• Tidak ada hasil yang ditemukan

Letak dan Batas

Bukittinggi terletak antara 100020-100025 BT dan 00016-00020'LS, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Gadut dan Kapau Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Taluak IV Suku Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Sianok, Guguk dan Koto Gadang Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagari Tanjung Alam, Ampang Gadang Kecamatan IV Angkat Kabupaten Agam (BPS Kota Bukittinggi, 2006). Keadaan Topografi

Kawasan Kotamadya Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat berada pada ketinggian 780 - 950 Meter di atas permukaan laut, dengan topografi tidak rata, bergelombang dan berbukit-bukit. Temperatur rata-rata maksimun. 24,90 C dan minimum 16,10 C, dengan kelembaban udara rata-rata maksimal 90,8% dan minimum 82,0%. (Dinas Pekerjaan Umum, 2006).

Organisasi

Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan telah mengalami beberapa kali perubahan struktur organisasi, mengikuti perkembangan roda Pemerintahan

36

Daerah Kota Bukittinggi. Saat masih bernama Bundo Kanduang, TMS.BK merupakan lemabaga yang berdiri sendiri dalam bentuk Dinas Non Sruktural.

Pada tanggal 31 Desember 2008, struktur organisasi Kantor Pariwisata Seni dan Budaya mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2008. Ini berpengaruh pula terhadap organisasi kerja di lingkungan TMS.BK. kantor Pariwisata Seni dan Budaya menjadi Dinas kebudayaan dan Pariwisata dan TMS.BK masih berada di bawah dinas ini sebagai Bidang TMS.BK dengan tiga (3) orang Kepala Seksi.

Pengelolaan TMS.BK murni milik Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi. TMS.BK telah memiliki izin lembaga konservasi dengan Surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.233/Menhut-II/2007 tanggal 2 Juli 2007 tentang pemberian izin sebagai Lembaga Konservasi dalam bentuk Taman Marga Satwa kepada Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi Seksi Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan, Kantor Pariwisata Seni dan Budaya Kota Bukittinggi, Propinsi Sumatera Barat.

Karakterisistik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pengunjung atau wisatawan yang berada di kawasan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan. Karakterisitik responden merupakan bagian yang penting dari suatu penelitian, karena dengan diketahuinya karakterisitik responden maka peneliti dapat mengetahui faktor-faktor yang dominan dengan baik.

Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 100 orang. Karakterisistik responden yang akan dibahas berikut ini meliputi: jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan daerah asal pengunjung.

37 Tabel 4. Karakterisitik responden

Aspek Jumlah (Orang) Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 64 36 64 36 Jumlah 100 100 Umur 17-23 24-30 31-37 38-44 45-51 46 28 16 6 4 46 28 16 6 4 Jumlah 100 100 Tingkat pendidikan SD SLTP SMU/ SMK Perguruan Tinggi 33 9 43 45 33 9 43 45 Jumlah 100 100 Asal Bukittinggi Padang Luar Padang Panjang Payakumbuh Padang Pekanbaru 47 21 12 10 7 3 47 21 12 10 7 3 Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Jenis Kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan bahwa jumlah pengunjung laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan persentase 64% dan 36%. Tetapi perbandingan ini bukan merupakan angka yang tepat dalam membandingkan jumlah pengunjung laki-laki dengan perempuan yang datang ke TMS.BK. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan laki-laki untuk melakukan kegiatan wisata ke Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan lebih besar dibandingkan perempuan. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Ross (1998) yang mengatakan bahwa

38

wisatawan laki-laki lebih banyak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mewujudkan jati diri yaitu kebutuhan akan kepuasan diri dan usaha perwujudan kemampuan dengan cara keinginan untuk berpetualang serta lebih suka menghadapi tantangan dibandingkan wisatawan perempuan.

Umur

Pengunjung yang menjadi responden pada penelitian ini dibatasi mulai dari umur 17 tahun sampai 50 tahun. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pengunjung yang datang ke kawasan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan tersebagai berbagai tingkatan usia. Pengunjung dengan usia 17-23 tahun lebih banyak daripada tingkatan usia lainnya yaitu sebesar 46 %.

