Hasil
Parameter Fisika dan Kimia Air
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil dari pengukuran parameter fisika dan kimia air di mana nilai rata- rata parameter fisika dan kimia air di perairan Danau Siombak dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata- rata parameter fisika dan kimia air di perairan Danau Siombak
Parameter Satuan
**) USEPA.(1986). Quality Criteria for Water. EPA-440/5-86-001, Office of Water Regulation Standards, Washington DC, USA**.
Sedangkan untuk nilai rata- rata parameter fisika dan kimia air di perairan Desa Jaring Halus dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai rata- rata parameter fisika dan kimia air di perairan Desa Jaring
**) USEPA.(1986). Quality Criteria for Water. EPA-440/5-86-001, Office of Water Regulation Standards, Washington DC, USA.
Kandungan Logam Berat di Perairan Danau Siombak
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai rata- rata kandungan logam berat kadmium (Cd) pada sampel air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) yang berada di perairan Danau Siombak dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Cd pada sampel air,
Tabel 10. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Fe pada sampel air, associated levels of concern to be used in doing assessments of sediment quality (2003).
***) Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2009). Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7387 Tentang Batas Maksimal Cemaran Logam Berat dalam Pangan, Jakarta***.
Kandungan Logam Berat di Perairan Desa Jaring Halus
Selanjutnya untuk kandungan kadmium (Cd) pada sampel air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring Halus didapatkan nilai rata- rata dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Cd pada sampel air, sedimen, dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring Halus
Tabel 12. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Fe pada sampel air, sedimen, dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring Halus
*) USEPA.(1986). Quality Criteria for Water. EPA-440/5-86-001, Office of Water Regulation Standards, Washington DC, USA.
**) Baku mutu sedimen dengan standar sediment quality guideline values for metals and associated levels of concern to be used in doing assessments of s ediment quality (2003).
***) Badan Standarisasi Nasional (BSN).(2009). Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7387 Tentang Batas Maksimal Cemaran Logam Berat dalam Pangan, Jakarta.
Nilai Biokonsentrasi Faktor (BCF) Logam Kadmium (Cd)
Berdasarkan hasil perhitungan nilai biokonsentrasi faktor (BCF) kepiting bakau (Scylla olivacea) terhadap kandungan logam kadmium (Cd) pada air di perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14 di bawah ini.
Tabel 13. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Cd pada kepiting bakau (Scylla olivacea) dengan air di perairan Danau Siombak
Stasiun Nilai Rata- rata Konsentrasi BCF Kepiting
(mg/kg)
Air (mg/L)
Stasiun I 0.00185 0.00950 0.19470
Stasiun II 0.00195 0.01950 0.10000
Stasiun III 0.00600 0.05900 0.10170
Tabel 14. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Cd pada kepiting bakau (Scylla olivacea.) dengan air di perairan Desa Jaring Halus
Stasiun Nilai Rata- rata Konsentrasi BCF Kepiting
(mg/kg)
Air (mg/L)
Stasiun I 0.01000 0.00190 5.26310
Stasiun II 0.00600 0.00195 3.07700
Stasiun III 0.04500 0.00185 24.32430
Nilai Biokonsentrasi Faktor (BFK) Logam Besi (Fe)
Berdasarkan hasil perhitungan nilai biokonsentrasi faktor (BFK) kepiting bakau (Scylla olivacea) terhadap kandungan logam besi (Fe) pada air di perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16 di bawah ini.
Tabel 15. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Fe pada kepiting bakau (Scylla olivacea) dengan air di perairan Danau Siombak
Stasiun Nilai Rata- rata Konsentrasi BCF Kepiting
Stasiun III 30.1385 2.2650 13.3061
Tabel 16. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Fe pada kepiting bakau (Scylla olivacea) dengan air di perairan Desa Jaring Halus
Stasiun Nilai Rata- rata Konsentrasi BCF Kepiting
Stasiun III 29.2050 13.9100 2.0996
Analisis korelasi Komponen Utama (Principal Component Analysis)
Hasil analisis interpretasi lingkaran korelasi antar variabel dapat diliihat dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat pada Gambar 7. Hasil analisis korelasi PCA didapatkan faktor logam berat kadmium (Cd) di perairan Danau Siombak yang berkorelasi positif dengan membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap kepiting dan air terhadap sedimen.
Sedangkan yang berkolerasi negatif dengan membentuk sudut > 90° yaitu sedimen terhadap kepiting. Untuk faktor logam berat besi (Fe) yang berkorelasi positif dengan membentuk sudut < 90° yaitu sedimen terhadap kepiting dan air terhadap kepiting. Sedangkan yang berkolerasi negatif dengan membentuk sudut
> 90° yaitu air terhadap sedimen.
