Keadaaan Umum Lokasi Penelitian Aek Nauli
Aek Nauli adalah sebuah desa yang berada pada Kecamatan Girsang
Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Aksesibilitas
ke lokasi ini cukup tinggi karena cukup banyak transportasi umum yang tersedia
melewati daerah ini dan terletak diantara kota Pematangsiantar dan Parapat
melalui jalur lintas Sumatera.
Gambar 1. Peta Lokasi Desa Aek Nauli
Lokasi pertama penelitian agroforestri suren dan kopi berada pada
kawasan Arboretum Aek Nauli yang terletak dalam kompleks BPPKS (Balai
BPPKS Aek Nauli memiliki luas ± 50 Ha. Sedangkan lokasi arboretum yang
berada dalam kompleks BPPKS memiliki luasan ± 7,5 Ha.
Arboretum Aek Nauli berada pada ketinggian 1.200 m dpl. Secara
geografis lokasi ini terletak pada 43º25’ BT dan 4º89’ LU. Karena lokasi
arboretum yang berada dalam kompleks BPPKS maka secara umum kondisi fisik
merupakan lahan dengan kelerengan 2-15% dengan jenis tanah podzolik coklat
kelabu. Sebagian merupakan areal datar berbukit dan sebagian merupakan lembah
dangkal. Curah hujan di kawasan Aek Nauli termasuk ke dalam tipe A menurut
klasifikasi Smith dan Ferguson dengan curah hujan rata-rata berkisar antara
2.991,4 mm sampai dengan 2.452 mm, kelembapan udara rata-rata harian adalah
84 mmHg dan suhu rata-rata bulanan berkisar antara 23-24 ºC (Ali dkk, 2002).
Status lahan dari kawasan Aek Nauli adalah lahan milik pemerintah. Pada
kompleks BPPKS Aek Nauli terdapat sekitar 26 kepala keluarga dimana seluruh
mata pencaharian utama dari kepala keluarga adalah pegawai negeri sipil.
Kelurahan Sipolha Horison
Lokasi kedua penelitian agroforestri suren dan kopi berikutnya adalah
kelurahan Sipolha Horison. Kelurahan Sipolha Horison adalah sebuah kelurahan
atau desa yang berada pada Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten
Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Aksesibilitas ke lokasi ini masih kurang,
karena masih terbatasnya transportasi umum yang melewati daerah ini. Lokasi
Gambar 2. Peta kawasan kelurahan Sipolha Horison, Kec. Pematang Sidamanik, Kab. Simalungun
Menurut Mantri Statistik Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten
Simalungun (2012), Kecamatan Pematang Sidamanik berada pada ketinggian
780 m dpl dengan luas 91,03 km2. Luas wilayah dari kelurahan Sipolha Horison
adalah 7,02 km2 atau sebesar 7,71% dari luas seluruh Kecamatan Pematang
Sidamanik.
Kelurahan Sipolha Horison termasuk Kawasan DTA Danau Toba,
maka dari itu secara fisik, kawasan ini memiliki tipe iklim B berdasarkan
Schmidt Fergusson, yaitu memiliki kondisi iklim yang selalu basah tanpa
musim kering yang jelas. Curah hujan rata-rata sebesar 206,95 hari/tahun,
rata-rata suhu 18,27-21ºC, dan rata-rata kelembapan sebesar 85,60%
(Sukmana dan Lailan, 2010).
Status lahan lokasi penelitian di Kelurahan Sipolha Horison adalah lahan
milik masyarakat dan lahan milik pemerintah (kawasan buffer zone). Rata-rata
lahan kering di Kelurahan Sipolha Horison yaitu seluas 627 Ha. Jumlah keluarga
yang tinggal di daerah ini adalah sebanyak 306 keluarga.
Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data primer para petani kopi
arabika dan suren. Jumlah petani responden sebanyak 9 orang yang berasal dari
Aek Nauli dan 12 orang dari Kelurahan Sipolha Horison. Karakteristik responden
yang dianalisis dalam penelitian ini antara lain umur, pendidikan, mata
pencaharian, dan jumlah anggota keluarga. Rincian mengenai gambaran
responden disajikan pada bagian Lampiran 2.
Berdasarkan data pada Lampiran 2 tersebut didapat rata-rata umur petani
responden berada pada usia produktif yaitu berada pada usia rata-rata 46 tahun.
