• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Finansial Agroforestri Suren (Toona sureni Merr.) dan Kopi Arabika (Coffea arabica L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kelayakan Finansial Agroforestri Suren (Toona sureni Merr.) dan Kopi Arabika (Coffea arabica L.)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner

Hari/Tanggal : ………

KUISIONER PENELITIAN

Saya bernama Hana C. Situmeang, mahasiswa dari Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara memohon kepada Bapak/Ibu untuk mengisi kuisioner ini. Kuisioner ini dibuat untuk kepentingan penelitian dalam rangka penyusunan tugas akhir (sripsi) saya.

I. Identitas Responden

II. Data Umum Lahan Agroforestri yang Dikelola

1. Kepemilikan sumber daya pertanian

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Status Lahan

1 Lahan Kopi

2 Lahan Suren

2. Sudah berapa lama Anda mengusahakan lahan dengan menggunakan

sistem agroforestri (kebun campuran) kopi dan suren?

Jawab : ………

3. Apakah yang menjadi alasan Anda menggunakan sistem agroforestri dan

mengapa Anda memilih tanaman tersebut?

Jawab : ………

………

(2)

4. Kondisi tanaman kopi dan suren saat ini.

No. Tanaman Status Kepemilikan Umur Bersertifikat / Tidak

1 Kopi

2 Suren

III. Kegiatan Silvikultur A. Persiapan Lahan

1. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk persiapan lahan?

Jawab : ………

2. Apa saja kegiatan yang dilakukan dalam persiapan lahan?

Jawab : ………

………

B. Penanaman

1. Informasi bibit kopi dan suren yang digunakan.

No. Uraian Kopi Suren

1 Sumber bibit

2 Jarak tanam

2. Apa saja kegiatan yang dilakukan dalam penanaman?

Jawab : ………

………

C. Pemeliharaan

1. Apa saja kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan?

Jawab : ………

………

2. Bentuk pemeliharaan terhadap tanaman kopi dan suren.

No. Uraian Kopi Suren

1 Jumlah kegitan penyiangan / Tahun

2 Pemupukan dimulai pada umur

3 Jumlah kegiatan pemupukan / Tahun

4 Pemangkasan dimulai pada umur

5 Jumlah kegitan pemangkasan / tahun

3. Apa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman kopi dan suren?

Jawab : ………

(3)

4. Apakah ada perlakuan khusus dalam pemeliharaan tanaman Anda? Jika

ada tolong jelaskan.

Jawab : ………

………

D. Produksi dan Pemanenan

1. Apa saja kegiatan yang dilakukan dalam pemanenan?

Jawab : ………

………

2. Produksi tanaman kopi dan suren.

No. Tanaman Bagian yang Dipanen Mulai Panen pada Umur

3. Berapa besar produksi yang dihasilkan dalam setiap pemanenan?

No Tanaman Bagian yang Dipanen Jumlah Harga/Satuan (Rp) 1 Kopi - Buah Kopi

- …

2 Suren - Buah Suren - …

4. Bagaimanakah perubahan produksi kopi dan suren dari tahun ke tahun?

Jawab : ………

………

5. Apakah ada peraturan atau kebijakan pemerintah setempat dalam

pengembangan agroforestri? Jika ada bagaimana bentuk kebijakan

tersebut?

Jawab : ………

………

E. Pemasaran Hasil Produksi

1. Bagaimana sistem penjualan hasil dari tanaman kopi dan suren dilakukan?

Jawab : ………

………

(4)
(5)

e. Semprot

G. Informasi Komponen Usaha Tani Suren

(6)

b. Ibu

c. Anak

2. Sewa Lahan

Total II

III. Lain-Lain

- Peralatan

a. Parang

b. Cangkul

c. Ember

d. Beko

e. Semprot

f. Mesin Kupas

g. …

h. …

Total III Total 1 II. Produksi

(7)
(8)

Lampiran 3. Data Inflasi Tahunan (2005-2014)

Lampiran 4. Perhitungan Suku Bunga Riil (2004-2014)

No. Tahun Inflasi (f) Suku Bunga Pinjaman Bank Umum (m) (%) Suku Bunga Riil (%)

Lampiran 5. Umur Ekonomis Peralatan Usaha Tani

No. Jenis Alat Umur Ekonomis (Tahun)

(9)

Lampiran 6. Rincian Kebutuhan Investasi Tetap Usaha Tani Kopi per Tahun

Cangkul Parang Beko Hand Sprayer Gembor Pulper

(10)

Lampiran 7. Rincian Kebutuhan Investasi Langsung Usaha Tani Kopi per Tahun Bibit Kopi (batang) Bibit Suren (batang)

Tahun Ke-1 Tahun Ke-1 Kandang (Kg) Urea (Kg) NPK (Kg)

Jumlah 4,56 139,20 14.588,00 32.000,00 5.391,00 31.500,00 13.360,00 18.800,00 1.825,00 103.000,00 1.860,00 138.000,00

(11)
(12)
(13)

Lampiran 7. Lanjutan

Panen dan Pengelohan Hasil (TM 4 s.d TM 15)

(14)

Lampiran 8. Biaya Pajak Lahan

Lampiran 9. Biaya Pemeliharaan Alat Pertanian

(15)
(16)

Lampiran 11. Potensi Tegakan Pohon Suren

Jumlah 4,56 167,00 4.906,00 31.500.000,00

(17)

Lampiran 12. Hasil Perhitungan Analisis Finansial Agroforestri Kopi Arabika dan Suren

No. Uraian Nilai Input dan Output Tahun Ke- (Rp)

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Biaya 5.730.698,99 2.486.107,52 3.103.349,29 2.728.964,66 2.820.793,69 2.951.202,76 2.892.222.26 2.866.107,52

1.1. Biaya Investasi Tetap (Fixed Cost) 205.079,41 0,00 365.412,74 0,00 0,00 173.666,67 0,00 0,00

1.2. Biaya Investasi Langsung (Variable Cost) 5.523.882,44 2.466.637,04 2.736.199,40 2.709.494,19 2.819.056,54 2.758.065,61 2.890.485,11 2.846.637,04

1.2.1. Bibit (Batang) 1.443.611,11 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

1.2.1.1 Kopi 1.058.539,68 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

1.2.1.2 Suren 385.071,43 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

1.2.2. Pupuk (Kg) 1.849.789,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75

1.2.2.1. Pupuk kandang 627.920,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

1.2.2.2. Urea 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75

1.2.2.3. NPK 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00

1.2.3. Pestisida 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41

1.2.4. Herbisida 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 5.1796,88 51.796,88 51.796,88

1.2.5. Ember 0,00 0,00 34.154,20 0,00 34.154,20 0,00 34.154,20 0,00

1.2.6. Karung 0,00 0,00 13.741,50 0,00 13.741,50 0,00 13.741,50 0,00

1.2.7. Terpal 0,00 0,00 50.238,10 0,00 50.238,10 0,00 50.238,10 0,00

1.2.8. Tenaga Kerja 2.145.714,29 1.160.000,00 1.331.428,57 1.402.857,14 1.414.285,71 1.451.428,57 1.485.714,29 1.540.000,00

1.2.8.1. Persiapan lahan 471.428,57 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

1.2.8.2. Penanaman 360.000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

1.2.8.3. Pemeliharaan 1.314.285,71 1.160.000,00 1.048.571,43 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00

1.2.8.4. Pemanenan 0,00 0,00 282.857,14 362.857,14 374.285,71 411.428,57 445.714,29 500.000,00

1.3. Biaya Operasional 1.737,14 1.9470,48 1.737,14 19.470,48 1.737,14 1.9470,48 1.737,14 1.9470,48

1.3.1. Pajak lahan 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14

1.3.2. Pemeliharaan alat usaha tani 0,00 17.733,33 0,00 17.733,33 0,00 17.733,33 0,00 17.733,33

2 Penerimaan 0,00 0,00 4.015.210,29 4.770.150,00 4.770.150,00 5.290.702,08 7.824.055,56 7.795.375,00

2.1 Biji kopi kering 0,00 0,00 4.015.210,29 4.770.150,00 4.770.150,00 5.290.702,08 7.824.055,56 7.795.375,00

2.2 Kayu Suren 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

3 Discount Factor (5.65%) 0,946521533 0,895903013 0,847991494 0.802642209 0,759718134 0,719089573 0,680633766 0,644234516

4 Biaya Terdiskonto 5.424.230,00 2.227.311,22 2.631.613,80 2.190.382,22 2.143.008,12 2.122.179,13 1.968.544,13 1.846.445,39

5 Penerimaan terdiskonto 0,00 0,00 3.404.864,17 3.828.723,73 3.623.969,46 3.804.488,70 5.325.316,40 5.022.049,64

6 NPV -5.424.230,00 -2.227.311,22 773.250,38 1.638.341,51 1.480.961,34 1.682.309,57 3.356.772,27 3.175.604,25

(18)

Lampiran 12. Lanjutan

No. Uraian Nilai Input dan Output Tahun Ke- (Rp)

Jumlah (Rp)

