• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pemotongan Ayam

Kegiatan pemotongan dilakukan dalam ruangan yang sama mulai dari penyembelihan sampai pengemasan karkas dan produk siap untuk dipasarkan. Pemotongan ayam dilakukan dengan cara menyembelih ayam satu per satu menggunakan pisau, teknologi yang digunakan adalah mesin pencabut bulu. Proses pemotongan ayam dilakukan melalui tahapan seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses Pemotongan Ayam

Penerimaan Ayam. Perusahaan mengambil ayam hidup dari perusahaan peternakan dan poultry shop yang berlokasi di daerah Bogor, Sukabumi dan Cianjur dengan menggunakan kendaraan, keranjang, dan tenaga kerja sendiri. Oleh karena itu resiko penyusutan akibat kematian menjadi tanggungjawab perusahaan. Beberapa poultry shop yang menjadi pemasok perusahaan adalah Poultry shop Januputro, Poultry shop Hartono dan Perusahaan Peternakan Primatama Karya Persada.

Penyembelihan

Pencelupan ke Air Panas

Pencabutan Bulu

Pengeluaran Isi Perut

Pencucian Pengemasan Penerimaan Ayam

Penyembelihan. Penyembelihan pada pemotongan tradisional dilakukan satu per satu oleh pekerja bagian pemotongan. Ayam langsung diambil dari keranjang plastik dan dilakukan pemotongan sebagaimana lazimnya memotong secara halal yang didahului dengan membaca “basmalah” setelah itu ayam langsung ditampung di bak agar darah keluar sebelum dimasukkan ke dalam air panas.

Pencelupan ke Air Panas. Ayam yang telah disembelih kemudian dimasukkan ke drum berisi air panas dengan suhu kurang lebih 550C sambil diaduk. Tujuan pencelupan ke dalam air panas adalah agar mempermudah dalam proses pencabutan bulu. Jumlah ayam yang dimasukkan sebanyak 7 – 10 ekor selama 90 detik per ekor karena jika terlalu lama akan menyebabkan kulit ayam menjadi kering.

Pencabutan Bulu. Proses pencabutan bulu dilakukan dengan memasukkan ayam ( 7 – 10 ekor) ke dalam mesin pencabut bulu sesudah ayam diangkat dari drum air panas. Waktu yang diperlukan untuk mencabut bulu adalah 1 – 2 menit per ekor. Ayam yang telah terlihat bersih dari bulu diangkat dari mesin dan bulu-bulu halus yang masih tersisa dicabut oleh tangan. Proses pencabutan bulu menghasilkan sisa berupa bulu ayam yang selama ini dilakukan penanganan dengan dikumpulkan dalam karung kemudian dibuang ke tempat penampungan sampah.

Pengeluaran Isi Perut. Setelah pencabutan bulu selesai, ayam diambil dari dalam mesin lalu ditumpuk di lantai untuk selanjutnya dilakukan pengeluaran isi perut. Pengeluaran isi perut dialakukan dengan penyobekan pada daging antara kloaka dengan tulang dada menggunakan pisau, kemudian tangan kanan masuk ke rongga perut untuk mengeluarkan isi perut (jeroan). Masing-masing bagian dari isi perut kemudian dikelompokkan sesuai jenisnya, yaitu bagian hati dan ampela, usus serta jantung. Setelah dikeluarkan bagian jeroannya, selanjutnya karkas ayam dimasukkan ke dalam tong plastik berisi air bersih.

Pencucian. Proses pencucian karkas hanya dengan direndam sebentar di dalam air bersih kemudian air dari kran dialirkan ke dalam lubang penyobekan tempat pengeluaran jeroan untuk membersihkan sisa-sisa darah. Untuk penanganan jeroan yaitu hati dan ampela dilakukan pengeluaran isi dari ampela kemudian dicuci dengan air. Penanganan usus yaitu dengan penngeluaran kotoran yang terdapat di dalamnya kemudian dicuci dengan air.