Pengunjung yang datang sebagian besar tergolong usia muda dan produktif. Pada usia muda pada umumnya orang masih memiliki semangat yang tinggi untuk melakukan kegiatan wisata serta kondisi fisik yang masih prima untuk melakukan suatu perjalanan wisata. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pitana (2005) dalam Utama (2006) bahwa kegiatan untuk merealisasikan mimpi-mimpi yang lama dicita-citakan sampai mengorbankan diri dalam bentuk penghematan agar bisa melakukan perjalanan wisata merupakan salah satu faktor seseorang untuk melakukan perjalanan wisata.

Pengunjung dengan usia yang produktif akan dapat memberikan jawaban atas kuisioner lebih akurat dibandingkan dengan usia non produktif. Sehingga jawaban dari responden tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak pengelola dalam meningkatkan sistem pengelolaan yang lebih baik. Apabila sistem pengelolaan semakin baik maka kesejahteraan satwa juga semakin baik pula.

39 Tingkat Pendidikan

Latar belakang pendidikan dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan kegiatan wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan yang tinggi juga memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melakukan kegiatan wisata. Responden yang mengunjungi Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi adalah yang paling tinggi, yaitu sebesar 45%. Pengunjung yang memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi memiliki pola pikir yang luas dan memiliki motivasi pendidikan sehingga mereka berharap dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan mereka tentang alam dan satwa liar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Utama (2006) yang menyatakan bahwa kesempatan mendidik merupakan pendorong dominan dalam pariwisata.

Pengunjung dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan dapat memberikan jawaban atas kuisioner lebih akurat dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Karena wawasan pengunjung dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih luas. Sehingga jawaban dari responden tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak pengelola dalam meningkatkan sistem pengelolaan yang lebih baik.

Daerah Asal

Berdasarkan hasil kuesioner, responden yang berkunjung ke Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan didominasi dari daerah Bukittinggi sebesar 47% dan selebihnya berasal dari Padang Luar (21%), Padang Panjang (12%), Payakumbuh (10%), Padang (7%), Pekanbaru sebanyak 3%.

40

Pengunjung terbanyak berasal dari kota Bukittinggi, hal ini disebabkan karena letak TMS.BK yang berada di tengah kota Bukittinggi. Sehingga jarak yang ditempuh oleh pengunjung yang berasal dari kota Bukittinggi semakin dekat dan waktu yang ditempuh hanya beberapa menit saja.

Masalah-masalah perkotaan baik masalah sosial ekonomi dengan pertumbuhan diberbagai bidang yang diikuti dengan irama kerja yang cepat serta penurunan kualitas lingkungan hidup dapat menimbulkan tekanan-tekanan yang manifestasinya berupa kejenuhan fisik dan mental. Untuk itu, orang memerlukan perubahan, kebebasan dari pekerjaan dan tanggung jawab. Perubahan ini dapat dicapai dengan melakukan rekreasi, yang dapat mengembalikan kesegaran jasmani, rohani dan emosipnal (Soekadijo, 1996).

Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan merupakan salah satu alternatf tempat wisata, mengingat jaraknya yang relatif pendek dari pusat kota Bukittinggi dan sangat ideal bagi kegiatan wisata. Disamping itu akses menuju lokasi sangat mudah dan murah. Pihak pengelola telah berupaya dalam meningkatkan permintaan pengunjung terhadap rekreasi melalui media masa dan elektronik. Sehingga dengan adanya informasi-informasi tersebut banyak masyarakat yang telah mengetahui keberadaan TMS.BK, hal ini diketahui dengan banyaknya pengunjung yang berdatangan dari luar kota Bukittinggi.

Kesejahteraan Satwa

Penyediaan makanan dan minuman

Penyediaan makanan satwa dilakukan satu kali sehari sesuai kebutuhan masing-masing satwa. Jenis makanan yang diberikan pengelola juga bervariasi,

41

hal ini disebabkan karena untuk mengurangi dan menghindari kebosanan satwa terhadap makanan yang diberikan. Berdasarkan data yang telah diperoleh yaitu pada Lampiran 4, jumlah dan jenis makanan dari setiap jenis satwa di TMS.BK telah sesuai, karena sesuai dengan standart yang telah dikeluarkan oleh dokter hewan.

Tetapi pada satwa orang utan sumatera (Pongo pygmaeus obelli) masih ada pengunjung yang memberikan makanan terhadap satwa tersebut. Hai ini disebabkan karena kurang tegasnya pihak pengelola dalam memberi peringatan terhadap pengunjung.

