Analisis Biaya
Setiap usaha tani yang dilakukan oleh seseorang perlu diketahui kelayakan
serta keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha tersebut sehingga dapat
digunakan bagi pembuat kebijakan atau pengguna instrumen informasi investasi
lainnya. Penilaian kelayakan finansial agroforestri suren dan kopi arabika ini
dimulai dengan melakukan analisis biaya. Analisis biaya ini berupa keseluruh
biaya yang dikeluarkan oleh para petani dalam usahanya untuk memproduksi
kayu suren dan biji kopi arabika. Keseluruhan dari biaya tersebut dihitung dan
dikelompokkan menjadi biaya investasi tetap (fixed cost), biaya investasi langsung
(variable cost), dan biaya operasional (operational cost).
Biaya Investasi Tetap
Salah satu jenis biaya yang perlu dianalisis adalah biaya tetap (fixed cost)
Biaya investasi tetap merupakan jenis biaya yang dalam kapasitas tertentu
jumlahnya tidak berubah walaupun jumlah produksinya mengalami perubahan.
Biaya investasi tetap pengusahaan tanaman kopi arabika dan suren di lokasi
penelitian terdiri dari biaya pengadaaan alat pertanian seperti cangkul, parang,
beko, hand sprayer, gembor, dan pulper. Peralatan pertanian yang digunakan oleh
petani memiliki masa pakai. Peralatan pertanian seperti parang, cangkul, beko,
hand sprayer memiliki masa pakai selama 5 tahun. Sedangkan peralatan tani
seperti gembor memiliki masa pakai 2 tahun dan pulper 10 tahun. Kebutuhan
Jenis kebutuhan dan jumlah alat yang dibutuhkan dalam usaha agroforestri kopi
arabika dan suren disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Kebutuhan Investasi Tetap Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika
No. Jenis Alat (Unit) Jumlah Per UT Biaya Alat Per UT (Rp.) 1 Cangkul 1,46 94.714,29 2 Parang 1,20 60.285,71 3 Beko 0,60 186.000,00 4 Hand sprayer 0,60 180.000,00 5 Gembor 1,26 62.825,48 6 Pulper 1 334.000,00 Jumlah 917.825.48
Pada Tabel 9 diatas menunjukkan jenis kebutuhan alat pertanian, jumlah
per unit yang diperlukan serta biaya yang diperlukan dalam satu daur usaha
agroforestri kopi arabika dan suren. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan
bahwa total biaya investasi tetap pengelolaan agroforestri kopi arabika dan suren
adalah sebesar Rp. 917.825,48/UT/daur. Rincian kebutuhan dari investasi tetap selama daur tanaman untuk masing-masing petani responden selama daur tanaman
(15 tahun) disajikan pada Lampiran 6.
Biaya Investasi Langsung
Biaya investasi langsung (variable cost) merupakan biaya yang
besarannya dipengaruhi perubahan jumlah output yang dihasilkan. Biaya investasi
langsung akan naik jika jumlah output yang dihasilkan bertambah dan akan turun
jika output yang dihasilkan berkurang. Jenis biaya ini meliputi biaya pengadaan
bibit, pupuk, berbagai jenis obat-obatan (pestisida dan herbisida), dan tenaga kerja
(persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Rincian kebutuhan
dari investasi langsung selama daur tanaman untuk masing-masing petani
Pengadaan bibit yang diperlukan adalah bibit kopi arabika varietas sigarar
utang dan bibit suren. Di kedua lokasi penelitian, sebagian besar bibit kopi arabika
diperoleh masyarakat berasal dari hasil pembibitan petani itu sendiri dan yang
lainnya berasal dari pembibitan lokal. Pupuk yang umumnya digunakan oleh
petani di lokasi penelitian adalah berupa pupuk kandang, Urea, dan NPK. Pupuk
kandang digunakan pada saat persiapan lahan dilakukan, yaitu sebelum
dilakukannya penanaman. Kemudian untuk pupuk Urea dan NPK diberikan
masyarakat pada saat penanaman selesai dilakukan. Pemberian pupuk Urea dan
NPK dilakukan sebanyak dua hingga empat kali dalam setahun oleh masyarakat.