Pengemasan. Proses pengemasan terhadap karkas ayam dan jeroan dilakukan secara sederhana yaitu dengan memasukkan ke dalam karung atau kantong plastik untuk selanjutnya siap dibawa ke pasar. Karkas yang telah selesai dikemas diangkut dengan menggunakan kendaraan bak terbuka (pick-up) untuk kemudian dibawa ke kios-kios milik perusahaan yang berada di Pasar Anyar Raya, Pasar Gunung Gede dan Pasar Jambu Dua. Saluran pemasaran yang digunakan perusahan yakni menjual langsung produk ke konsumen di pasar, selain itu perusahaan juga menerima pemesanan karkas dari restoran-restoran yang berada di Kotamadya Bogor. Pemesanan biasanya dilakukan melalui telepon. Untuk pemesanan seperti ini pemotongan ayam dilakukan pada sore hari.

Biaya Produksi Karkas

Biaya Bahan Baku. Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan karkas adalah ayam broiler. Perusahaan memperoleh ayam hidup dari perusahaan peternakan ayam yang tersebar di wilayah Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Sistem pembelian yang selama ini dilakukan yaitu perusahaan memesan ayam (per kilogram) ke perusahaan peternakan kemudian uang ditransfer ke rekening peternak setelah ayam diambil. Jangka waktu pembayaran sekitar 1 – 5 hari. Rincian besarnya biaya bahan baku selama tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Biaya Pembelian Ayam Hidup Selama Tahun 2005

Bulan Jumlah Ayam Variasi Harga Total Biaya (kg) (Rp) (Rp) Januari 210.000 7450,00 – 7550,00 1.575.000.000,00 Februari 200.000 7450,00 – 7550,00 1.500.000.000,00 Maret 220.000 7300,00 – 7500,00 1.628.000.000.00 April 192.000 7600,00 – 7700,00 1.468.800.000,00 Mei 282.000 7400,00 – 7500,00 2.093.850.000,00 Juni 210.000 7350,00 – 7450,00 1.554.000.000,00 Juli 300.000 7350,00 – 7450,00 2.220.000.000,00 Agustus 200.000 6700,00 – 6800,00 1.350.000.000,00 September 192.000 7000,00 – 7200,00 1.363.200.000,00 Oktober 196.000 6700,00 – 6800,00 1.332.800.000,00 November 300.000 7350,00 – 7450,00 2.220.000.000,00 Desember 200.000 7350,00 – 7450,00 1.480.000.000,00

Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa kebutuhan bahan baku berubah-ubah setiap bulannya, sesuai dengan ketersediaan ayam di peternak dan daya beli pasar. Jumlah pembelian terkecil terjadi pada bulan April dan September 2005. Pada bulan April terjadi kelangkaan ayam broiler hidup di pasaran, sehingga menyebabkan harga broiler hidup mengalami kenaikan. Seperti terlihat pada Tabel 6. bahwa harga ayam hidup tertinggi terjadi pada bulan April yaitu mencapai Rp 7600,00 per kilogram. Pembelian terkecil juga terjadi pada bulan September, yaitu sebanyak 192.000 kilogram. Hal itu dikarenakan adanya wabah flu burung yang terjadi di beberapa daerah sehingga masyarakat cenderung mengurangi konsumsi daging ayam. Jumlah pembelian ayam hidup terbanyak yaitu pada bulan Juli dan November 2005, mencapai 300.000 kilogram. Hal ini disebabkan bulan Juli merupakan masa libur sekolah sehingga terjadi kenaikan permintaan daging untuk konsumsi rumah tangga, sedangkan pada bulan November 2005 permintaan daging ayam meningkat dikarenakan tingginya permintaan daging ayam di pasaran seiring menjelang tibanya Hari Raya Idul Fitri.

