• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kepuasan Pengunjung Atas Kesejahteraan Satwa Di Kebun Binatang (Studi Kasus: Taman Margasatwa Dan Budaya Kinantan Bukittinggi, Sumatera Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kepuasan Pengunjung Atas Kesejahteraan Satwa Di Kebun Binatang (Studi Kasus: Taman Margasatwa Dan Budaya Kinantan Bukittinggi, Sumatera Barat)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS KEPUASAN PENGUNJUNG ATAS

KESEJAHTERAAN SATWA DI KEBUN BINATANG

(Studi Kasus: Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi,

Sumatera Barat)

SKRIPSI

Oleh: SEFTIAWAN

051201022

MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

2

ABSTRAK

SEFTIAWAN, Analisis Kepuasan Pengunjung atas Kesejahteraan Satwa di Kebun Binatang (Studi Kasus: Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi, Sumatera Barat). Dibimbing oleh SITI LATIFAH dan PINDI PATANA.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis kepuasan pengunjung terhadap kesejahteraan satwa dan menganalisis kesejahteraan satwa di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan.

Jumlah sampel responden yang diambil adalah sebanyak 100 orang responden dengan menggunakan teknik purposive sampling, sedangkan jumlah sampel satwa yang diambil adalah 11 ekor satwa berdasarkan status satwa yang dilindungi oleh pemerintah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, kuisioner dan wawancara (Interview). Sedangkan metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode regresi linear berganda. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji Signifikan Simultan (Uji- F) dan uji uji Signifikan Parsial (Uji- t).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, dari uji F, diperoleh nilai F hitung > F tabel, yaitu 11.949 > 2.70, ini berarti secara serentak (simultan) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel kesejahteraan satwa, variabel fasilitas satwa, variabel biaya tambahan terhadap variabel kepuasan pengunjung. Kedua, kesejahteraan satwa dan fasilitas satwa berpengaruh nyata terhadap kepuasan pengunjung sedangkan biaya tambahan tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan satwa. Persamaan regresi linier bergandanya adalah Y = 2,594 + 0,098 X1 + 0,179 X2 + 0,123 X3. Variabel kesejahteraan satwa

memiliki nilai t hitung > nilai t tabel = 2.337 > 1.985, ini berarti variabel kesejahteraan satwa secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengunjung. Variabel fasilitas satwa memiliki t nilai t hitung > nilai t tabel = 1,396 > 1.985, ini berarti variabel kesejahteraan satwa secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengunjung. Sedangkan variabel biaya tambahan memiliki nilai t hitung < nilai t tabel = 1.658 < 1.985, ini berarti variabel biaya tambahan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengunjung. Ketiga, satwa yang berada di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan masih belum sejahtera.

(3)

3

ABSTRACT

SEFTIAWAN, 2011. The Analysis Visitor Satisfaction for Animal Welfare in Zoos (Case Study: Wildlife Parks and Kinantan’s Cultural Bukittinggi, West Sumatra). Advisors by: SITI LATIFAH and PINDI PATANA.

The study aims to analyze the satisfaction of visitors to the welfare of animals and analyzed the welfare of wildlife in the Garden Wildlife and Kinantan’s Cultural.

The number of samples is taken by the respondents as much as 100 respondents using purposive sampling technique, while the number of samples taken animals’ tail is 11 based on the status of wildlife species protected by the government. Data collection techniques were used observation techniques, questionnaires and interviews. And the method was used in data analysis is a method of multiple linear regression. Testing is done by testing the hypothesis of Significant Simultaneous (Test-F) and Partial Significant test (t-Test)

(4)

4

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 30 September 1986 ayahanda Marwan dan ibunda Raba’ani B. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD N 05 Birugo, Bukittinggi. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP Negri 1 Bukittinggi. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU S Banuhampu, Padang Luar. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Kehutanan, Manajemen Hutan pada tahun 2005 melalui jalur PMP (Penerimaan Minat Prestasi).