Pada kegiatan pemeliharaannya, petani juga menggunakan obat-obatan. Jenis
obat-obatan yang digunakan petani adalah berupa pestisida dan herbisida.
Herbisida digunakan untuk membasmi gulma dan pestisida untuk membasmi
hama pada tanaman kopi. Di lokasi penelitian, masyarakat pada umumnya tidak
banyak menggunakan herbisida dalam kegiatan pemeliharaan kopi. Penggunaan
terhadap ember, karung, dan terpal setiap petani responden berbeda-beda, hal ini
disesuikan dengan seberapa besar produksi kopi yang dimiliki setiap responden.
Dalam penyelenggaraan suatu usaha tani, salah satu sumber daya yang
cukup penting untuk menunjang keberlangsungan dan keberhasilan usahatani
adalah tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan tenaga kerja manusia yang
dinyatakan dalam satuan harian orang kerja (HOK) dengan satuan 8 jam per hari.
Di lokasi penelitian, tenaga kerja yang digunakan umumnya adalah tenaga kerja
dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga (upahan). Tenaga kerja keluarga
dengan kapasitas waktu kerja yang berbeda-beda, sedangakan tenaga kerja upahan
adalah tenaga kerja perempuan ataupun laki-laki yang telah dewasa.
Pada lokasi penelitian di Aek Nauli, mayoritas yang mengelola tanaman
kopi arabika adalah tenaga kerja laki-laki dewasa, dimana petani responden
berumur mulai dari umur 33 tahun hingga 52 tahun. Sedangkan di Kelurahan
Sipolha Horison, tenaga kerja yang sering digunakan adalah tenaga kerja
perempuan. Tenaga kerja perempuan sering dipakai terutama saat kegiatan
pemanenan baik itu anak-anak maupun dewasa. Hal ini dikarenakan tenaga kerja
perempuan dianggap lebih teliti dan cepat dalam melakukan kegiatan pemanenan
buah kopi.
Kebutuhan tenaga kerja dihitung mulai dari kegiatan persiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Kegiatan dalam persiapan lahan
berupa pembersihan lahan, pengolahan lahan, pembuatan lubang dan pemberian
pupuk kandang. Selanjutnya, dilakukan kegiatan penanaman berupa
pendistribusian bibit ke lahan tanam, pembuatan lubang tanam dan penanaman
bibit suren dan kopi. Kegiatan pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan tanaman
belum menghasilkan (TBM) yaitu tanaman pada umur 1 hingga 2 tahun setelah
tanam, dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) yaitu tanaman pada umur 3
tahun hingga tanaman berumur 15 tahun. Pada pemeliharaan tanaman kopi,
kegiatan yang dilakukan berupa penyiangan, pembersihan atau penyemprotan
gulma, penggemburan tanah, dan pemupukan. Kemudian dalam kegiatan
pemanenan kopi dilakukan dengan memetik buah kopi, kemudian pengelupasan
pengeringan untuk memperoleh biji kopi kering, dan biji kopi kering yang
diperoleh dijual kepada agen yang datang ke lokasi para petani.