Perlu diketahui bahwa dalam proses produksi untuk menghasilkan karkas terjadi penyusutan bobot badan. Hal ini disebabkan dalam proses tersebut terjadi penghilangan bulu, darah, bagian dalam ayam (jeroan), kepala dan ceker. Rumah potong ayam tradisional “X” mengasumsikan bahwa penyusutan bobot badan bervariasi antara 35 – 40 % per kilogram bobot badan. Tabel 7. menunjukkan jumlah produksi karkas yang dihasilkan perusahaan selama tahun 2005.

Tabel 7. Jumlah Produksi Karkas Selama Tahun 2005 Bulan Jumlah Ayam Karkas (ekor) (kg) Januari 210.000 117.978 136.400 Februari 200.000 114.943 130.200 Maret 220.000 123.596 143.200 April 192.000 110.345 124.800 Mei 282.000 176.250 169.200 Juni 210.000 119.319 136.200 Juli 300.000 179.640 180.300 Agustus 200.000 113.637 130.100 September 192.000 109.091 124.800 Oktober 196.000 111.364 127.400 November 300.000 187.500 180.800 Desember 200.000 108.696 130.400

Biaya Tenaga Kerja. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Jumlah tenaga kerja pemotong dari bulan Januari – Maret 2005 berjumlah 10 (sepuluh) orang dan sejak bulan April – Desember 2005 bertambah menjadi 11 (sebelas) orang. Tenaga kerja untuk pengangkutan termasuk supir sebanyak 3 (tiga) orang. Waktu kerja yang berlaku mulai pukul 03.00 sampai 06.00 WIB untuk pemotongan pagi hari dan dipasarkan mulai pukul 06.30, kemudian dilakukan pemotongan lagi pada pukul 08.00-12.00 WIB untuk dipasarkan siang hari. Khusus bagian pengangkutan, jam kerja mulai pukul 06.30 sampai 10.30, kemudian pukul 13.00 sampai 16.00 WIB. Rata-rata jumlah jam kerja untuk satu orang karyawan pemotong adalah 217,5 jam per bulan. Upah tenaga kerja bagian pemotongan adalah sebesar Rp 700.000,00 per bulan per orang, sedangkan untuk supir sebesar Rp 1.000.000,00 per bulan.

Tabel 8. Karakteristik Tenaga Kerja pada RPA Tradisional “X”

Jenis Tenaga Kerja Jumlah Upah/org/bln Januari-Maret April-Desember (Rp)

Supir 3 3 1.000.000,00

Pengangkutan 2 2 700.000,00

Pemotong 5 6 700.000,00

Biaya makan serta biaya transport seluruh karyawan disediakan oleh perusahaan diluar upah yang diberikan, besarnya mencapai Rp 4.095.000,00 per bulan, kecuali untuk bulan Oktober dan November, saat bulan puasa dan libur Idul Fitri biaya makan menjadi berkurang. Selain biaya makan dan transport, perusahaan memberikan uang rokok sebesar Rp 100.000,00 per bulan untuk seluruh karyawan. Pada bulan-bulan tertentu dimana jumlah ayam yang dipotong lebih banyak (bulan ramai), uang rokok yang diberikan perusahaan meningkat menjadi Rp 200.000,00 untuk seluruh karyawan. Rincian total biaya tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Biaya Tenaga kerja Selama Tahun 2005

Bulan B. Upah B. Makan B.Rokok THR Total (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Januari 10.000.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.195.000,00 Februari 10.000.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.195.000,00 Maret 10.000.000,00 4.095.000,00 200.000,00 0 14.295.000,00 April 10.700.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.895.000,00 Mei 10.700.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.895.000,00 Juni 10.700.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.895.000,00 Juli 10.700.000,00 4.095.000,00 200.000,00 0 14.995.000,00 Agustus 10.700.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.895.000,00 Oktober 10.700.000,00 3.130.000,00 100.000,00 0 13.930.000,00 November 10.700.000,00 3.003.000,00 200.000,00 10.700.000,00 24.603.000,00 Desember 10.700.000,00 4.095.000,00 200.000,00 0 14.995.000,00

Sumber : Data Perusahaan (diolah)