Penyediaan air minum untuk kandang satwa, baik dari kelas mamalia maupun reptil disediakan kolam kecil yang selalu dialiri air bersih, sedangkan untuk kelas aves disediakan tempat air minum khusus yang harus diisi oleh pengelola apabila mau habis.

Tabel 5. Penyediaan makanan dan minuman No Kesejahteraan Satwa Frekuensi Jenis Satwa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 Pengkayaan makanan 1 x sehari 2 Pengunjung dilarang memberi makanan - x

3 Air yang bersih Setiap waktu

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Keterangan : √. Sesuai 4. Gajah sumatera 9. Merak biru x. Belum sesuai 5. Tapir Malaya 10. Buaya senjulong 1. Harimau 6. Elang bondol 11. Buaya muara 2. Orang utan sumatera 7. Nuri merah

3. Beruang madu 8. Kakatua jambul kuning Penyediaan lingkungan yang sesuai

Penyediaan lingkungan yang sesuai tidak hanya pada kandang satwa saja, tetapi juga disekitar kandang satwa. Setiap kandang satwa telah tersedia tempat

42

untuk beraktivitas, tempat istirahat dan fasilitas lainnya seperti tempat memanjat dan berayun khusus untuk satwa yang suka memanjat dan berayun (primata), ruang vertikal untuk satwa yang suka memanjat dan terbang (primata dan aves).

Kurang banyaknya pohon di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan lingkungan sekitar kandang satwa merupakan salah satu fasilitas untuk satwa. Apabila satwa melakukan aktivitas (bermain) dapat menyebabkan kurang terlindunginya satwa dari teriknya panas matahari, karena pada kandang tempat beraktivitas bagi satwa tidak dibuat atap oleh pihak pengelola. Seperti pada kandang satwa primata, beruang madu dan gajah sumatera.

Pembuatan lantai kandang satwa dengan material yang keras dapat menyebabkan tidak sesuainya lingkungan yang dibutuhkan satwa untuk beristirahat dan bermain. Hal ini dapat dilihat pada kandang beruang madu (Helarctus malayanus) dan tapir malaya (Tapirus indicus).

Tabel 6. Penyediaan lingkungan yang sesuai No Kesejahteraan Satwa Frekuensi Jenis Satwa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 Kebutuhan spesies - 2 Pembuatan lantai - x x

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Keterangan : √. Sesuai 4. Gajah sumatera 9. Merak biru x. Belum sesuai 5. Tapir Malaya 10. Buaya senjulong 1. Harimau 6. Elang bondol 11. Buaya muara 2. Orang utan sumatera 7. Nuri merah

3. Beruang madu 8. Kakatua jambul kuning Penyediaan kesehatan hewan

Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sekali dalam seminggu terhadap setiap jenis satwa dilakukan supaya satwa terbebas dari luka, penyakit dan sakit. Selain itu juga dilakukan tindakan pencegahan dari penyakit, diagnosa penyakit serta pengobatan yang tepat terhadap satwa yang mengalami sakit. Hal ini

43

dilakukan karena satwa yang hidup di kandang lebih mudah sakit dari pada satwa yang hidup di alam bebas (hutan). Tetapi dalam pengendalian penyakit, pihak pengelola masih belum melaksanakannya dengan baik, hal ini dapat dilihat pada kandang harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan beruang madu (Helarctus malayanus), dimana pada kandang satwa tersebut masih terdapat sampah yang dapat menyebabkan satwa sakit apabila termakan oleh satwa.

Tabel 7. Penyediaan kesehatan hewan No Kesejahteraan Satwa Frekuensi Jenis Satwa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 Pemeriksaan kesehatan 1 kali seminggu 2 Pengendalian penyakit 1 kali seminggu x x 3 Pengobatan -

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Keterangan : √. Sesuai 4. Gajah sumatera 9. Merak biru x. Belum sesuai 5. Tapir Malaya 10. Buaya senjulong 1. Harimau 6. Elang bondol 11. Buaya muara 2. Orang utan sumatera 7. Nuri merah

3. Beruang madu 8. Kakatua jambul kuning

Penyediaan peluang untuk mengekspresikan perilaku paling normal

Sebagian satwa yang berada di TMS.BK masih ada yang belum memiliki teman (satwa sejenis) atau pasangan dalam satu kandang, seperti pada satwa harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir malaya (Tapirus indicus), elang bondol (Haliastur indicus), dan buaya senjulong (Tomistoma schlegelli). Hal ini dapat mengakibatkan kesepian terhadap satwa tersebut. Karena satiap satwa juga membutuhkan teman dan pasangan untuk saling berinteraksi sosial ataupun melakukan perkawinan. Disamping itu penyediaan ruang dan kandang yang memadai dan fasilitas yang sesuai telah dilakukan, dengan kelengkapan fasilitas satwa yang telah disediakan pihak pengelola tersebut dapat membuat satwa mengekspresikan perilaku dengan alami.

