LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner
Hari/Tanggal : ………
KUISIONER PENELITIAN
Saya bernama Hana C. Situmeang, mahasiswa dari Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara memohon kepada Bapak/Ibu untuk mengisi kuisioner ini. Kuisioner ini dibuat untuk kepentingan penelitian dalam rangka penyusunan tugas akhir (sripsi) saya.
I. Identitas Responden
II. Data Umum Lahan Agroforestri yang Dikelola
1. Kepemilikan sumber daya pertanian
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Status Lahan
1 Lahan Kopi
2 Lahan Suren
2. Sudah berapa lama Anda mengusahakan lahan dengan menggunakan
sistem agroforestri (kebun campuran) kopi dan suren?
Jawab : ………
3. Apakah yang menjadi alasan Anda menggunakan sistem agroforestri dan
mengapa Anda memilih tanaman tersebut?
Jawab : ………
………
4. Kondisi tanaman kopi dan suren saat ini.
No. Tanaman Status Kepemilikan Umur Bersertifikat / Tidak
1 Kopi
2 Suren
III. Kegiatan Silvikultur A. Persiapan Lahan
1. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk persiapan lahan?
Jawab : ………
2. Apa saja kegiatan yang dilakukan dalam persiapan lahan?
Jawab : ………
………
B. Penanaman
1. Informasi bibit kopi dan suren yang digunakan.
No. Uraian Kopi Suren
1 Sumber bibit
2 Jarak tanam
2. Apa saja kegiatan yang dilakukan dalam penanaman?
Jawab : ………
………
C. Pemeliharaan
1. Apa saja kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan?
Jawab : ………
………
2. Bentuk pemeliharaan terhadap tanaman kopi dan suren.
No. Uraian Kopi Suren
1 Jumlah kegitan penyiangan / Tahun
2 Pemupukan dimulai pada umur
3 Jumlah kegiatan pemupukan / Tahun
4 Pemangkasan dimulai pada umur
5 Jumlah kegitan pemangkasan / tahun
3. Apa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman kopi dan suren?
Jawab : ………
4. Apakah ada perlakuan khusus dalam pemeliharaan tanaman Anda? Jika
ada tolong jelaskan.
Jawab : ………
………
D. Produksi dan Pemanenan
1. Apa saja kegiatan yang dilakukan dalam pemanenan?
Jawab : ………
………
2. Produksi tanaman kopi dan suren.
No. Tanaman Bagian yang Dipanen Mulai Panen pada Umur
3. Berapa besar produksi yang dihasilkan dalam setiap pemanenan?
No Tanaman Bagian yang Dipanen Jumlah Harga/Satuan (Rp) 1 Kopi - Buah Kopi
- …
2 Suren - Buah Suren - …
4. Bagaimanakah perubahan produksi kopi dan suren dari tahun ke tahun?
Jawab : ………
………
5. Apakah ada peraturan atau kebijakan pemerintah setempat dalam
pengembangan agroforestri? Jika ada bagaimana bentuk kebijakan
tersebut?
Jawab : ………
………
E. Pemasaran Hasil Produksi
1. Bagaimana sistem penjualan hasil dari tanaman kopi dan suren dilakukan?
Jawab : ………
………
e. Semprot
G. Informasi Komponen Usaha Tani Suren
b. Ibu
c. Anak
2. Sewa Lahan
Total II
III. Lain-Lain
- Peralatan
a. Parang
b. Cangkul
c. Ember
d. Beko
e. Semprot
f. Mesin Kupas
g. …
h. …
Total III Total 1 II. Produksi
Lampiran 3. Data Inflasi Tahunan (2005-2014)
Lampiran 4. Perhitungan Suku Bunga Riil (2004-2014)
No. Tahun Inflasi (f) Suku Bunga Pinjaman Bank Umum (m) (%) Suku Bunga Riil (%)
Lampiran 5. Umur Ekonomis Peralatan Usaha Tani
No. Jenis Alat Umur Ekonomis (Tahun)
Lampiran 6. Rincian Kebutuhan Investasi Tetap Usaha Tani Kopi per Tahun
Cangkul Parang Beko Hand Sprayer Gembor Pulper
Lampiran 7. Rincian Kebutuhan Investasi Langsung Usaha Tani Kopi per Tahun Bibit Kopi (batang) Bibit Suren (batang)
Tahun Ke-1 Tahun Ke-1 Kandang (Kg) Urea (Kg) NPK (Kg)
Jumlah 4,56 139,20 14.588,00 32.000,00 5.391,00 31.500,00 13.360,00 18.800,00 1.825,00 103.000,00 1.860,00 138.000,00
Lampiran 7. Lanjutan
Panen dan Pengelohan Hasil (TM 4 s.d TM 15)
Lampiran 8. Biaya Pajak Lahan
Lampiran 9. Biaya Pemeliharaan Alat Pertanian
Lampiran 11. Potensi Tegakan Pohon Suren
Jumlah 4,56 167,00 4.906,00 31.500.000,00
Lampiran 12. Hasil Perhitungan Analisis Finansial Agroforestri Kopi Arabika dan Suren
No. Uraian Nilai Input dan Output Tahun Ke- (Rp)
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Biaya 5.730.698,99 2.486.107,52 3.103.349,29 2.728.964,66 2.820.793,69 2.951.202,76 2.892.222.26 2.866.107,52
1.1. Biaya Investasi Tetap (Fixed Cost) 205.079,41 0,00 365.412,74 0,00 0,00 173.666,67 0,00 0,00
1.2. Biaya Investasi Langsung (Variable Cost) 5.523.882,44 2.466.637,04 2.736.199,40 2.709.494,19 2.819.056,54 2.758.065,61 2.890.485,11 2.846.637,04
1.2.1. Bibit (Batang) 1.443.611,11 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1.2.1.1 Kopi 1.058.539,68 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1.2.1.2 Suren 385.071,43 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1.2.2. Pupuk (Kg) 1.849.789,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75
1.2.2.1. Pupuk kandang 627.920,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1.2.2.2. Urea 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75
1.2.2.3. NPK 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00
1.2.3. Pestisida 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41
1.2.4. Herbisida 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 5.1796,88 51.796,88 51.796,88
1.2.5. Ember 0,00 0,00 34.154,20 0,00 34.154,20 0,00 34.154,20 0,00
1.2.6. Karung 0,00 0,00 13.741,50 0,00 13.741,50 0,00 13.741,50 0,00
1.2.7. Terpal 0,00 0,00 50.238,10 0,00 50.238,10 0,00 50.238,10 0,00
1.2.8. Tenaga Kerja 2.145.714,29 1.160.000,00 1.331.428,57 1.402.857,14 1.414.285,71 1.451.428,57 1.485.714,29 1.540.000,00
1.2.8.1. Persiapan lahan 471.428,57 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1.2.8.2. Penanaman 360.000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1.2.8.3. Pemeliharaan 1.314.285,71 1.160.000,00 1.048.571,43 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00
1.2.8.4. Pemanenan 0,00 0,00 282.857,14 362.857,14 374.285,71 411.428,57 445.714,29 500.000,00
1.3. Biaya Operasional 1.737,14 1.9470,48 1.737,14 19.470,48 1.737,14 1.9470,48 1.737,14 1.9470,48
1.3.1. Pajak lahan 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14
1.3.2. Pemeliharaan alat usaha tani 0,00 17.733,33 0,00 17.733,33 0,00 17.733,33 0,00 17.733,33
2 Penerimaan 0,00 0,00 4.015.210,29 4.770.150,00 4.770.150,00 5.290.702,08 7.824.055,56 7.795.375,00
2.1 Biji kopi kering 0,00 0,00 4.015.210,29 4.770.150,00 4.770.150,00 5.290.702,08 7.824.055,56 7.795.375,00
2.2 Kayu Suren 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Discount Factor (5.65%) 0,946521533 0,895903013 0,847991494 0.802642209 0,759718134 0,719089573 0,680633766 0,644234516
4 Biaya Terdiskonto 5.424.230,00 2.227.311,22 2.631.613,80 2.190.382,22 2.143.008,12 2.122.179,13 1.968.544,13 1.846.445,39
5 Penerimaan terdiskonto 0,00 0,00 3.404.864,17 3.828.723,73 3.623.969,46 3.804.488,70 5.325.316,40 5.022.049,64
6 NPV -5.424.230,00 -2.227.311,22 773.250,38 1.638.341,51 1.480.961,34 1.682.309,57 3.356.772,27 3.175.604,25
Lampiran 12. Lanjutan
No. Uraian Nilai Input dan Output Tahun Ke- (Rp)
Jumlah (Rp)
9 10 11 12 13 14 15
1 Biaya 2.983.650,83 2.888.964,66 3.085.888,92 2.811.821,80 2.857.936,54 2.746.107,52 2.792.222,26 45.746.039,21
1.1. Biaya Investasi Tetap (Fixed Cost) 0,00 0,00 173.666,67 0,00 0,00 0,00 0,00 917.825,48
1.2. Biaya Investasi Langsung (Variable Cost) 2.981.913,69 2.869.494,19 2.910.485,11 2.792.351,33 2.856.199,40 2.726.637,04 2.790.485,11 44.678.023,25
1.2.1. Bibit (Batang) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.443.611,11
1.2.1.1 Kopi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.058.539,68
1.2.1.2 Suren 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 385.071,43
1.2.2. Pupuk (Kg) 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 1.221.869,75 18.955.966,30