Jumlah rata-rata dari masing-masing kebutuhan investasi langsung usaha
agroforestri suren dan kopi per usaha tani (UT) dan nilai nominal dari biaya
investasi langsung berdasarkan harga riil rata-rata yang dikeluarkan oleh petani
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Kebutuhan Investasi Langsung Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika
No. Jenis Pembiayaan Satuan Per UT Biaya (Rp.) 1 Bibit 1.3 Kopi Bantang 694,67 1.058.539,68 1.2 Suren Bantang 256,71 385.071,43 2 Pupuk 2.1 Pupuk kandang Kg 668,00 627.920,00 2.2 Urea Kg 1.520,83 8.702.546,30 2.3 NPK Kg 1.395,00 9.625.500,00 3 Pestisida Liter 11,48 494.556,21 4 Herbisida Liter 15,23 776.953,13 5 Ember Unit 11,33 239.079,37 6 Karung Lembar 20,00 96.190,48 7 Terpal Lembar 7,00 351.666,67 8 Tenaga Kerja
8.1 Persiapan lahan HOK 7,86 471.428,57 8.2 Penanaman HOK 6,00 360.000,00 8.3 Pemeliharaan HOK 266,71 16.002.857,14 8.4 Pemanenan HOK 91,43 5.485.714,29
Jumlah 44.678.023,25
Pada Tabel 10 tersebut menampilkan jenis-jenis pembiayaan dari investasi
langsung, jumlah dari setiap jenis pembiayaan, dan biaya investasi tetap yang
dibayarkan oleh petani. Biaya investasi langsung dikeluarkan oleh petani selama
Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan
untuk mendukung kegiatan usaha yang dilakukan. Biaya operasional atau biaya
rutin dari usaha agroforestri ini dikeluarkan oleh petani dalam periode waktu
tertentu selama daur usaha tani. Pada usaha agroforestri kopi arabika dan suren
terdapat dua jenis biaya yang dikeluarkan oleh petani yaitu berupa biaya pajak
lahan dan biaya pemeliharaan alat usaha tani yang dibayarkan setiap dua setahun
sekali. Biaya pajak yang dikeluarkan petani responden dilokasi penelitian adalah
sebesar Rp. 8.000/ha/tahun. Biaya pemeliharaan alat yang dikeluarkan petani
merupakan biaya untuk pemeliharaan investasi tetap seperti cangkul, parang,
beko, dan pulper setiap tahun. Biaya pemeliharaan untuk cangkul dan parang
adalah berupa biaya untuk menajamkan dan perawatan lainnya. Sedangkan untuk
beko dan pulper biaya tersebut berupa biaya perawatan komponen-komponen
beko dan pulper tersebut serta pemeliharaan alat. Perincian biaya rutin dalam
pengusahaan agroforestri kopi arabika dan suren selama daur ditampilkan pada
Tabel 11 berikut ini.
Tabel 11. Biaya Operasional Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika
No. Jenis Pembiayaan Biaya Per UT (Rp.)
1 Pajak Lahan 26.057,14 Jumlah 26.057,14 2 Pemeliharaan alat 2.1 Cangkul 47.733,33 2.2 Parang 21.000,00 2.3 Beko 24.066,67 2.4 Pulper 31.333,33 Jumlah 124.133,33 Jumlah Total 150.190,48
Berdasarkan Tabel 11 ditampilkan bahwa untuk biaya operasional pajak
beban pajak sama per hektar. Selanjutnya untuk biaya operasional pemeliharaan
alat untuk setiap jenis pembiayaan dalam investasi tetap berbeda-beda. Total
seluruh pemeliharaan alat yang dibutuhkan setiap 2 tahun sekali adalah sebesar
Rp. 124.133,33/UT/daur. Total seluruh biaya operasional yang dibutuhkan
dalam usaha tani agroforestri suren dan kopi arabika adalah sebesar
Rp. 150.190,48/UT/Ha.
Biaya Total Usaha Tani Agroforestri Suren dan Kopi Arabika
Tabel 12. Rekapitulasi Biaya Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika (Rp./TU/15 Tahun).