9 10 11 12 13 14 15

1 Biaya 2.983.650,83 2.888.964,66 3.085.888,92 2.811.821,80 2.857.936,54 2.746.107,52 2.792.222,26 45.746.039,21

1.1. Biaya Investasi Tetap (Fixed Cost) 0,00 0,00 173.666,67 0,00 0,00 0,00 0,00 917.825,48

1.2. Biaya Investasi Langsung (Variable Cost) 2.981.913,69 2.869.494,19 2.910.485,11 2.792.351,33 2.856.199,40 2.726.637,04 2.790.485,11 44.678.023,25

1.2.1. Bibit (Batang) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.443.611,11

1.2.1.1 Kopi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.058.539,68

1.2.1.2 Suren 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 385.071,43

1.2.2. Pupuk (Kg) 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 18.955.966,30

1.2.2.1. Pupuk kandang 0,00 0,00 0,00 0.00 0,00 0,00 0,00 627.920,00

1.2.2.2. Urea 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 8.702.546,30

1.2.2.3. NPK 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 9.625.500,00

1.2.3. Pestisida 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 494.556,21

1.2.4. Herbisida 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 776.953,13

1.2.5. Ember 34.154,20 0,00 34.154,20 0,00 34.154,20 0,00 34.154,20 239.079,37

1.2.6. Karung 13.741,50 0,00 13.741,50 0,00 13.741,50 0,00 13.741,50 96.190,48

1.2.7. Terpal 50.238,10 0,00 50.238,10 0,00 50.238,10 0,00 50.238,10 351.666,67

1.2.8. Tenaga Kerja 1.577.142,86 1.562.857,14 1.505.714,29 1.485.714,29 1.451.428.57 1.420.000,00 1.385,714,29 22.320.000,00

1.2.8.1. Persiapan lahan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 471.428,57

1.2.8.2. Penanaman 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 360.000,00

1.2.8.3. Pemeliharaan 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 16.002.857,14

1.2.8.4. Pemanenan 537.142,86 522.857.14 465.714,29 445.714,29 411.428,57 380.000,00 345.714,29 5.485.714,29

1.3. Biaya Operasional 1.737,14 19.470,48 1.737,14 19.470,48 1.737,14 19.470,48 1.737,14 150.190,48

1.3.1. Pajak lahan 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 26.057.14

1.3.2. Pemeliharaan alat usaha tani 0,00 17.733,33 0,00 17.733,33 0,00 17.733,33 0,00 124.133,33

2 Penerimaan 5.494.190,63 6.098.103,85 5.724.180,00 5.724.180,00 5.724.180,00 3.816.120,00 354.244.691,43 421.291.288,83

2.1 Biji kopi kering 5.494.190,63 6.098.103,85 5.724.180,00 5.724.180,00 5.724.180,00 3.816.120,00 3.816.120,00 70.862,717,40

2.2 Kayu Suren 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 350.428.571,43 350.428.571,43

3 Discount Factor (5.65%) 0,609781842 0,577171644 0,546305389 0,517089815 0,489436644 0,463262323 0,438487764 9,94

4 Biaya Terdiskonto 1.819.376,10 1.667.428,48 1.685.837,75 1.453.964,42 1.398.778,87 1.272.168,15 1.224.355,30 31.075.623,06

5 Penerimaan terdiskonto 3.350.257,68 3.519.652,62 3.127.150,38 2.959.915,18 2.801.623,45 1.767.864,62 155.331.962,76 197.867.838,78

6 NPV 1.530.881,58 1.852.224,14 1.441.312,63 1.505.950,76 1.402.844,58 495.696,47 154.107.607,46 166.792.215,73

7 Net B/C Ratio 22,80

(19)

Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian

Tanaman suren dan kopi di Aek Nauli

Tanaman suren dan kopi di Kelurahan Sipolha Horison

(20)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kansius. Yogyakarta.

Adolf, G. W., H. S. Arifin., L. Sundawati., M. A. Sardjono., T. Djogo dan Widianto. 2003. Agroforestri di Indonesia. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor.

Ali, C., D. Puspitasari., I. O. Suparta., P. Mudiana., dan R. T. Kwatrina. 2002. Arboretum Aek Nauli. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera. Aek Nauli.

Aminah, Aam. dan I. Hakim. 2007. Analisis Usahatani Hutan Tanaman Rakyat Jenis Suren di Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor.

Andayani, W. 2005. Ekonomi Agroforestri. Debut Press. Yogyakarta.

Andayani, W. 2008. Modul Mata Kuliah Pengelolaan Agroforestri (Aspek Ekonomi. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Ashari dan H. Mayrowani. 2011. Pengembangan Agroforestry untuk Mendukung

Ketahanan Pangan dan Pemberdayaan Petani Sekitar Hutan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 29 No.2 : 83-96.

Asmanah, W. 2010. Social Forestry: Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan

Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.

Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BABESLIT-

BPTH). 2013. Litbang Pemuliaan Suren (Toona sureni). Diakses dari:

http://www.biotifor.or.id/2013/content-126-litbang-pemuliaan-suren-toona -%20sureni.html?hal=detail_berita&kunci=suren&x=0&y=0.

[13 Oktober 2014]

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pemali Jratun. 2010. Suren. Diakses dari: www.bpdas-pemalijratun.net/index.php?option=com_content&%20view= article&id=63:suren&catid=18:tanaman-berkayu&Itemid=31.

[13 Oktober 2014]

Barrios, L. Garcia., E. J. Sterling., P. West., S. Naeem., dan V. Valencia. 2015. The Use of Farmers’ Knowledge in Coffee Management: Implications for the Conservation of Tree Biodiversity. Journal Ecosphere Volume

6(7):122. Diakses dari : http://dx.doi.org/10.1890/ES14-00428.1.

[20 September 2015]

Bote, A. dan P. C. Struck. 2011. Effect of Shade on Growth, Production and

(21)

and Forestry Vol. 3 (11). Diakses dari:http://www.academicjournals. org/JHF.

[18 September 2015]

Caporal, F. Roberto., E. F. Sales., E. Mendez., dan J. C. Faria. 2013.

Agroecological Transition of Conilon Coffee (Coffea canephora)

Agroforestry Systems in the State of Espirito Santo, Brazil. Agroecology

and Sustainable Food Systems, 37:405-429. Diakses dari: http://dx.doi.

org/10.1080/10440046.2012.712633. [18 September 2015]

Danarti dan S. Najiyati. 1997. Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya. Jakarta.

Debertin, D. L. dan T. Koerniawati. 2013. Ekonomi Produksi Pertanian: Teori dan Aplikasi di Indonesia. Brawijaya Press. Malang.

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM. 2015. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Perkebunan Kopi Arabika. Bank Indonesia.

Djam’an, D. F. 2014. Mengenal Kayu Andalan Jawa Barat: Suren

(Toona sureni (Blume) Merr). Diakses dari: http://www.dephut.go.id

/INFORMASI/MKI/06II/06IIkayu%20andalan.htm. [13 Oktober 2014]

Evizal, R., I. D. Prijambs., J. Widada dan Tohari. 2012. Peranan Pohon Pelindung dalam Menentukan Produktivitas Kopi. Jurnal Agrotopika 17(1): 19-23. Lampung.

Hardjanto. 2001. Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Sub DAS Cimanuk Hulu. Jurnal Manajemen Huran Tropika Vol. VII No. 2 : 47-46.

Harianja, H. A. 2013. Analisis Ekonomi Pengelolaan Hutan Rakyat di Sub DAS Arun. UGM Press. Yogyakarta.

Jassogne, L., P. Laderach., dan P. V. Asten. 2013. The Impact of Climate Change

on Coffee in Uganda: Lesson from Case Study in The Rwenzori.

Mountains. Oxfam Research Reports.

[25 September 2015]

Keputusan Menteri Pertanian. 2005. Pelepasan Varietas Kopi Sigarar Utang Sebagai Varietas Unggul. Nomor: 205/Kpts/SR.120/4/2005. Jakarta.

King, K. F. S. dan M. T. Chandler. 1978. The Wasted Land: The Programme of

Work of ICRAF. The International Council for Research in Agroforestry

(ICRAF). Kenya.

MacDicken, K. G. dan N. T. Vergara. 1990. Agroforestry Classification and

(22)

Mahendra, F. 2009. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Mantri Statistik Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun. 2012. Kecamatan Pematang Sidamanik dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun. Pematang Sidamanik.

Martawijaya, A., I. Kartasujana., K. Kadir., S. A. Prawira dan Y. I. Mandang. 2005. Atlas Kayu Indonesia: Jilid II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Mayers J., N. Judd., R. Nussbaum dan S. Higman. 2005. The Sustainable Forestry

Handbook. Earthscan. Earthscan. London.

Mulyana, D. dan C. Asmarahman. 2010. 7 Jenis Kayu Penghasil Rupiah. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Ngadiono. 2004. 35 Tahun Pengelolaan Hutan Indonesia: Refleksi dan Prospek. Yayasan Adi Sanggoro. Bogor.

Panggabean, E. 2011. Buku Pintar Kopi. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Peraturan Menteri Pertanian No. 128/Permentan/OT.140/11/2014. Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Induk dan Kebun Entres Kopi Arabika dan Kopi Robusta. Jakarta.

Pranowo, D. 2014. Perlunya Tanaman Pelindung pada Budidaya Kopi. Diakses dari: http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id.