1.2.2.1. Pupuk kandang 0,00 0,00 0,00 0.00 0,00 0,00 0,00 627.920,00
1.2.2.2. Urea 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 580.169,75 8.702.546,30
1.2.2.3. NPK 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 641.700,00 9.625.500,00
1.2.3. Pestisida 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 32.970,41 494.556,21
1.2.4. Herbisida 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 51.796,88 776.953,13
1.2.5. Ember 34.154,20 0,00 34.154,20 0,00 34.154,20 0,00 34.154,20 239.079,37
1.2.6. Karung 13.741,50 0,00 13.741,50 0,00 13.741,50 0,00 13.741,50 96.190,48
1.2.7. Terpal 50.238,10 0,00 50.238,10 0,00 50.238,10 0,00 50.238,10 351.666,67
1.2.8. Tenaga Kerja 1.577.142,86 1.562.857,14 1.505.714,29 1.485.714,29 1.451.428.57 1.420.000,00 1.385,714,29 22.320.000,00
1.2.8.1. Persiapan lahan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 471.428,57
1.2.8.2. Penanaman 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 360.000,00
1.2.8.3. Pemeliharaan 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 1.040.000,00 16.002.857,14
1.2.8.4. Pemanenan 537.142,86 522.857.14 465.714,29 445.714,29 411.428,57 380.000,00 345.714,29 5.485.714,29
1.3. Biaya Operasional 1.737,14 19.470,48 1.737,14 19.470,48 1.737,14 19.470,48 1.737,14 150.190,48
1.3.1. Pajak lahan 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 1.737,14 26.057.14
1.3.2. Pemeliharaan alat usaha tani 0,00 17.733,33 0,00 17.733,33 0,00 17.733,33 0,00 124.133,33
2 Penerimaan 5.494.190,63 6.098.103,85 5.724.180,00 5.724.180,00 5.724.180,00 3.816.120,00 354.244.691,43 421.291.288,83
2.1 Biji kopi kering 5.494.190,63 6.098.103,85 5.724.180,00 5.724.180,00 5.724.180,00 3.816.120,00 3.816.120,00 70.862,717,40
2.2 Kayu Suren 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 350.428.571,43 350.428.571,43
3 Discount Factor (5.65%) 0,609781842 0,577171644 0,546305389 0,517089815 0,489436644 0,463262323 0,438487764 9,94
4 Biaya Terdiskonto 1.819.376,10 1.667.428,48 1.685.837,75 1.453.964,42 1.398.778,87 1.272.168,15 1.224.355,30 31.075.623,06
5 Penerimaan terdiskonto 3.350.257,68 3.519.652,62 3.127.150,38 2.959.915,18 2.801.623,45 1.767.864,62 155.331.962,76 197.867.838,78
6 NPV 1.530.881,58 1.852.224,14 1.441.312,63 1.505.950,76 1.402.844,58 495.696,47 154.107.607,46 166.792.215,73
7 Net B/C Ratio 22,80
Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian
Tanaman suren dan kopi di Aek Nauli
Tanaman suren dan kopi di Kelurahan Sipolha Horison
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kansius. Yogyakarta.
Adolf, G. W., H. S. Arifin., L. Sundawati., M. A. Sardjono., T. Djogo dan Widianto. 2003. Agroforestri di Indonesia. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor.
Ali, C., D. Puspitasari., I. O. Suparta., P. Mudiana., dan R. T. Kwatrina. 2002. Arboretum Aek Nauli. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera. Aek Nauli.
Aminah, Aam. dan I. Hakim. 2007. Analisis Usahatani Hutan Tanaman Rakyat Jenis Suren di Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor.
Andayani, W. 2005. Ekonomi Agroforestri. Debut Press. Yogyakarta.
Andayani, W. 2008. Modul Mata Kuliah Pengelolaan Agroforestri (Aspek Ekonomi. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Ashari dan H. Mayrowani. 2011. Pengembangan Agroforestry untuk Mendukung
Ketahanan Pangan dan Pemberdayaan Petani Sekitar Hutan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 29 No.2 : 83-96.
Asmanah, W. 2010. Social Forestry: Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan
Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BABESLIT-
BPTH). 2013. Litbang Pemuliaan Suren (Toona sureni). Diakses dari:
http://www.biotifor.or.id/2013/content-126-litbang-pemuliaan-suren-toona -%20sureni.html?hal=detail_berita&kunci=suren&x=0&y=0.
[13 Oktober 2014]
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pemali Jratun. 2010. Suren. Diakses dari: www.bpdas-pemalijratun.net/index.php?option=com_content&%20view= article&id=63:suren&catid=18:tanaman-berkayu&Itemid=31.
[13 Oktober 2014]
Barrios, L. Garcia., E. J. Sterling., P. West., S. Naeem., dan V. Valencia. 2015. The Use of Farmers’ Knowledge in Coffee Management: Implications for the Conservation of Tree Biodiversity. Journal Ecosphere Volume
6(7):122. Diakses dari : http://dx.doi.org/10.1890/ES14-00428.1.
[20 September 2015]
Bote, A. dan P. C. Struck. 2011. Effect of Shade on Growth, Production and
and Forestry Vol. 3 (11). Diakses dari:http://www.academicjournals. org/JHF.
[18 September 2015]
Caporal, F. Roberto., E. F. Sales., E. Mendez., dan J. C. Faria. 2013.
Agroecological Transition of Conilon Coffee (Coffea canephora)
Agroforestry Systems in the State of Espirito Santo, Brazil. Agroecology
and Sustainable Food Systems, 37:405-429. Diakses dari: http://dx.doi.
org/10.1080/10440046.2012.712633. [18 September 2015]
Danarti dan S. Najiyati. 1997. Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya. Jakarta.
Debertin, D. L. dan T. Koerniawati. 2013. Ekonomi Produksi Pertanian: Teori dan Aplikasi di Indonesia. Brawijaya Press. Malang.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM. 2015. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Perkebunan Kopi Arabika. Bank Indonesia.
Djam’an, D. F. 2014. Mengenal Kayu Andalan Jawa Barat: Suren
(Toona sureni (Blume) Merr). Diakses dari: http://www.dephut.go.id
/INFORMASI/MKI/06II/06IIkayu%20andalan.htm. [13 Oktober 2014]
Evizal, R., I. D. Prijambs., J. Widada dan Tohari. 2012. Peranan Pohon Pelindung dalam Menentukan Produktivitas Kopi. Jurnal Agrotopika 17(1): 19-23. Lampung.
Hardjanto. 2001. Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Sub DAS Cimanuk Hulu. Jurnal Manajemen Huran Tropika Vol. VII No. 2 : 47-46.
Harianja, H. A. 2013. Analisis Ekonomi Pengelolaan Hutan Rakyat di Sub DAS Arun. UGM Press. Yogyakarta.
Jassogne, L., P. Laderach., dan P. V. Asten. 2013. The Impact of Climate Change
on Coffee in Uganda: Lesson from Case Study in The Rwenzori.
Mountains. Oxfam Research Reports.
[25 September 2015]
Keputusan Menteri Pertanian. 2005. Pelepasan Varietas Kopi Sigarar Utang Sebagai Varietas Unggul. Nomor: 205/Kpts/SR.120/4/2005. Jakarta.
King, K. F. S. dan M. T. Chandler. 1978. The Wasted Land: The Programme of
Work of ICRAF. The International Council for Research in Agroforestry
(ICRAF). Kenya.
MacDicken, K. G. dan N. T. Vergara. 1990. Agroforestry Classification and
Mahendra, F. 2009. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Mantri Statistik Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun. 2012. Kecamatan Pematang Sidamanik dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun. Pematang Sidamanik.
Martawijaya, A., I. Kartasujana., K. Kadir., S. A. Prawira dan Y. I. Mandang. 2005. Atlas Kayu Indonesia: Jilid II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Mayers J., N. Judd., R. Nussbaum dan S. Higman. 2005. The Sustainable Forestry
Handbook. Earthscan. Earthscan. London.
Mulyana, D. dan C. Asmarahman. 2010. 7 Jenis Kayu Penghasil Rupiah. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Ngadiono. 2004. 35 Tahun Pengelolaan Hutan Indonesia: Refleksi dan Prospek. Yayasan Adi Sanggoro. Bogor.
Panggabean, E. 2011. Buku Pintar Kopi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Peraturan Menteri Pertanian No. 128/Permentan/OT.140/11/2014. Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Induk dan Kebun Entres Kopi Arabika dan Kopi Robusta. Jakarta.
Pranowo, D. 2014. Perlunya Tanaman Pelindung pada Budidaya Kopi. Diakses dari: http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id.
