp. lebih tinggi dibandingkan pada cacing tanah Fridericia sp.

(16)

PHOSPHORUS ANALYSIS IN EARTHWORM (Megascolex sp. and

Fridericia sp.) BY USING VISIBLE SPECTROPHOTOMETRIC ABSTRACT

Earthworm is natural resource which can be used for medication due to its highly amount of minerals. One of these minerals is phosphorus. The aim of this research are to identify, determine and know the difference content of phosphorus in Megascolex sp. and Fridericia sp.

Qualitative analysis shows positive results with addition of ammonium molybdate 4% and BaCl2 5%. Quantitative analysis was done using visible spectrophotometer with ascorbic acid method, measuring blu-colored molybdenum complex absorbance, which is formed from reaction between phosphorus, ammonium molybdate and antimony potassium tartrate in an acid medium forming fosfomolybdenum complex, and then reduced by ascorbic acid. Wavelength used in this measurement is 705 nm, operating between 20th to 53 rd minute.

The result of phosphorus assay in dried Megascoles sp. earthworm is (228, 3483 ± 0,60) μg/g and in dried Fridericia sp. earthworm is (33,4555 ± 0,60) μg/g. Result from method validation shows that method which is used in this research is eligible to provide accuracy and precision, 108,59% recovery with 6,01% RSD, the values of limit of detection (LOD) is 0,0404 μg/ml and limit of quntification (LOQ) 0,1345 μg/ml. Based on statistic t-test, concluded that there is significant difference between phosphorus amount in each earthworm, which is higher in Megascolex sp. than in Fridericia sp earthworm.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cacing tanah adalah salah satu kelompok hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang (invertebrata) yang dimasukkan ke dalam filum Annelida, kelas Oligochaeta merupakan sumber daya alam hayati yang sangat berpotensi bagi kehidupan dan kesejahteraan hidup manusia (John, 1997). Kandungan gizinya cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya yang mencapai 64-76%. Selain protein, kandungan lainnya yang terdapat dalam cacing tanah antara lain lemak 7-10%, kalsium 0,55%, fosfor 1% dan serat kasar 1,08% (Palungkun, 2011). Cacing tanah merupakan hewan pemakan tanah dan bahan organik serta memiliki sifat mengakumulasi mineral tanah (Hanafiah, dkk., 2005).

Tanah adalah suatu sistem yang kompleks, yang mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda dari tempat yang satu ke tempat yang lain yang disebabkan faktor pembentukannya. Unsur hara dalam tanah yang tersedia terdapat dalam dua keadaan yaitu dalam bentuk garam-garam yang terlarut menjadi ion dalam larutan tanah atau dalam bentuk unsur terikat pada permukaan koloid kompleks liat dan humus. Ion-ion yang terdapat dalam larutan tanah atau pada permukaan koloid tanah adalah karbon (CO32-, HCO3-); hidrogen (H+, OH-); nitrogen (NH3+, NO3-); fosfor (HPO42-, H2PO4-); kalium (K+); Kalsium (Ca2+); Magnesium (Mg2+); ferum (Fe2+, Fe3+); mangan (Mn2+, Mn3+); dsb (Yulipriyanto, 2010.)

(18)

didapatkan empat spesies atau jenis cacing tanah, yaitu Megascolex sp. dan Perionyx sp (famili Megascolecidae), Drawida sp. (famili Moniligastridae) dan Fridericia sp. (Famili Enchytraeidae) (John dan Jumilawaty, 2000).

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut (Almatsier, 2004). Fosfor mempunyai peranan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen esensial bagi banyak sel dan merupakan alat transport asam lemak. Fosfor berperan pula dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa (Pudjiadi, 2000).

Penetapan kadar fosfor dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode antara lain: titrasi asam basa dan spektrofotometri (Vogel, 1989). Penetapan kadar fosfor dapat dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak dengan menggunakan tiga metode, yaitu metode asam vanamolibdofosfor, metode stanium klorida, dan metode asam askorbat. Dalam penelitian ini digunakan metode asam askorbat karena metode ini lebih sederhana dan lebih sensitif (Lim, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti kandungan fosfor yang terdapat pada cacing tanah Megascolex sp. dan Fridericia sp. secara spektrofotometri sinar tampak dengan metode asam askorbat dan mengetahui perbedaan kadar antara keduanya.

1.2 Perumusan Masalah

(19)

2. Berapakah kadar fosfor dalam spesies cacing tanah Megascolex sp. dan Fridericia sp.?

3. Apakah ada perbedaan kadar fosfor pada spesies cacing tanah Megascolex sp. dan Fridericia sp. karena adanya perbedaan spesies?

1.3 Hipotesis

1. Adanya kandungan fosfor pada spesies cacing tanah Megascolex sp. dan Fridericia sp.

2. Kadar fosfor dalam spesies cacing tanah Megascolex sp. dan Fridericia sp. berada dalam jumlah tertentu.

3. Terdapat perbedaan kadar fosfor dalam spesies cacing tanah Megascolex sp. dan Fridericia sp. karena adanya perbedaan spesies.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui adanya kandungan fosfor pada spesies cacing tanah Megascolex sp. dan Fridericia sp.

2. Mengetahui kadar fosfor dalam spesies cacing tanah Megascolex sp. dan Fridericia sp.

3. Mengetahui perbedaan kadar fosfor pada spesies cacing tanah Megascolex sp. dan Fridericia sp. karena adanya perbedaan spesies.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat akan manfaat cacing tanah.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cacing Tanah

Cacing tanah seperti yang banyak dikenal masyarakat dan menempati bagian permukaan tanah yang lembab termasuk dalam hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata). Dalam klasifikasi biologi, cacing tanah termasuk dalam filum Annelida atau hewan beruas-ruas atau bergelang-gelang. Cirinya yaitu bertubuh simetris bilateral, silindris memanjang, bersegmen-segmen (sekitar 115-200 segmen), dan pada bagian permukaan tubuh terdapar sederetan sekat atau dinding tipis (Sugiantoro, 2012).

Di habitat alaminya cacing tanah hidup dan berkembang biak di dalam tanah yang lembab dengan suhu sekitar 15-25°C. Makanan cacing tanah adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pembusukan. Setiap cacing tanah dapat menghabiskan bahan-bahan organik seberat hingga dua kali berat tubuhnya dalam tempo waktu 24 jam (Sugiantoro, 2012).