[2 Oktober 2014]

Rahardjo, P. 2013. Kopi: Panduan Budi Daya dan Pengelolaan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahim, A. dan D. R. D. Hastuti. 2008. Pengantar, Teori, dan Kaskus Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id. /bitstream/123456789/776/1/tekper-ridwansyah4.pdf.

[3 Oktober 2014]

Sanjaya, H. 2008. Laporan Hasil Kegiatan Pengembangan Plot Ujicoba Ingul. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Aek Nauli. Aek Nauli.

Santoso, I. 2012. Strategi Penelitian Wanatani (Agroforestry) di Indonesia.

Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Santoso, I. 2013. Agroforestri untuk Pengelolaan Hutan Lestari. Diakses dari: http://bptaciamis.dephut.go.id/attachments/article/50/Paper%20Ka.%20Ba dan%20Litbang%20Kehutanan.pdf.

(23)

Situmorang, T. S. 2013. Kopi Sigarar Utang dari Sumatera Utara. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Medan.

Soeharto, Imam. 2001. Studi Kelayakan Proyek Industri. Erlanggga. Jakarta.

Sudomo, A., D. P. Kuswantoro., E. Suhaendah., N. Firdaus., Sanudin dan T. S. Widyaningsih. 2013. Status Riset Agroforestri di Indonesia. ISBN: 978- 602-17616-0-1 Balai Penelitian Teknologi Agroforestri.Ciamis.

Suharjito, D., L. Sundawati., S. R. Utami dan Suyanto. 2003. Aspek Ekonomi dan Budaya Agroforestri. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor.

Sukmana, A. dan L. Syaufina. 2010. Tinjauan Penyebab Utrama Kebakaran Hutan di Daerah Tangkapan Air Danau Toba. ITTO PD 394/06 Rev. I (F). Bogor.

Suprayogo, D., N. Wijayanto dan Widianto. 2003. Pengelolaan dan Pengembangan Agroforestri. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor.

Wakka, A. Kadir dan N. Hayati. 2010. Analisis Finansial Pola Agroforestry

(24)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Aek Nauli, Desa Sibaganding, Kecamatan

Sipangan Bolon, dan Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang

Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan data

dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Juli 2015.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kamera untuk

dokumentasi dan visualisasi kegiatan, komputer untuk menyusun dan mengolah

data, serta alat tulis. Bahan yang digunakan adalah berupa kuisioner untuk

mengumpulkan data primer maupun data sekunder, hasil penelitian terdahulu dan

sumber studi pustaka sebagai data penunjang penelitian.

Prosedur Penelitian

Lokasi Pengambilan Populasi Responden

Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah masyarakat yang

tinggal di Kampung Aek Nauli, Desa Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon,

dan di Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik,

Kabupaten Simalungun. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat

yang mengelolah lahannya dengan menggunakan komoditi tanaman suren

(Toona sureni Merr.) dan tanaman kopi (Coffea arabica L.). Jumlah responden

(25)

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan

pengukuran dan pencatatan dari sumber dokumen yang tersedia, baik tingkat

individu maupun institusi. Data penelitian yang diambil adalah data primer dan

data sekunder.

Pengumpulan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Data Primer

Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data sosial ekonomi

masyarakat, bentuk pengelolaan tanaman suren dan kopi, dan hasil penelitian

yang terkait dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data primer (melalui

wawancara dengan responden, observasi, dan pengukuran) yang diperlukan

adalah sebagai berikut.

a. Karakteristik responden yaitu berupa nama, umur, mata pencaharian,

jumlah anggota keluarga dan pendidikan.

b. Profil usaha yang berupa input, proses pengelolaan, output dan distribusi

atau pemanfaatan.

c. Harga input dan output serta tenaga kerja.

2. Data Sekunder

Selain data primer, untuk kepentingan analisis usaha tani diperlukan juga

data sekunder yang berperan sebagai data pelengkap. Data sekunder yang

diperlukan berupa data umum yang berupa kondisi umum lokasi penelitian,

(26)

dari beberapa instansi terkait seperti pemerintah desa, kecamatan, dan dinas

kehutanan.

Pengolahan Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka dilakukan analisis terhadap

data-data tersebut. Analisis yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis data

yang terkumpul dari hasil kuisioner, wawancara, observasi dan studi pustaka. Data

yang terkumpul dari hasil kuisioner dinyatakan dalam bentuk tabel (tabulasi)

berupa data karakterisitk responden yang berupa umur, mata pencaharian, jumlah

anggota keluarga dan pendidikan serta data pengolahan berupa luas lahan, jumlah

tenaga kerja dan sistem kepemilikan lahan.

2. Analisis Finansial

Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui manfaat yang diperoleh,

biaya yang dikeluarkan, keuntunganya, saat pengembalian investasi terjadi dan

tingkat suku bunga investasi yang memberikan manfaat. Hasil data yang diperoleh

dari kuisioner dan wawancara yaitu berupa, pengeluaran (biaya), pendapatan

(penerimaan) dan keuntungan dinyatakan dalam bentuk tabulasi.

Nilai biaya dan penerimaan dalam suatu daur usaha tani agroforestri suren

dan kopi perlu diperhitungkan unsur waktu. Nilai yang diperhitungkan saat ini

dengan memperhitungkan nilai uang berdasarkan unsur waktu dilakukan dengan

mengaplikasikan faktor diskonto (discount rate) pada tingkat suku bunga riil yang

berlaku. Menghitung suku bunga riil dilakukan dengan menggunakan rumus

(27)

i = (m−f) (1 + f)

Dimana:

i = Suku bunga riil (%)

f = Inflasi rata-rata per tahun (%)

m = Suku bunga pasar (%)

Kemudian analisis kelayakan finansialnya dilakukan dengan menggunakan

parameter NPV, BCR dan IRR. Menghitung nilai NPV, BCR dan IRR dilakukan

dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Soeharto, 2001).

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value, nilai saat ini dari kegiatan atau usaha agroforestri,

dihitung dengan rumus sebagai berikut.

NPV = �Bt−Ct

(1 +�)t n

t=1

Dimana:

NPV = Nilai bersih saat ini

Bt = Benefit / pendapatan pada tahun t

Ct = Cost / biaya pada tahun t

i = Tingkat suku bunga bank yang berlaku

t = Periode waktu

Indikator:

• NPV = 0 maka nilai usaha agroforestri sebesar tingkat suku bunga

yang berlaku di bank

• NPV > 0 maka usaha agroforestri menguntungkan

(28)

b. Benefit Cost Ratio (BCR), perbandingan keuntungan terhadap biaya dari

suatu kegiatan atau usaha agroforestri, dihitung dengan rumus sebagai

berikut.

BCR =

∑nt=1(1 +Bt)t → Bt−Ct > 0

∑nt=1(1 +Ct)t →Bt−Ct < 0

Dimana:

BCR = Perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran

Bt = Benefit / pendapatan pada tahun t

Ct = Cost / biaya pada tahun t

i = Tingkat suku bunga bank yang berlaku

t = Periode waktu

Indikator:

• BCR > 1 maka usaha agroforestri tersebut menguntungkan

• BCR < 1 maka usaha agroforestri tersebut rugi

• BCR = 1 netral

c. Internal Rate of Return (IRR), merupakan parameter pada tingkat suku

bunga berapa usaha agroforestri memberi keuntungan, dihitung dengan

rumus sebagai berikut.

IRR = i1+ NPV₁

NPV₁ − NPV₂ (�₂ − �₁)

Dimana:

IRR = Tingkat keuntungan

NPV₁ = Nilai NPV yang positif pada tingkat bunga tertentu

(29)

i₁ = Tingkat suku bunga pertama NPV positif

i₂ = Tingkat suku bunga pertama NPV negatif

Indikator:

• IRR ≥ i maka usaha agroforestri layak

(30)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Keadaaan Umum Lokasi Penelitian Aek Nauli

Aek Nauli adalah sebuah desa yang berada pada Kecamatan Girsang

Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Aksesibilitas

ke lokasi ini cukup tinggi karena cukup banyak transportasi umum yang tersedia

melewati daerah ini dan terletak diantara kota Pematangsiantar dan Parapat

melalui jalur lintas Sumatera.

Gambar 1. Peta Lokasi Desa Aek Nauli

Lokasi pertama penelitian agroforestri suren dan kopi berada pada

kawasan Arboretum Aek Nauli yang terletak dalam kompleks BPPKS (Balai

(31)

BPPKS Aek Nauli memiliki luas ± 50 Ha. Sedangkan lokasi arboretum yang

berada dalam kompleks BPPKS memiliki luasan ± 7,5 Ha.

Arboretum Aek Nauli berada pada ketinggian 1.200 m dpl. Secara

geografis lokasi ini terletak pada 43º25’ BT dan 4º89’ LU. Karena lokasi

arboretum yang berada dalam kompleks BPPKS maka secara umum kondisi fisik

merupakan lahan dengan kelerengan 2-15% dengan jenis tanah podzolik coklat

kelabu. Sebagian merupakan areal datar berbukit dan sebagian merupakan lembah

dangkal. Curah hujan di kawasan Aek Nauli termasuk ke dalam tipe A menurut

klasifikasi Smith dan Ferguson dengan curah hujan rata-rata berkisar antara

2.991,4 mm sampai dengan 2.452 mm, kelembapan udara rata-rata harian adalah

84 mmHg dan suhu rata-rata bulanan berkisar antara 23-24 ºC (Ali dkk, 2002).