[2 Oktober 2014]
Rahardjo, P. 2013. Kopi: Panduan Budi Daya dan Pengelolaan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rahim, A. dan D. R. D. Hastuti. 2008. Pengantar, Teori, dan Kaskus Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id. /bitstream/123456789/776/1/tekper-ridwansyah4.pdf.
[3 Oktober 2014]
Sanjaya, H. 2008. Laporan Hasil Kegiatan Pengembangan Plot Ujicoba Ingul. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Aek Nauli. Aek Nauli.
Santoso, I. 2012. Strategi Penelitian Wanatani (Agroforestry) di Indonesia.
Kementerian Kehutanan. Jakarta.
Santoso, I. 2013. Agroforestri untuk Pengelolaan Hutan Lestari. Diakses dari: http://bptaciamis.dephut.go.id/attachments/article/50/Paper%20Ka.%20Ba dan%20Litbang%20Kehutanan.pdf.
Situmorang, T. S. 2013. Kopi Sigarar Utang dari Sumatera Utara. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Medan.
Soeharto, Imam. 2001. Studi Kelayakan Proyek Industri. Erlanggga. Jakarta.
Sudomo, A., D. P. Kuswantoro., E. Suhaendah., N. Firdaus., Sanudin dan T. S. Widyaningsih. 2013. Status Riset Agroforestri di Indonesia. ISBN: 978- 602-17616-0-1 Balai Penelitian Teknologi Agroforestri.Ciamis.
Suharjito, D., L. Sundawati., S. R. Utami dan Suyanto. 2003. Aspek Ekonomi dan Budaya Agroforestri. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor.
Sukmana, A. dan L. Syaufina. 2010. Tinjauan Penyebab Utrama Kebakaran Hutan di Daerah Tangkapan Air Danau Toba. ITTO PD 394/06 Rev. I (F). Bogor.
Suprayogo, D., N. Wijayanto dan Widianto. 2003. Pengelolaan dan Pengembangan Agroforestri. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor.
Wakka, A. Kadir dan N. Hayati. 2010. Analisis Finansial Pola Agroforestry
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Aek Nauli, Desa Sibaganding, Kecamatan
Sipangan Bolon, dan Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang
Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan data
dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Juli 2015.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kamera untuk
dokumentasi dan visualisasi kegiatan, komputer untuk menyusun dan mengolah
data, serta alat tulis. Bahan yang digunakan adalah berupa kuisioner untuk
mengumpulkan data primer maupun data sekunder, hasil penelitian terdahulu dan
sumber studi pustaka sebagai data penunjang penelitian.
Prosedur Penelitian
Lokasi Pengambilan Populasi Responden
Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
tinggal di Kampung Aek Nauli, Desa Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon,
dan di Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik,
Kabupaten Simalungun. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat
yang mengelolah lahannya dengan menggunakan komoditi tanaman suren
(Toona sureni Merr.) dan tanaman kopi (Coffea arabica L.). Jumlah responden
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan
pengukuran dan pencatatan dari sumber dokumen yang tersedia, baik tingkat
individu maupun institusi. Data penelitian yang diambil adalah data primer dan
data sekunder.
Pengumpulan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Data Primer
Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data sosial ekonomi
masyarakat, bentuk pengelolaan tanaman suren dan kopi, dan hasil penelitian
yang terkait dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data primer (melalui
wawancara dengan responden, observasi, dan pengukuran) yang diperlukan
adalah sebagai berikut.
a. Karakteristik responden yaitu berupa nama, umur, mata pencaharian,
jumlah anggota keluarga dan pendidikan.
b. Profil usaha yang berupa input, proses pengelolaan, output dan distribusi
atau pemanfaatan.
c. Harga input dan output serta tenaga kerja.
2. Data Sekunder
Selain data primer, untuk kepentingan analisis usaha tani diperlukan juga
data sekunder yang berperan sebagai data pelengkap. Data sekunder yang
diperlukan berupa data umum yang berupa kondisi umum lokasi penelitian,
dari beberapa instansi terkait seperti pemerintah desa, kecamatan, dan dinas
kehutanan.
Pengolahan Data
Setelah pengumpulan data dilakukan, maka dilakukan analisis terhadap
data-data tersebut. Analisis yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis data
yang terkumpul dari hasil kuisioner, wawancara, observasi dan studi pustaka. Data
yang terkumpul dari hasil kuisioner dinyatakan dalam bentuk tabel (tabulasi)
berupa data karakterisitk responden yang berupa umur, mata pencaharian, jumlah
anggota keluarga dan pendidikan serta data pengolahan berupa luas lahan, jumlah
tenaga kerja dan sistem kepemilikan lahan.
2. Analisis Finansial
Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui manfaat yang diperoleh,
biaya yang dikeluarkan, keuntunganya, saat pengembalian investasi terjadi dan
tingkat suku bunga investasi yang memberikan manfaat. Hasil data yang diperoleh
dari kuisioner dan wawancara yaitu berupa, pengeluaran (biaya), pendapatan
(penerimaan) dan keuntungan dinyatakan dalam bentuk tabulasi.
Nilai biaya dan penerimaan dalam suatu daur usaha tani agroforestri suren
dan kopi perlu diperhitungkan unsur waktu. Nilai yang diperhitungkan saat ini
dengan memperhitungkan nilai uang berdasarkan unsur waktu dilakukan dengan
mengaplikasikan faktor diskonto (discount rate) pada tingkat suku bunga riil yang
berlaku. Menghitung suku bunga riil dilakukan dengan menggunakan rumus
i = (m−f) (1 + f)
Dimana:
i = Suku bunga riil (%)
f = Inflasi rata-rata per tahun (%)
m = Suku bunga pasar (%)
Kemudian analisis kelayakan finansialnya dilakukan dengan menggunakan
parameter NPV, BCR dan IRR. Menghitung nilai NPV, BCR dan IRR dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Soeharto, 2001).
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value, nilai saat ini dari kegiatan atau usaha agroforestri,
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
NPV = �Bt−Ct
(1 +�)t n
t=1
Dimana:
NPV = Nilai bersih saat ini
Bt = Benefit / pendapatan pada tahun t
Ct = Cost / biaya pada tahun t
i = Tingkat suku bunga bank yang berlaku
t = Periode waktu
Indikator:
• NPV = 0 maka nilai usaha agroforestri sebesar tingkat suku bunga
yang berlaku di bank
• NPV > 0 maka usaha agroforestri menguntungkan
b. Benefit Cost Ratio (BCR), perbandingan keuntungan terhadap biaya dari
suatu kegiatan atau usaha agroforestri, dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
BCR =
∑nt=1(1 +Bt�)t → Bt−Ct > 0
∑nt=1(1 +Ct�)t →Bt−Ct < 0
Dimana:
BCR = Perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran
Bt = Benefit / pendapatan pada tahun t
Ct = Cost / biaya pada tahun t
i = Tingkat suku bunga bank yang berlaku
t = Periode waktu
Indikator:
• BCR > 1 maka usaha agroforestri tersebut menguntungkan
• BCR < 1 maka usaha agroforestri tersebut rugi
• BCR = 1 netral
c. Internal Rate of Return (IRR), merupakan parameter pada tingkat suku
bunga berapa usaha agroforestri memberi keuntungan, dihitung dengan
rumus sebagai berikut.
IRR = i1+ NPV₁
NPV₁ − NPV₂ (�₂ − �₁)
Dimana:
IRR = Tingkat keuntungan
NPV₁ = Nilai NPV yang positif pada tingkat bunga tertentu
i₁ = Tingkat suku bunga pertama NPV positif
i₂ = Tingkat suku bunga pertama NPV negatif
Indikator:
• IRR ≥ i maka usaha agroforestri layak
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Keadaaan Umum Lokasi Penelitian Aek Nauli
Aek Nauli adalah sebuah desa yang berada pada Kecamatan Girsang
Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Aksesibilitas
ke lokasi ini cukup tinggi karena cukup banyak transportasi umum yang tersedia
melewati daerah ini dan terletak diantara kota Pematangsiantar dan Parapat
melalui jalur lintas Sumatera.
Gambar 1. Peta Lokasi Desa Aek Nauli
Lokasi pertama penelitian agroforestri suren dan kopi berada pada
kawasan Arboretum Aek Nauli yang terletak dalam kompleks BPPKS (Balai
BPPKS Aek Nauli memiliki luas ± 50 Ha. Sedangkan lokasi arboretum yang
berada dalam kompleks BPPKS memiliki luasan ± 7,5 Ha.
Arboretum Aek Nauli berada pada ketinggian 1.200 m dpl. Secara
geografis lokasi ini terletak pada 43º25’ BT dan 4º89’ LU. Karena lokasi
arboretum yang berada dalam kompleks BPPKS maka secara umum kondisi fisik
merupakan lahan dengan kelerengan 2-15% dengan jenis tanah podzolik coklat
kelabu. Sebagian merupakan areal datar berbukit dan sebagian merupakan lembah
dangkal. Curah hujan di kawasan Aek Nauli termasuk ke dalam tipe A menurut
klasifikasi Smith dan Ferguson dengan curah hujan rata-rata berkisar antara
2.991,4 mm sampai dengan 2.452 mm, kelembapan udara rata-rata harian adalah
84 mmHg dan suhu rata-rata bulanan berkisar antara 23-24 ºC (Ali dkk, 2002).