Di antara fauna tanah di daerah humid sedang, cacing tanah merupakan penyumbang bahan organik tanah terbesar, yaitu kira-kira 100 kg/ha (0,005%) dengan populasi 7.000 ekor hingga 1.000 kg/ha dengan populasi 1 juta ekor (Hanafiah, dkk, 2005).

(21)

meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah. Bahkan sifat kimia dan unsur hara kascing setara dengan kompos, dan lebih bagus dan lengkap ketimbang pupuk buatan/anorganik. Kascing mengandung unsur hara N (nitrogen), P (fosfor) dan K (kalium), serta mengandung hormon pengatur tumbuh seperti auksin sitokinin dan giberelin. Selain itu kascing bersifat netral dengan pH 6,5-7,4, atau rata-ratanya adalah 6,8 (Sugiantoro, 2012).

Sudah semenjak ribuan tahun lalu, cacing tanah dimanfaatkan orang sebagai obat alternatif untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Penggunaan cacing tanah untuk obat-obatan ini banyak dikembangkan di Cina sampai sekarang, hingga kemudian dipraktikkan oleh banyak orang di berbagai belahan dunia. Nilai lebih dari pengobatan alternatif dengan bahan baku cacing tanah ini adalah selain relatif murah, juga tidak mempunyai efek samping karena murni menggunakan bahan baku organik, yaitu cacing tanah yang dipelihara secara khusus. Salah satunya yang paling populer adalah penggunaan cacing tanah untuk menyembuhkan penyakit tifus dengan cara dicuci terlebih dahulu, dikeringkan, dihaluskan menjadi serbuk, kemudian dicampur dalam minuman. Selain penyakit tifus, cacing tanah juga dimanfaatkan untuk penyembuhan penyakit dang gangguan kesehatan, mulai dari tekanan darah tinggi, menurunkan demam, meredakan sakit kepala, meningkatkan daya tahan tubuh, menghaluskan dan melembabkan kulit dan sebagainya (Sugiantoro, 2012).

2.1.1 Cacing Tanah Megascolex sp.

(22)

panjang tubuh 50-105 mm, diameter 1,5-3,5 mm, jumlah segmen 160-180. Berikut adalah sistematika cacing tanah Megascolex sp.:

Kingdom : Animalia Filum : Annelida 2.1.2 Cacing Tanah Fridericia sp.

Menurut Edward dan Lofty (1997), warna tubuh bagian dorsal cacing tanah Fridericia sp. adalah coklat kekuningan, bagian ventral kekuningan, panjang tubuh 10-15 mm, diameter 0,5-0,9 mm, jumlah segmen 43-62, prostomium pendek, seta mulai segmen 11 tipe lumbrisin, klitelum terletak pada segmen XII-XIII. Berikut adalah sistematika cacing tanah Fridericia sp.:

Kingdom : Animalia Filum : Annelida

(23)

menggambarkan tingkat kuantitas dan kualitas bahan organik dan cara bahan organik tersebut bergabung dengan mineral tanah. Evolusi pembentukan tanah dan bahan organik diarahkan oleh makhluk hidup sehingga interaksi antara bahan organik tanah dan biodiversitas sangat kuat (Yulipriyanto, 2010).

Tanah mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda dari tempat yang satu ke tempat yang lain yang disebabkan faktor pembentukannya. Unsur hara dalam tanah yang tersedia terdapat dalam dua keadaan yaitu dalam bentuk garam-garam yang terlarut menjadi ion dalam larutan tanah atau dalam bentuk unsur terikat pada permukaan koloid kompleks liat dan humus. Ion-ion yang terdapat dalam larutan tanah atau pada permukaan koloid tanah adalah karbon (CO32-, HCO3-); hidrogen (H+, OH-); nitrogen (NH3+, NO3-); fosfor (HPO42-, H2PO4-); kalium (K+); Kalsium (Ca2+); Magnesium (Mg2+); ferum (Fe2+, Fe3+); mangan (Mn2+, Mn3+); dsb (Yulipriyanto, 2010).

2.3 Fosfor

2.3.1 Fosfor pada Tubuh

Fosfor pada darah selalu ditentukan sebagai fosfat namun dihitung dan dinyatakan sebagai fosfor elemental. Ada beberapa tipe fosfor yang terdapat dalam darah dan jaringan. Banyak yang terdapat sebagai ester fosfat. Fosfat yang ditemukan dalam darah adalah fosfat anorganik, dan terkandung dalam darah dalam bentuk H2PO4- dan HPO42- dengan ratio tertentu sesuai dengan pH darah (West dan Todd, 1957).

(24)

tubuh yang cenderung basa, ketiganya tidak terdapat dalam bentuk bebas, melainkan sebagai campuran anion (Holum, 1987).

Ester Monofosfat

Ester fosfat memiliki dua gugus OH pendonor proton, oleh karena itu bentuknya berubah-ubah berdasarkan perubahan pH. Pada pH yang rendah dalam bentuk asam diprotik, pada pH tepat di bawah 7 dalam bentuk ion negatif 1 dan pada pH di atas 7 dalam bentuk ion negatif 2. Dalam tubuh, dimana pH di atas 7 ester fofat berada dalam bentuk ion negatif 2 (Holum, 1987).

Ester Difosfat

Suatu ester difosfat memiliki tiga gugus fungsi, yaitu gugus ester fosfat, gugus OH pendonor proton dan suatu unit yang disebut sistem fosfat anhidrat.

R O P O

(25)

Sistem fosfat anhidrat yang terdapat pada ADP merupakan tempat penyimpanan energi utama dalam tubuh. Rantai utama memiliki atom oksigen dengan muatan negatif yang saling tarik menarik. Hal ini menyebabkan sistem anhidrat putus secara eksoterm dengan adanya reaktan dan enzim yang sesuai (Holum, 1987).

Ester Trifosfat

Adenosin trifosfat atau ATP merupakan ester trifosfat kaya energi yang paling banyak terdapat dalam tubuh, dikarenakan ATP memiliki dua sistem fosfat anhidrat pada tiap molekulnya. Trifosfat lebih banyak digunakan sebagai sumber energi dalam tubuh dibandingkan difosfat. Sebagai contoh yaitu proses kontraksi otot, dimana Pi adalah ion fosfat anorganik seperti H2PO4- dan HPO42- yang terbentuk dari perombakan ATP yang terjadi pada tubuh.

Otot berelaksasi + ATP enzim�⎯⎯� Otot Berkontraksi + ADP + Pi

Proses ini membutuhkan ATP, dan apabila tidak terdapat ATP dalam tubuh maka proses tersebut tidak dapat terjadi. Resintesis ATP dari ADP dan ion fosfat anorganik merupakan penggunaan energi kimia terbesar dari makanan yang dikonsumsi (Holum, 1987).