Status lahan dari kawasan Aek Nauli adalah lahan milik pemerintah. Pada

kompleks BPPKS Aek Nauli terdapat sekitar 26 kepala keluarga dimana seluruh

mata pencaharian utama dari kepala keluarga adalah pegawai negeri sipil.

Kelurahan Sipolha Horison

Lokasi kedua penelitian agroforestri suren dan kopi berikutnya adalah

kelurahan Sipolha Horison. Kelurahan Sipolha Horison adalah sebuah kelurahan

atau desa yang berada pada Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten

Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Aksesibilitas ke lokasi ini masih kurang,

karena masih terbatasnya transportasi umum yang melewati daerah ini. Lokasi

(32)

Gambar 2. Peta kawasan kelurahan Sipolha Horison, Kec. Pematang Sidamanik, Kab. Simalungun

Menurut Mantri Statistik Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten

Simalungun (2012), Kecamatan Pematang Sidamanik berada pada ketinggian

780 m dpl dengan luas 91,03 km2. Luas wilayah dari kelurahan Sipolha Horison

adalah 7,02 km2 atau sebesar 7,71% dari luas seluruh Kecamatan Pematang

Sidamanik.

Kelurahan Sipolha Horison termasuk Kawasan DTA Danau Toba,

maka dari itu secara fisik, kawasan ini memiliki tipe iklim B berdasarkan

Schmidt Fergusson, yaitu memiliki kondisi iklim yang selalu basah tanpa

musim kering yang jelas. Curah hujan rata-rata sebesar 206,95 hari/tahun,

rata-rata suhu 18,27-21ºC, dan rata-rata kelembapan sebesar 85,60%

(Sukmana dan Lailan, 2010).

Status lahan lokasi penelitian di Kelurahan Sipolha Horison adalah lahan

milik masyarakat dan lahan milik pemerintah (kawasan buffer zone). Rata-rata

(33)

lahan kering di Kelurahan Sipolha Horison yaitu seluas 627 Ha. Jumlah keluarga

yang tinggal di daerah ini adalah sebanyak 306 keluarga.

Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data primer para petani kopi

arabika dan suren. Jumlah petani responden sebanyak 9 orang yang berasal dari

Aek Nauli dan 12 orang dari Kelurahan Sipolha Horison. Karakteristik responden

yang dianalisis dalam penelitian ini antara lain umur, pendidikan, mata

pencaharian, dan jumlah anggota keluarga. Rincian mengenai gambaran

responden disajikan pada bagian Lampiran 2.

Berdasarkan data pada Lampiran 2 tersebut didapat rata-rata umur petani

responden berada pada usia produktif yaitu berada pada usia rata-rata 46 tahun.

Umur maksimal responden adalah 63 tahun dan umur terendah adalah 28 tahun.

Sebagian besar responden berprofesi sebagai petani dan pegawai negeri sipil.

Jumlah rata-rata tanggungan keluarga adalah 5 orang, dengan tanggungan paling

sedikit 3 orang dan tanggungan terbanyak sebanyak 8 orang dalam satu

rumahtangga.

Umur menyatakan tingkat keproduktifan seseorang dalam melakukan

kegitan. Distribusi responden berdasarkan umur ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%)

1 21 – 30 1 4,76

2 31 – 40 6 28,57

3 41 – 50 5 23,81

4 51 – 60 7 33,33

5 61 – 70 2 9,52

(34)

Berdasarkan data pada Tabel 1 persentase umur tinggi terdapat pada

kisaran umur 51-60 tahun (33,33%). Kemudian diikuti kelompok umur 31-40

tahun (28,57%), kelompok umur 41-50 tahun (23,81%), kelompok umur (9,52%),

dan terakhir kelompok umur dengan persentase terendah adalah 21-30 (4,67%).

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan

masyarakat. Tingkat pendidikan mempengaruhi kinerja petani dalam mengelola

lahannya. Berikut distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 SD 2 9,52

2 SLTP/SMP 2 9,52

3 SLTA/SMU/SMA 17 85,71

Jumlah 21 100

Tingkat pendidikan tertinggi masyarakat di Aek Nauli dan di Sipolha

Horison adalah SLTA sebanyak 17 orang (85,71%). Sedangkan tingkat

pendidikan terendah responden adalah SD dengan jumlah 2 orang (9,25%) dan

SMP dengan jumlah 2 orang (9,25%).

Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan responden disajikan pada

Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1 Petani 10 47,62

2 Pedagang 1 4,76

3 Nelayan 1 4,76

4 Pegawai Negeri Sipil 9 42,86

Jumlah 21 100

Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rata mata pencaharian pokok

responden adalah petani (47,62%) dan pegawai negeri sipil (42,86%). Selain itu,

(35)

seluruh responden berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, dan bertani kopi

hanyalah sebagai pekerjaan sampingan. Sedangkan di Kelurahan Sipolha Horison,

responden rata-rata memiliki profesi sebagai petani, dan selebihnya adalah

pedagang dan nelayan. Selain bertani, masyarakat di Sipolha Horison juga

memiliki kerja sampingan seperti berdagang.

Tingkat pendapatan rata-rata dari seluruh responden saat penelitian adalah

sebesar Rp. 2.619.048 per bulan untuk per rumahtangga. Pendapatan minimal dari

seluruh responden adalah Rp. 1.500.000 dan pendapatan maksimal responden

adalah sebesar Rp. 4.500.000. Responden yang berlokasi di Aek Nauli memiliki

pendapatan rata-rata Rp. 3.055.556 per bulan per rumahtangga dengan pendapatan

terendahnya adalah Rp. 2.500.000 dan pendapatan tertinggi sebesar Rp. 4.500.000

yang diperoleh responden selain bekerja sebagai petani.

Sedangkan pada lokasi penelitian di Kelurahan Sipolha Horison,

pendapatan rata-rata masyarakat adalah Rp. 2.291.667 per bulan per rumahtangga

dengan pendapatan terendah responden Rp. 1.500.000 dan pendapatan tertinggi

dari responden adalah sebesar Rp. 3.000.000. Tingkat pendapatan ini diperoleh

berdasarkan pekerjaan pokok responden baik itu sebagai petani, pedagang

maupun sebagai nelayan.

Sistem Agroforestri Suren dan Kopi Arabika Varietas Sigarar Utang

Para petani responden mayoritas mengusahakan kopi arabika varietas

Sigarar utang, baik itu di lahan milik pribadi maupun di lahan milik pemerintah

dengan menggunakan tanaman suren sebagai tanaman penaung dalam bentuk

agroforestri. Dalam penelitian ini jumlah luas seluruh lahan responden yang

(36)

masing-masing seluas 1,40 Ha di Aek Nauli dan 3,16 Ha di Sipolha Horison.

Luasan lahan rata-rata yang diusahakan oleh petani adalah seluas 0,22 Ha dengan

luas lahan usaha responden paling rendah 0,08 Ha dan luas lahan terluas 0,60 Ha.

Luasan lahan lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Luasan Lahan Petani Responden

No. Lokasi Luas Lahan

Berdasarkan tabel diatas, luas lahan minimum yang dikelola oleh petani

responden adalah 0,08 Ha di Aek Nauli dan 0,12 Ha di Sipolha Horison.

Sedangkan luasan maksimum yang dikelola petani responden adalah seluas

0,32 Ha di Aek Nauli dan 0,60 Ha di Kelurahan Sipolha. Petani responden yang

berada di Kelurahan Sipolha Horison umumnya memiliki luasan lahan usaha tani

yang lebih luas daripada petani responden yang berada di lokasi Aek Nauli

Sistem Agroforestri Suren dan Kopi Arabika di Aek Nauli

Tanaman suren di Aek Nauli merupakan tanaman proyek ujicoba yang

dilakukan oleh Balai Penelitian dan Konservasi (BPK) Aek Nauli. BPK Aek Nauli

sejak tahun 2005 telah membangun plot ujicoba tanaman suren (Toona sureni

Merr.) di lokasi arboretum Aek Nauli seluas 4 Ha. Menurut Sanjaya (2008) dalam

Laporan Hasil Plot Uji Coba Ingul Aek Nauli, tanaman suren ini merupakan salah

satu solusi rehabilitasi lahan kritis dengan memperhatikan karakteristik lahan dan

kesesuaian jenis lahan tersebut.

Pada perkembangannya, guna dapat membantu dalam menjaga dan

memelihara tanaman suren, pada tahun 2006 masyarakat yang berada di BPPKS

(37)

tumpangsari. Masyarakat yang melakukan kegiatan pertanian di lokasi suren pada

umumnya menanam tanaman kopi arabika varietas sigarar utang (Gambar 3).

Gambar 3. Tanaman suren dan kopi di Aek Nauli

Luas seluruh lahan tanaman suren yang digunakan masyarakat untuk

menanam kopi adalah seluas 1,40 Ha. Bentuk penanaman kopi arabika dilakukan

pada sela-sela barisan pohon suren dalam bentuk tumpang sari. Tanaman suren

yang ada di Aek Nauli di tanam dengan jarak tanam 2 x 3 cm. Sedangkan jarak

tanaman kopi berbeda-beda pada setiap responden.