Status lahan dari kawasan Aek Nauli adalah lahan milik pemerintah. Pada
kompleks BPPKS Aek Nauli terdapat sekitar 26 kepala keluarga dimana seluruh
mata pencaharian utama dari kepala keluarga adalah pegawai negeri sipil.
Kelurahan Sipolha Horison
Lokasi kedua penelitian agroforestri suren dan kopi berikutnya adalah
kelurahan Sipolha Horison. Kelurahan Sipolha Horison adalah sebuah kelurahan
atau desa yang berada pada Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten
Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Aksesibilitas ke lokasi ini masih kurang,
karena masih terbatasnya transportasi umum yang melewati daerah ini. Lokasi
Gambar 2. Peta kawasan kelurahan Sipolha Horison, Kec. Pematang Sidamanik, Kab. Simalungun
Menurut Mantri Statistik Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten
Simalungun (2012), Kecamatan Pematang Sidamanik berada pada ketinggian
780 m dpl dengan luas 91,03 km2. Luas wilayah dari kelurahan Sipolha Horison
adalah 7,02 km2 atau sebesar 7,71% dari luas seluruh Kecamatan Pematang
Sidamanik.
Kelurahan Sipolha Horison termasuk Kawasan DTA Danau Toba,
maka dari itu secara fisik, kawasan ini memiliki tipe iklim B berdasarkan
Schmidt Fergusson, yaitu memiliki kondisi iklim yang selalu basah tanpa
musim kering yang jelas. Curah hujan rata-rata sebesar 206,95 hari/tahun,
rata-rata suhu 18,27-21ºC, dan rata-rata kelembapan sebesar 85,60%
(Sukmana dan Lailan, 2010).
Status lahan lokasi penelitian di Kelurahan Sipolha Horison adalah lahan
milik masyarakat dan lahan milik pemerintah (kawasan buffer zone). Rata-rata
lahan kering di Kelurahan Sipolha Horison yaitu seluas 627 Ha. Jumlah keluarga
yang tinggal di daerah ini adalah sebanyak 306 keluarga.
Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data primer para petani kopi
arabika dan suren. Jumlah petani responden sebanyak 9 orang yang berasal dari
Aek Nauli dan 12 orang dari Kelurahan Sipolha Horison. Karakteristik responden
yang dianalisis dalam penelitian ini antara lain umur, pendidikan, mata
pencaharian, dan jumlah anggota keluarga. Rincian mengenai gambaran
responden disajikan pada bagian Lampiran 2.
Berdasarkan data pada Lampiran 2 tersebut didapat rata-rata umur petani
responden berada pada usia produktif yaitu berada pada usia rata-rata 46 tahun.
Umur maksimal responden adalah 63 tahun dan umur terendah adalah 28 tahun.
Sebagian besar responden berprofesi sebagai petani dan pegawai negeri sipil.
Jumlah rata-rata tanggungan keluarga adalah 5 orang, dengan tanggungan paling
sedikit 3 orang dan tanggungan terbanyak sebanyak 8 orang dalam satu
rumahtangga.
Umur menyatakan tingkat keproduktifan seseorang dalam melakukan
kegitan. Distribusi responden berdasarkan umur ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
No Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%)
1 21 – 30 1 4,76
2 31 – 40 6 28,57
3 41 – 50 5 23,81
4 51 – 60 7 33,33
5 61 – 70 2 9,52
Berdasarkan data pada Tabel 1 persentase umur tinggi terdapat pada
kisaran umur 51-60 tahun (33,33%). Kemudian diikuti kelompok umur 31-40
tahun (28,57%), kelompok umur 41-50 tahun (23,81%), kelompok umur (9,52%),
dan terakhir kelompok umur dengan persentase terendah adalah 21-30 (4,67%).
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat. Tingkat pendidikan mempengaruhi kinerja petani dalam mengelola
lahannya. Berikut distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1 SD 2 9,52
2 SLTP/SMP 2 9,52
3 SLTA/SMU/SMA 17 85,71
Jumlah 21 100
Tingkat pendidikan tertinggi masyarakat di Aek Nauli dan di Sipolha
Horison adalah SLTA sebanyak 17 orang (85,71%). Sedangkan tingkat
pendidikan terendah responden adalah SD dengan jumlah 2 orang (9,25%) dan
SMP dengan jumlah 2 orang (9,25%).
Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan responden disajikan pada
Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1 Petani 10 47,62
2 Pedagang 1 4,76
3 Nelayan 1 4,76
4 Pegawai Negeri Sipil 9 42,86
Jumlah 21 100
Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rata mata pencaharian pokok
responden adalah petani (47,62%) dan pegawai negeri sipil (42,86%). Selain itu,
seluruh responden berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, dan bertani kopi
hanyalah sebagai pekerjaan sampingan. Sedangkan di Kelurahan Sipolha Horison,
responden rata-rata memiliki profesi sebagai petani, dan selebihnya adalah
pedagang dan nelayan. Selain bertani, masyarakat di Sipolha Horison juga
memiliki kerja sampingan seperti berdagang.
Tingkat pendapatan rata-rata dari seluruh responden saat penelitian adalah
sebesar Rp. 2.619.048 per bulan untuk per rumahtangga. Pendapatan minimal dari
seluruh responden adalah Rp. 1.500.000 dan pendapatan maksimal responden
adalah sebesar Rp. 4.500.000. Responden yang berlokasi di Aek Nauli memiliki
pendapatan rata-rata Rp. 3.055.556 per bulan per rumahtangga dengan pendapatan
terendahnya adalah Rp. 2.500.000 dan pendapatan tertinggi sebesar Rp. 4.500.000
yang diperoleh responden selain bekerja sebagai petani.
Sedangkan pada lokasi penelitian di Kelurahan Sipolha Horison,
pendapatan rata-rata masyarakat adalah Rp. 2.291.667 per bulan per rumahtangga
dengan pendapatan terendah responden Rp. 1.500.000 dan pendapatan tertinggi
dari responden adalah sebesar Rp. 3.000.000. Tingkat pendapatan ini diperoleh
berdasarkan pekerjaan pokok responden baik itu sebagai petani, pedagang
maupun sebagai nelayan.
Sistem Agroforestri Suren dan Kopi Arabika Varietas Sigarar Utang
Para petani responden mayoritas mengusahakan kopi arabika varietas
Sigarar utang, baik itu di lahan milik pribadi maupun di lahan milik pemerintah
dengan menggunakan tanaman suren sebagai tanaman penaung dalam bentuk
agroforestri. Dalam penelitian ini jumlah luas seluruh lahan responden yang
masing-masing seluas 1,40 Ha di Aek Nauli dan 3,16 Ha di Sipolha Horison.
Luasan lahan rata-rata yang diusahakan oleh petani adalah seluas 0,22 Ha dengan
luas lahan usaha responden paling rendah 0,08 Ha dan luas lahan terluas 0,60 Ha.
Luasan lahan lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Luasan Lahan Petani Responden
No. Lokasi Luas Lahan
Berdasarkan tabel diatas, luas lahan minimum yang dikelola oleh petani
responden adalah 0,08 Ha di Aek Nauli dan 0,12 Ha di Sipolha Horison.
Sedangkan luasan maksimum yang dikelola petani responden adalah seluas
0,32 Ha di Aek Nauli dan 0,60 Ha di Kelurahan Sipolha. Petani responden yang
berada di Kelurahan Sipolha Horison umumnya memiliki luasan lahan usaha tani
yang lebih luas daripada petani responden yang berada di lokasi Aek Nauli
Sistem Agroforestri Suren dan Kopi Arabika di Aek Nauli
Tanaman suren di Aek Nauli merupakan tanaman proyek ujicoba yang
dilakukan oleh Balai Penelitian dan Konservasi (BPK) Aek Nauli. BPK Aek Nauli
sejak tahun 2005 telah membangun plot ujicoba tanaman suren (Toona sureni
Merr.) di lokasi arboretum Aek Nauli seluas 4 Ha. Menurut Sanjaya (2008) dalam
Laporan Hasil Plot Uji Coba Ingul Aek Nauli, tanaman suren ini merupakan salah
satu solusi rehabilitasi lahan kritis dengan memperhatikan karakteristik lahan dan
kesesuaian jenis lahan tersebut.
Pada perkembangannya, guna dapat membantu dalam menjaga dan
memelihara tanaman suren, pada tahun 2006 masyarakat yang berada di BPPKS
tumpangsari. Masyarakat yang melakukan kegiatan pertanian di lokasi suren pada
umumnya menanam tanaman kopi arabika varietas sigarar utang (Gambar 3).