No. Jenis Pembiayaan Per UT
Volume Nilai (Rp.) 1 Investasi Tetap
1.1 Biaya Pengadaan Peralatan Usaha Tani
1.1.1 Cangkul 1,46 94.714,29 1.1.2 Parang 1,20 60.285,71 1.1.3 Beko 0,60 186.000,00 1.1.4 Hand sprayer 0,60 180.000,00 1.1.5 Gembor 1,26 62.825,48 1.1.6 Pulper 1 334.000,00
Jumlah Investasi Tetap (1) 917.825,48
Persentase 2,01
2 Biaya Investasi Langsung 2.1 Bibit (batang) 2.1.1 Kopi 694,67 1.058.539,68 2.1.2 Suren 256,71 385.071,43 2.2 Pupuk (Kg) 2.2.1 Pupuk kandang 668,00 627.920,00 2.2.2 Urea 1.520,83 8.702.546,30 2.2.3 NPK 1.395,00 9.625.500,00 2.3 Pestisida (liter) 11,48 494.556,21 2.4 Herbisida (liter) 15,23 776.953,13 2.5 Ember (unit) 11,33 239.079,37 2.6 Karung (lembar) 20,00 96.190,48 2.7 Terpal (lembar) 7,00 351.666,67 2.8 Tenaga Kerja (HOK)
2.8.1 Persiapan lahan 7,86 471.428,57 2.8.2 Penanaman 6,00 360.000,00 2.8.3 Pemeliharaan 266,71 16.002.857,14 2.8.4 Pemanenan 91,43 5.485.714,29
Jumlah Investasi Langsung (2) 44.678.023,25
Persentase 97,67
3 Biaya Operasional
3.1 Pajak lahan 26.057,14
3.2 Pemeliharaan alat usaha tani 124.133,33
Jumlah Investasi Tetap (3) 150.190,48
Persentase 0,33
Total biaya (1+2+3) 45.746.039,21
Berdasarkan hasil rekapitulsi biaya yang terdapat pada Tabel 12 dapat
dilihat bahwa pengusahaan agroforestri suren dan kopi arabika memerlukan biaya
sebesar Rp. 45.746.039,21/UT/daur. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui
jenis biaya terbesar dari total biaya pengusahaan agroforestri suren dan kopi
adalah pada biaya investasi langsung yaitu sebesar Rp. 44.678.023,25/UT/daur
atau 97,67% dari jumlah seluruh biaya total. Biaya terkecil dari biaya total usaha
tani adalah pada biaya operasional atau biaya rutin yang berupa biaya pajak dan
biaya pemeliharaan alat usaha tani yaitu dengan jumlah Rp. 150.190,48/TU/daur
atau sebesar 0,33% dari jumlah total biaya usaha tani. Sedangkan biaya investasi
tetap memiliki jumlah biaya sebesar Rp. 917.825,48/UT/daur atau sebesar 2,01%
dari biaya total.
Analisis Penerimaan Petani
Penerimaan adalah hasil kali antara produksi yang diperoleh dengan harga
jual. Analisis penerimaan petani dilakukan untuk mengetahui penerimaan petani
dari usaha tani yang dilakukan. Pada penelitian ini, sumber penerimaan petani
berasal dari tanaman kopi arabika dan pohon suren.
Pendapatan tanaman kopi arabika dihitung dari hasil produksi tanaman
kopi yang dijual para petani berupa biji kopi kering. Produksi kopi arabika
hingga tahun kelima belas. Di lokasi penelitian, harga biji kopi kering dihargai
sebesar Rp. 18.000/kg hingga Rp. 25.000/kg. Penerimaan yang didapatkan oleh
petani dihitung berdasarkan harga rata-rata yang diterima petani responden saat
penelitian. Hasil perhitungan produksi kopi rata-rata dan nilai penerimaan dari
tanaman kopi disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Potensi Penerimaan Kopi Arabika (Rp./UT/Daur)
No. Luas Lahan UT (Ha) Volume Produksi (Kg/UT) Harga (Rp./Kg) Penerimaan (Rp./UT) 1 0,22 3.431,61 20.650,00 70.862.717,40
Dari Tabel 13 tersebut, diketahui produksi kopi rata-rata yang diperoleh
petani adalah sebesar 3.431,61 kg/UT/daur. Berdasarkan harga rata-rata per kg biji
kopi kering yang diterima oleh petani maka didapat besarnya penerimaan yang
diterima oleh petani dari hasil kopi adalah sebesar Rp. 70.862.717,40/UT/daur.