(5)

5

KATA PENGANTAR

Alhamdullillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya yang masih diberikan kesempatan dan kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kepuasan Pengunjung Atas Kesejahteraan Satwa di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan” ini dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesejahteraan satwa dan mengetahui kepuasan pengunjung terhadap terhadap satwa.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D dan Bapak Pindi Patana S.Hut, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan hasil penelitian ini sehingga terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan pada penulisan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga proposal usulan penelitian ini dapat lebih baik lagi. Sehingga proposal hasil ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2011

(6)

6

Taman Margasatwa atau Kebun Binatang ... 8

Kesejahteraan Satwa (Animal Welfare) ... 13

Pengunjung/ Wisatawan ... 16

Regresi Linier Berganda ... 17

METODE PENELITIAN ... 19

Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Alat dan Bahan ... 19

Metode Penelitian ... 19

Metode Pengambilan Sampel ... 19

Metode Pengumpulan Data ... 21

Data Primer ... 21

Data Sekunder ... 22

Metode Analisa Data ... 22

Regresi :Linier Berganda ... 22

Skala Pengukuran Variabel ... 23

Uji Hipotesis ... 23

Uji Signifikan Simultan (Uji-F) ... 24

Uji Signifikan Parsial (Uji-T) ... 24

Analisa Deskripsif ... 25

Kriteria Penilaian ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Letak dan Batas ... 27

Keadaan Topografi ... 27

Organisasi ... 27

Karakterisitik Responden ... 28

(7)

7

Umur ... 30

Tingkat Pendidikan ... 31

Daerah Asal ... 31

Kesejahteraan Satwa ... 32

Pengelolaan Kesejahteraan Satwa ... 36

Fasilitas ... 39

Fasilitas satwa ... 39

Fasilitas wisata ... 40

Perlakuan Pengelola Terhadap Satwa ... 41

Analisa Masalah dalam Pengelolaan ... 43

Analisis Regresi Linier Berganda ... 46

(8)

8

DAFTAR TABEL

Halaman Nomor

1. Jumlah Koleksi Satwa TMS.BK ... 10

2. Jumlah Pengunjung Tahunan ... 20

3. Objek Pengamatan Satwa yang Diamati ... 21

4. Karateristik Responden ... 29

5. Penyediaan Makanan dan Minuman ... 33

6. Penyediaan Lingkungan yang Sesuai ... 34

7. Penyediaan Kesehatan Hewan ... 35

8. Penyediaan Peluan untuk Mengekspresikan Perlaku Paling Normal ... 36

9. Penyediaan Perlindungan dari Ketakutan dan Stress ... 36

10. Kesejahteraan Satwa di TMS.BK ... 37

11. Kondisi Kandang TMS.BK ... 39

12. Fasilitas TMS.BK ... 41

13. Perilaku Pengunjung Terhadap Satwa ... 42

(9)

2

ABSTRAK

SEFTIAWAN, Analisis Kepuasan Pengunjung atas Kesejahteraan Satwa di Kebun Binatang (Studi Kasus: Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi, Sumatera Barat). Dibimbing oleh SITI LATIFAH dan PINDI PATANA.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis kepuasan pengunjung terhadap kesejahteraan satwa dan menganalisis kesejahteraan satwa di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan.

Jumlah sampel responden yang diambil adalah sebanyak 100 orang responden dengan menggunakan teknik purposive sampling, sedangkan jumlah sampel satwa yang diambil adalah 11 ekor satwa berdasarkan status satwa yang dilindungi oleh pemerintah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, kuisioner dan wawancara (Interview). Sedangkan metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode regresi linear berganda. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji Signifikan Simultan (Uji- F) dan uji uji Signifikan Parsial (Uji- t).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, dari uji F, diperoleh nilai F hitung > F tabel, yaitu 11.949 > 2.70, ini berarti secara serentak (simultan) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel kesejahteraan satwa, variabel fasilitas satwa, variabel biaya tambahan terhadap variabel kepuasan pengunjung. Kedua, kesejahteraan satwa dan fasilitas satwa berpengaruh nyata terhadap kepuasan pengunjung sedangkan biaya tambahan tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan satwa. Persamaan regresi linier bergandanya adalah Y = 2,594 + 0,098 X1 + 0,179 X2 + 0,123 X3. Variabel kesejahteraan satwa

memiliki nilai t hitung > nilai t tabel = 2.337 > 1.985, ini berarti variabel kesejahteraan satwa secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengunjung. Variabel fasilitas satwa memiliki t nilai t hitung > nilai t tabel = 1,396 > 1.985, ini berarti variabel kesejahteraan satwa secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengunjung. Sedangkan variabel biaya tambahan memiliki nilai t hitung < nilai t tabel = 1.658 < 1.985, ini berarti variabel biaya tambahan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengunjung. Ketiga, satwa yang berada di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan masih belum sejahtera.