Biaya Overhead Pabrik. Biaya overhead pabrik adalah komponen biaya lain selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang berkaitan dengan proses produksi. Jenis biaya overhead pabrik yang dimasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi adalah biaya listrik, biaya minyak tanah, biaya plastik pembungkus, biaya bahan bakar solar dan biaya oli per bulan. Komponen biaya overhead pabrik dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Biaya Overhead Selama Tahun 2005

Bulan B. Listrik B. Minyak Tnh B. Plastik B. Solar B. Oli Total (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Januari 756.000,00 2.100.000,00 2.000.000,00 2.100.000,00 500.000,00 7.456.000,00 Februari 754.800,00 2.200.000,00 1.500.000,00 2.200.000,00 400.000,00 7.054.800,00 Maret 756.900,00 1.900.000,00 2.000.000,00 1.900.000,00 350.000,00 6.906.900,00 April 702.000,00 1.900.000,00 1.900.000,00 2.200.000,00 200.000,00 6.902.000,00 Mei 789.700,00 3.000.000,00 2.000.000,00 2.200.000,00 400.000,00 8.389.700,00 Juni 756.000,00 3.500.000,00 2.100.000,00 1.300.000,00 500.000,00 8.156.000,00 Juli 811.400,00 4.100.000,00 2.100.000,00 2.900.000,00 400.000,00 10.311.400,00 Agustus 754.800,00 4.100.000,00 2.200.000,00 3.000.000,00 300.000,00 10.354.800,00 September 702.000,00 4.300.000,00 2.200.000,00 3.000.000,00 200.000,00 10.402.000,00 Oktober 752.000,00 4.000.000,00 2.100.000,00 2.800.000,00 300.000,00 9.952.000,00 November 811.400,00 3.800.000,00 2.000.000,00 3.000.000,00 300.000,00 9.911.400,00 Desember 754.800,00 3.900.000,00 2.400.000,00 2.900.000,00 350.000,00 10.304.800,00

Sumber : Data Perusahaan (diolah)

Dari Tabel 10. dapat dilihat bahwa pemakaian biaya overhead pada bulan April merupakan biaya overhead paling rendah selama tahun 2005 sebesar Rp 6.902.000,00. Hal itu disebabkan karena pada bulan April terjadi pemotongan ayam dalam jumlah kecil dibandingkan bulan-bulan lain yakni hanya 192.000 kilogram,

sehingga pemakaian biaya bahan bakar (biaya minyak tanah), biaya listrik dan biaya plastik pembungkus mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan-bulan lain. Biaya overhead tertinggi terjadi pada bulan September 2005, mencapai Rp 10.402.000,00. Tingginya biaya overhead tersebut terutama dipengaruhi oleh komponen biaya minyak tanah yang secara signifikan menunjukkan jumlah tertinggi selama tahun 2005 dibandingkan bulan-bulan lain dalam periode analisis.

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas Metode Variable Costing

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini digunakan perusahaan adalah berdasarkan metode variable costing yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Harga pokok karkas per kilogram diperoleh dengan membagi total harga produksi dengan jumlah produksi (kg) pada bulan tersebut. Sebagai contoh pada bulan Januari 2005 total harga pokok produksi sebesar Rp 1.596.651.000,00. Harga pokok karkas per kilogram sebesar Rp 11.705,65 diperoleh dengan membagi total harga pokok produksi dengan jumlah produksi pada bulan Januari yaitu sebanyak 136.400 kilogram karkas. Tabel 11. menunjukkan besarnya harga pokok produksi yang ditetapkan perusahaan selama tahun 2005. Dari Tabel 11. terlihat bahwa harga pokok yang ditentukan perusahaan berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksi karkas yang dihasilkan setiap bulan.