Gambar 3. Tanaman suren dan kopi di Aek Nauli
Luas seluruh lahan tanaman suren yang digunakan masyarakat untuk
menanam kopi adalah seluas 1,40 Ha. Bentuk penanaman kopi arabika dilakukan
pada sela-sela barisan pohon suren dalam bentuk tumpang sari. Tanaman suren
yang ada di Aek Nauli di tanam dengan jarak tanam 2 x 3 cm. Sedangkan jarak
tanaman kopi berbeda-beda pada setiap responden.
Tabel 5. Jarak Tanam Tanaman Kopi di Aek Nauli
No. Jarak Tanam (m) Frekuensi Persentase (%)
1 1,4 x 2 1 11,11
2 1,5 x 1,5 3 33,33
3 2 x 2 5 55,56
Jumlah 9 100
Jarak tanam tanaman kopi yang banyak diaplikasikan masyarakat adalah
jarak tanam dengan ukuran 2x2 m yaitu sebanyak 5 responden (55,56%).
Pengaplikasian jarak tanam kopi dengan jarak 2x2 m oleh masyarakat adalah
didasarkan oleh pedoman jarak tanam kopi yang dikeluarkan oleh Menteri
Pertanian No. 128 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kebun
Induk dan Kebun Entres Kopi Arabika dan Kopi Robusta dimana dianjurkan
Kegiatan agroforestri ini seluruhnya diterapkan oleh para Pegawai Balai
Penelitian Kehutanan (BPK) Aek Nauli yang dimanfaatkan sebagai sumber
pendapatan tambahan. Komoditi kopi dipilih oleh masyarakat untuk ditanam
dengan alasan kopi dapat tumbuh dengan baik di daerah tersebut dan dapat
membantu menambah penghasilan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan di sela
waktu luang dan umumnya dilakukan oleh para bapak. Karena penanaman kopi
ini hanya sebagai penghasilan tambahan saja (pekerjaan sampingan), maka
kegiatan pemeliharaannya kurang intensif.
Sistem Agroforestri Suren dan Kopi Arabika di Kel. Sipolha Horison
Berdasarkan laporan ITTO oleh Sukmana dan Lailan (2010) kegiatan
masyarakat di Kelurahan Sipolha Horison umumnya adalah bertani. Masyarakat
menggunakan lahannya untuk menanam padi, kemiri, petai, aren, buah-buahan
serta campuran tanaman kehutanan lainnya. Pada perkembangannya, terdapat
perubahan dalam sistem pertanian yaitu pergantian tanaman dengan tanaman kopi.
Kopi arabika merupakan jenis yang banyak ditanam di daerah tersebut.
Masyarakat membudidayakan kopi sebagai komoditas yang memiliki prospek
yang bagus di masa depan. Tingkat penanaman kopi yang tinggi oleh masyarakat
dipicu oleh nilai ekonominya yang cukup menjanjikan.
Pada usaha budidaya kopi, masyarakat di Sipolha Horison menggunakan
pola agroforestri, dapat dilihat pada Gambar 4. Jenis tanaman kehutanan yang saat
ini banyak ditanam oleh masyarakat adalah suren (Toona sureni Merr.).
Penanaman suren ini dilakukan dengan inisiatif masyarakat. Tanaman suren
tersebut berasal dari hasil pembibitan oleh masyarakat sendiri maupun bibit yang
Gambar 4. Tanaman suren dan kopi di Kelurahan Sipolha Horison
Kegiatan pertanian umumnya dilakukan oleh para ibu. Terlebih lagi saat
kegiatan pemanenan buah kopi. Pemanenan petik buah merah ini biasa dilakukan
oleh tenaga kerja wanita karena umumnya lebih teliti dan kapasitas panennya
lebih besar. Dalam pengusahaan lahan dengan sistem agroforestri suren dan kopi
ini, masyarakat menggunakan lahan milik pribadi maupun lahan milik pemerintah
yaitu di kawasan penyangga (buffer zone). Distribusi responden berdasarkan jenis
kepemilikan lahan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kepemilikan Lahan
No. Jenis Kepemilikan Lahan Frekuensi Persentase (%)
1 Pribadi 8 66,67
2 Pemerintah 4 33,33
Jumlah 12 100
Pada Tabel 6 ini menunjukkan bahwa petani responden yang menggunakan lahan
pribadi adalah sebanyak 8 orang (66,67%) dan yang menggunakan lahan
pemerintah sebanyak 4 orang (33,33%).
Pada perkembangannya, masyarakat yang ada di kelurahan Sipolha
Horison diberi izin untuk menggunakan kawasan penyangga (buffer zone) sebagai
lahan usaha pertanian. Namun bagi masyarakat yang menggunakan lahan tersebut,
kehutanan. Pada kawasan penyangga, masyarakat menanam kopi dengan sistem
tumpangsari.
Penanaman kopi di sekitar Kelurahan Sipolha Horison rata-rata memiliki
jarak tanam dengan ukuran 2x2 m. Berikut adalah tabel distribusi responden
berdasarkan jarak tanam tanaman kopi di Kelurahan Sipolha Horison.
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tanam Tanaman Kopi di Kelurahan Sipolha Horison
No. Jarak Tanam Frekuensi Persentase (%)
1 1,5 x 2 1 8,33
2 2 x 2 8 66,67
3 2,5 x 2,5 1 8,33
4 2 x 3 2 16,67
Jumlah 12 100
Berdasarkan tabel tersebut diketahui mayoritas petani responden menanam
tanaman kopi dengan jarak tanam 2x2 m yaitu sebanyak 8 orang (61,54%).
Penggunaan jarak tanam kopi dengan ukuran 2x2 m yang dominan dilakukan oleh
masyarakat Kelurahan Sipolha ini, diadaptasi dari ukuran jarak tanam kopi yang
terlebih dahulu sudah dilakukan di Aek Nauli.
Tanaman suren yang di tanam oleh masyarakat di Sipolha Horison juga
memiliki jarak tanam yang beragam. Jarak tanaman suren yang ada di lokasi
tersebut disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tanam Tanaman Suren di Kelurahan Sipolha Horison
No. Jarak Tanam Frekuensi Persentase (%)
Jarak tanam tanaman suren yang banyak diaplikasikan masyarakat di Sipolha
Horison adalah jarak tanam dengan ukuran 5 x 5 m yaitu sebanyak 5 responden
(51,67%).
Pada lahan milik sendiri, tegakan suren dapat dipanen. Di kawasan
sekitaran Danau Toba, tanaman suren yang tumbuh dengan baik biasanya dapat
dipanen pada umur sekitar 15 tahun dengan diameter 30-40 cm. Harga tegakan
kayu suren cukup tinggi karena biasanya kayu suren digunakan sebagai bahan
untuk membuat “solu” (kapal keci), bahan bangunan, dan peti mati. Tegakan
berdiri suren berdiameter 30-40 cm dihargai sekitar Rp. 1.000.000-2.000.000.
Penanaman suren dilakukan masyarakat dengan pola yang berbeda-beda
seperti ditanam sebagai tanaman sela, sebagai batas lahan, dan terasering. Bentuk
pola tanam yang dilakukan oleh petani disesuaikan dengan kepentingan petani.
Tanaman suren yang ditanam sebagai tanaman sela, ditanam oleh
masyarakat sebagai tanaman pelindung bagi kopi. Selain sebagai tanaman
pelindung kopi, pola tanam ini juga dianggap sebagai pagar tanaman kopi oleh
petani responden yang dapat membantu dalam mengusir hama yang dapat
merusak tanaman kopi. Hal ini karena suren memiliki aroma seperti cedar yang
tidak disukai oleh serangga. Pola tanam ini juga memiliki jumlah tanam suren
yang cukup banyak untuk nantinya dapat dipanen oleh petani (bagi petani yang
menanam di lahan milik sendiri).
Tanaman suren sebagai tanaman sela pada kopi ditanam pada umumnya
dengan jarak 2x3 m, 3x4 m dan 5x5 m. Pola jarak tanam suren ini dapat dilihat
Ket: Jarak Tanaman Suren : 2 x 3 Ket: Jarak Tanaman Suren : 3 x 4
Ket: Jarak Tanaman Suren : 5 x 5
Suren Kopi
Suren Kopi Suren Kopi
(a) (b)
(c)
Gambar 5. Sketsa pola tanam suren dan kopi (a) jarak tanam suren 2x3 m, (b) jarak tanam suren 3x4m dan (c) jarak tanam suren 5x5 m
Pada daerah sekitar Kelurahan Sipolha, tanaman suren juga digunakan
petani sebagai pohon penanda batas lahan. Tanaman suren yang ditanam sebagai
batas lahan oleh petani berfungsi sebagai penanda batas lahan milik masyarakat
ataupun sebagai batas lahan usaha tani masyarakat. Petani responden yang
menggunakan suren sebagai batas lahan, tanaman suren ditanam dengan jarak
tanam 10 x 10 m. Gambaran pola jarak tanam suren 10 x 10 m ini dapat dilihat
pada Gambar 6.