(10)

3

ABSTRACT

SEFTIAWAN, 2011. The Analysis Visitor Satisfaction for Animal Welfare in Zoos (Case Study: Wildlife Parks and Kinantan’s Cultural Bukittinggi, West Sumatra). Advisors by: SITI LATIFAH and PINDI PATANA.

The study aims to analyze the satisfaction of visitors to the welfare of animals and analyzed the welfare of wildlife in the Garden Wildlife and Kinantan’s Cultural.

The number of samples is taken by the respondents as much as 100 respondents using purposive sampling technique, while the number of samples taken animals’ tail is 11 based on the status of wildlife species protected by the government. Data collection techniques were used observation techniques, questionnaires and interviews. And the method was used in data analysis is a method of multiple linear regression. Testing is done by testing the hypothesis of Significant Simultaneous (Test-F) and Partial Significant test (t-Test)

(11)

9

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki kekayaan sumber daya alam baik di daratan (khususnya sumber daya hutan) maupun di perairan (laut) yang sangat melimpah. Oleh karena itu, Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brazil (negara megabiodiversity) (Syahadat, 2006).

Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi merupakan suatu koleksi yang unik dan mempunyai potensi genetik yang besar pula. Namun hutan yang merupakan sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk diambil kayunya. Ekploitasi ini menyebabkan berkurangnya luasan hutan dengan sangat cepat. Keadaan semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan hutan secara besar-besaran untuk lahan pemukiman, perindustrian, pertanian, perkebunan, peternakan serta kebakaran hutan yang selalu terjadi di sepanjang tahun.

Upaya konservasi ex-situ sangat diperlukan untuk menahan dan memperlambat laju kepunahan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar terutama jenis yang rentan. Kebun binatang sebagai salah satu instalasi yang melakukan konservasi ex-situ memegang peranan yang sangat penting.

(12)

10

Arti sebenarnya fungsi utama kebun binatang adalah untuk konservasi satwa. Hal ini dipertegas oleh banyak orang yang bekerja di kebun binatang yang selalu mengatakan bahwa fungsi kebun binatang adalah sebagai tempat konservasi dan pendidikan. Dengan fungsi utamanya yakni pengembangbiakan, penyelamatan dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya, selain itu juga sebagai tempat pendidikan, peragaan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Tapi pada kenyataannya apa yang sudah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP no 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa banyak disalahgunakan fungsinya baik oleh pemerintah sendiri, masyarakat atau lembaga tertentu yang bekerjasama dengan pemerintah dalam pengelolaan satwa liar diluar habitat.

Bahwa kebun binatang saat ini hanya mengutamakan kepentingan finansial dibandingkan dengan kesejahteraan satwa itu sendiri. Ternyata permasalahan dalam upaya perlindungan dan pelestaian satwa liar pun belum berakhir. Kebun binatang sebagai salah satu lembaga konservasi dan digunakan sebagai tempat tinggal ”sementara” selama hutan mereka dalam upaya penyelamatan pun masih belum mampu memberikan kehidupan yang maksimal bagi satwa liar. Kebun binatang sudah seharusnya memperlakukan koleksi satwa sebagai spesimen hidup yang bernilai, bukan memperlakukannya seperti sekarang ini. Kebun binatang cenderung mengeksploitasi satwa untuk hiburan dan lelucon bagi pengunjung.

(13)

11

binatang. Setiap tahun binatang mengalami penderitaan karena eksploitasi dan penganiayaan. Di Indonesia dengan satwanya yang sangat khas (sekitar 17% satwa di seluruh dunia terdapat di Indonesia) ada kekejaman dan eksploitasi terhadap satwa karena perdagangan terlarang. Selain itu, binatang menderita karena mereka tidak diperlakukan dengan baik atau tidak dihiraukan.

Kesejahteraan satwa merupakan konsep yang dikembangkan di dunia Barat. Sementara telah ada cukup banyak penelitian mengenai dapat diterpakannya kesejahteraan satwa di negara-negara Barat, tetapi penelitian di negara lain, seperti di Indonesia masih sangat sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengumpulkan informasi baru tentang bagaimana pengunjung dan pengelola di kebun binatang memandang dan memelihara satwa.

Permasalahan

1. Bagaimanakah kepuasan pengunjung terhadap kesejahteraan satwa?

2. Bagaimanakah kesejahteraan satwa di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan?

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kepuasan pengunjung terhadap kesejahteraan satwa.

(14)

12 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi pengelola Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan.

(15)

13

TINJAUAN PUSTAKA

Konservasi

UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Adapun beberapa definisi konservasi dari berbagai batasan, adalah sebagai berikut :

1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).