2.3.2 Fungsi Fosfor pada Tubuh

Menurut Almatsier (2004), fosfor mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh, antara lain:

1. Kalsifikasi tulang dan gigi

(26)

dalam darah agar diperoleh perbandingan kalsium terhadap fosfor yang sesuai untuk pertumbuhan tulang.

2. Mengatur pengalihan energi

Melalui proses fosforilasi fosfor mengaktifkan berbagai enzim dan Vitamin B dalam pengalihan energi pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Bila satu gugus fosfat ditambahkan pada ADP (Adenin Difosfat) maka terbentuk ATP (Adenin Trifosat) yang menyimpan energi dalam ikatannya.

3. Absorpsi dan transportasi zat gizi

Dalam bentuk fosfat, fosfor berperan sebagai alat angkut untuk membawa zat-zat gizi menyeberangi membran sel atau di dalam aliran darah. Proses ini dinamakan fosforilasi dan terjadi pada absorpsi di dalam saluran cerna, pelepasan zat gizi dari aliran darah ke dalam cairan intraselular dan pengalihannya ke dalam sel. Lemak yang tidak larut dalam air, diangkut di dalam darah dalam bentuk fosfolipida. Fosfolipida adalah ikatan fosfat dengan molekul lemak, sehingga lemak menjadi lebih larut. Glikogen yang dilepas dari simpanan hati atau otot berada dalam darah terikat dengan fosfor.

4. Bagian dari ikatan tubuh esensial

(27)

dan sitoplasma semua sel hidup. DNA dan RNA dibutuhkan untuk reproduksi sel.

5. Pengaturan keseimbangan asam basa

Fosfat memegang peranan penting sebagai buffer untuk mencegah perubahan tingkat keasaman cairan tubuh. Ini terjadi karena kemampuan fosfor mengikat tambahan ion hidrogen.

2.3.3 Kebutuhan Fosfor pada Tubuh

Menurut Almatsier (2004), kecukupan fosfor rata-rata sehari untuk Indonesia ditetapkan sebagai berikut:

1. Bayi : 200-250 mg

2. Anal-anak : 250-400 mg

3. Remaja dan dewasa : 400-500 mg

4. Ibu hamil dan menyusui : 600-800 mg

2.4 Analisis

2.4.1 Analisis Kualitatif

Menurut Vogel (1985), berikut ini beberapa analisis kualitatif fosfat: 1. Larutan Perak Nitrat

Endapan kuning perak ortofosfat, Ag3PO4 yang larut dalam larutan ammonia encer dan dalam asam nitrat encer.

HPO42−+ 3Ag+→Ag3PO4 ↓ +H+

Ag3PO4 ↓ + 2H+→H3PO4−+ 3Ag+

(28)

2. Larutan Barium Klorida

Endapan amorf yang putih yaitu barium fosfat sekunder, BAHPO4, dari larutan

netral, yang larut dalam asam mineral encer dan dalam asam asetat. Dengan adanya larutan amonia encer, akan mengendap fosfat tersier, Ba3(PO4)2, yang

lebih sedikita larut.

HPO42−+ Ba2+ →BAHPO4

2HPO42−+ 3Ba2++ 2NH3 →Ba3(PO4)2 ↓ +2NH4+

3. Larutan Amonium Molibdat

Penambahan reagensia ini dengan sangat berlebihan (2-3 ml) pada suatu volume kecil (0,5 ml) larutan fosfat, menghasilkan endapan amonium fosfomolibdat yang kuning kristalin dengan rumus (NH4)3[P(Mo3O10)4].

HPO42−+ 3NH4++ 12MoO42−+ 23H+→(NH4)3[P(Mo3O10)4]↓ +12H2O

2.4.2 Analisis Kuantitatif

2.4.2.1 Spektrofotometri Sinar Tampak

(29)

gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

Penggunaan utama spektroskopi ultraviolet-sinar tampak adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan enersi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif (Satiadarma, dkk, 2004).

Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektroskopi ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor (Satiadarma, dkk, 2004).

Kurva absorpsi di daerah ultraviolet pada umumnya lebih sempit daripada kurva absorpsi di daerah sinar tampak. Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang absorpsi maksimum (puncak kurva), agar dapat memberikan absorban tertinggi untuk setiap konsentrasi. Bila suatu senyawa mempunyai lebih dari satu puncak absorpsi maksimum, lebih diutamakan panjang gelombang absorpsi maksimum yang absorpstivitasnya terbesar dan memberikan kurva kalibrasi linier dalam rentang konsentrasi yang relatif lebar (Satiadarma, dkk, 2004).

(30)

panjang gelombang (wavelength separator) seperti prisma atau monokromator. Spektrum didapatkan dengan cara scanning oleh wavelength separator sedangkan pengukuran kuantitatif bisa dibuat dari spektrum atau pada panjang gelombang tertentu (Dachriyanus, 2004).

2.4.2.2 Metode Asam Askorbat

Dalam suasana asam, ortofosfat akan membentuk komplek berwarna kuning dengan ion molibdat. Kompleks ini dapat direduksi menjadi kompleks berwarna biru. Jika digunakan asam askorbat sebagai pereduksi, pembentukan kompleks berwarna biru ini distimulasi dengan adanya antimoni (Golterman, et al, 1978).

Fosfat yang berikatan dengan senyawa organik dan polifosfat tidak dapat bereaksi dengan molibdat. Senyawa-senyawa ini harus terlebih dahulu didestruksi untuk mengubahnya menjadi H3PO4. Dibutuhkan temperatur dan keasaman yang tinggi untuk berlangsungnya proses ini (Golterman, et al, 1978). Destruksi basah dilakukan dengan menambahkan 10 ml HNO3 pekat pada sampel dan dibiarkan semalaman. Kemudian dipanaskan pada suhu 120-140°C sekitar 4 jam hingga larutan menjadi jernih dan tersisa 2-3 ml asam (Friel dan Ngyuen, 1986).

Ortofosfat dan ion molibdat bereaksi dalam suasana asam menghasilkan asam molibdofosfor (asam fosfomolibdat), yang dengan adanya reduktan tertentu akan menghasilkan molibdenum yang berwarna biru. Intensitas warna biru ini berbanding lurus dengan jumlah fosfat yang terkandung di dalamnya (Jeffery, et al, 1989).

(31)

Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer sinar tampak pada λ maksimum

708 nm pada menit ke-35. Nilai serapan yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku. Dengan demikian konsentrasi fosfor dapat dihitung berdasarkan persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi (Sitompul, 2009).