Umur maksimal responden adalah 63 tahun dan umur terendah adalah 28 tahun.
Sebagian besar responden berprofesi sebagai petani dan pegawai negeri sipil.
Jumlah rata-rata tanggungan keluarga adalah 5 orang, dengan tanggungan paling
sedikit 3 orang dan tanggungan terbanyak sebanyak 8 orang dalam satu
rumahtangga.
Umur menyatakan tingkat keproduktifan seseorang dalam melakukan
kegitan. Distribusi responden berdasarkan umur ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
No Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%)
1 21 – 30 1 4,76 2 31 – 40 6 28,57 3 41 – 50 5 23,81 4 51 – 60 7 33,33 5 61 – 70 2 9,52 Jumlah 21 100
Berdasarkan data pada Tabel 1 persentase umur tinggi terdapat pada
kisaran umur 51-60 tahun (33,33%). Kemudian diikuti kelompok umur 31-40
tahun (28,57%), kelompok umur 41-50 tahun (23,81%), kelompok umur (9,52%),
dan terakhir kelompok umur dengan persentase terendah adalah 21-30 (4,67%).
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat. Tingkat pendidikan mempengaruhi kinerja petani dalam mengelola
lahannya. Berikut distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1 SD 2 9,52
2 SLTP/SMP 2 9,52
3 SLTA/SMU/SMA 17 85,71
Jumlah 21 100
Tingkat pendidikan tertinggi masyarakat di Aek Nauli dan di Sipolha
Horison adalah SLTA sebanyak 17 orang (85,71%). Sedangkan tingkat
pendidikan terendah responden adalah SD dengan jumlah 2 orang (9,25%) dan
SMP dengan jumlah 2 orang (9,25%).
Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan responden disajikan pada
Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1 Petani 10 47,62
2 Pedagang 1 4,76
3 Nelayan 1 4,76
4 Pegawai Negeri Sipil 9 42,86
Jumlah 21 100
Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rata mata pencaharian pokok
responden adalah petani (47,62%) dan pegawai negeri sipil (42,86%). Selain itu,
seluruh responden berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, dan bertani kopi
hanyalah sebagai pekerjaan sampingan. Sedangkan di Kelurahan Sipolha Horison,
responden rata-rata memiliki profesi sebagai petani, dan selebihnya adalah
pedagang dan nelayan. Selain bertani, masyarakat di Sipolha Horison juga
memiliki kerja sampingan seperti berdagang.
Tingkat pendapatan rata-rata dari seluruh responden saat penelitian adalah
sebesar Rp. 2.619.048 per bulan untuk per rumahtangga. Pendapatan minimal dari
seluruh responden adalah Rp. 1.500.000 dan pendapatan maksimal responden
adalah sebesar Rp. 4.500.000. Responden yang berlokasi di Aek Nauli memiliki
pendapatan rata-rata Rp. 3.055.556 per bulan per rumahtangga dengan pendapatan
terendahnya adalah Rp. 2.500.000 dan pendapatan tertinggi sebesar Rp. 4.500.000
yang diperoleh responden selain bekerja sebagai petani.
Sedangkan pada lokasi penelitian di Kelurahan Sipolha Horison,
pendapatan rata-rata masyarakat adalah Rp. 2.291.667 per bulan per rumahtangga
dengan pendapatan terendah responden Rp. 1.500.000 dan pendapatan tertinggi
dari responden adalah sebesar Rp. 3.000.000. Tingkat pendapatan ini diperoleh
berdasarkan pekerjaan pokok responden baik itu sebagai petani, pedagang
maupun sebagai nelayan.
Sistem Agroforestri Suren dan Kopi Arabika Varietas Sigarar Utang
Para petani responden mayoritas mengusahakan kopi arabika varietas
Sigarar utang, baik itu di lahan milik pribadi maupun di lahan milik pemerintah
dengan menggunakan tanaman suren sebagai tanaman penaung dalam bentuk
agroforestri. Dalam penelitian ini jumlah luas seluruh lahan responden yang
masing-masing seluas 1,40 Ha di Aek Nauli dan 3,16 Ha di Sipolha Horison.
Luasan lahan rata-rata yang diusahakan oleh petani adalah seluas 0,22 Ha dengan
luas lahan usaha responden paling rendah 0,08 Ha dan luas lahan terluas 0,60 Ha.