Hasil analisis interpretasi lingkaran korelasi antar variabel dapat diliihat dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat pada Gambar 8. Hasil analisis korelasi PCA didapatkan faktor logam berat kadmium (Cd) di perairan Desa Jaring Halus yang berkorelasi positif dengan membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap sedimen. Sedangkan yang berkolerasi negatif dengan membentuk sudut > 90° yaitu air terhadap kepiting dan sedimen terhadap kepiting. Untuk faktor logam berat besi (Fe) yang berkorelasi positif
dengan membentuk sudut < 90° yaitu sedimen terhadap kepiting. Sedangkan yang berkolerasi negatif dengan membentuk sudut > 90° yaitu air terhadap sedimen dan air terhadap kepiting.
Gambar 7. Analisis Korelasi Komponen Utama kadmium (Cd) dan Besi (Fe) di perairan Danau Siombak
Gambar 8. Analisis Korelasi Komponen Utama kadmium (Cd) dan Besi (Fe) di perairan Desa Jaring Halus
Pembahasan Kualitas Air Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor fisika yang sangat penting bagi kehidupan organisme atau biota perairan. Tiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu. Parameter suhu selain berpengaruh terhadap kehidupan organisme juga berpengaruh terhadap parameter lainnya yaitu suhu dan pH. Hasil pengukuran suhu pada masing- masing perairan tidak sama, di mana interval suhu pada perairan Danau Siombak pada setiap stasiun sebesar 30.3 : 31.5 : 30.5 oC, di mana suhu terendah terdapat pada stasiun I dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun II. Sedangkan untuk perairan Desa Jaring Halus sendiri interval suhu pada setiap stasiun sebesar 29 : 30 : 30 oC, di mana suhu terendah terdapat pada stasiun I dan suhu yang sama terdapat pada stasiun II dan III. Adanya perbedaan nilai suhu dari masing- masing stasiun disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya intensitas cahaya, pengaruh in let (sumber air), aktivitas manusia dan pengaruh vegetasi yang ada disekitar stasiun. Barus (2002) mengemukakan bahwa temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik.
Berdasarkan hasil pengamatan fluktuasi atau kisaran suhu pada masing- masing perairan yaitu perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus cenderung stabil, di mana perbedaan suhu di masing- masing stasiun hanya ± 1oC, dengan demikian suhu masih cukup baik. Sesuai dengan Hadie dan Jatna (1986), temperatur cukup baik apabila tidak mempunyai fluktuasi yang cukup tinggi.
Berdasarkan nilai standart baku mutu yang ditetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004, suhu perairan Danau Siombak dan suhu perairan Desa Jaring Halus berada pada kisaran alami (28 – 32 oC ), dengan kode khusus artinya masih diperbolehkan terjadi perubahan suhu sampai dengan < 2 oC dari suhu alami.
Pada (Tabel 7 dan 8) memperlihatkan bahwa pada perairan Danau Siombak rendahnya suhu pada stasiun I disebabkan oleh lebih sedikitnya intensitas cahaya yang masuk dikarenakan banyak didapati vegetasi mangrove yang menutupi daerah perairan tersebut. Sedangkan tingginya suhu pada stasiun II dikarenakan adanya sumber limbah pabrik yang biasa membuang limbah di daerah perairan tersebut, dan vegetasi mangrove yang menutupi daerah tersebut lebih sedikit. Pada perairan Desa Jaring Halus rendahnya suhu pada stasiun I dikarenakan vegetasi mangrove yang ada disekitaran perairan tersebut lebih tebal dibandingkan dengan stasiun II dan III.
Suhu juga mempengaruhi proses kelarutan logam-logam berat yang masuk ke perairan. Semakin tinggi suatu suhu perairan kelarutan logam berat akan semakin tinggi. Perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dengan kisaran suhu yang tinggi memungkinkan kelarutan logam berat menjadi tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (2001) yang menyatakan bahwa suhu yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara.
Salinitas
Menurut Nontji (2007), salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai yang ada disekitar.
Salinitas akan mempengaruhi densitas, kelarutan gas, tekanan osmotik dan ionik air. Semakin tinggi salinitas maka tekanan osmotik air semakin tinggi pula. Sagala et al (2013), salinitas merupakan salah satu faktor bagi organisme akuatik yang dapat memodifikasi perubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan yang berdampak terhadap organisme. Hal ini sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme kepiting yang dapat berpengaruh pada tingkat penggunaan energi.