Sedangkan pendapatan dari pohon suren dihitung dari harga per tegakan
berdiri pohon suren yang siap ditebang. Pohon suren yang dapat dijual adalah
pohon suren yang memiliki diameter ≥ 30 cm. Tegakan berdiri suren berdiameter
≥ 30 cm dihargai sekitar Rp. 1.000.000-2.000.000. Penerimaan yang didapatkan
oleh petani dihitung berdasarkan harga rata-rata yang diterima petani responden
saat penelitian. Taksiran hasil pendapatan dari tegakan berdiri pohon suren di
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Potensi Penerimaan Pohon Suren (Rp./UT/Daur)
No. Luas Lahan UT (Ha) Jumlah Tegakan / UT Harga (Rp./Tegakan) Penerimaan (Rp./UT) 1 0,22 233,62 1.500.000,00 350.428.571,43
Berdasarkan Tabel 14 diatas diketahui taksiran jumlah tegakan yang dapat
dipanen oleh petani adalah berkisar 233,62 tegakan/UT/daur. Dilokasi penelitian,
penelitian. Berdasarkan data tersebut, petani berpotensi mendapatkan penerimaan
nominal sebesar Rp. 350.428.571,43/UT/daur. Pedapatan nominal yang diterima
oleh petani dari tegakan suren berpotensi cukup tinggi.
Analisis Finasial Usaha Agroforestri Kopi Arabika dan Suren
Analisis fianansial merupakan suatu parameter yang digunakan untuk
mengetahui kelayakan dari suatu usaha tani yang dilakukan oleh petani. Untuk
mengetahui tingkat keuntungan finansial pengusaahaan kopi arabika dan suren
dengan pola agroforestri, digunakan parameter analisis investasi yaitu NPV (Net
Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Return).
Perhitungan terhadap tingkat keuntungan dilakukan selama satu kali daur tanaman
kopi arabika dan suren yaitu selama 15 tahun. Tingkat keuntungan dilakukan
dengan memperhitungkan discount rate (faktor suku bunga). Perhitungan suku
bunga riil rata-rata disajikan pada Tabel 15 berikut ini.
Tabel 15. Perhitungan Suku Bunga Riil Rata-Rata (2004-2014)
No. Tahun Inflasi (f) Suku Bunga Pinjaman Bank Umum (m) (%)
Suku Bunga Riil (%) 1 2004 6,40% 13,41% 6,59 2 2005 17,11% 16,23% -0,75 3 2006 6,60% 15,07% 7,95 4 2007 6,59% 13% 6,01 5 2008 11,06% 15,22% 3,75 6 2009 2,78% 13,69% 10,61 7 2010 6,96% 12,83% 5,49 8 2011 3,79% 12,16% 8,06 9 2012 4,30% 11,49% 6,89 10 2013 8,38% 12,12% 3,45 11 2014 8,36% 12,79% 4,09 Jumlah 82,33% 148,01% 62,14 Rata-rata 7,48 13,46 5,65
Berdasarkan hasil perhitungan suku bunga riil rata-rata selama tahun
2004-2014, didapatkan suku bunga riil sebesar 5,65%. Berikut ini adalah hasil dari
perhitungan NPV, BCR dan IRR disajikan pada Tabel 16 yang diringkas dari
Tabel Lampiran 12.
Tabel 16. Parameter Analisis Finansial
No. Parameter Kelayakan Finansial Hasil
1 Net Present Value Rp. 166.792.215,73/UT/Daur
Rp. 11.119.481.05/UT/Tahun Rp. 926.623,42/UT/Bulan
2 Benefit Cost Ratio 22,80
3 Internal Rate of Return 38,90%
Berdasarkan Tabel 16, pada discount factor 5,65% diperoleh nilai NPV
sebesar Rp. 166.792.215,73/UT/daur. Nilai NPV yang diperoleh lebih besar dari 0
maka usaha agroforestri suren dan kopi layak untuk diusahakan. Berdasarkan data
NPV tersebut dapat diketahui setiap tahunnya petani mendapatkan nilai
nominal rata-rata sebesar Rp. 11.119.481,05/UT/tahun dan setiap bulannya adalah
sebesar Rp. 926.623,42/UT/bulan. Nilai dari BCR didapatkan sebesar 22,80 yang
artinya petani akan mendapatkan manfaat sebesar 22,80 kali lipat dari setiap
pengeluarannya. Hasil dari BCR memberikan suatu gambaran bahwa setiap
pengorbanan biaya sebesar Rp. 1.000, akan dapat memberikan manfaat sebesar
Rp. 22.800. Nilai IRR yang didapatkan dari hasil perhitungan adalah sebesar
38,90%. Nilai IRR yang didapat sebesar 38,90% lebih besar dari tingkat suku
bunga yang berlaku dipasar yaitu 5,65% per tahun. Hal ini menunjukkan ketika
suku bunga meningkat sampai 38,90% maka nilai manfaat bersih (NPV) yang
didapatkan adalah sama dengan nol. Kemudian jika suku bunga yang berlaku
dipasar lebih besar dari 38,90% maka usaha agroforestri kopi arabika dan suren
berlaku maka dapat disimpulkan bahwa usaha agroforestri kopi arabika dan suren
layak untuk diusahakan secara finansial.