Tabel 5. Jarak Tanam Tanaman Kopi di Aek Nauli

No. Jarak Tanam (m) Frekuensi Persentase (%)

1 1,4 x 2 1 11,11

2 1,5 x 1,5 3 33,33

3 2 x 2 5 55,56

Jumlah 9 100

Jarak tanam tanaman kopi yang banyak diaplikasikan masyarakat adalah

jarak tanam dengan ukuran 2x2 m yaitu sebanyak 5 responden (55,56%).

Pengaplikasian jarak tanam kopi dengan jarak 2x2 m oleh masyarakat adalah

didasarkan oleh pedoman jarak tanam kopi yang dikeluarkan oleh Menteri

Pertanian No. 128 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kebun

Induk dan Kebun Entres Kopi Arabika dan Kopi Robusta dimana dianjurkan

(38)

Kegiatan agroforestri ini seluruhnya diterapkan oleh para Pegawai Balai

Penelitian Kehutanan (BPK) Aek Nauli yang dimanfaatkan sebagai sumber

pendapatan tambahan. Komoditi kopi dipilih oleh masyarakat untuk ditanam

dengan alasan kopi dapat tumbuh dengan baik di daerah tersebut dan dapat

membantu menambah penghasilan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan di sela

waktu luang dan umumnya dilakukan oleh para bapak. Karena penanaman kopi

ini hanya sebagai penghasilan tambahan saja (pekerjaan sampingan), maka

kegiatan pemeliharaannya kurang intensif.

Sistem Agroforestri Suren dan Kopi Arabika di Kel. Sipolha Horison

Berdasarkan laporan ITTO oleh Sukmana dan Lailan (2010) kegiatan

masyarakat di Kelurahan Sipolha Horison umumnya adalah bertani. Masyarakat

menggunakan lahannya untuk menanam padi, kemiri, petai, aren, buah-buahan

serta campuran tanaman kehutanan lainnya. Pada perkembangannya, terdapat

perubahan dalam sistem pertanian yaitu pergantian tanaman dengan tanaman kopi.

Kopi arabika merupakan jenis yang banyak ditanam di daerah tersebut.

Masyarakat membudidayakan kopi sebagai komoditas yang memiliki prospek

yang bagus di masa depan. Tingkat penanaman kopi yang tinggi oleh masyarakat

dipicu oleh nilai ekonominya yang cukup menjanjikan.

Pada usaha budidaya kopi, masyarakat di Sipolha Horison menggunakan

pola agroforestri, dapat dilihat pada Gambar 4. Jenis tanaman kehutanan yang saat

ini banyak ditanam oleh masyarakat adalah suren (Toona sureni Merr.).

Penanaman suren ini dilakukan dengan inisiatif masyarakat. Tanaman suren

tersebut berasal dari hasil pembibitan oleh masyarakat sendiri maupun bibit yang

(39)

Gambar 4. Tanaman suren dan kopi di Kelurahan Sipolha Horison

Kegiatan pertanian umumnya dilakukan oleh para ibu. Terlebih lagi saat

kegiatan pemanenan buah kopi. Pemanenan petik buah merah ini biasa dilakukan

oleh tenaga kerja wanita karena umumnya lebih teliti dan kapasitas panennya

lebih besar. Dalam pengusahaan lahan dengan sistem agroforestri suren dan kopi

ini, masyarakat menggunakan lahan milik pribadi maupun lahan milik pemerintah

yaitu di kawasan penyangga (buffer zone). Distribusi responden berdasarkan jenis

kepemilikan lahan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kepemilikan Lahan

No. Jenis Kepemilikan Lahan Frekuensi Persentase (%)

1 Pribadi 8 66,67

2 Pemerintah 4 33,33

Jumlah 12 100

Pada Tabel 6 ini menunjukkan bahwa petani responden yang menggunakan lahan

pribadi adalah sebanyak 8 orang (66,67%) dan yang menggunakan lahan

pemerintah sebanyak 4 orang (33,33%).

Pada perkembangannya, masyarakat yang ada di kelurahan Sipolha

Horison diberi izin untuk menggunakan kawasan penyangga (buffer zone) sebagai

lahan usaha pertanian. Namun bagi masyarakat yang menggunakan lahan tersebut,

(40)

kehutanan. Pada kawasan penyangga, masyarakat menanam kopi dengan sistem

tumpangsari.

Penanaman kopi di sekitar Kelurahan Sipolha Horison rata-rata memiliki

jarak tanam dengan ukuran 2x2 m. Berikut adalah tabel distribusi responden

berdasarkan jarak tanam tanaman kopi di Kelurahan Sipolha Horison.

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tanam Tanaman Kopi di Kelurahan Sipolha Horison

No. Jarak Tanam Frekuensi Persentase (%)

1 1,5 x 2 1 8,33

2 2 x 2 8 66,67

3 2,5 x 2,5 1 8,33

4 2 x 3 2 16,67

Jumlah 12 100

Berdasarkan tabel tersebut diketahui mayoritas petani responden menanam

tanaman kopi dengan jarak tanam 2x2 m yaitu sebanyak 8 orang (61,54%).

Penggunaan jarak tanam kopi dengan ukuran 2x2 m yang dominan dilakukan oleh

masyarakat Kelurahan Sipolha ini, diadaptasi dari ukuran jarak tanam kopi yang

terlebih dahulu sudah dilakukan di Aek Nauli.

Tanaman suren yang di tanam oleh masyarakat di Sipolha Horison juga

memiliki jarak tanam yang beragam. Jarak tanaman suren yang ada di lokasi

tersebut disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tanam Tanaman Suren di Kelurahan Sipolha Horison

No. Jarak Tanam Frekuensi Persentase (%)

(41)

Jarak tanam tanaman suren yang banyak diaplikasikan masyarakat di Sipolha

Horison adalah jarak tanam dengan ukuran 5 x 5 m yaitu sebanyak 5 responden

(51,67%).

Pada lahan milik sendiri, tegakan suren dapat dipanen. Di kawasan

sekitaran Danau Toba, tanaman suren yang tumbuh dengan baik biasanya dapat

dipanen pada umur sekitar 15 tahun dengan diameter 30-40 cm. Harga tegakan

kayu suren cukup tinggi karena biasanya kayu suren digunakan sebagai bahan

untuk membuat “solu” (kapal keci), bahan bangunan, dan peti mati. Tegakan

berdiri suren berdiameter 30-40 cm dihargai sekitar Rp. 1.000.000-2.000.000.

Penanaman suren dilakukan masyarakat dengan pola yang berbeda-beda

seperti ditanam sebagai tanaman sela, sebagai batas lahan, dan terasering. Bentuk

pola tanam yang dilakukan oleh petani disesuaikan dengan kepentingan petani.

Tanaman suren yang ditanam sebagai tanaman sela, ditanam oleh

masyarakat sebagai tanaman pelindung bagi kopi. Selain sebagai tanaman

pelindung kopi, pola tanam ini juga dianggap sebagai pagar tanaman kopi oleh

petani responden yang dapat membantu dalam mengusir hama yang dapat

merusak tanaman kopi. Hal ini karena suren memiliki aroma seperti cedar yang

tidak disukai oleh serangga. Pola tanam ini juga memiliki jumlah tanam suren

yang cukup banyak untuk nantinya dapat dipanen oleh petani (bagi petani yang

menanam di lahan milik sendiri).

Tanaman suren sebagai tanaman sela pada kopi ditanam pada umumnya

dengan jarak 2x3 m, 3x4 m dan 5x5 m. Pola jarak tanam suren ini dapat dilihat

(42)

Ket: Jarak Tanaman Suren : 2 x 3 Ket: Jarak Tanaman Suren : 3 x 4

Ket: Jarak Tanaman Suren : 5 x 5

Suren Kopi

Suren Kopi Suren Kopi

(a) (b)

(c)

Gambar 5. Sketsa pola tanam suren dan kopi (a) jarak tanam suren 2x3 m, (b) jarak tanam suren 3x4m dan (c) jarak tanam suren 5x5 m

Pada daerah sekitar Kelurahan Sipolha, tanaman suren juga digunakan

petani sebagai pohon penanda batas lahan. Tanaman suren yang ditanam sebagai

batas lahan oleh petani berfungsi sebagai penanda batas lahan milik masyarakat

ataupun sebagai batas lahan usaha tani masyarakat. Petani responden yang

menggunakan suren sebagai batas lahan, tanaman suren ditanam dengan jarak

tanam 10 x 10 m. Gambaran pola jarak tanam suren 10 x 10 m ini dapat dilihat

pada Gambar 6.

Ket: Jarak Tanaman Suren : 10 x 10

Suren Kopi

Gambar 6. Sketsa pola tanam suren dan kopi dengan jarak tanam suren 10x10 m

Selain tanaman suren yang ditanam sebagai tanaman naungan kopi

maupun penanda batas lahan, tanaman suren juga ditanam membentuk sengkedan

(43)

sengkedan dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan mengurangi erosi dilahan

miring, menghalau hama dan juga sebagai peneduh tanaman kopi. Penanaman

dengan sistem sengkedan ini memiliki jarak tanam dengan ukuran 1,5 x 5 m.