2.5 Validasi Metode

Menurut Harmita (2004), validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap paramter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metoda analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya, sebagai berikut:

1. Kecermatan (accuracy)

(32)

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen.

Keseksamaan dapat diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koevisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). 3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.

4. Linieritas dan Rentang

Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, kesekasamaan, dan linieritas yang dapat diterima.

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

(33)

kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

6. Ketangguhan Metode (ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji.

7. Kekuatan (robustness)

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 L okasi Penelitian

Penelitian untuk identifikasi spesies dari sampel yang digunakan dilakukan di Labotarorium Bagian Taksonomi dan Ekologi Hewan Fakultas MIPA Biologi USU, uji kualitatif dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi USU, sedangkan uji kuantitatif dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi USU.

3.2 B ahan-B ahan

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cacing tanah spesies Megascolex sp. dan F ridericia sp.

3.2.2 Per eaksi

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan yang berkualitas pro analis dari E. Merck yaitu asam nitrat, ammonium molibdat, asam sulfat, asam askorbat, kalium dihidrogen fosfat, kalium antimonil tatrat kecuali akuabides.

3.3 A lat-alat

(35)

3.4 Pembuatan Per eaksi

3.4.1 L ar utan H NO3 5 N

Larutan HNO3 65% v/v sebanyak 349 ml diencerkan dengan akuabides hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.2 L ar utan H2SO4 5 N

Dipipet 70 ml H2SO4 96% v/v, dimasukkan perlahan-lahan melalui dinding ke dalam labu tentukur 500 ml yang telah berisi akuabides setengahnya. Dicukupkan volumenya dengan air hingga garis tanda (Lancashire, 2011).

3.4.3 L ar utan A mmonium molibdat 4% b/v

Ditimbang seksama 20 g Ammonium molibdat. Dilarutkan ke dalam labu tentukur 500 ml dengan akuabides dan dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis tanda (Lancashire, 2011).

3.4.4 L ar utan A sam A skor bat 0,1 N

Ditimbang seksama 0,88 g Asam askorbat dan dilarutkan dalam labu tentukur 50 ml dengan akuabides dan dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis tanda (Lancashire, 2011).

3.4.5 L ar utan K alium antimonil tatr at 0,274% b/v

Ditimbang seksama 0,274 g kalium antimonil tartat, dilarutkan dalam labu tentukur 100 ml dengan akuabides dan dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis tanda (Lancashire, 2011).

3.4.6 L ar utan Pengembang W ar na F osfor

(36)

mencampurkan 10 ml asam sulfat 5 N, 3 ml ammonium molibdat 4% b/v, 6 ml asam askorbat 0,1 N dan 1 ml kalium antimonil tartrat 0,247% b/v (Sitompul, 2009).

3.5 R ancangan Penelitian

3.5.1. Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah cacing tanah Megascolex sp. dan F ridericia sp. dari beberapa lokasi tempat pembuangan sampah yang di survei, maka sampel diambil dari tanah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kecamatan Pancur batu, Kabupaten Deli Serdang dan Jalan Puluh Nibung, Gang Sampah Kelurahan Payah Pasir, Medan Marelan. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu metode pengambilan sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti (Sudjana, 2005).

3.5.2 I dentifikasi Sampel

Sampel diidentifikasi di Laboratorium Bagian Taksonomi dan Ekologi Hewan Fakultas MIPA Biologi Universitas Sumatera Utara, Medan. Hasil identifikasi sampel yang dianalisis adalah:

1. Megascolex sp. 2. F ridericia sp.

3.5.3 Penyiapan Sampel

(37)

homogen di dalam lumpang. Diperoleh bubuk cacing tanah kering Megascolex sp. dan F ridericia sp.

3.5.4 Pr osedur Destr uksi B asah

Sampel yang telah dihaluskan masing - masing ditimbang seksama sebanyak 5 g dalam kurs porselen, ditambahkan 5 ml asam nitrat 65% b/v, didiamkan selama 24 jam. Kemudian dipanaskan di atas hotplate, ditambahkan asam nitrat 65% b/v secara perlahan-lahan sebanyak 15 ml, waktu pemanasan 6 jam dengan suhu 100°C hingga larutan berubah menjadi kuning jernih. Lalu didinginkan selama 1 jam (Friel dan Nguyen, 1986).

3.5.5 Pembuatan L ar utan Sampel

Larutan hasil dekstruksi dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan kurs porselen dibilas dengan akuabides sebanyak 3 kali. Hasil pembilasan dimasukkan ke dalam labu tentukur. Setelah itu dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis tanda. Lalu disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dengan membuang 2 ml larutan pertama hasil penyaringan dan selanjutnya ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk uji kualitatif dan kuantitatif.

3.6 Analisis Fosfor

3.6.1 Analisis Kualitatif Fosfor

Analisis Kualitatif fosfor dapat dilakukan dengan pereaksi ammonium molibdat dan barium klorida. Analisis kualitatif dilakukan pada larutan sampel.

(38)

2. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml larutan sampel, ditambahkan pereaksi barium klorida 5% b/v ± 1 ml, dikocok lalu didiamkan, maka akan terbentuk endapan putih yang larut dalam asam encer.

3.6.2 A nalisis K uantitatif F osfor

3.6.2.1 Pembuatan L ar utan I nduk B aku K H2PO4 (L I B I )

Ditimbang 0,2195 g KH2PO4 yang telah dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105ºC, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 500 ml, ditambahkan 25 ml larutan HNO3 5 N, dikocok hingga larut, dicukupkan

volumenya dengan akuabides hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi fosfor pada Larutan Induk Baku ( LIB) I adalah 100 µg/ml (Sitompul, 2009).

Perhitungan konsentrasi Larutan Induk Baku dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 44.

3.6.2.2 Pembuatan K ur va Ser apan L ar utan K H2PO4

Dari LIB I dipipet 3 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml kemudian dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda. Dipipet 1 ml larutan tersebut, ditambahkan 5 ml akuabides, dan 1 ml larutan pengembang warna fosfor lalu dikocok (konsentrasi 0,8571 µg/ml). Diukur serapan pada rentang λ 400-800 nm.

3.6.2.3 Penentuan W aktu K er ja

(39)

dikocok, dan didiamkan (konsentrasi 0,8571 µg/ml). Kemudian diukur serapan

pada λ maksimum 705 nm mulai menit ke-1 hingga menit ke-60 dengan interval

waktu 1 menit.