Kesimpulan dari hasil perhitungan parameter kelayakan fianansial tersebut
disajikan pada Tabel 17 berikut ini.
Tabel 17. Kesimpulan Parameter Finansial dari Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika
No. Parameter Kelayakan Finansial Kesimpulan
1 Net Present Value (NPV) NPV > 1
2 Benefit Cost Ratio (BCR) BCR > i
3 Internal Rate of Return (IRR) IRR > i
Pada tabel tersebut menunjukkan nilai dari NPV>1, BCR>i dan IRR>i.
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha agroforestri dengan
menggunakan komoditi tanaman suren dan kopi di Desa Aek Nauli dan di
Kelurahan Sipolha Horison secara finansial layak untuk dilaksanakan.
Manfaat Sistem Agroforestri Tanaman Suren dan Kopi
Pengusahaan tanaman kopi dengan menggunakan tanaman suren sebagai
tanamam penaung bagi kopi memberi dampak positif bagi petani kopi. Pada
lokasi penelitian di Kelurahan Sipolha Horison, penanaman suren dilakukan
dengan inisiatif masyarakat setempat. Pemilihan tanaman suren tersebut
dikarenakan tanaman suren mampu memberikan naungan yang cukup bagi
tanaman suren. Tanaman suren dapat membantu dalam memberikan intensitas
matahari yang cukup bagi tanaman kopi sehingga tanaman kopi yang ada
dibawahnya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta dapat menjaga
produktivitas dari tanaman kopi. Pengaruh naungan terhadap terhadap tanaman
kopi juga telah dikemukakan dalam penelitian pengaruh naungan terhadap
(2011) yang menyatakan bahwa pohon peneduh dapat melindungi tanaman kopi
dari tekanan lingkungan yang merugikan dan dapat meningkatkan produksi kopi
dibandingkan tanaman kopi yang ditanam di bawah sinar matahari langsung.
Pengusahaan tanaman kopi arabika dan suren dalam sistem agroforestri
dapat menekan kerugian yang mungkin terjadi akibat penurunan harga kopi
dibandingkan dengan pola pengusahaan kopi yang dilakukan secara monokultur.
Hal ini dikarenakan dengan sistem agroforestri memberikan kemungkinan bagi
para petani untuk meningkatkan intensitas panen yang pada akhirnya dapat
memberikan tambahan output, baik itu output dari segi fisik maupun dari segi
finansial. Nilai output lebih yang dapat diterima oleh para petani secara fisik
dalam sistem agroforestri adalah jasa lingkungan, dimana jasa lingkungan yang
dihasilkan tanaman pelindung bermanfaat untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kopi. Pengelolaan agroforestri kopi arabika dan suren
yang dilakukan pada lahan milik pribadi, memungkinkan petani mendapatkan
output lebih yang diperoleh dari pohon naungan yang berupa hasil kayu yang
dapat diperjualkan dipasaran. Di lokasi penelitian, kayu suren umumnya
digunakan sebagai bahan baku utama untuk pembuatan perahu kecil dan juga
dapat sebagai bahan kayu gergajian. Manfaat lebih yang dapat diterima dari
sistem agroforestri juga dikemukakan oleh Caporal dkk, (2013) yang menyatakan
bahwa agroforestri antara pohon dengan tanaman kopi menunjukkan kegunaan
langsung dalam memperoleh output tambahan seperti buah dan kayu, adanya
pendapatan tambahan, dan secara tidak langsung sistem agroforestri juga
situasi kopi mengalami penurunan harga, agroforestri dapat menjamin pendapatan
lebih baik.