Gambaran sketsa pola jarak tanam suren seperti ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Suren Kopi

Ket: Jarak Tanaman Suren : 1,5 x 5

Ket:

Tampak samping pola tanam tanaman kopi dan suren

Gambar 7. Sketsa pola tanam suren dan kopi dengan jarak tanam suren 1,5x5 m

Masyarakat lokal juga menyadari dengan menanam tanaman kopi dengan

menggunakan sistem agroforestri dapat membantu mereka dalam menjaga

tanaman kopi yang mereka kelola. Selain itu juga bagi petani, dengan

menggunakan sistem agroforestri dapat membatu dalam mencegah terjadinya

erosi dan kebakaran. Penggunaan sistem agroforestri di Kelurahan Sipolha

Horison baik itu menggunakan lahan milik pribadi maupun pemerintah dianggap

cukup membantu masyarakat baik itu dalam pengusahaan tanaman kopi maupun

dalam membantu perekonomian masyarakat. Penggunaan sistem agroforestri di

Sipolha Horison selain bertujuan untuk membantu perekonomian masyarakat,

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Biaya

Setiap usaha tani yang dilakukan oleh seseorang perlu diketahui kelayakan

serta keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha tersebut sehingga dapat

digunakan bagi pembuat kebijakan atau pengguna instrumen informasi investasi

lainnya. Penilaian kelayakan finansial agroforestri suren dan kopi arabika ini

dimulai dengan melakukan analisis biaya. Analisis biaya ini berupa keseluruh

biaya yang dikeluarkan oleh para petani dalam usahanya untuk memproduksi

kayu suren dan biji kopi arabika. Keseluruhan dari biaya tersebut dihitung dan

dikelompokkan menjadi biaya investasi tetap (fixed cost), biaya investasi langsung

(variable cost), dan biaya operasional (operational cost).

Biaya Investasi Tetap

Salah satu jenis biaya yang perlu dianalisis adalah biaya tetap (fixed cost)

Biaya investasi tetap merupakan jenis biaya yang dalam kapasitas tertentu

jumlahnya tidak berubah walaupun jumlah produksinya mengalami perubahan.

Biaya investasi tetap pengusahaan tanaman kopi arabika dan suren di lokasi

penelitian terdiri dari biaya pengadaaan alat pertanian seperti cangkul, parang,

beko, hand sprayer, gembor, dan pulper. Peralatan pertanian yang digunakan oleh

petani memiliki masa pakai. Peralatan pertanian seperti parang, cangkul, beko,

hand sprayer memiliki masa pakai selama 5 tahun. Sedangkan peralatan tani

seperti gembor memiliki masa pakai 2 tahun dan pulper 10 tahun. Kebutuhan

(45)

Jenis kebutuhan dan jumlah alat yang dibutuhkan dalam usaha agroforestri kopi

arabika dan suren disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kebutuhan Investasi Tetap Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika

No. Jenis Alat (Unit) Jumlah Per UT Biaya Alat Per UT (Rp.) 1 Cangkul 1,46 94.714,29 2 Parang 1,20 60.285,71 3 Beko 0,60 186.000,00

4 Hand sprayer 0,60 180.000,00

5 Gembor 1,26 62.825,48

6 Pulper 1 334.000,00

Jumlah 917.825.48

Pada Tabel 9 diatas menunjukkan jenis kebutuhan alat pertanian, jumlah

per unit yang diperlukan serta biaya yang diperlukan dalam satu daur usaha

agroforestri kopi arabika dan suren. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan

bahwa total biaya investasi tetap pengelolaan agroforestri kopi arabika dan suren

adalah sebesar Rp. 917.825,48/UT/daur. Rincian kebutuhan dari investasi tetap selama daur tanaman untuk masing-masing petani responden selama daur tanaman

(15 tahun) disajikan pada Lampiran 6.

Biaya Investasi Langsung

Biaya investasi langsung (variable cost) merupakan biaya yang

besarannya dipengaruhi perubahan jumlah output yang dihasilkan. Biaya investasi

langsung akan naik jika jumlah output yang dihasilkan bertambah dan akan turun

jika output yang dihasilkan berkurang. Jenis biaya ini meliputi biaya pengadaan

bibit, pupuk, berbagai jenis obat-obatan (pestisida dan herbisida), dan tenaga kerja

(persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Rincian kebutuhan

dari investasi langsung selama daur tanaman untuk masing-masing petani

(46)

Pengadaan bibit yang diperlukan adalah bibit kopi arabika varietas sigarar

utang dan bibit suren. Di kedua lokasi penelitian, sebagian besar bibit kopi arabika

diperoleh masyarakat berasal dari hasil pembibitan petani itu sendiri dan yang

lainnya berasal dari pembibitan lokal. Pupuk yang umumnya digunakan oleh

petani di lokasi penelitian adalah berupa pupuk kandang, Urea, dan NPK. Pupuk

kandang digunakan pada saat persiapan lahan dilakukan, yaitu sebelum

dilakukannya penanaman. Kemudian untuk pupuk Urea dan NPK diberikan

masyarakat pada saat penanaman selesai dilakukan. Pemberian pupuk Urea dan

NPK dilakukan sebanyak dua hingga empat kali dalam setahun oleh masyarakat.

Pada kegiatan pemeliharaannya, petani juga menggunakan obat-obatan. Jenis

obat-obatan yang digunakan petani adalah berupa pestisida dan herbisida.

Herbisida digunakan untuk membasmi gulma dan pestisida untuk membasmi

hama pada tanaman kopi. Di lokasi penelitian, masyarakat pada umumnya tidak

banyak menggunakan herbisida dalam kegiatan pemeliharaan kopi. Penggunaan

terhadap ember, karung, dan terpal setiap petani responden berbeda-beda, hal ini

disesuikan dengan seberapa besar produksi kopi yang dimiliki setiap responden.

Dalam penyelenggaraan suatu usaha tani, salah satu sumber daya yang

cukup penting untuk menunjang keberlangsungan dan keberhasilan usahatani

adalah tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan tenaga kerja manusia yang

dinyatakan dalam satuan harian orang kerja (HOK) dengan satuan 8 jam per hari.

Di lokasi penelitian, tenaga kerja yang digunakan umumnya adalah tenaga kerja

dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga (upahan). Tenaga kerja keluarga

(47)

dengan kapasitas waktu kerja yang berbeda-beda, sedangakan tenaga kerja upahan

adalah tenaga kerja perempuan ataupun laki-laki yang telah dewasa.

Pada lokasi penelitian di Aek Nauli, mayoritas yang mengelola tanaman

kopi arabika adalah tenaga kerja laki-laki dewasa, dimana petani responden

berumur mulai dari umur 33 tahun hingga 52 tahun. Sedangkan di Kelurahan

Sipolha Horison, tenaga kerja yang sering digunakan adalah tenaga kerja

perempuan. Tenaga kerja perempuan sering dipakai terutama saat kegiatan

pemanenan baik itu anak-anak maupun dewasa. Hal ini dikarenakan tenaga kerja

perempuan dianggap lebih teliti dan cepat dalam melakukan kegiatan pemanenan

buah kopi.

Kebutuhan tenaga kerja dihitung mulai dari kegiatan persiapan lahan,

penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Kegiatan dalam persiapan lahan

berupa pembersihan lahan, pengolahan lahan, pembuatan lubang dan pemberian

pupuk kandang. Selanjutnya, dilakukan kegiatan penanaman berupa

pendistribusian bibit ke lahan tanam, pembuatan lubang tanam dan penanaman

bibit suren dan kopi. Kegiatan pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan tanaman

belum menghasilkan (TBM) yaitu tanaman pada umur 1 hingga 2 tahun setelah

tanam, dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) yaitu tanaman pada umur 3

tahun hingga tanaman berumur 15 tahun. Pada pemeliharaan tanaman kopi,

kegiatan yang dilakukan berupa penyiangan, pembersihan atau penyemprotan

gulma, penggemburan tanah, dan pemupukan. Kemudian dalam kegiatan

pemanenan kopi dilakukan dengan memetik buah kopi, kemudian pengelupasan

(48)

pengeringan untuk memperoleh biji kopi kering, dan biji kopi kering yang

diperoleh dijual kepada agen yang datang ke lokasi para petani.

Jumlah rata-rata dari masing-masing kebutuhan investasi langsung usaha

agroforestri suren dan kopi per usaha tani (UT) dan nilai nominal dari biaya

investasi langsung berdasarkan harga riil rata-rata yang dikeluarkan oleh petani

disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Kebutuhan Investasi Langsung Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika

Pada Tabel 10 tersebut menampilkan jenis-jenis pembiayaan dari investasi

langsung, jumlah dari setiap jenis pembiayaan, dan biaya investasi tetap yang

dibayarkan oleh petani. Biaya investasi langsung dikeluarkan oleh petani selama

(49)

Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan

untuk mendukung kegiatan usaha yang dilakukan. Biaya operasional atau biaya

rutin dari usaha agroforestri ini dikeluarkan oleh petani dalam periode waktu

tertentu selama daur usaha tani. Pada usaha agroforestri kopi arabika dan suren

terdapat dua jenis biaya yang dikeluarkan oleh petani yaitu berupa biaya pajak

lahan dan biaya pemeliharaan alat usaha tani yang dibayarkan setiap dua setahun

sekali. Biaya pajak yang dikeluarkan petani responden dilokasi penelitian adalah

sebesar Rp. 8.000/ha/tahun. Biaya pemeliharaan alat yang dikeluarkan petani

merupakan biaya untuk pemeliharaan investasi tetap seperti cangkul, parang,

beko, dan pulper setiap tahun. Biaya pemeliharaan untuk cangkul dan parang

adalah berupa biaya untuk menajamkan dan perawatan lainnya. Sedangkan untuk

beko dan pulper biaya tersebut berupa biaya perawatan komponen-komponen

beko dan pulper tersebut serta pemeliharaan alat. Perincian biaya rutin dalam

pengusahaan agroforestri kopi arabika dan suren selama daur ditampilkan pada

Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11. Biaya Operasional Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika

No. Jenis Pembiayaan Biaya Per UT (Rp.)