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode ABC

Hierarki Biaya

Metode ABC mencoba mengatasi masalah pembebanan biaya overhead pabrik. Dalam metode ini, biaya overhead akan dibebankan kepada produk berdasarkan konsumsi aktivitasnya secara nyata. Aktivitas-aktivitas yang dapat diidentifikasi dalam proses produksi atau pemotongan ayam yaitu penerimaan ayam, pengistirahatan, pengecekan kesehatan dan kematian ayam, pemotongan, perebusan, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, pencucian dan pengemasan. Biaya overhead yang dikeluarkan akibat dilakukannya aktivitas tersebut antara lain : biaya tenaga kerja langsung, biaya supervisi, biaya inspeksi, biaya listrik mesin-mesin (pencabut bulu dan pompa air), pemeliharaan mesin, depresiasi bangunan, mesin dan kendaraan.

Setelah tahapan identifikasi aktivitas, selanjutnya dibuat ringkasan perkiraan perhitungan harga pokok karkas dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC). Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode ABC merupakan penjumlahan dari setiap jenis aktivitas untuk memproduksi karkas. Harga pokok karkas per kilogram diperoleh dari jumlah biaya seluruh aktivitas dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu perhitungan harga pokok produksi karkas dengan metode ABC untuk bulan Januari tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC untuk Bulan Januari Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

(1) (2) (3)

Produksi (kg) 136.400,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)

a.Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.195.000,00 0,89

b.Biaya Listrik 756.000,00 0,05

c.Biaya Minyak Tanah 2.100.000,00 0,13

d.Biaya bahan Baku 1.575.000.000,00 98,49

JUMLAH 1.592.051.000,00 99,56

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)

a.Biaya Inspeksi 65.625,00 0,004

b.Biaya Supervisi 131.250,00 0,008

JUMLAH 196.875,00 0,012

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)

a.Biaya Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan 500.000,00 0,03 Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)

a.Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,055 b.Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002 c.Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,055 d.Biaya Overhead 4.600.000,00 0,29

JUMLAH 6.376.250,00 0,402

HPP Total (Rp) 1.599.124.125,00 100,00

HPP per kg (Rp) 11.723,78

Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa secara umum biaya aktivitas tingkat unit merupakan komponen biaya terbesar dalam perhitungan harga pokok produksi, yaitu sebesar 99,56 %. Tingginya persentase biaya pada tingkat ini

dikarenakan adanya komponen biaya bahan baku yang mencapai 98,49 % dari total harga pokok produksi. Hierarki biaya terbesar selanjutnya adalah biaya aktivitas tingkat fasilitas (0,40 %), biaya aktivitas tingkat produk (0,03 %), dan terakhir biaya aktivitas tingkat batch produksi (0,01 %).

Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Antara Metode Variable Costing dengan Metode ABC

Perhitungan harga pokok prduksi yang selama ini digunakan perusahaan adalah menggunakan metode variable costing, yaitu menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Dalam metode Activity Based Costing (ABC), harga pokok produksi diperoleh dari penjumlahan konsumsi aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam proses produksi untuk menghasilkan satu kilogram karkas. Ringkasan hasil perhitungan harga pokok produksi antara metode ABC dengan metode perusahaan selama Tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Perbandingan Harga Pokok Produksi Menurut Metode ABC dengan Metode Perusahaan Selama Tahun 2005

Bulan Komponen Metode ABC HPP HPP

BTU BTB BTP BTF Metode ABC Perusahaan Selisih* (Rp) (Rp) (Rp/kg) ---(%)--- Januari 99,56 0,01 0,03 0,40 11.723,78 11.705,65 18,13 Februari 99,56 0,01 0,04 0,39 11.702,94 11.683,95 18,99 Maret 99,60 0,01 0,03 0,36 11.534,04 11.943,89 19,18 Mei 99,67 0,01 0,02 0,30 12.527,23 12.512,62 14,61 Juni 99,59 0,01 0,03 0,37 11.597,09 11.578,94 18,15 Juli 99,65 0,01 0,02 0,32 12.466,89 12.453,17 13,72 Agustus 99,42 0,02 0,04 0,52 10.589,72 10.570,71 19,01 September 99,44 0,01 0,04 0,51 10.668,41 10.648,99 19,42 November 99,66 0,01 0,02 0,31 12.483,34 12.469,66 13,68 Desember 99,47 0,01 0,03 0,49 11.562,29 11.543,71 18,58 Rata-rata 99,55 0,012 0,031 0,41 11.663,63 11.646,15 17,48