Pengelolaan tanaman kopi secara tumpangsari juga membantu masyarakat
dari segi ekonomi, dimana masyarakat diberi izin menggunakan lahan pemerintah
untuk mengusahakan kopi namun dengan syarat petani tidak diizinkan menebang
pohon yang ada di area tersebut. Masyarakat menyadari bahwa dengan adanya
sistem tumpangsari yang dilakukan, selain dapat membantu perekonomian
masyarakat juga dapat membantu dalam menjaga hutan dari kebakaran hutan serta
bencana lainnya seperi erosi. Adanya sistem tumpangsari dapat membantu
menyejahterakan kehidupan masyarakat sekitar hutan dan secara tidak langsung
juga masyarakat ikut ambil peran dalam manjaga kawasan hutan, dan dengan
begitu hutan tetap lestari. Penelitian mengenai sistem tumpang sari ini juga pernah
dilakukan oleh Wakka dan Nur (2010) di kawasan KHDTK Borisallo dimana
secara finansial berdasarkan NPV, BCR dan IRR, pemanfaatan lahan dengan
sistem tumpang sari layak untuk dikembangkan.
Pada lokasi penelitian, suren akan mulai berproduksi menghasilkan buah
pada saat suren mencapai umur sekitar 10 tahun. Pada saat itu, jika diinginkan
petani dapat mengelola biji suren untuk dijadikan benih yang dapat dipasarkan.
Sehingga hasil dari benih tersebut dapat menjadi penghasilan tambahan bagi para
Agroforestri Suren dan Kopi Arabika dengan Tumpangsari
Adanya kegiatan agroforestri yang dilaksanakan secara tumpangsari di
lahan milik pemerintah, masyarakat sekitar hutan diberi kesempatan untuk
memanfaatkan lahan hutan untuk menanam kopi dan yang nantinya dapat
membantu perekonomian masyarakat. Kegiatan tumpangsari juga membuat petani
kopi ikut ambil bagian dalam pengelolaan hutan dan secara tidak langsung
masyarakat ikut melindungi fungsi konservasi lahan.
Guna mendukung kegiatan tumpangsari, pemerintah daerah sebagai
pembuat membuat kebijakan setempat dapat memberikan kompensasi kepada
petani senilai tegakan suren yang tidak dapat dipanen, dengan melalui bantuan
berupa:
1. Bantuan dalam kemudahan pemasaran benih suren. Benih suren hasil
budidaya masyarakat jika dapat dipasarkan secara luas akan sangat membantu
dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan.
2. Bantuan berupa pembinaan benih suren bagi masyarakat dan teknis penentuan
tegakan suren sebagai sumber benih yang tersertifikasi. Bantuan ini dapat
membantu petani dalam penyediaan benih yang dengan mutu yang baik.
3. Bantuan bimbingan atau teknologi yang dapat membantu masyarakat dalam
meningkatkan produktivitas usaha tani kopi arabika.
4. Bantuan berupa sarana dalam memproduksi kopi arabika seperti subsidi pupuk
yang lebih besar. Input berupa pupuk bagi masyarakat sangat penting untuk
Adanya kebijakan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran petani akan
pentingnya keberadaan hutan dan berkeinginan untuk melestarikan kawasan, dan
pada waktu yang sama dapat meningkatkan pendapatan petani sekitar hutan.
Sistem kompensasi nilai tegakan seperti yang disarankan dalam penelitian ini, telah ditemukan juga dalam kasus pengelolaan hutan rakyat pinus di
Kabupaten Samosir oleh Harianja (2013) yang menyatakan bahwa kompensasi
nilai ekonomi tegakan pinus yang tidak dapat dipanen karena keberadaannya
sebagai hutan rakyat konservasi dapat diberikan kepada petani tersebut yang
sekaligus juga merupakan petani kopi arabika dalam bentuk subsidi pupuk Urea