Berdasarkan Tabel 11 ditampilkan bahwa untuk biaya operasional pajak

(50)

beban pajak sama per hektar. Selanjutnya untuk biaya operasional pemeliharaan

alat untuk setiap jenis pembiayaan dalam investasi tetap berbeda-beda. Total

seluruh pemeliharaan alat yang dibutuhkan setiap 2 tahun sekali adalah sebesar

Rp. 124.133,33/UT/daur. Total seluruh biaya operasional yang dibutuhkan

dalam usaha tani agroforestri suren dan kopi arabika adalah sebesar

Rp. 150.190,48/UT/Ha.

Biaya Total Usaha Tani Agroforestri Suren dan Kopi Arabika

Tabel 12. Rekapitulasi Biaya Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika (Rp./TU/15 Tahun).

No. Jenis Pembiayaan Per UT

Volume Nilai (Rp.) 1 Investasi Tetap

1.1 Biaya Pengadaan Peralatan Usaha Tani

1.1.1 Cangkul 1,46 94.714,29

(51)

Jumlah Investasi Langsung (2) 44.678.023,25

Persentase 97,67

3 Biaya Operasional

3.1 Pajak lahan 26.057,14

3.2 Pemeliharaan alat usaha tani 124.133,33

Jumlah Investasi Tetap (3) 150.190,48

Persentase 0,33

Total biaya (1+2+3) 45.746.039,21

Berdasarkan hasil rekapitulsi biaya yang terdapat pada Tabel 12 dapat

dilihat bahwa pengusahaan agroforestri suren dan kopi arabika memerlukan biaya

sebesar Rp. 45.746.039,21/UT/daur. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui

jenis biaya terbesar dari total biaya pengusahaan agroforestri suren dan kopi

adalah pada biaya investasi langsung yaitu sebesar Rp. 44.678.023,25/UT/daur

atau 97,67% dari jumlah seluruh biaya total. Biaya terkecil dari biaya total usaha

tani adalah pada biaya operasional atau biaya rutin yang berupa biaya pajak dan

biaya pemeliharaan alat usaha tani yaitu dengan jumlah Rp. 150.190,48/TU/daur

atau sebesar 0,33% dari jumlah total biaya usaha tani. Sedangkan biaya investasi

tetap memiliki jumlah biaya sebesar Rp. 917.825,48/UT/daur atau sebesar 2,01%

dari biaya total.

Analisis Penerimaan Petani

Penerimaan adalah hasil kali antara produksi yang diperoleh dengan harga

jual. Analisis penerimaan petani dilakukan untuk mengetahui penerimaan petani

dari usaha tani yang dilakukan. Pada penelitian ini, sumber penerimaan petani

berasal dari tanaman kopi arabika dan pohon suren.

Pendapatan tanaman kopi arabika dihitung dari hasil produksi tanaman

kopi yang dijual para petani berupa biji kopi kering. Produksi kopi arabika

(52)

hingga tahun kelima belas. Di lokasi penelitian, harga biji kopi kering dihargai

sebesar Rp. 18.000/kg hingga Rp. 25.000/kg. Penerimaan yang didapatkan oleh

petani dihitung berdasarkan harga rata-rata yang diterima petani responden saat

penelitian. Hasil perhitungan produksi kopi rata-rata dan nilai penerimaan dari

tanaman kopi disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Potensi Penerimaan Kopi Arabika (Rp./UT/Daur)

No. Luas Lahan UT

Dari Tabel 13 tersebut, diketahui produksi kopi rata-rata yang diperoleh

petani adalah sebesar 3.431,61 kg/UT/daur. Berdasarkan harga rata-rata per kg biji

kopi kering yang diterima oleh petani maka didapat besarnya penerimaan yang

diterima oleh petani dari hasil kopi adalah sebesar Rp. 70.862.717,40/UT/daur.

Sedangkan pendapatan dari pohon suren dihitung dari harga per tegakan

berdiri pohon suren yang siap ditebang. Pohon suren yang dapat dijual adalah

pohon suren yang memiliki diameter ≥ 30 cm. Tegakan berdiri suren berdiameter

≥ 30 cm dihargai sekitar Rp. 1.000.000-2.000.000. Penerimaan yang didapatkan

oleh petani dihitung berdasarkan harga rata-rata yang diterima petani responden

saat penelitian. Taksiran hasil pendapatan dari tegakan berdiri pohon suren di

lokasi penelitian disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Potensi Penerimaan Pohon Suren (Rp./UT/Daur)

No. Luas Lahan UT

Berdasarkan Tabel 14 diatas diketahui taksiran jumlah tegakan yang dapat

dipanen oleh petani adalah berkisar 233,62 tegakan/UT/daur. Dilokasi penelitian,

(53)

penelitian. Berdasarkan data tersebut, petani berpotensi mendapatkan penerimaan

nominal sebesar Rp. 350.428.571,43/UT/daur. Pedapatan nominal yang diterima

oleh petani dari tegakan suren berpotensi cukup tinggi.

Analisis Finasial Usaha Agroforestri Kopi Arabika dan Suren

Analisis fianansial merupakan suatu parameter yang digunakan untuk

mengetahui kelayakan dari suatu usaha tani yang dilakukan oleh petani. Untuk

mengetahui tingkat keuntungan finansial pengusaahaan kopi arabika dan suren

dengan pola agroforestri, digunakan parameter analisis investasi yaitu NPV (Net

Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Return).

Perhitungan terhadap tingkat keuntungan dilakukan selama satu kali daur tanaman

kopi arabika dan suren yaitu selama 15 tahun. Tingkat keuntungan dilakukan

dengan memperhitungkan discount rate (faktor suku bunga). Perhitungan suku

bunga riil rata-rata disajikan pada Tabel 15 berikut ini.

Tabel 15. Perhitungan Suku Bunga Riil Rata-Rata (2004-2014)

(54)

Berdasarkan hasil perhitungan suku bunga riil rata-rata selama tahun

2004-2014, didapatkan suku bunga riil sebesar 5,65%. Berikut ini adalah hasil dari

perhitungan NPV, BCR dan IRR disajikan pada Tabel 16 yang diringkas dari

Tabel Lampiran 12.

Tabel 16. Parameter Analisis Finansial

No. Parameter Kelayakan Finansial Hasil

1 Net Present Value Rp. 166.792.215,73/UT/Daur

Rp. 11.119.481.05/UT/Tahun Rp. 926.623,42/UT/Bulan

2 Benefit Cost Ratio 22,80

3 Internal Rate of Return 38,90%

Berdasarkan Tabel 16, pada discount factor 5,65% diperoleh nilai NPV

sebesar Rp. 166.792.215,73/UT/daur. Nilai NPV yang diperoleh lebih besar dari 0

maka usaha agroforestri suren dan kopi layak untuk diusahakan. Berdasarkan data

NPV tersebut dapat diketahui setiap tahunnya petani mendapatkan nilai

nominal rata-rata sebesar Rp. 11.119.481,05/UT/tahun dan setiap bulannya adalah

sebesar Rp. 926.623,42/UT/bulan. Nilai dari BCR didapatkan sebesar 22,80 yang

artinya petani akan mendapatkan manfaat sebesar 22,80 kali lipat dari setiap

pengeluarannya. Hasil dari BCR memberikan suatu gambaran bahwa setiap

pengorbanan biaya sebesar Rp. 1.000, akan dapat memberikan manfaat sebesar

Rp. 22.800. Nilai IRR yang didapatkan dari hasil perhitungan adalah sebesar

38,90%. Nilai IRR yang didapat sebesar 38,90% lebih besar dari tingkat suku

bunga yang berlaku dipasar yaitu 5,65% per tahun. Hal ini menunjukkan ketika

suku bunga meningkat sampai 38,90% maka nilai manfaat bersih (NPV) yang

didapatkan adalah sama dengan nol. Kemudian jika suku bunga yang berlaku

dipasar lebih besar dari 38,90% maka usaha agroforestri kopi arabika dan suren

(55)

berlaku maka dapat disimpulkan bahwa usaha agroforestri kopi arabika dan suren

layak untuk diusahakan secara finansial.

Kesimpulan dari hasil perhitungan parameter kelayakan fianansial tersebut

disajikan pada Tabel 17 berikut ini.

Tabel 17. Kesimpulan Parameter Finansial dari Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika

No. Parameter Kelayakan Finansial Kesimpulan

1 Net Present Value (NPV) NPV > 1

2 Benefit Cost Ratio (BCR) BCR > i

3 Internal Rate of Return (IRR) IRR > i

Pada tabel tersebut menunjukkan nilai dari NPV>1, BCR>i dan IRR>i.