3.6.2.4 Pembuatan K ur va K alibr asi L ar utan B aku F osfor

Dari LIB I tersebut dipipet (1; 2; 3; 4; dan 5) ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, kemudian dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis tanda. Dipipet masing-masing 1 ml larutan tersebut, ditambahkan 5 ml akuabides dan 1 ml larutan pengembang warna fosfor, dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Didapat kosentrasi larutan (0,2857; 0,5714; 0,8571; 1,1429; dan 1,4286) μg/ml. Diukur serapan pada λ maksimum 705 nm pada menit ke-20 dengan spektrofotometer sinar tampak.

3.6.2.5 Penetapan K adar F osfor Dalam Sampel

3.6.2.5.1 Penetapan K adar F osfor pada C acing T anah Megascolex sp.

Dipipet 10 ml larutan sampel, dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, dicukupkan volume dengan akuabides hingga garis tanda. Dari labu tersebut dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu 25 ml, dicukupkan volume dengan akuabides hingga garis tanda. Dipipet 1 ml larutan tersebut, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 5 ml larutan pengembang warna fosfor dan 1 ml akuabides. Didiamkan selama 20 menit. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 705 nm. Pengukuran harus dilakukan dalam rentang waktu kerja yang telah diperoleh.

(40)

Dipipet 1 ml larutan sampel, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 5 ml akuabides dan 1 ml larutan pengembang warna fosfor. Didiamkan selama 20 menit. Diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 705 nm. Pengukuran harus dilakukan dalam rentang waktu kerja yang telah diperoleh.

Nilai serapan yang diperoleh harus berada dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku, Dengan demikian konsentrasi fosfor dapat dihitung berdasarkan persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi.

Menurut Walpole (1982), kadar fosfor dapat dihitung dengan rumus:

Kadar =C × V × VP W

Keterangan: C = Konsentrasi larutan sampel setelah pengenceran (μg/ml) V = Volume labu tentukur (ml)

FP = Faktor pengenceran W = Berat sampel (g)

3.7 A nalisis Data Secar a Statistik

3.7.1 Penolakan H asil Pengamatan

Kadar fosfor yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan uji distribusi dengan rumus:

thitung =�

(x−x�)

SD/√6�

Data ditolak apabila t hitung lebih besar dari t tabel, dan sebaliknya.

(41)

SD =�∑(x−x�)

dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, ɑ = 1%, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

μ= x�± (t(α/2,dk )× SD/√n)

Keterangan: x : Kadar rata-rata sampel SD : Standard deviasi

dk : Derajat kebebasan (dk = n-1) α : Tingkat kepercayaan

n : Jumlah pengulangan

3.7.2 Pengujian B eda Nilai R ata-R ata A ntar Sampel

Menurut Sudjana (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variasi (σ) tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variasi kedua populasi sama (σ0= σ1) atau berbeda (σ0≠σ1) dengan menggunakan rumus:

Fo =

S12 S22

(42)

Menurut Walpole (1982), apabila dari hasil perhitungan diperoleh F0 tidak

melewati nilai kritis F, maka perhitungan dilanjutkan dengan menggunakan uji distribusi t dengan rumus:

Sp =�

S1 : Standard deviasi sampel 1 S2 : Standard deviasi sampel 2

Jika F0 melewati niai kritis F, maka perhitungan dilanjutkan dengan menggunakan

uji distribusi t dengan rumus

to =

S1 : Standard deviasi sampel 1 S2 : Standard deviasi sampel 2

Kedua sampel dikatakan berbeda apabila t0 yang diperoleh melewati nilai kritis t, dan sebaliknya (Sudjana, 2005).

3.8 V alidasi M etode

(43)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan baku (standard addition method). Dalam metode ini, kadar fosfor dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar fosfor dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer dan Miller, 2005).

Cacing tanah yang telah dikeringkan ditimbang seksama sebanyak 5 gram, ditambahkan 10 ml larutan baku fosfor (100 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi basah seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya diukur absorbansinya sebagaimana perlakuan terhadap sampel.

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali (uji recovery) dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

%��������=(��− ��)

��∗ × 100%

Keterangan: CF = Kadar larutan sampel setelah penambahan baku CA = Kadar rata-rata sampel

CA* = Kadar larutan standard yang ditambahkan 3.8.2 Simpangan B aku R elatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual kestika suatu metode dilakukan secara berulang yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya kesekasamaan metode yang dilakukan (Harmita,2004).

Simpangan baku relatif dapat dihitung dengan rumus di bawah ini.

RSD =SD X

(44)

Keterangan: x� = Kadar rata-rata sampel SD = Standard deviasi

RSD = Relative Standard Deviasi

3.8.3 Penentuan B atas Deteksi (L imit of Detection) dan B atas K uantitasi (L imit of Quantitation)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit salam sampel yang yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SY/X = �(Y−Yi)

2

n−2

LOD =3 × SY/X Slope

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sampel

Sampel yang digunakan antara lain cacing tanah Megascolex sp. dan F ridericia sp. Kedua cacing tanah ini dapat ditemukan pada tumpukan sampah

rumah tangga, namun berada pada lapisan tanah yang berbeda. Dimana cacing tanah Fridericia sp. biasanya terdapat pada lapisan tanah yang lebih dalam di bawah tumpukan sampah. Sedangkan cacing tanah Megascolex sp. dapat dijumpai di lapisan permukaan tanah pada tumpukan sampah. Cacing tanah yang diambil sebagai sampel adalah cacing tanah dewasa yang diambil di pagi hari di saat cuaca masih sejuk. Kemudian dilakukan pemilahan berdasarkan hasil identifikasi dari Laboratorium Bagian Taksonomi dan Ekologi Hewan Fakultas MIPA Biologi USU.

Cacing tanah yang dikeringkan bobotnya 53,5 g yang menyusut 92,89% dari bobot awal yaitu 752,4 g. Hal ini dikarenakan 75-90% tubuh cacing tanah adalah air. Cacing tanah kering ini merupakan cacing tanah yang setelah dioven, dapat digerus menggunakan lumpang dan stamfer menjadi serbuk cacing yang halus.

Gambar sampel yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 1, halaman 39.

4.2 A nalisis K ualitatif F osfor pada Sampel

(46)

a.Analisis kualitatif dengan larutan Amonium molibdat 4%, terbentuk endapan kuning.

b.Analisis kualitatif dengan larutan BaCl2 5%, terbentuk endapan putih yang

larut dalam asam nitrat encer.

Gambar hasil analisis kualitatif sampel dapat dilihat pada lampiran 2, halaman 40.