Ket: Jarak Tanaman Suren : 10 x 10
Suren Kopi
Gambar 6. Sketsa pola tanam suren dan kopi dengan jarak tanam suren 10x10 m
Selain tanaman suren yang ditanam sebagai tanaman naungan kopi
maupun penanda batas lahan, tanaman suren juga ditanam membentuk sengkedan
sengkedan dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan mengurangi erosi dilahan
miring, menghalau hama dan juga sebagai peneduh tanaman kopi. Penanaman
dengan sistem sengkedan ini memiliki jarak tanam dengan ukuran 1,5 x 5 m.
Gambaran sketsa pola jarak tanam suren seperti ini dapat dilihat pada Gambar 7.
Suren Kopi
Ket: Jarak Tanaman Suren : 1,5 x 5
Ket:
Tampak samping pola tanam tanaman kopi dan suren
Gambar 7. Sketsa pola tanam suren dan kopi dengan jarak tanam suren 1,5x5 m
Masyarakat lokal juga menyadari dengan menanam tanaman kopi dengan
menggunakan sistem agroforestri dapat membantu mereka dalam menjaga
tanaman kopi yang mereka kelola. Selain itu juga bagi petani, dengan
menggunakan sistem agroforestri dapat membatu dalam mencegah terjadinya
erosi dan kebakaran. Penggunaan sistem agroforestri di Kelurahan Sipolha
Horison baik itu menggunakan lahan milik pribadi maupun pemerintah dianggap
cukup membantu masyarakat baik itu dalam pengusahaan tanaman kopi maupun
dalam membantu perekonomian masyarakat. Penggunaan sistem agroforestri di
Sipolha Horison selain bertujuan untuk membantu perekonomian masyarakat,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Biaya
Setiap usaha tani yang dilakukan oleh seseorang perlu diketahui kelayakan
serta keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha tersebut sehingga dapat
digunakan bagi pembuat kebijakan atau pengguna instrumen informasi investasi
lainnya. Penilaian kelayakan finansial agroforestri suren dan kopi arabika ini
dimulai dengan melakukan analisis biaya. Analisis biaya ini berupa keseluruh
biaya yang dikeluarkan oleh para petani dalam usahanya untuk memproduksi
kayu suren dan biji kopi arabika. Keseluruhan dari biaya tersebut dihitung dan
dikelompokkan menjadi biaya investasi tetap (fixed cost), biaya investasi langsung
(variable cost), dan biaya operasional (operational cost).
Biaya Investasi Tetap
Salah satu jenis biaya yang perlu dianalisis adalah biaya tetap (fixed cost)
Biaya investasi tetap merupakan jenis biaya yang dalam kapasitas tertentu
jumlahnya tidak berubah walaupun jumlah produksinya mengalami perubahan.
Biaya investasi tetap pengusahaan tanaman kopi arabika dan suren di lokasi
penelitian terdiri dari biaya pengadaaan alat pertanian seperti cangkul, parang,
beko, hand sprayer, gembor, dan pulper. Peralatan pertanian yang digunakan oleh
petani memiliki masa pakai. Peralatan pertanian seperti parang, cangkul, beko,
hand sprayer memiliki masa pakai selama 5 tahun. Sedangkan peralatan tani
seperti gembor memiliki masa pakai 2 tahun dan pulper 10 tahun. Kebutuhan
Jenis kebutuhan dan jumlah alat yang dibutuhkan dalam usaha agroforestri kopi
arabika dan suren disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Kebutuhan Investasi Tetap Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika
No. Jenis Alat (Unit) Jumlah Per UT Biaya Alat Per UT (Rp.) 1 Cangkul 1,46 94.714,29 2 Parang 1,20 60.285,71 3 Beko 0,60 186.000,00
4 Hand sprayer 0,60 180.000,00
5 Gembor 1,26 62.825,48
6 Pulper 1 334.000,00
Jumlah 917.825.48
Pada Tabel 9 diatas menunjukkan jenis kebutuhan alat pertanian, jumlah
per unit yang diperlukan serta biaya yang diperlukan dalam satu daur usaha
agroforestri kopi arabika dan suren. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan
bahwa total biaya investasi tetap pengelolaan agroforestri kopi arabika dan suren
adalah sebesar Rp. 917.825,48/UT/daur. Rincian kebutuhan dari investasi tetap selama daur tanaman untuk masing-masing petani responden selama daur tanaman
(15 tahun) disajikan pada Lampiran 6.
Biaya Investasi Langsung
Biaya investasi langsung (variable cost) merupakan biaya yang
besarannya dipengaruhi perubahan jumlah output yang dihasilkan. Biaya investasi
langsung akan naik jika jumlah output yang dihasilkan bertambah dan akan turun
jika output yang dihasilkan berkurang. Jenis biaya ini meliputi biaya pengadaan
bibit, pupuk, berbagai jenis obat-obatan (pestisida dan herbisida), dan tenaga kerja
(persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Rincian kebutuhan
dari investasi langsung selama daur tanaman untuk masing-masing petani
Pengadaan bibit yang diperlukan adalah bibit kopi arabika varietas sigarar
utang dan bibit suren. Di kedua lokasi penelitian, sebagian besar bibit kopi arabika
diperoleh masyarakat berasal dari hasil pembibitan petani itu sendiri dan yang
lainnya berasal dari pembibitan lokal. Pupuk yang umumnya digunakan oleh
petani di lokasi penelitian adalah berupa pupuk kandang, Urea, dan NPK. Pupuk
kandang digunakan pada saat persiapan lahan dilakukan, yaitu sebelum
dilakukannya penanaman. Kemudian untuk pupuk Urea dan NPK diberikan
masyarakat pada saat penanaman selesai dilakukan. Pemberian pupuk Urea dan
NPK dilakukan sebanyak dua hingga empat kali dalam setahun oleh masyarakat.
Pada kegiatan pemeliharaannya, petani juga menggunakan obat-obatan. Jenis
obat-obatan yang digunakan petani adalah berupa pestisida dan herbisida.
Herbisida digunakan untuk membasmi gulma dan pestisida untuk membasmi
hama pada tanaman kopi. Di lokasi penelitian, masyarakat pada umumnya tidak
banyak menggunakan herbisida dalam kegiatan pemeliharaan kopi. Penggunaan
terhadap ember, karung, dan terpal setiap petani responden berbeda-beda, hal ini
disesuikan dengan seberapa besar produksi kopi yang dimiliki setiap responden.
Dalam penyelenggaraan suatu usaha tani, salah satu sumber daya yang
cukup penting untuk menunjang keberlangsungan dan keberhasilan usahatani
adalah tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan tenaga kerja manusia yang
dinyatakan dalam satuan harian orang kerja (HOK) dengan satuan 8 jam per hari.
Di lokasi penelitian, tenaga kerja yang digunakan umumnya adalah tenaga kerja
dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga (upahan). Tenaga kerja keluarga
dengan kapasitas waktu kerja yang berbeda-beda, sedangakan tenaga kerja upahan
adalah tenaga kerja perempuan ataupun laki-laki yang telah dewasa.
Pada lokasi penelitian di Aek Nauli, mayoritas yang mengelola tanaman
kopi arabika adalah tenaga kerja laki-laki dewasa, dimana petani responden
berumur mulai dari umur 33 tahun hingga 52 tahun. Sedangkan di Kelurahan
Sipolha Horison, tenaga kerja yang sering digunakan adalah tenaga kerja
perempuan. Tenaga kerja perempuan sering dipakai terutama saat kegiatan
pemanenan baik itu anak-anak maupun dewasa. Hal ini dikarenakan tenaga kerja
perempuan dianggap lebih teliti dan cepat dalam melakukan kegiatan pemanenan
buah kopi.
Kebutuhan tenaga kerja dihitung mulai dari kegiatan persiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Kegiatan dalam persiapan lahan
berupa pembersihan lahan, pengolahan lahan, pembuatan lubang dan pemberian
pupuk kandang. Selanjutnya, dilakukan kegiatan penanaman berupa
pendistribusian bibit ke lahan tanam, pembuatan lubang tanam dan penanaman
bibit suren dan kopi. Kegiatan pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan tanaman
belum menghasilkan (TBM) yaitu tanaman pada umur 1 hingga 2 tahun setelah
tanam, dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) yaitu tanaman pada umur 3
tahun hingga tanaman berumur 15 tahun. Pada pemeliharaan tanaman kopi,
kegiatan yang dilakukan berupa penyiangan, pembersihan atau penyemprotan
gulma, penggemburan tanah, dan pemupukan. Kemudian dalam kegiatan
pemanenan kopi dilakukan dengan memetik buah kopi, kemudian pengelupasan
pengeringan untuk memperoleh biji kopi kering, dan biji kopi kering yang
diperoleh dijual kepada agen yang datang ke lokasi para petani.