44

Tabel 8. Penyediaan peluang untuk mengekspresikan perilaku paling normal No Kesejahteraan Satwa Frekuensi Jenis Satwa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 Spesies sejenis - x x x X 2 Perilaku normal -

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Keterangan : √. Sesuai 4. Gajah sumatera 9. Merak biru x. Belum sesuai 5. Tapir Malaya 10. Buaya senjulong 1. Harimau 6. Elang bondol 11. Buaya muara 2. Orang utan sumatera 7. Nuri merah

3. Beruang madu 8. Kakatua jambul kuning Penyediaan perlindungan dari ketakutan dan stress

Pembuatan pagar pembatas disetiap kandang satwa telah dilakukan oleh pihak pengelola, hal ini dilakukan untuk menghindari gangguan langsung oleh pengunjung. Pihak pengelola juga telah membuat gerbang ganda untuk setiap kandang. Sedangkan untuk karantina hanya dilakukan untuk satwa yang baru didatangkan dari tempat lain. Penyediaan tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan pihak pengelola, seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 9. Penyediaan perlindungan dari ketakutan dan stress No Kesejahteraan Satwa Frekuensi Jenis Satwa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 Pagar pembatas - 2 Gerbang ganda - 3 Karantina -

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Keterangan : √. Sesuai 4. Gajah sumatera 9. Merak biru x. Belum sesuai 5. Tapir Malaya 10. Buaya senjulong 1. Harimau 6. Elang bondol 11. Buaya muara 2. Orang utan sumatera 7. Nuri merah

3. Beruang madu 8. Kakatua jambul kuning

Pengelolaan kesejahteraan satwa harus dilakukan secara maksimal. Pengelolaan akan TMS.BK dapat dilihat melalui observasi lapangan berdasarkan pelaksanaan dan kekurangan dari pihak pengelola di lapangan. Adapun pelaksanaan dan kekurangan dari pihak pengelola dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

45 Tabel 10. Kesejahteraan satwa di TMS.BK

No Indikator Frekuensi Observasi Keterangan

1 Penyediaan makanan dan minuman 1 (satu) kali sehari Pengkayaan makanan

Makanan satwa yang disediakan bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing satwa. Pengunjung tidak diizinkan memberikan makanan

Walaupun di setiap kandang satwa sudah terdapat papan larangan untuk memberikan makanan, tetapi tetap saja ada pengunjung yang masih memberikan makanan. Kurang tegas nya pihak pengelola dalam pengawasan dan peringatan kepada pengunjung yang memberi makan Penyediaan air yang bersih

Semua kandang satwa disediakan air yang bersih setiap waktu dan sebagian kandang tersedia kolam kecil yang selalu dialiri air.

2 Lingkungan yang sesuai Lingkungan untuk interaksi satwa

Setiap kandang sudah dilengkapi sesuai dengan kebutuhan satwa seperti kandang istirahat, vegetasi, tempat bertengger.

Pembuatan kandang yang nyaman

Lantai kandang tidak dibuat dengan bahan material yang keras seperti beton, sehingga satwa merasa lebih nyaman. 3 Kesehatan satwa

Pemeriksaan kesehatan

1 kali seminggu

Semua satwa yang dilindungi dilakukan pemeriksaan kesehatan. Hal bertujuan agar satwa tidak rentan terhadap penyakit dan tingkat kepunahan satwa akan berkurang. Pihak pengelola

juga memberikan multivitamin dan antiseptic

untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap

satwa.

Masih ada hewan yang tidak diperiksa secara rutin

46

No Indikator Frekuensi Observasi Keterangan

Pengendalian penyakit

1 kali seminggu

Pembersihan kandang dilakukan secara rutin.