Dari hasil analisis yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sampel mengandung fosfor dalam jumlah tertentu. Sampel dikatakan positif mengandung fosfor jika menghasilkan endapan kuning dengan penambahan ammonium molibdat serta memberikan endapan putih dengan penambahan barium klorida (Vogel, 1979).

4.3 A nalisis K uantitatif F osfor pada Sampel

4.3.1 Penentuan Panj ang G elombang M aksimum Senyawa K ompleks M olibdenum

Penentuan panjang gelombang maksimum senyawa kompleks molibdenum dilakukan dengan mengukur absorbansi dari larutan baku dengan konsentrasi 0,8571 µg/ml pada rentang panjang gelombang 400-800 nm dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak. Dari pengukuran yang dilakukan, didapat absorbansi maksimum pada panjang gelombang 705 nm.

(47)

G ambar 1. Kurva Serapan Senyawa Kompleks Molibdenum dengan konsentrasi 0,8571 µg/ml

4.3.2 Penentuan W aktu K er ja K ompleks M olibdenum pada Panjang G elombang M aksimum 705 nm

Untuk mengetahui waktu dimana absorbansi dari kompleks molibdenum stabil, maka dilakukan penentuan waktu kerja. Penentuan waktu kerja dilakukan dengan mengukur absorbansi dari larutan baku konsentrasi 0,8571 µg/ml selama 60 menit pada panjang gelombang 705 nm. Maka didapat bahwa absorbansi senyawa kompleks tersebut stabil pada menit ke-20 hingga menit ke-53. Data penentuan waktu kerja dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 45.

4.3.3 K ur va K alibr asi F osfor

Kurva kalibrasi fosfor diperoleh dengan cara mengukur absorbansi larutan baku dengan konsentrasi (0,2857; 0,5714; 0,8571; 1,1429; 1,4286) µg/ml pada panjang gelombang 705 nm dalam waktu kerja yang telah diperoleh. Dari pengukuran ini didapat persamaan regresi yaitu Y = 0,5055X + 0,0077 dengan koefisien korelasi 0,9993. Data dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 47.

(48)

G ambar 2. Kurva Kalibrasi Fosfor

4.3.4 Penetapan K adar F osfor dalam Sampel

Pentapan kadar fosfor dilakukan dengan menggunakan metode asam askorbat secara spektrofotometri sinar tampak. Sampel yang telah didestruksi basah berupa PO43- bereaksi dengan ammonium molibdat dan kalium antimonil tartrat dalam suasana asam membentuk kompleks fosfomolibdat lalu direduksi dengan asam askorbat membentuk kompleks molibdenum yang berwarna biru dan stabil selama 33 menit, diukur pada menit ke-20 pada panjang gelombang 705 nm. Analisis kemudian dilanjutkan dengan perhitungan statistik dengan distribusi t pada tingkat kepercayaan 99% (α = 0,01). Berdasarkan hasil

perhitungan statistik tersebut diperoleh kesimpulan bahwa rata-rata kadar fosfor pada sampel dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

T abel 1. Hasil Analisis Kadar Fosfor pada Cacing Tanah Kering

(49)

Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa kadar antara kedua jenis cacing tanah dari spesies tersebut sangat berbeda. Kadar fosfor pada cacing tanah Megascolex sp. kering adalah (228,3483 ± 0,6020) µg/g, sedangkan kadar fosfor

pada cacing tanah F ridericia sp. kering adalah (33,4555 ± 0,6014) µg/g. Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan perbedaan spesies dan habitat dari kedua spesies cacing tanah ini. Dimana cacing tanah Megascolex sp. hidup pada tanah yang mengandung mineral lebih tinggi dibandingkan tanah habitat cacing tanah F ridericia sp.

Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 50. 4.3.5 Pengujian B eda Nilai R ata-R ata A ntar Sampel

Pengujian beda nilai rata-rata kadar fosfor pada sampel bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar fosfor antara cacing

tanah Megascolex sp. dan F ridericia sp.

Dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variasi kedua populasi sama (σ0 = σ1) atau berbeda (σ0 ≠ σ1). Dari perhitungan yang dilakukan didapat Fo

(50)

4.3.6 V alidasi M etode A nalisis

4.3.6.1 Uji Per olehan K embali (R ecovery)

Uji perolehan kembali dilakukan terhadap sampel yang sama dan dianalisis dengan cara yang sama dengan pengerjaan sampel awal dan dilakukan penambahan larutan baku (100 µg/ml) sebanyak 10 ml pada 5 gram cacing tanah kering. Uji perolehan kembali dilakukan untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan.

Dari uji peroleh kembali yang dilakukan, didapat % perolehan kembali sebesar 108,59%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode yang dilakukan memberikan akurasi dan presisi yang memenuhi persyaratan yaitu 80-120% (Ermer dan Miller, 2005).

Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 59. 4.3.6.2 Simpangan B aku R elatif

Untuk menetapkan presisi dari metode digunakan maka dilakukan

perhitungan simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation). Pada

penelitian ini didapat RSD sebesar 6,01%. RSD memenuhi persyaratan yaitu <

10-20%. Parameter-parameter seperti standar deviasi, simpangan baku relatif, dan

derajat kepercayaan haruslah dikalkulasi untuk mendapatkan tingkat presisi

tertentu (Ermer dan Miller, 2005).

Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 60. 4.3.6.3 B atas Deteksi dan B atas K uantitasi

(51)

Batas deteksi merupakan parameter uji batas yang dilakukan untuk mendeteksi jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Cacing tanah spesies Megascolex sp. dan F ridericia sp. mengandung mineral fosfor.

2. Kadar fosfor pada cacing tanah Megascolex sp. kering adalah (228,3483 ± 0,6020) µg/g dan pada cacing tanah F ridericia sp. kering adalah (33,4555 ± 0,6014) µg/g.

3. Dari hasil pengujian beda nilai rata-rata yang dilakukan diketahui bahwa terdapat perbedaan kadar rata-rata fosfor yang signifikan antara cacing tanah Megascolex sp. dan F ridericia sp.

5.2 Saran

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Halaman 244-245.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Halaman 1, 3.

Day, R. A., dan Underwood, A. L. (1986). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi kelima. Penerjemah: Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 384.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. Halaman 1213.

Edward, C. H., dan Lofty, J. R. (1997). Biology of Earthworm. London: Chapman and Hall. Halaman 171, 211.

Ermer, J., dan Miller, J. H. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag Gmbh & Co. Halaman 89.