Jumlah rata-rata dari masing-masing kebutuhan investasi langsung usaha
agroforestri suren dan kopi per usaha tani (UT) dan nilai nominal dari biaya
investasi langsung berdasarkan harga riil rata-rata yang dikeluarkan oleh petani
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Kebutuhan Investasi Langsung Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika
Pada Tabel 10 tersebut menampilkan jenis-jenis pembiayaan dari investasi
langsung, jumlah dari setiap jenis pembiayaan, dan biaya investasi tetap yang
dibayarkan oleh petani. Biaya investasi langsung dikeluarkan oleh petani selama
Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan
untuk mendukung kegiatan usaha yang dilakukan. Biaya operasional atau biaya
rutin dari usaha agroforestri ini dikeluarkan oleh petani dalam periode waktu
tertentu selama daur usaha tani. Pada usaha agroforestri kopi arabika dan suren
terdapat dua jenis biaya yang dikeluarkan oleh petani yaitu berupa biaya pajak
lahan dan biaya pemeliharaan alat usaha tani yang dibayarkan setiap dua setahun
sekali. Biaya pajak yang dikeluarkan petani responden dilokasi penelitian adalah
sebesar Rp. 8.000/ha/tahun. Biaya pemeliharaan alat yang dikeluarkan petani
merupakan biaya untuk pemeliharaan investasi tetap seperti cangkul, parang,
beko, dan pulper setiap tahun. Biaya pemeliharaan untuk cangkul dan parang
adalah berupa biaya untuk menajamkan dan perawatan lainnya. Sedangkan untuk
beko dan pulper biaya tersebut berupa biaya perawatan komponen-komponen
beko dan pulper tersebut serta pemeliharaan alat. Perincian biaya rutin dalam
pengusahaan agroforestri kopi arabika dan suren selama daur ditampilkan pada
Tabel 11 berikut ini.
Tabel 11. Biaya Operasional Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika
No. Jenis Pembiayaan Biaya Per UT (Rp.)
Berdasarkan Tabel 11 ditampilkan bahwa untuk biaya operasional pajak
beban pajak sama per hektar. Selanjutnya untuk biaya operasional pemeliharaan
alat untuk setiap jenis pembiayaan dalam investasi tetap berbeda-beda. Total
seluruh pemeliharaan alat yang dibutuhkan setiap 2 tahun sekali adalah sebesar
Rp. 124.133,33/UT/daur. Total seluruh biaya operasional yang dibutuhkan
dalam usaha tani agroforestri suren dan kopi arabika adalah sebesar
Rp. 150.190,48/UT/Ha.
Biaya Total Usaha Tani Agroforestri Suren dan Kopi Arabika
Tabel 12. Rekapitulasi Biaya Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika (Rp./TU/15 Tahun).
No. Jenis Pembiayaan Per UT
Volume Nilai (Rp.) 1 Investasi Tetap
1.1 Biaya Pengadaan Peralatan Usaha Tani
1.1.1 Cangkul 1,46 94.714,29
Jumlah Investasi Langsung (2) 44.678.023,25
Persentase 97,67
3 Biaya Operasional
3.1 Pajak lahan 26.057,14
3.2 Pemeliharaan alat usaha tani 124.133,33
Jumlah Investasi Tetap (3) 150.190,48
Persentase 0,33
Total biaya (1+2+3) 45.746.039,21
Berdasarkan hasil rekapitulsi biaya yang terdapat pada Tabel 12 dapat
dilihat bahwa pengusahaan agroforestri suren dan kopi arabika memerlukan biaya
sebesar Rp. 45.746.039,21/UT/daur. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui
jenis biaya terbesar dari total biaya pengusahaan agroforestri suren dan kopi
adalah pada biaya investasi langsung yaitu sebesar Rp. 44.678.023,25/UT/daur
atau 97,67% dari jumlah seluruh biaya total. Biaya terkecil dari biaya total usaha
tani adalah pada biaya operasional atau biaya rutin yang berupa biaya pajak dan
biaya pemeliharaan alat usaha tani yaitu dengan jumlah Rp. 150.190,48/TU/daur
atau sebesar 0,33% dari jumlah total biaya usaha tani. Sedangkan biaya investasi
tetap memiliki jumlah biaya sebesar Rp. 917.825,48/UT/daur atau sebesar 2,01%
dari biaya total.
Analisis Penerimaan Petani
Penerimaan adalah hasil kali antara produksi yang diperoleh dengan harga
jual. Analisis penerimaan petani dilakukan untuk mengetahui penerimaan petani
dari usaha tani yang dilakukan. Pada penelitian ini, sumber penerimaan petani
berasal dari tanaman kopi arabika dan pohon suren.
Pendapatan tanaman kopi arabika dihitung dari hasil produksi tanaman
kopi yang dijual para petani berupa biji kopi kering. Produksi kopi arabika
hingga tahun kelima belas. Di lokasi penelitian, harga biji kopi kering dihargai
sebesar Rp. 18.000/kg hingga Rp. 25.000/kg. Penerimaan yang didapatkan oleh
petani dihitung berdasarkan harga rata-rata yang diterima petani responden saat
penelitian. Hasil perhitungan produksi kopi rata-rata dan nilai penerimaan dari
tanaman kopi disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Potensi Penerimaan Kopi Arabika (Rp./UT/Daur)
No. Luas Lahan UT
Dari Tabel 13 tersebut, diketahui produksi kopi rata-rata yang diperoleh
petani adalah sebesar 3.431,61 kg/UT/daur. Berdasarkan harga rata-rata per kg biji
kopi kering yang diterima oleh petani maka didapat besarnya penerimaan yang
diterima oleh petani dari hasil kopi adalah sebesar Rp. 70.862.717,40/UT/daur.
Sedangkan pendapatan dari pohon suren dihitung dari harga per tegakan
berdiri pohon suren yang siap ditebang. Pohon suren yang dapat dijual adalah
pohon suren yang memiliki diameter ≥ 30 cm. Tegakan berdiri suren berdiameter
≥ 30 cm dihargai sekitar Rp. 1.000.000-2.000.000. Penerimaan yang didapatkan
oleh petani dihitung berdasarkan harga rata-rata yang diterima petani responden
saat penelitian. Taksiran hasil pendapatan dari tegakan berdiri pohon suren di
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Potensi Penerimaan Pohon Suren (Rp./UT/Daur)
No. Luas Lahan UT
Berdasarkan Tabel 14 diatas diketahui taksiran jumlah tegakan yang dapat
dipanen oleh petani adalah berkisar 233,62 tegakan/UT/daur. Dilokasi penelitian,
penelitian. Berdasarkan data tersebut, petani berpotensi mendapatkan penerimaan
nominal sebesar Rp. 350.428.571,43/UT/daur. Pedapatan nominal yang diterima
oleh petani dari tegakan suren berpotensi cukup tinggi.
Analisis Finasial Usaha Agroforestri Kopi Arabika dan Suren
Analisis fianansial merupakan suatu parameter yang digunakan untuk
mengetahui kelayakan dari suatu usaha tani yang dilakukan oleh petani. Untuk
mengetahui tingkat keuntungan finansial pengusaahaan kopi arabika dan suren
dengan pola agroforestri, digunakan parameter analisis investasi yaitu NPV (Net
Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Return).
Perhitungan terhadap tingkat keuntungan dilakukan selama satu kali daur tanaman
kopi arabika dan suren yaitu selama 15 tahun. Tingkat keuntungan dilakukan
dengan memperhitungkan discount rate (faktor suku bunga). Perhitungan suku
bunga riil rata-rata disajikan pada Tabel 15 berikut ini.
Tabel 15. Perhitungan Suku Bunga Riil Rata-Rata (2004-2014)
Berdasarkan hasil perhitungan suku bunga riil rata-rata selama tahun
2004-2014, didapatkan suku bunga riil sebesar 5,65%. Berikut ini adalah hasil dari
perhitungan NPV, BCR dan IRR disajikan pada Tabel 16 yang diringkas dari
Tabel Lampiran 12.
Tabel 16. Parameter Analisis Finansial
No. Parameter Kelayakan Finansial Hasil
1 Net Present Value Rp. 166.792.215,73/UT/Daur
Rp. 11.119.481.05/UT/Tahun Rp. 926.623,42/UT/Bulan
2 Benefit Cost Ratio 22,80
3 Internal Rate of Return 38,90%
Berdasarkan Tabel 16, pada discount factor 5,65% diperoleh nilai NPV
sebesar Rp. 166.792.215,73/UT/daur. Nilai NPV yang diperoleh lebih besar dari 0
maka usaha agroforestri suren dan kopi layak untuk diusahakan. Berdasarkan data
NPV tersebut dapat diketahui setiap tahunnya petani mendapatkan nilai
nominal rata-rata sebesar Rp. 11.119.481,05/UT/tahun dan setiap bulannya adalah
sebesar Rp. 926.623,42/UT/bulan. Nilai dari BCR didapatkan sebesar 22,80 yang
artinya petani akan mendapatkan manfaat sebesar 22,80 kali lipat dari setiap
pengeluarannya. Hasil dari BCR memberikan suatu gambaran bahwa setiap
pengorbanan biaya sebesar Rp. 1.000, akan dapat memberikan manfaat sebesar
Rp. 22.800. Nilai IRR yang didapatkan dari hasil perhitungan adalah sebesar
38,90%. Nilai IRR yang didapat sebesar 38,90% lebih besar dari tingkat suku
bunga yang berlaku dipasar yaitu 5,65% per tahun. Hal ini menunjukkan ketika
suku bunga meningkat sampai 38,90% maka nilai manfaat bersih (NPV) yang
didapatkan adalah sama dengan nol. Kemudian jika suku bunga yang berlaku
dipasar lebih besar dari 38,90% maka usaha agroforestri kopi arabika dan suren
berlaku maka dapat disimpulkan bahwa usaha agroforestri kopi arabika dan suren
layak untuk diusahakan secara finansial.