2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).

3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).

(16)

14

Tujuan Utama Konservasi, menurut 'Strategi Konservasi Sedunia' (World Conservation Strategy), yaitu: memelihara proses ekologi yang esensial dan pendukung kehidupan, mempertahankan keanekaragamanan genetis, menjamin pemanfaatan jenis (spesies) dan ekosistem secara berkelanjutan.

Perlindungan Satwa

CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) atau konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies tumbuhan dan satwa liar, merupakan suatu pakta perjanjian yang berlaku sejak tahun 1975. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Keputusan Pemerintah No. 43 Tahun 1978. CITES merupakan perjanjian yang memuat tiga lampiran (appendix) yang terdiri dari :

a. Appendix I yang memuat daftar dan melindungi seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan internasional secara komersial,

b. Appendix II yang memuat daftar dari spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan,

(17)

15

IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) merupakan kriteria untuk mengevaluasi status kelangkaan suatu spesies. Tujuannya adalah untuk memperingatkan betapa pentingnya masalah konservasi kepada publik dan pembuat kebijakan untuk menolong komunitas internasional dalam memperbaiki status kelangkaan spesies.

1. Punah (Extinct) adalah status konservasi yag diberikan kepada spesies yang terbukti (tidak ada keraguan lagi) bahwa individu terakhir spesies tersebut sudah mati.

2. Punah di Alam Liar (Extinct in the Wild )adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang hanya diketahui berada di tempat penangkaran atau di luar habitat alami mereka.

3. Kritis (Critically Endangered) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat.

4. Terancam (Endangered) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar yang tinggi pada waktu yang akan datang.

5. Rentan (Vulnerable) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang.

6. Hampir Terancam (Near Threatened) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang mungkin berada dalam keadaan terancam atau mendekati terancam kepunahan, meski tidak masuk ke dalam status terancam.

(18)

16

8. Informasi Kurang (Data Deficient) adalah sebuah takson dinyatakan “informasi kurang” ketika informasi yang ada kurang memadai untuk membuat perkiraan akan risiko kepunahannya berdasarkan distribusi dan status populasi.

9. Belum dievaluasi (Not Evaluated) adalah sebuah takson dinyatakan “belum dievaluasi” ketika tidak dievaluasi untuk kriteria-kriteria di atas.

Konservasi Ex-Situ

Ada berbagai kelebihan dan kekurangan dalam penyelenggaraan kegiatan konservasi ex-situ. Kelebihannya antara lain dapat mencegah kepunahan lokal pada berbagai jenis tumbuhan akibat adanya bencana alam dan kegiatan manusia, dapat dipakai untuk arena perkenalan berbagai jenis tumbuhan dan wisata alam bagi masyarakat luas, berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berkaitan dalam kegiatan budidaya jenis hewan dan tumbuhan; sedangkan kelemahannya antara lain, konservasi ex-situ memerlukan kegiatan eksplorasi dan penelitian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan adalah untuk melihat kecocokan terhadap daerah atau lokasi sebelum kegiatan tersebut dilakukan, di samping itu pada kegiatan ini dibutuhkan pula dana yang cukup besar, serta tersedianya tenaga ahli dan berpengalaman (Nurhadi, 2001).

Taman Margasatwa atau Kebun Binatang

Sejarah

(19)

17

bukit yang ada di Bukittinggi, dengan ketinggian 942m dari permukaan laut. Oleh Gravenzande (Belanda), taman bungan ini dinamakan Strom Park.

Pada tanggal 3 Juli 1929, lahirlah Fort de Kocksche Dieren Park (kebun binatang Bukittinggi de Kock). Koleksi satwa di kebun binatang dilengkapi dan dengan mudah diperoleh karena Gravenzande yang bertugas sebagai asisten residen van Agam dengan wewenang dan kekuasaannya mendatangkan hewan-hewan dari berbagai daerah di Sumatera dan sekitarnya.

Seiring pergantian pemerintahan Belanda ke pemerintahan Indonesia, pengelolaan kebun binatang diserahkan ke pemerintahan Daerah. Tahun 1951, nama Fort de Kocksche Dieren Park diganti dengan nama Taman Puti Bungsu. Tanggal 10 bulan Maret 1970, berdasarkan surat keputusan DPRDGR Nomor2 Kpts/ DPRDGR/ 1970, nama Taman Puti Bungsu dirubah menjadi Taman Bundo Kanduang.