Friel, J. K., dan Ngyuen, C. D. (1986). Dry- and Wet-Ashing Technique Compared in Analysis for Zinc, Copper, Manganese and Iron in Hair. Journal Clinical Chemistry. 32(5): 739-742.

Golterman, H. L., Clymo, R. S., dan Ohnstad, M. A. M. (1978). Methods for Physical and Chemical Analysis of Fresh Waters. Edisi Kedua. Oxford: Blackwell Scientific Publication. Halaman 110-111.

Hanafiah, K. A., Anas, I., Napoleon, A., dan Ghoffar, N. (2005). Biologi Tanah: Ekologi & Makrobiologi Tanah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Halaman 130, 142.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117, 121-122, 127-128, 130, 132.

Holum, J. R. (1987). Elements of General and Biological Chemistry. Edisi ketujuh. New York: John Wiley & Sons. Inc. Halaman 284-286.

(54)

John, A. H. (1997). Cacing Tanah Sebagai Sumberdaya Alam Hayati yang Bernilai Ekonomi. Karya Tulis. Medan: Program Studi Biologi FMIPA USU. Halaman 5-6.

John, A. H., dan Jumiliawaty, E. (2000). Cacing Tanah yang Karakteristik di Tumpukan Sampah Organik dan Laju Pertumbuhan Populasi pada Beberapa Komposisi Media (Makanannya). Karya Tulis. Medan: Program Studi Biologi FMIPA USU. Halaman 15.

Lancashire, R. J. (2011). Colourimetric of Phosphate. Kingston: University of West Indies. Halaman 5-6. Diunduh dari

Lim, S. (2011). Determination of Phosphorus Concentration in Hydroponics Solution. Mulgrave: Agilent Technologies, Inc. Halaman 1. Diunduh dari

Palungkun, R. (2011). Usaha Ternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 20.

Pudjiadi, S. (2000). Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi keempat. Jakarta: Penerbit FK UI. Halaman 197.

Satiadarma, K., Mulja, M., Tjahjono, D. H., dan Kartasasmita, R. E. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 87, 90.

Sitompul, K. (2009). Penetapan Kadar Fosfor dalam Buah Apel (Malus domestica Borkh.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman 20.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi keenam. Bandung: Tarsito. Halaman 167, 206.

Sugiantoro, A. (2012). Harta Karun dari Cacing Tanah: Budidaya Cacing Tanah untuk Obat Alternatif. Yogyakarta: Dafa Publishing. Halaman 13-14. Vogel, A. I. (1979). Textbook of Macro and Semimacro Qualitative Inorganic

Analysis. Penerjemah: Setiono, L. dan Pudjaatmaka, A.H. (1985). Buku Teks Vogel Kimia Analisis Anorganik Kulitatif. Edisi kelima. Bagian II. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka. Halaman 378-379.

(55)

West, E. S., dan Todd, W. R. (1957). Textbook of Biochemistry. New York: The Macmillan Company. Halaman 1186.

(56)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Sampel

Gambar 1. Cacing Tanah Megascolex sp.

(57)

Lampiran 2. Hasil Analisis Kualitatif Mineral Fosfor

Gambar 3. Hasil Analisis Kualitatif dengan Larutan Ammonium Molibdat 4%

(58)

Lampiran 3. Bagan Alir Proses Persiapan Sampel

Lampiran 4. Bagan Alir Proses Destrusi Basah Cacing Tanah

Ditimbang ± 750 gram

Dibersihkan dari kotoran dan tanah dengan menggunakan air mengalir

Dibilas dengan akuabides

Dioven pada suhu 100ºC selama 7 jam Ditimbang beratnya

Sampel

Sampel

Ditimbang sebanyak ± 5 gram. Dimasukkan ke dalam kurs porselein. Ditambahkan 5 ml asam nitrat 65% b/v. Didiamkan selama 24 jam.

Dipanaskan di atas hotplate pada suhu ±100ºC

Ditambahkan asam nitrat 65% b/v secara perlahan-lahan sebanyak 15 ml, waktu pemanasan 6 jam

(59)

Lampiran 5.Bagan Alir Pembuatan Larutan Sampel

Hasil Destruksi Basah

Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu tentukur 25 ml.

Ditambahkan akuabides hingga garis tanda.

Disaring dengan kertas saring Whatmann No.42 dengan membuang 2 ml filtrat pertama.

Ditampung filtrat yang diperoleh.

Filtrat

Dipindahkan ke dalam botol

(60)

Lampiran 6. Bagan Alir Analisis Kuantitatif Cacing Tanah Megascolex sp.

Larutan Sampel

Dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml.

Dicukupkan volume hingga garis tanda dengan akuabides.

Dipipet 10 ml dari labu tersebut.

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml.

Dicukupkan volume hingga garis tanda dengan menggunakan akuabides.

Dipipet 1 ml larutan tersebut, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Ditambahkan 5 ml akuabides.

Diukur serapan pada panjang gelombang 705 nm pada rentang kerja, yaitu pada menit ke-20.

(61)

Lampiran 7. Bagan Alir Analisis Kuantitatif Cacing Tanah Fridericia sp.

Lampiran 8. Perhitungan Konsentrasi Larutan Induk Baku KH2PO4

Konsentrasi Larutan Induk Baku KH2PO4 =

mg KH2PO4 × BA P

V (ml) × BM KH2PO4

= 219,5 mg × 31 500 ml × 136

= 0,1000 mg/ml

= 100 μg/ml Larutan Sampel

Dipipet 1 ml, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Ditambahkan 5 ml akuabides.

Ditambahkan 1 ml larutan pengembang warna.

Diukur serapan pada panjang gelombang 705 nm pada rentang kerja, yaitu pada menit ke-20.

(62)
(63)
(64)

46 46 0,487

Serapan kompleks stabil pada menit ke-20 hinga ke-53.

(65)

Konsentrasi

a =(2,3038)−(4,2857)(2,213)/6 (4,4916)−(4,2857)2/6

a =0,7231 1,4304

a = 0,5055

b = y� −ax�

b = 0,3688−(0,5055)(0,7143)

(66)

r = (2,3038)−(4,2857)(2,213)/6

Lampiran 11. Hasil Analisis Kadar Fosfor pada Sampel

A.Cacing Tanah Megascolex sp.

No. Berat (g) Serapan Konsentrasi

B.Cacing Tanah Fridericia sp.

(67)

Lampiran 12. Contoh Perhitungan Kadar Fosfor pada Sampel 1. Contoh Perhitungan Kadar Fosfor pada Megascolex sp.