Pada Gambar 10 memperlihatkan bahwa nilai rata- rata salinitas pada perairan Danau Siombak selama pengamatan adalah berkisar 7 – 8 %0 . Nilai salinitas terendah terdapat pada stasiun I yaitu 7 %0 . Sedangkan nilai salinitas yang sama terdapat pada stasiun II dan III yaitu 8 %0 . Pada perairan Desa Jaring Halus nilai rata- rata ssalinitas selama pengamatan adalah berkisar 26 – 28 %0 . Nilai salinitas terendah terdapat pada stasiun I yaitu 26 %0 . Sedangkan nilai salinitas yang sama terdapat pada stasiun II dan III yaitu 28 %0 . Pada masing- masing perairan terlihat jelas perbedaannya dikarenakan ke dua perairan tersebut memiliki tipe perairan yang berbeda di mana perairan Danau Siombak adalah perairan payau sedangkan perairan Desa Jaring Halus adalah perairan asin.
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 nilai salinitas tiap stasiun pengamatan masih berada pada batas normal.
Pada (Tabel 7 dan 8) memperlihatkan bahwa pada perairan Danau Siombak nilai rata- rata salinitas terendah yaitu berada di stasiun I yaitu sebesar 7
%0 dikarenakan letaknya yang jauh dari masuknya sumber air asin, sehingga hal
tersebut dapat mempengaruhi kadar salinitas pada stasiun I tersebut. Sedangkan salinitas tertinggi terdapat pada stasiun II dan III dikarenakan letak stasiun III merupakan sumber masuknya air asin dan stasiun II berada tidak jauh dari stasiun III, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kadar salinitas pada stasiun tersebut. Pada perairan Desa Jaring Halus nilai rata- rata salinitas terendah yaitu berada di stasiun I yaitu sebesar 26 %0 dikarenakan letaknya yang berada didekat daratan, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kadar salinitas akibat mudah masuknya perairan tawar ke daerah stasiun I. Sedangkan salinitas tertinggi terdapat pada stasiun II dan III dikarenakan letak stasiun ini tidak jauh berbeda karakteristiknya di mana pada daerah ini lebih dipengaruhi oleh laut dibanding daratannya, yang berarti masukan air tawar ke lokasi ini sangat rendah.
Pariwono et al., (1988) mengemukakan sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai, dan pengaruh pasang surut yang menyebabkan adanya gerakan vertikal massa air.
Derajat Keasaman (pH)
Menurut Alaert dan Santika (1984) derajat keasaman (pH) berperan penting untuk mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam perairan. Nilai pH suatu perairan memiliki ciri yang khusus, adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Dengan adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan pH, sementara adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat dapat menaikkan kebasaan air. Warlina (2004) nilai pH menentukan konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. Air normal yang memenuhi syarat kehidupan organisme air mempunyai kisaran pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam
atau basa tergantung besar kecilnya Hidrogen. Derajat keasaman dikatakan normal apabila angka pH menunjukkan 7, bila pH di bawah 7 maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai nilai pH di atas 7 bersifat basa.
Pada gambar 11 memperlihatkan bahwa nilai rata- rata pH pada perairan Danau Siombak selama pengamatan adalah berkisar 7.33 – 7.5. Nilai pH terendah terdapat pada stasiun I yaitu 7.33 , sedangkan nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 7.5. Pada perairan Desa Jaring Halus nilai rata- rata pH selama pengamatan adalah berkisar 7.1 – 7.4. Nilai pH terendah terdapat pada stasiun I dan II, sedangkan nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 7.4 . Welch (1952) kandungan pH dalam suatu perairan dapat berubah- ubah sepanjang hari akibat proses fotosintesis tumbuhan air. Kemudian Supangat dan Muawanah (1996) menambahkan bahwa peningkatan pH juga dapat dapat terjadi melalui penyerapan CO2 yang cepat dari air permukaan pada saat fotosintesis.
Nilai derajat keasaman (pH) perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus berkisar antara 7,1 - 7,5. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus cenderung bersifat basa. Kisaran pH terendah di perairan Danau Siombak terdapat pada stasiun I sedangkan pada perairan Desa Jaring Halus terdapat pada stasiun I dan II. Nilai pH yang rendah ini disebabkan oleh CO2 yang semakin besar di mana kondisi air yang hangat (suhu yang tinggi) juga mempengaruhi kelarutan CO2 lebih tinggi walaupun ada penurunan kelarutan gas dengan meningkatnya temperatur. Akan tetapi kelarutan gas CO2 di perairan lebih tinggi dibanding gas lainnya (Cole, 1988). Rendahnya nilai pH air pada stasiun tersebut juga disebabkan stasiun tersebut memiliki salinitas yang lebih rendah dari stasiun yang lain, sehingga kondisi pH
perairannya sedikit lebih rendah dibanding stasiun lainnya. Secara umum daerah perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus tergolong pada kategori layak bagi organisme perairan karena berada pada kisaran 7 – 8.5 (Effendi, 2003).