Kesimpulan dari hasil perhitungan parameter kelayakan fianansial tersebut
disajikan pada Tabel 17 berikut ini.
Tabel 17. Kesimpulan Parameter Finansial dari Usaha Agroforestri Suren dan Kopi Arabika
No. Parameter Kelayakan Finansial Kesimpulan
1 Net Present Value (NPV) NPV > 1
2 Benefit Cost Ratio (BCR) BCR > i
3 Internal Rate of Return (IRR) IRR > i
Pada tabel tersebut menunjukkan nilai dari NPV>1, BCR>i dan IRR>i.
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha agroforestri dengan
menggunakan komoditi tanaman suren dan kopi di Desa Aek Nauli dan di
Kelurahan Sipolha Horison secara finansial layak untuk dilaksanakan.
Manfaat Sistem Agroforestri Tanaman Suren dan Kopi
Pengusahaan tanaman kopi dengan menggunakan tanaman suren sebagai
tanamam penaung bagi kopi memberi dampak positif bagi petani kopi. Pada
lokasi penelitian di Kelurahan Sipolha Horison, penanaman suren dilakukan
dengan inisiatif masyarakat setempat. Pemilihan tanaman suren tersebut
dikarenakan tanaman suren mampu memberikan naungan yang cukup bagi
tanaman suren. Tanaman suren dapat membantu dalam memberikan intensitas
matahari yang cukup bagi tanaman kopi sehingga tanaman kopi yang ada
dibawahnya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta dapat menjaga
produktivitas dari tanaman kopi. Pengaruh naungan terhadap terhadap tanaman
kopi juga telah dikemukakan dalam penelitian pengaruh naungan terhadap
(2011) yang menyatakan bahwa pohon peneduh dapat melindungi tanaman kopi
dari tekanan lingkungan yang merugikan dan dapat meningkatkan produksi kopi
dibandingkan tanaman kopi yang ditanam di bawah sinar matahari langsung.
Pengusahaan tanaman kopi arabika dan suren dalam sistem agroforestri
dapat menekan kerugian yang mungkin terjadi akibat penurunan harga kopi
dibandingkan dengan pola pengusahaan kopi yang dilakukan secara monokultur.
Hal ini dikarenakan dengan sistem agroforestri memberikan kemungkinan bagi
para petani untuk meningkatkan intensitas panen yang pada akhirnya dapat
memberikan tambahan output, baik itu output dari segi fisik maupun dari segi
finansial. Nilai output lebih yang dapat diterima oleh para petani secara fisik
dalam sistem agroforestri adalah jasa lingkungan, dimana jasa lingkungan yang
dihasilkan tanaman pelindung bermanfaat untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kopi. Pengelolaan agroforestri kopi arabika dan suren
yang dilakukan pada lahan milik pribadi, memungkinkan petani mendapatkan
output lebih yang diperoleh dari pohon naungan yang berupa hasil kayu yang
dapat diperjualkan dipasaran. Di lokasi penelitian, kayu suren umumnya
digunakan sebagai bahan baku utama untuk pembuatan perahu kecil dan juga
dapat sebagai bahan kayu gergajian. Manfaat lebih yang dapat diterima dari
sistem agroforestri juga dikemukakan oleh Caporal dkk, (2013) yang menyatakan
bahwa agroforestri antara pohon dengan tanaman kopi menunjukkan kegunaan
langsung dalam memperoleh output tambahan seperti buah dan kayu, adanya
pendapatan tambahan, dan secara tidak langsung sistem agroforestri juga
situasi kopi mengalami penurunan harga, agroforestri dapat menjamin pendapatan
lebih baik.
Pengelolaan tanaman kopi secara tumpangsari juga membantu masyarakat
dari segi ekonomi, dimana masyarakat diberi izin menggunakan lahan pemerintah
untuk mengusahakan kopi namun dengan syarat petani tidak diizinkan menebang
pohon yang ada di area tersebut. Masyarakat menyadari bahwa dengan adanya
sistem tumpangsari yang dilakukan, selain dapat membantu perekonomian
masyarakat juga dapat membantu dalam menjaga hutan dari kebakaran hutan serta
bencana lainnya seperi erosi. Adanya sistem tumpangsari dapat membantu
menyejahterakan kehidupan masyarakat sekitar hutan dan secara tidak langsung
juga masyarakat ikut ambil peran dalam manjaga kawasan hutan, dan dengan
begitu hutan tetap lestari. Penelitian mengenai sistem tumpang sari ini juga pernah
dilakukan oleh Wakka dan Nur (2010) di kawasan KHDTK Borisallo dimana
secara finansial berdasarkan NPV, BCR dan IRR, pemanfaatan lahan dengan
sistem tumpang sari layak untuk dikembangkan.
Pada lokasi penelitian, suren akan mulai berproduksi menghasilkan buah
pada saat suren mencapai umur sekitar 10 tahun. Pada saat itu, jika diinginkan
petani dapat mengelola biji suren untuk dijadikan benih yang dapat dipasarkan.
Sehingga hasil dari benih tersebut dapat menjadi penghasilan tambahan bagi para
Agroforestri Suren dan Kopi Arabika dengan Tumpangsari
Adanya kegiatan agroforestri yang dilaksanakan secara tumpangsari di
lahan milik pemerintah, masyarakat sekitar hutan diberi kesempatan untuk
memanfaatkan lahan hutan untuk menanam kopi dan yang nantinya dapat
membantu perekonomian masyarakat. Kegiatan tumpangsari juga membuat petani
kopi ikut ambil bagian dalam pengelolaan hutan dan secara tidak langsung
masyarakat ikut melindungi fungsi konservasi lahan.
Guna mendukung kegiatan tumpangsari, pemerintah daerah sebagai
pembuat membuat kebijakan setempat dapat memberikan kompensasi kepada
petani senilai tegakan suren yang tidak dapat dipanen, dengan melalui bantuan
berupa:
1. Bantuan dalam kemudahan pemasaran benih suren. Benih suren hasil
budidaya masyarakat jika dapat dipasarkan secara luas akan sangat membantu
dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan.
2. Bantuan berupa pembinaan benih suren bagi masyarakat dan teknis penentuan
tegakan suren sebagai sumber benih yang tersertifikasi. Bantuan ini dapat
membantu petani dalam penyediaan benih yang dengan mutu yang baik.
3. Bantuan bimbingan atau teknologi yang dapat membantu masyarakat dalam
meningkatkan produktivitas usaha tani kopi arabika.
4. Bantuan berupa sarana dalam memproduksi kopi arabika seperti subsidi pupuk
yang lebih besar. Input berupa pupuk bagi masyarakat sangat penting untuk
Adanya kebijakan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran petani akan
pentingnya keberadaan hutan dan berkeinginan untuk melestarikan kawasan, dan
pada waktu yang sama dapat meningkatkan pendapatan petani sekitar hutan.
Sistem kompensasi nilai tegakan seperti yang disarankan dalam penelitian ini, telah ditemukan juga dalam kasus pengelolaan hutan rakyat pinus di
Kabupaten Samosir oleh Harianja (2013) yang menyatakan bahwa kompensasi
nilai ekonomi tegakan pinus yang tidak dapat dipanen karena keberadaannya
sebagai hutan rakyat konservasi dapat diberikan kepada petani tersebut yang
sekaligus juga merupakan petani kopi arabika dalam bentuk subsidi pupuk Urea
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap tanaman suren dan kopi arabika dalam
sistem agroforestri di Aek Nauli, Desa Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon,
dan Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten
Simalungun, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Analisis finansial yang dilakukan pada tingkat suku bunga 5,65% diperoleh
nilai NPV sebesar Rp. 166.792.215,73/daur/UT, BCR 22,80, dan IRR 38,90%.
2. Berdasarkan hasil parameter kelayakan finansial yakni NPV BCR dan IRR
yang didapatkan maka usaha agroforestri dengan menggunakan komoditi
tanaman kopi dan suren di Aek Nauli dan di Kelurahan Sipolha Horison
secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan.
3. Berdasarkan besaran nilai NPV maka diketahui setiap tahunnya petani
mendapatkan nilai nominal rata-rata sebesar Rp. 11.119.481,05/UT/tahun dan
setiap bulan adalah sebesar Rp. 926.623,42/UT/bulan dari sistem agroforestri
tersebut.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, dibutuhkan penelitian lebih lanjut
mengenai jarak tanam yang optimal, baik itu jarak tanam antara tanaman kopi
dengan tanaman penaungnya maupun jarak tanam antar tanaman penaungnya.
Dengan demikian dapat diketahui jarak tanam yang sesuai untuk mendukung