Pembersihan kandang belum dilakukan secar teliti

Pengobatan Memberikan pengobatan

terhadap satwa yang sakit. Apabila pengobatan tidak mungkin dilakukan dalam kandang maka satwa tersebut dibawa ke ruangan khusus

Kurangnya tenaga ahli. 4 Perilaku yang normal Satwa sejenis dalam kandang

Dalam satu kandang masih ada terdapat satu ekor satwa, hal ini menyebabkan kurangnya interaksi antara satwa yang sejenis

Pengelola kurang focus terhadap interaksi satwa yang sejenis. Gerakan alami

Keterbatasan fasilitas yang diberikan pihak pengelola menyebabkan satwa tidak dapat bergerak secara alami. Sebagian tidak dapat bergerak secara bebas seperti di habitat aslinya. Pengelola kurang focus terhadap gerakan alami satwa. 5 Perlindungan Satwa Pagar pembatas

> 1,5 meter Semua kandang satwa diberi pagar pembatas, menghindari interaksi langsung antara pengunjung dengan satwa yang dapat mengakibatkan terganggu dan tidak nyamannya satwa. Ada kandang pembatas yang tidak terkunci dan terbuka Gerbang ganda

Pembuatan pintu kandang mengunakan gerbang ganda dengan sistem buka tutup,

untuk menghindari kemungkinan kaburnya satwa dari kandang.

Karantina dan pemeriksaan kesehatan

Satwa yang baru didatangkan harus dikarantina supaya bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.

Juga dilakukan pemeriksaan kesehatan, agar satwa yang lain dapat terhindar dari penyakit yang dibawa oleh satwa yang baru didatangkan.

Belun adanya standart waktu yang ditetapkan oleh pihak pengelola

Sumber : Diadobsi dari Kriteria Kesejahteraan Satwa berdasarkan Standard of Modern Zoo Practice dan Observasi

47 Fasilitas

Fasilitas satwa dan fasilitas wisarta kebun binatang dioperasikan dengan cara dapat menjamin keamanan dan keselamatan satwa, staff dan pengunjung. Fasilitas satwa

Fasilita satwa yang terdapat di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan berupa kandang untuk beraktivitas, tempat beristirahat, tempat air minum, tempat makanan, tempat bergantung dan berayun. Kondisi dari fasilitas satwa di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Kondisi kandang TMS.BK

Kelas Nama satwa Nama latin Ukuran kandang (m2 x m) Fasilitas Kondisi Mamalia Harimau Orang utan Beruang madu Gajah sumatera Tapir Malaya Panthera tigris sumatrae Pongo pygmaeus obelli Helarctus malayanus Elephas maximus sumatranus Tapirus indicus 280 x 10 64 x 8 150 x 7 220 x 5 50 x 2.5 Tempat bermain, tempat istirahat, tempat air, tempat makan, tempat berayun. Terawat, Bersih

Aves Elang bondol Nuri merah Kakatua Merak biru Haliastur indicus Lorius lori Cacatua sulphurea sulphurea Pavo cristata 6 x 5 6 x 5 0.5 x 1 6 x 5 Tempat makan, tempat air, tempat istirahat. Terawat, Bersih Reptil Buaya senjulong Buaya muara Tomistoma schlegelli Crocodylus porosus 24 x 3 56 x 3 Kolam untuk bermain, Terawat, bersih Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Semua kandang didesain dengan ruangan yang cukup luas dan komplek dimana satwa tidak mungkin untuk melarikan diri dari kandangnya. Semua pembatas kandang (termasuk gerbang dan pintu) dibangun dengan memperhatikan kemampuan fisik bagi satwa yang dipelihara. Tembok cukup tinggi sehingga satwa tidak dapat melompatinya, dan kandang yang cukup kuat sehingga satwa tidak dapat merobohkannya.

48

Perhatian ekstra diberikan pada kandang dan pintu gerbang. Sebagian kandang mamalia dilengkapi dengan sistem pintu masuk ganda yang memungkinkan staff untuk memasukinya melalui satu pintu, menutupnya kembali sebelum membuka pintu kedua yang menuju kandang dimana satwa ditempatkan. Hal ini dapat mencegah terjadinya tindakan yang kurang hati-hati dan menyebabkan satwa melarikan diri dengan menipu orang yang masuk kandang. Menurut Manangsang (2002) kandang tidak hanya digunakan untuk menjaga satwa yang akan melarikan diri atau kabur, dan membatasi pengunjung tetapi kandang harus menjadi tempat yang cocok untuk kehidupannya, juga harus didesain dan dicocokkan dengan tingkah laku, kebutuhan, habitat dan estetika satwa.