Berat sampel yang ditimbang : 5,3491 g

Serapan (Y) : 0,290

Keterangan: C = Konsentrasi larutan sampel (µg/ml) V = Volume (ml)

Maka kadar fosfor dalam sampel adalah 228,3971 µg/g. 2. Contoh Perhitungan Kadar Fosfor pada Fridericia sp.

Berat sampel yang ditimbang : 5,1321 g

Serapan (Y) : 0,498

Keterangan: C = Konsentrasi larutan sampel (µg/ml) V = Volume (ml)

(68)

Kadar =0,9699 μg/ml × 25 ml × 7 5,1321 g

= 33,0727 µg/g

Maka kadar fosfor dalam sampel adalah 33,0727 µg/g.

Lampiran 13. Perhitungan Statistik Kadar Fosfor dalam Sampel 1.Cacing Tanah Megascolex sp.

X X−X� (X−X�)2

Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; dk = 5, maka ttabel= α/2,

(69)

thitung 2 =� 1,2826

Dari hasil perhitungan di atas terdapat thitung yang lebih besar dari ttabel, yaitu thitung2, maka data tersebut tidak diterima. Sehingga dilakukan perhitungan ulang tanpa mengikutsertakan data tersebut.

(70)

SD =�0,3366

5−1 = 0,2901

Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; dk = 4, maka ttabel= α/2,

dk = 4,6401

Dari hasil perhitungan di atas diperoleh semua thitung < ttabel, maka semua data diterima.

Kadar fosfor pada cacing tanah Megascolex sp. adalah

μ= x�± (t(α/2,dk )× SD/√n

(71)

2.Cacing Tanah Megascolex sp.

Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01; dk = 5, maka ttabel= α/2,

(72)

thitung 5 =� 0,4180

0,4280/√6�= 2,1250

thitung 6 =� 0,2610

0,4280/√6�= 1,3262

Dari hasil perhitungan di atas terdapat thitung yang lebih besar dari ttabel, yaitu thitung4, maka data tersebut tidak diterima. Sehingga dilakukan perhitungan ulang tanpa mengikutsertakan data tersebut.

(73)

thitung 3 =�

−0,5006

0,2901/√5�= 3,8597

thitung 4 =� 0,2523

0,2901/√5�= 1,9453

thitung 5 =�

0,0951

0,2901/√5�= 0,7332

Dari hasil perhitungan di atas diperoleh semua thitung < ttabel, maka semua data diterima.

Kadar fosfor pada cacing tanah Fridericia sp. adalah

μ= x�± (t(α/2,dk )× SD/√n)

μ= 33,4555 ± (4,6401 × 0,2898/√5) μ= (33,4555 ± 0,6014) μg/g

Lampiran 14. Pengujjian Beda Nilai Rata-rata Kadar Fosfor pada Sampel No. Cacing Tanah Megascolex sp. Cacing Tanah Fridericia sp.

1. X1 = 228,3483 X2 = 33,4555

2. S1 = 0,2901 S2 = 0,2898

Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 99% untuk mengetahui apakah variasi kedua populasi sama (�0 = �1) atau berbeda (�0 ≠ �1).

H0: (σ0 = σ1)

H1: (σ0 ≠ σ1)

(74)

Daerah kritis penolakan hanya jika F0 ≥ 14,34

Dari hasil ini diketahui bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, maka dapat disimpulkan (�0 =�1), simpangan bakunya adalah:

Kemudian dilanjutkan dengan uji beda rata-rata menggunakan distribusi t dengan menggunakan taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 1%, t0,01/2 = 3,3554 untuk df = 5+5-2 = 8.

Daerah kritis penerimaan: -3,3554 ≤ t0≤ 3,3554.

(75)

to =

194,8928

0,1834 = 1062,67

Karena to = 1062,67 > 3,3554 maka hipotesa ditolak. Berarti terdapat perbedaan signifikan rata-rata kadar fosfor pada Megascolex sp. Dan Fridericia sp.

Lampiran 15. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

(76)

LOD =3 × SY/X

Lampiran 16. Hasil Uji Perolehan Kembali Fosfor Setelah Penambahan Larutan Standar pada Sampel

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Fosfor pada Sampel

Berat sampel yang ditimbang : 5,7204 g

Serapan (Y) : 0,551

Persamaan Regresi : y = 0,5055x + 0,0077

(77)

Kadar =C × V × FP W

Keterangan: C = Konsentrasi larutan sampel (µg/ml) V = Volume (ml)

FP = Faktor pengenceran W = Berat sampel (g)

Kadar =1,0748 μg/ml × 25 ml × 5 × 2,5 × 7 5,7204 g

= 411,0071 µg/g

Kadar Larutan Standard yang ditambahkan (C*A)

C∗A = 100 μg/ml × 10 ml

5,7204 g = 174,8130 μg/g

Kadar rata-rata sampel (CA) = 228,3482 μg/g

%��������=(��− ��)

��∗ × 100%

%Recovery =411,0071 μg/g−228,3483 μg/g

(78)

Lampiran 18. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD)

x (%) x−x� (x−x�)2

104,49 11,46 131,3316

120,05 6,26 39,1876

102,33 -4,1 16,8100

108,71 0,12 0,0144

104,45 -4,14 17,1396

111,52 2,93 8,5849

∑x = 651,55

x�= 108,59

∑(x−x�)2

= 213,0681

RSD =SD X

� × 100%

RSD =6,5279

(79)
(80)
(81)

Gambar

Gambar 1. Kurva Serapan Senyawa Kompleks Molibdenum dengan konsentrasi               0,8571 µg/ml
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Fosfor
Gambar 1. Cacing Tanah Megascolex sp.
Gambar 3. Hasil Analisis Kualitatif dengan Larutan Ammonium Molibdat 4%

Referensi

Dokumen terkait

KESATU : Menghapus dari daftar Inventaris Barang Milik Daerah Berupa Kapal Motor dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul yang sudah dipindahtangankan

[r]

Pada hari ini, Senin tang Rapat KPP Pratama Jakarta dilaksanakan Pembukaan Fil Pembuatan backdrof dan gypsu Pasar Minggu tahun angg kesimpulan sebagai berikut:.. Jumlah Calon

in tanggal 17 September 2012 pada pukul g Rapat KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu, sanakan Pembukaan File Penawaran dan File n backdrof dan gypsum ruang aula dan ruang r. ggu

[r]

[r]

[r]

pen*ra®£es peatinenya Kejuerga oe^no t^, a© tffitnk fcebefceglaea ccr&amp;a Ireasa^tfin r» na eaaa lihera aaafc