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha agroforestri dengan

menggunakan komoditi tanaman suren dan kopi di Desa Aek Nauli dan di

Kelurahan Sipolha Horison secara finansial layak untuk dilaksanakan.

Manfaat Sistem Agroforestri Tanaman Suren dan Kopi

Pengusahaan tanaman kopi dengan menggunakan tanaman suren sebagai

tanamam penaung bagi kopi memberi dampak positif bagi petani kopi. Pada

lokasi penelitian di Kelurahan Sipolha Horison, penanaman suren dilakukan

dengan inisiatif masyarakat setempat. Pemilihan tanaman suren tersebut

dikarenakan tanaman suren mampu memberikan naungan yang cukup bagi

tanaman suren. Tanaman suren dapat membantu dalam memberikan intensitas

matahari yang cukup bagi tanaman kopi sehingga tanaman kopi yang ada

dibawahnya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta dapat menjaga

produktivitas dari tanaman kopi. Pengaruh naungan terhadap terhadap tanaman

kopi juga telah dikemukakan dalam penelitian pengaruh naungan terhadap

(56)

(2011) yang menyatakan bahwa pohon peneduh dapat melindungi tanaman kopi

dari tekanan lingkungan yang merugikan dan dapat meningkatkan produksi kopi

dibandingkan tanaman kopi yang ditanam di bawah sinar matahari langsung.

Pengusahaan tanaman kopi arabika dan suren dalam sistem agroforestri

dapat menekan kerugian yang mungkin terjadi akibat penurunan harga kopi

dibandingkan dengan pola pengusahaan kopi yang dilakukan secara monokultur.

Hal ini dikarenakan dengan sistem agroforestri memberikan kemungkinan bagi

para petani untuk meningkatkan intensitas panen yang pada akhirnya dapat

memberikan tambahan output, baik itu output dari segi fisik maupun dari segi

finansial. Nilai output lebih yang dapat diterima oleh para petani secara fisik

dalam sistem agroforestri adalah jasa lingkungan, dimana jasa lingkungan yang

dihasilkan tanaman pelindung bermanfaat untuk mendukung pertumbuhan dan

perkembangan tanaman kopi. Pengelolaan agroforestri kopi arabika dan suren

yang dilakukan pada lahan milik pribadi, memungkinkan petani mendapatkan

output lebih yang diperoleh dari pohon naungan yang berupa hasil kayu yang

dapat diperjualkan dipasaran. Di lokasi penelitian, kayu suren umumnya

digunakan sebagai bahan baku utama untuk pembuatan perahu kecil dan juga

dapat sebagai bahan kayu gergajian. Manfaat lebih yang dapat diterima dari

sistem agroforestri juga dikemukakan oleh Caporal dkk, (2013) yang menyatakan

bahwa agroforestri antara pohon dengan tanaman kopi menunjukkan kegunaan

langsung dalam memperoleh output tambahan seperti buah dan kayu, adanya

pendapatan tambahan, dan secara tidak langsung sistem agroforestri juga

(57)

situasi kopi mengalami penurunan harga, agroforestri dapat menjamin pendapatan

lebih baik.

Pengelolaan tanaman kopi secara tumpangsari juga membantu masyarakat

dari segi ekonomi, dimana masyarakat diberi izin menggunakan lahan pemerintah

untuk mengusahakan kopi namun dengan syarat petani tidak diizinkan menebang

pohon yang ada di area tersebut. Masyarakat menyadari bahwa dengan adanya

sistem tumpangsari yang dilakukan, selain dapat membantu perekonomian

masyarakat juga dapat membantu dalam menjaga hutan dari kebakaran hutan serta

bencana lainnya seperi erosi. Adanya sistem tumpangsari dapat membantu

menyejahterakan kehidupan masyarakat sekitar hutan dan secara tidak langsung

juga masyarakat ikut ambil peran dalam manjaga kawasan hutan, dan dengan

begitu hutan tetap lestari. Penelitian mengenai sistem tumpang sari ini juga pernah

dilakukan oleh Wakka dan Nur (2010) di kawasan KHDTK Borisallo dimana

secara finansial berdasarkan NPV, BCR dan IRR, pemanfaatan lahan dengan

sistem tumpang sari layak untuk dikembangkan.

Pada lokasi penelitian, suren akan mulai berproduksi menghasilkan buah

pada saat suren mencapai umur sekitar 10 tahun. Pada saat itu, jika diinginkan

petani dapat mengelola biji suren untuk dijadikan benih yang dapat dipasarkan.

Sehingga hasil dari benih tersebut dapat menjadi penghasilan tambahan bagi para

(58)

Agroforestri Suren dan Kopi Arabika dengan Tumpangsari

Adanya kegiatan agroforestri yang dilaksanakan secara tumpangsari di

lahan milik pemerintah, masyarakat sekitar hutan diberi kesempatan untuk

memanfaatkan lahan hutan untuk menanam kopi dan yang nantinya dapat

membantu perekonomian masyarakat. Kegiatan tumpangsari juga membuat petani

kopi ikut ambil bagian dalam pengelolaan hutan dan secara tidak langsung

masyarakat ikut melindungi fungsi konservasi lahan.

Guna mendukung kegiatan tumpangsari, pemerintah daerah sebagai

pembuat membuat kebijakan setempat dapat memberikan kompensasi kepada

petani senilai tegakan suren yang tidak dapat dipanen, dengan melalui bantuan

berupa:

1. Bantuan dalam kemudahan pemasaran benih suren. Benih suren hasil

budidaya masyarakat jika dapat dipasarkan secara luas akan sangat membantu

dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan.

2. Bantuan berupa pembinaan benih suren bagi masyarakat dan teknis penentuan

tegakan suren sebagai sumber benih yang tersertifikasi. Bantuan ini dapat

membantu petani dalam penyediaan benih yang dengan mutu yang baik.

3. Bantuan bimbingan atau teknologi yang dapat membantu masyarakat dalam

meningkatkan produktivitas usaha tani kopi arabika.

4. Bantuan berupa sarana dalam memproduksi kopi arabika seperti subsidi pupuk

yang lebih besar. Input berupa pupuk bagi masyarakat sangat penting untuk

(59)

Adanya kebijakan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran petani akan

pentingnya keberadaan hutan dan berkeinginan untuk melestarikan kawasan, dan

pada waktu yang sama dapat meningkatkan pendapatan petani sekitar hutan.

Sistem kompensasi nilai tegakan seperti yang disarankan dalam penelitian ini, telah ditemukan juga dalam kasus pengelolaan hutan rakyat pinus di

Kabupaten Samosir oleh Harianja (2013) yang menyatakan bahwa kompensasi

nilai ekonomi tegakan pinus yang tidak dapat dipanen karena keberadaannya

sebagai hutan rakyat konservasi dapat diberikan kepada petani tersebut yang

sekaligus juga merupakan petani kopi arabika dalam bentuk subsidi pupuk Urea

(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap tanaman suren dan kopi arabika dalam

sistem agroforestri di Aek Nauli, Desa Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon,

dan Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten

Simalungun, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Analisis finansial yang dilakukan pada tingkat suku bunga 5,65% diperoleh

nilai NPV sebesar Rp. 166.792.215,73/daur/UT, BCR 22,80, dan IRR 38,90%.

2. Berdasarkan hasil parameter kelayakan finansial yakni NPV BCR dan IRR

yang didapatkan maka usaha agroforestri dengan menggunakan komoditi

tanaman kopi dan suren di Aek Nauli dan di Kelurahan Sipolha Horison

secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan.

3. Berdasarkan besaran nilai NPV maka diketahui setiap tahunnya petani

mendapatkan nilai nominal rata-rata sebesar Rp. 11.119.481,05/UT/tahun dan

setiap bulan adalah sebesar Rp. 926.623,42/UT/bulan dari sistem agroforestri

tersebut.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, dibutuhkan penelitian lebih lanjut

mengenai jarak tanam yang optimal, baik itu jarak tanam antara tanaman kopi

dengan tanaman penaungnya maupun jarak tanam antar tanaman penaungnya.

Dengan demikian dapat diketahui jarak tanam yang sesuai untuk mendukung

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Desa Aek Nauli
Gambar 2. Peta kawasan kelurahan Sipolha Horison, Kec. Pematang Sidamanik, Kab. Simalungun
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

5 Sosialisasi kepada Warga Masyarakat bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang isi Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Republik Indonesia, Jaksa Agung

Penulisan Ilmiah ini akan membahas tentang Pembuatan Website Pemesanan Pada Toko Sepatu Olah Raga menggunakan bahasa pemprograman ASP dan SQL Server 2000, informasi yang disajikan

(2) Selain harus memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang yayasan, pengesahan badan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau

Maka pembuatan Website Vadika Tour dalam penulisan ilmiah ini ditujukan untuk mempermudah pengguna jasa untuk memperoleh informasi penerbangan dan memungkinkan pengguna untuk

tertentu yang berasal dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tata cara pengisian jabatan ASN sebagaimana

Atas partisipasinya pada penyetenggaraan &#34;Sern'inor Imp{enntari t'titai-ni[oi *torotl(pagomumr dan Iefiangsaan dafan l(gfrifiryan l(pnprus' fengan pemfiicara cProf

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Penunjukan Pejabat