Fasilitas wisata

Taman Magasatwa dan Budaya Kinantan, menyediakan fasilitas-fasilitas wisata yang dapat digunakan demi kenyaman pengunjung dalam berwisata. Fasitas wisata yang terdapat pada TMS.BK yaitu tempat sampah, arena bermain anak, mushola, toilet, tempat bermain anak, toko souvenir, tempat menjual makanan, dan museum.tetapi masih terdapat kekurangan-kekurangan dari fasilitas tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebanyak 86% responden menginginkan adanya penambahan beberapa fasilitas dan hanya 14% responden yang tidak menginginkan penambahan fasilitas. Salah seorang pengunjung yang bernama Ridwan Ismail mengatakan bahwa fasilitas yang ada pada saat ini masih tidak terawat dengan baik seperti toilet yang merupakan fasilitas paling sering dimanfaatkan oleh pengunjung dan juga dikenakan biaya

49

sebesar Rp 1000 tiap kali masuk. Ada baiknya biaya-biaya penggunaaan fasilitas umum itu dibebankan pada biaya tiket masuk kawasan wisata. Hal ini dapat menjadi masukan kepada pihak pengelola Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan untuk mempertimbangkan masukan dari pengunjung agar kedepannya dapat lebih baik.

Tabel 12. Fasilitas Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan

No Fasilitas wisata Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 Tempat sampah 31 31

2 Toilet 23 23

3 Arena bermain anak 17 17

4 Tempat parkir kendaraan 12 12

5 Information centre 8 8

6 Toko souvenir 5 5

7 Tempat menjual makanan/ minuman

4 4

Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Berdasarkan tabel di atas, fasilitas yang perlu ditambahkan di kawasan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan yaitu tempat sampah dengan persentase 31%, toilet sebesar 23% dan arena bermain anak sebesar 17%. Ketiga fasilitas ini dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola untuk merealisasikannya. Kelengkapan dan kenyamanan mengunakan fasilitas oleh pengunjung dapat menarik minat dan daya tarik pengunjung untuk datang ke lokasi wisata.

Perilaku Pengunjung Terhadap Satwa

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan semua responden memiliki perilaku yang berbeda-beda terhadap satwa yang berada di dalam kandang. Dari 100 orang responden yang dimintai keterangan, sebanyak 41% orang yang mengambil foto, yang mengulurkan tangan pada satwa yaitu sebesar 19%, memberikan makanan kepada satwa sebesar 31% dan pengunjung yang

50

melempar satwa sebesar 9%. Semua perilaku pengunjung ini merupakan perilaku yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap satwa. Seperti yang terdapat pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 13. Perilaku Pengunjung Terhadap Satwa No Perilaku pengunjung terhadap satwa Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Mengambil Foto 41 41 2 Mengulurkan Tangan 19 19 3 Memberi Makanan 31 31 4 Melempar 9 9 Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Setiap pengunjung yang datang ke Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan sering melakukan kegiatan pengambilan foto sebagai dokumentasi bagi mereka. Pengunjung tidak menyadari bahwa tindakan ini memberikan dampak negatif bagi satwa, dimana cahaya dari kamera tersebut dapat membuat satwa terkejut dan menimbulkan kemarahan satwa.

Mengulurkan tangan memiliki dampak negatif bagi satwa dan pengunjung. Misalnya, satwa dapat terkena bakteri dari tangan pengunjung dimana tangan dari pengunjung tersebut belum sepenuhnya bersih dari bakteri penyakit. Sementara pengunjung juga bisa mengalami luka yang diakibatkan oleh satwa melalui cakaran maupun gigitan dari satwa (Palguna, 2001).

Memberikan makanan yang berlebihan kepada satwa dapat memberikan dampak negatif terhadap satwa tersebut, seperti kegemukan khusunya pada Orang utan dimana menimbulkan hilangnya daya kelincahan dan kelenturan tubuh yang diperlukan bagi pasangan orang utan untuk mengadakan perkawinan. Memberikan sesuatu dari luar sangkar kepada satwa, juga menimbulkan ketergantungan terhadap makanan yang diberikan (Palguna, 2001).

51

Melempar dapat mengakibatkan luka pada satwa. Tindakan ini kerap kali dilakukan oleh pengunjung kapada satwa, dimana pengunjung ingin melihat satwa senantiasa dalam keadaan aktif. Pengunjung tidak sabar menunggu satwa bangkit

Dokumen terkait