Luasan lahan lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Luasan Lahan Petani Responden
No. Lokasi Luas Lahan Total (Ha) Luas Lahan Terendah (Ha) Luas Lahan Tertinggi (Ha) 1 Aek Nauli 1,40 0,08 0,32 2 Kelurahan Sipolha 3,16 0,12 0,60
Berdasarkan tabel diatas, luas lahan minimum yang dikelola oleh petani
responden adalah 0,08 Ha di Aek Nauli dan 0,12 Ha di Sipolha Horison.
Sedangkan luasan maksimum yang dikelola petani responden adalah seluas
0,32 Ha di Aek Nauli dan 0,60 Ha di Kelurahan Sipolha. Petani responden yang
berada di Kelurahan Sipolha Horison umumnya memiliki luasan lahan usaha tani
yang lebih luas daripada petani responden yang berada di lokasi Aek Nauli
Sistem Agroforestri Suren dan Kopi Arabika di Aek Nauli
Tanaman suren di Aek Nauli merupakan tanaman proyek ujicoba yang
dilakukan oleh Balai Penelitian dan Konservasi (BPK) Aek Nauli. BPK Aek Nauli
sejak tahun 2005 telah membangun plot ujicoba tanaman suren (Toona sureni
Merr.) di lokasi arboretum Aek Nauli seluas 4 Ha. Menurut Sanjaya (2008) dalam
Laporan Hasil Plot Uji Coba Ingul Aek Nauli, tanaman suren ini merupakan salah
satu solusi rehabilitasi lahan kritis dengan memperhatikan karakteristik lahan dan kesesuaian jenis lahan tersebut.
Pada perkembangannya, guna dapat membantu dalam menjaga dan memelihara tanaman suren, pada tahun 2006 masyarakat yang berada di BPPKS Aek Nauli diberikan izin untuk melakukan kegiatan pertanian dengan sistem
tumpangsari. Masyarakat yang melakukan kegiatan pertanian di lokasi suren pada umumnya menanam tanaman kopi arabika varietas sigarar utang (Gambar 3).
Gambar 3. Tanaman suren dan kopi di Aek Nauli
Luas seluruh lahan tanaman suren yang digunakan masyarakat untuk menanam kopi adalah seluas 1,40 Ha. Bentuk penanaman kopi arabika dilakukan pada sela-sela barisan pohon suren dalam bentuk tumpang sari. Tanaman suren
yang ada di Aek Nauli di tanam dengan jarak tanam 2 x 3 cm. Sedangkan jarak
tanaman kopi berbeda-beda pada setiap responden.
Tabel 5. Jarak Tanam Tanaman Kopi di Aek Nauli
No. Jarak Tanam (m) Frekuensi Persentase (%)
1 1,4 x 2 1 11,11
2 1,5 x 1,5 3 33,33
3 2 x 2 5 55,56
Jumlah 9 100
Jarak tanam tanaman kopi yang banyak diaplikasikan masyarakat adalah jarak tanam dengan ukuran 2x2 m yaitu sebanyak 5 responden (55,56%).
Pengaplikasian jarak tanam kopi dengan jarak 2x2 m oleh masyarakat adalah
didasarkan oleh pedoman jarak tanam kopi yang dikeluarkan oleh Menteri
Pertanian No. 128 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kebun
Induk dan Kebun Entres Kopi Arabika dan Kopi Robusta dimana dianjurkan
Kegiatan agroforestri ini seluruhnya diterapkan oleh para Pegawai Balai
Penelitian Kehutanan (BPK) Aek Nauli yang dimanfaatkan sebagai sumber
pendapatan tambahan. Komoditi kopi dipilih oleh masyarakat untuk ditanam
dengan alasan kopi dapat tumbuh dengan baik di daerah tersebut dan dapat membantu menambah penghasilan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan di sela
waktu luang dan umumnya dilakukan oleh para bapak. Karena penanaman kopi
ini hanya sebagai penghasilan tambahan saja (pekerjaan sampingan), maka
kegiatan pemeliharaannya kurang intensif.
Sistem Agroforestri Suren dan Kopi Arabika di Kel. Sipolha Horison
Berdasarkan laporan ITTO oleh Sukmana dan Lailan (2010) kegiatan
masyarakat di Kelurahan Sipolha Horison umumnya adalah bertani. Masyarakat
menggunakan lahannya untuk menanam padi, kemiri, petai, aren, buah-buahan
serta campuran tanaman kehutanan lainnya. Pada perkembangannya, terdapat
perubahan dalam sistem pertanian yaitu pergantian tanaman dengan tanaman kopi.