Keterangan : HPP : Harga Pokok Produksi BTU : Biaya Tingkat Unit BTB : Biaya Tingkat Batch BTP : Biaya Tingkat Produk BTF : Biaya Tingkat Fasilitas

Berdasarkan informasi dari Tabel 13, dapat diketahui bahwa harga pokok produksi yang diperoleh dengan metode ABC menghasilkan harga pokok produksi yang overcosted (lebih besar) untuk setiap satu kilogram karkas dibandingkan dengan metode perusahaan (variable costing). Komponen biaya terbesar dalam metode ABC terdapat pada biaya tingkat unit, rata-rata mencapai 99,55 % dari total harga produksi. Tingginya persentase tersebut dikarenakan adanya komponen biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, rata-rata mencapai 98,52 % dan 0,94 % dari total harga pokok produksi. Komponen biaya terbesar kedua adalah biaya tingkat fasilitas, rata-rata mencapai 0,41 %, sebagian besar dipengaruhi oleh biaya overhead pabrik (0,28 %), sisanya terdiri dari biaya-biaya depresiasi bangunan, mesin dan kendaraan. Komponen biaya tingkat produk yang terdiri dari biaya pemeliharaan mesin dan bangunan, rata-rata sebesar 0,03 % dari total harga pokok produksi. Komponen biaya terkecil dalam metode ABC adalah biaya pada tingkat batch, rata-rata sebesar 0,01 % dari total harga pokok produksi, terdiri dari biaya inspeksi dan supervisi.

Harga pokok yang overcosted pada metode ABC disebabkan oleh banyaknya penggunaan sumberdaya yang dilakukan dalam proses produksi, dibandingkan bila menggunakan metode perusahaan (variable costing) yang hanya menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Dalam metode Activity Based Costing (ABC), terdapat konsumsi sumberdaya untuk pemeriksaan kualitas karkas (biaya inspeksi), pengawasan produksi (biaya supervisi), biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan, serta memasukkan biaya depresiasi mesin, bangunan dan kendaraan dalam perhitungan harga pokok produksinya, karena dalam metode ABC setiap aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi dimasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi. Harga pokok yang overcosted juga disebabkan oleh masih banyaknya sumberdaya yang belum digunakan secara optimal dalam proses produksi, contohnya kapasitas kerja mesin pencabut bulu dimana penggunaannya lebih kecil dari kapasitasnya. Selain itu adanya konsumsi aktivitas inspeksi dan supervisi yang dilakukan dengan menggunakan tambahan tenaga kerja diluar tenaga kerja pemotong ayam, dapat ditiadakan dengan menggunakan tenaga kerja pemotonganan ayam saja. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa hasil perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC memiliki keunggulan

dibandingkan metode konvensional (variable costing). Meskipun metode konvensional mudah diaplikasikan karena hanya menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya ovehead pabrik, tetapi perhitungan tersebut kurang tepat untuk menghitung harga pokok produksi karena tidak mencerminkan konsumsi sumberdaya secara lengkap dan akurat dalam proses produksinya. Dalam metode ABC, perhitungan harga pokok produksi mencatat biaya produksi yang benar-benar mencerminkan pemakaian sumberdaya pada setiap proses produksinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyadi (2003), bahwa manfaat yang diharapkan dari penerapan ABC system diantaranya adalah menyediakan informasi berlimpah tentang aktivitas yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa, serta menyediakan secara akurat dan multidimensi biaya produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Informasi ini akan sangat diperlukan oleh manajemen perusahaan dalam usaha melakukan efisiensi produksi. Melihat keunggulan diatas maka diharapkan metode ABC ini dapat diterapkan di perusahaan, sehingga menjadi suatu kontrol bagi manajemen dalam menetapkan harga pokok produksinya.

Dokumen terkait