Berdasarkan baku mutu menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 nilai pH masih dalam kisaran yang ditetapkan yaitu 7 – 8.5.
Menurut Pescod (1973) organisme perairan mempunyai kemampuan toleransi yang berbeda terhadap perubahan pH di perairan. Kematian lebih sering diakibatkan karena pH yang rendah dibanding pH yang tinggi. Batas toleransi organisme perairan terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai anion dan kation, jenis dan stadia organisme. Effendi (2003) derajat keasaman (pH) juga berpengaruh terhadap toksisitas suatu senyawa kimia. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH serta menyukai pH berkisar 7 – 8.5 . Hutagalung (1984) nilai pH sangat berpengaruh terhadap proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Penurunan pH dan salinitas perairan menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar.
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut/DO merupakan jumlah gas oksigen yang ditemukan terlarut di dalam air (mg/l). Jumlah oksigen yang terlarut ini tergantung pada suhu, salinitas, tekanan atmosfer dan turbelensi air. Kadar gas oksigen (O2) di udara adalah sekitar 20.964%, nomor dua terbesar setelah N2 (78.084%). Sebelum awal kehidupan di muka bumi dimulai, gas O2 dihasilkan melalui proses fotosintesis:
H2O (gas) + Ultra Violet H2 (gas) + O2 (gas)
Gas O2 tergolong reaktif dan sangat dibutuhkan bagi kehidupan di muka bumi, termasuk yang terlarut dalam laut (Effendi, 2003). Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolism tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air juga berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus aliran air dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty dan Olem, 1994).
Pada (Tabel 7 dan 8) memperlihatkan bahwa nilai rata- rata DO pada perairan Danau Siombak selama pengamatan adalah berkisar 1.13 – 2.13 mg O2/L. Nilai DO terendah terdapat pada stasiun I yaitu 1.13 mg O2/L, sedangkan nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 2.13 mg O2/L. Pada perairan Desa Jaring Halus nilai rata- rata DO selama pengamatan adalah berkisar 4.3 – 5.7 mg O2/L. Nilai DO terendah terdapat pada stasiun III yaitu 4.3 mg O2/L, sedangkan nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 5.7mg O2/L.
Menurut Keputusan Menteri dan Lingkungan Hidup tahun 2004 untuk kehidupan biota laut secara layak kelarutan O2 harus lebih besar daripada 5,0 mg/l. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa nilai DO pada masing- masing stasiun di perairan Danau Siombak berada di bawah standart baku mutu.
Sedangkan untuk perairan Desa Jaring Halus didapatkan bahwa nilai DO di stasiun II sebesar 5.7mg O2/L dianggap optimum dan untuk kedua stasiun lainnya berada dibawah standart baku mutu.
Kadar O2 di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus antar stasiun terjadi perbedaan, tergantung pada lokasinya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Effendi (2003), yang menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut dapat berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman tergantung pada percampuran
(mixing), pergerakan (turbulensi) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke suatu perairan. Keberadaan O2 dapat mempengaruhi keberadaan dan toksisitas logam berat. Semakin rendah O2, maka daya racun logam berat umumnya semakin tinggi. Semua logam berat dapat menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap organisme perairan pada batas dan kadar tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh jenis logam, pengaruh interaksi antar logam dan jenis racun lainnya, spesies hewan, daya permeabilitas organisme, dan mekanisme detoksikasi serta pengaruh lingkungan seperti suhu, pH, dan oksigen (Darmono, 2001).
Logam Berat di Air Kadmium (Cd)
Berdasarkan hasil analisa kadmium (Cd) dalam air yang terdapat di perairan Danau Siombak (Tabel 9) di setiap stasiun memiliki nilai rata- rata berkisar antara 0.0095 – 0.059 mg/L dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun I dengan nilai rata- rata 0.0095 mg/L dan tertinggi terdapat pada stasiun III dengan nilai rata- rata 0.059 mg/L. Sedangkan untuk kandungan logam kadmium (Cd) yang terdapat pada perairan Desa Jaring Halus (Tabel 11) di setiap stasiun memiliki nilai rata- rata berkisar antara 0.00185 – 0.00195 mg/L dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun III dengan nilai rata- rata 0.00185 mg/L dan tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai rata- rata 0.00195 mg/L.