Kopi arabika merupakan jenis yang banyak ditanam di daerah tersebut.
Masyarakat membudidayakan kopi sebagai komoditas yang memiliki prospek
yang bagus di masa depan. Tingkat penanaman kopi yang tinggi oleh masyarakat
dipicu oleh nilai ekonominya yang cukup menjanjikan.
Pada usaha budidaya kopi, masyarakat di Sipolha Horison menggunakan
pola agroforestri, dapat dilihat pada Gambar 4. Jenis tanaman kehutanan yang saat
ini banyak ditanam oleh masyarakat adalah suren (Toona sureni Merr.).
Penanaman suren ini dilakukan dengan inisiatif masyarakat. Tanaman suren
tersebut berasal dari hasil pembibitan oleh masyarakat sendiri maupun bibit yang
Gambar 4. Tanaman suren dan kopi di Kelurahan Sipolha Horison
Kegiatan pertanian umumnya dilakukan oleh para ibu. Terlebih lagi saat
kegiatan pemanenan buah kopi. Pemanenan petik buah merah ini biasa dilakukan
oleh tenaga kerja wanita karena umumnya lebih teliti dan kapasitas panennya
lebih besar. Dalam pengusahaan lahan dengan sistem agroforestri suren dan kopi
ini, masyarakat menggunakan lahan milik pribadi maupun lahan milik pemerintah
yaitu di kawasan penyangga (buffer zone). Distribusi responden berdasarkan jenis
kepemilikan lahan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kepemilikan Lahan
No. Jenis Kepemilikan Lahan Frekuensi Persentase (%)
1 Pribadi 8 66,67
2 Pemerintah 4 33,33
Jumlah 12 100
Pada Tabel 6 ini menunjukkan bahwa petani responden yang menggunakan lahan
pribadi adalah sebanyak 8 orang (66,67%) dan yang menggunakan lahan
pemerintah sebanyak 4 orang (33,33%).
Pada perkembangannya, masyarakat yang ada di kelurahan Sipolha
Horison diberi izin untuk menggunakan kawasan penyangga (buffer zone) sebagai
lahan usaha pertanian. Namun bagi masyarakat yang menggunakan lahan tersebut,
kehutanan. Pada kawasan penyangga, masyarakat menanam kopi dengan sistem
tumpangsari.
Penanaman kopi di sekitar Kelurahan Sipolha Horison rata-rata memiliki
jarak tanam dengan ukuran 2x2 m. Berikut adalah tabel distribusi responden
berdasarkan jarak tanam tanaman kopi di Kelurahan Sipolha Horison.
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tanam Tanaman Kopi di Kelurahan Sipolha Horison
No. Jarak Tanam Frekuensi Persentase (%)
1 1,5 x 2 1 8,33
2 2 x 2 8 66,67
3 2,5 x 2,5 1 8,33
4 2 x 3 2 16,67
Jumlah 12 100
Berdasarkan tabel tersebut diketahui mayoritas petani responden menanam
tanaman kopi dengan jarak tanam 2x2 m yaitu sebanyak 8 orang (61,54%).
Penggunaan jarak tanam kopi dengan ukuran 2x2 m yang dominan dilakukan oleh
masyarakat Kelurahan Sipolha ini, diadaptasi dari ukuran jarak tanam kopi yang
terlebih dahulu sudah dilakukan di Aek Nauli.
Tanaman suren yang di tanam oleh masyarakat di Sipolha Horison juga
memiliki jarak tanam yang beragam. Jarak tanaman suren yang ada di lokasi
tersebut disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tanam Tanaman Suren di Kelurahan Sipolha Horison
No. Jarak Tanam Frekuensi Persentase (%)
1 1,5 x 5 2 18,18 2 2 x 3 1 9,09 3 3 x 4 2 18,18 4 5 x 5 5 45,45 5 10 x 10 1 9,09 Jumlah 11 100
Jarak tanam tanaman suren yang banyak diaplikasikan masyarakat di Sipolha Horison adalah jarak tanam dengan ukuran 5 x 5 m yaitu sebanyak 5 responden (51,67%).
Pada lahan milik sendiri, tegakan suren dapat dipanen. Di kawasan
sekitaran Danau Toba, tanaman suren yang tumbuh dengan baik biasanya dapat
dipanen pada umur sekitar 15 tahun dengan diameter 30-40 cm. Harga tegakan
kayu suren cukup tinggi karena biasanya kayu suren digunakan sebagai bahan
untuk membuat “solu” (kapal keci), bahan bangunan, dan peti mati. Tegakan
berdiri suren berdiameter 30-40 cm dihargai sekitar Rp. 1.000.000-2.000.000.
Penanaman suren dilakukan masyarakat dengan pola yang berbeda-beda
seperti ditanam sebagai tanaman sela, sebagai batas lahan, dan terasering. Bentuk
pola tanam yang dilakukan oleh petani disesuaikan dengan kepentingan petani.
Tanaman suren yang ditanam sebagai tanaman sela, ditanam oleh
masyarakat sebagai tanaman pelindung bagi kopi. Selain sebagai tanaman
pelindung kopi, pola tanam ini juga dianggap sebagai pagar tanaman kopi oleh
petani responden yang dapat membantu dalam mengusir hama yang dapat
merusak tanaman kopi. Hal ini karena suren memiliki aroma seperti cedar yang
tidak disukai oleh serangga. Pola tanam ini juga memiliki jumlah tanam suren
yang cukup banyak untuk nantinya dapat dipanen oleh petani (bagi petani yang
menanam di lahan milik sendiri).
Tanaman suren sebagai tanaman sela pada kopi ditanam pada umumnya
dengan jarak 2x3 m, 3x4 m dan 5x5 m. Pola jarak tanam suren ini dapat dilihat
Ket: Jarak Tanaman Suren : 2 x 3 Ket: Jarak Tanaman Suren : 3 x 4
Ket: Jarak Tanaman Suren : 5 x 5
Suren Kopi
Suren Kopi Suren Kopi
(a) (b)
(c)
Gambar 5. Sketsa pola tanam suren dan kopi (a) jarak tanam suren 2x3 m, (b) jarak tanam suren 3x4m dan (c) jarak tanam suren 5x5 m
Pada daerah sekitar Kelurahan Sipolha, tanaman suren juga digunakan
petani sebagai pohon penanda batas lahan. Tanaman suren yang ditanam sebagai
batas lahan oleh petani berfungsi sebagai penanda batas lahan milik masyarakat
ataupun sebagai batas lahan usaha tani masyarakat. Petani responden yang
menggunakan suren sebagai batas lahan, tanaman suren ditanam dengan jarak
tanam 10 x 10 m. Gambaran pola jarak tanam suren 10 x 10 m ini dapat dilihat
pada Gambar 6.
Ket: Jarak Tanaman Suren : 10 x 10
Suren Kopi
Gambar 6. Sketsa pola tanam suren dan kopi dengan jarak tanam suren 10x10 m
Selain tanaman suren yang ditanam sebagai tanaman naungan kopi
maupun penanda batas lahan, tanaman suren juga ditanam membentuk sengkedan
sengkedan dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan mengurangi erosi dilahan
miring, menghalau hama dan juga sebagai peneduh tanaman kopi. Penanaman
dengan sistem sengkedan ini memiliki jarak tanam dengan ukuran 1,5 x 5 m.
Gambaran sketsa pola jarak tanam suren seperti ini dapat dilihat pada Gambar 7.
Suren Kopi
Ket: Jarak Tanaman Suren : 1,5 x 5
Ket:
Tampak samping pola tanam tanaman kopi dan suren
Gambar 7. Sketsa pola tanam suren dan kopi dengan jarak tanam suren 1,5x5 m
Masyarakat lokal juga menyadari dengan menanam tanaman kopi dengan
menggunakan sistem agroforestri dapat membantu mereka dalam menjaga
tanaman kopi yang mereka kelola. Selain itu juga bagi petani, dengan
menggunakan sistem agroforestri dapat membatu dalam mencegah terjadinya
erosi dan kebakaran. Penggunaan sistem agroforestri di Kelurahan Sipolha
Horison baik itu menggunakan lahan milik pribadi maupun pemerintah dianggap
cukup membantu masyarakat baik itu dalam pengusahaan tanaman kopi maupun
dalam membantu perekonomian masyarakat. Penggunaan sistem agroforestri di
Sipolha Horison selain bertujuan untuk membantu perekonomian masyarakat,