Berdasarkan Keputusan Menteri dan Lingkungan Hidup no 51 tahun 2004 perairan Danau Siombak dan Perairan Desa Jaring Halus sudah melampaui ambang batas kadmium (Cd) yaitu ≥ 0.001 mg/L dan masuk dalam kategori tercemar.
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan kadmium di perairan Danau Siombak (Stasiun III) merupakan daerah yang paling rentan terhadap pencemaran logam berat peningkatan Cd yang tinggi pada daerah Paluh Besar tersebut terjadi dorongan akibat adanya arus yang masuk dari perairan Belawan sehingga polutan yang terdapat diperairan Belawan terbawa ke perairan Danau Siombak. Kandungan kadmium (Cd) di perairan Desa Jaring Halus didapatkan hasil tidak terlalu berbeda secara signifikan dari setiap masing- masing stasiunnya.
Tingginya kandungan kadmium (Cd) disebabkan adanya industri pabrik semen, pabrik pengalengan, pabrik, pabrik plastik, pabrik tekstil dan pabrik minyak kelapa sawit yang menghasilkan kadmium yang di buang ke badan air, sehingga Akibat adanya pasang dan surut sehingga limbah terbawa arus dan terakumulasi di badan perairan sehingga terjadinya penguapan jumlah atau akumulasi kandungan kadmium semakin lama maka akan semakin tinggi.
Darmono (1995) mengemukakan bahwa logam Cd juga didapat dari kegiatan manusia, yaitu industri kimia, pabrik tekstil, pabrik semen, tumpahan minyak, pertambangan, pengolahan logam, pembakaran bahan bakar, dan pembuatan serta penggunaan pupuk fosfat. Dalam kehidupan sehari-hari, mainan anak-anak, fotografi, tas dari vinil, dan mantel merupakan sumber Cd.
Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Efek keracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru-paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjar pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Lu, 2006).
Besi (Fe)
Berdasarkan hasil analisa besi (Fe) dalam air yang terdapat di perairan Danau Siombak (Tabel 10) di setiap stasiun memiliki nilai rata- rata berkisar antara 1.83 – 2.3 mg/L dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun I dengan nilai rata- rata 1.83 mg/L dan tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai rata- rata 2.3 mg/L. Sedangkan untuk kandungan logam besi (Fe) yang terdapat pada perairan Desa Jaring Halus (Tabel 12) di setiap stasiun memiliki nilai rata- rata berkisar antara 9.7 – 13.91 mg/L dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun II dengan nilai rata- rata 9.7 mg/L dan tertinggi terdapat pada stasiun III dengan nilai rata- rata 13.91 mg/L. Berdasarkan USEPA (1986) perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus sudah melampaui ambang batas besi (Fe) yaitu ≥ 0.5 mg/L dan masuk dalam kategori tercemar.
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan besi di perairan Danau Siombak (Stasiun II) merupakan daerah yang paling rentan terhadap pencemaran logam berat peningkatan Fe yang tinggi pada daerah Sungai Terjun diakibatkan adanya industri - industri pabrik yang berdiri di area aliran sungai tersebut di mana menurut penuturan masyarakat sekitar sering kali air masuk dari daerah tersebut yang berwarna hitam dan berbau tidak sedap.
Sedangkan di perairan Desa Jaring Halus (Stasiun III) pada daerah ini merupakan daerah yang dekat dengan pemukiman masyarakat yang menyebabkan masuknya limbah domestik ke badan perairan. Sesuai dengan Amansyah dan Syarif (2014) keberadaan besi diperairan dapat berasal dari buangan logam besi yang mengalami korosif dan pelarutan di air, serta buangan limbah domestik dan industri yang mengandung kadar besi.
Dari hasil tingginya kandungan besi dikarenakan pengambilan sampel dilakukan pada saat suhu perairan sedang tinggi. Menurut Darmono (1995) suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan logam didalam air. Dinamika kandungan logam besi dalam air berbeda-beda dan sangat tergantung pada lingkungan dan iklim, pada saat musim hujan kandungan besi akan lebih kecil karena proses pelarutan, sedangkan pada musim kemarau kandungan akan lebih besar karena logam besi menjadi terkonsentrasi.
Logam Berat di Sedimen Kadmium (Cd)
Perairan alami yang bersifat basa, kadmium akan mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Logam berat Cd terlarut dalam air akan mengalami proses adsorpsi oleh partikel tersuspensi dan mengendap di sedimen. Proses adsorpsi akan diikuti
Perairan alami yang bersifat basa, kadmium akan mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Logam berat Cd terlarut dalam air akan mengalami proses adsorpsi oleh partikel tersuspensi dan mengendap di sedimen. Proses adsorpsi akan diikuti