Pada tahun 1992 dibangun jembatan Limpapeh yang menghubungkan Benteng Fort de Kock dengan kebun binatang Bundo Kanduang dengan panjang + 100 m dengan berat + 2 ton sehingga para pelancong dengan mudah dating ke kebun binatang atau sebaliknya.

(20)

18

Kinantan (hanya tiga hektar) dan Benteng Fort de Kock (hanya empat hektar) menjadi 7(tujuh) hektar. Kantor pengelola TMS.BK terletak di Jalan Cindua Mato Kelurahan Benteng Pasar Atas Kecamatan Guguak Panjang Kota Bukittinggi.

Koleksi satwa diperoleh melalui tukar menukar dengan kebun binatang lain, sumbangan masyarakat atau perorangan dari berbagai daerah di Sumatera, pembelian untuk jenis satwa yang tidak dilindungi dan hasil sitaan/ titipan dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Departemen Kehutanan Sumatera Barat. Jumlah koleksi satwa dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 1. Jumlah Koleksi Satwa TMS.BK

No Kelas Satwa Jumlah (spesies) Jumlah (ekor)

1 Mamalia 22 76

2 Aves 42 181

3 Reptil 6 20

Jumlah 70 277

Sumber : Data Sekunder Penelitian (2010)

Taman margasatwa atau kebun binatang adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan dan dipertunjukkan kepada publik. Selain tempat rekreasi, kebun binatan atau taman marga satwa berfungsi sebagai pendidikan, riset, dan tempat konservasi untuk satwa terancam punah. Binatang yang dipelihara sebagian besar adalah hewan yang hidup di darat, sedangkan satwa yang hidup di air dipelihara di akuarium, (Wikipedia, 2010).

Hak dan kewajiban kebun binatang di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 479/Kpts-II/1998 tentang Lembaga Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar. Dalam surat keputusan tersebut (pasal 9) dicantumkan tentang kewajiban kebun binatang, antara lain :

1. Membuat rencana karya pengelolaan

(21)

19

3. Memelihara dan Mengkarkan jenis tumbuhan dan satwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku

4. Memperkerjakan tenaga ahli sesuai bidangnya 5. Dilarang memperjualbelikan satwa yang dilindungi

6. Membuat laporan pengelolaan secara berkala termasuk mutasi jenis satwa Berdasarkan peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.53/Menhut-II/2006 tentang lembaga Konservasi terdapat beberapa kriteria Kebun Binatang, yaitu : 1. Koleksi satwa yang dipelihara sekurang-kurangnya 3 kelas, baik yang

dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan Convention of International Trade on Endangered Spesies of Flora and Fauna (CITES);

2. Memiliki lahan seluas sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) hektar; 3. Memiliki ketersediaan sumber air dan pakan yang cukup;

4. Memiliki sarana pemeliharaan satwa, antara lain : kandang pemeliharaan, kandang perawatan, kandang karantina, kandang pengembangbiakan, kandang sapih, kandang peragaan, naungan dan prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain;

5. Memiliki kantor pengelola dan sarana pengelolaan pengunjung (termasuk pusat informasi);

6. Tersedia tenaga kerja sesuai bidang keahliannya antara lain dokter hewan, ahli biologi atau konservasi, kurator, perawat dan tenaga keamanan.

(22)

20

diwajibkan untuk mengirimkan laporan secara rutin tentang pengelolaan satwa (termasuk penambahan dan pengurangan satwa) ke Menteri Kehutanan melalui staff di bawahnya (Direktorat PKA). Biasanya laporan tersebut dibuat setiap 3 bulan sekali. Setiap satu tahun sekali, Kantor Wilayah Departemen Kehutanan akan melakukan evaluasi terhadap keberadaan kebun binatang yang ada di daerahnya.

Fungsi taman marga satwa yang telah dijadikan oleh Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia, dirincikan sebagai berikit :

1. Sebagai sarana untuk meningkatkan kepedulian masyarakat tentang pentingnya masalah keanekaragaman hayati fauna di dunia dan di Indonesia. 2. Sebagai sarana konservasi ek-situ jenis-jenis satwa yang langka atau terancam

punah.

3. Sebagai sarana tempat penangkaran jenis-jenis satwa koleksi yang ada.

4. Sebagai sarana tempat dan objek penelitian aspek biologi/ ekologi jenis-jenis satwa koleksi dalam rangka melengkapi data.

5. Sebagai sarana untuk membantu penghijauan kota berupa taman karena banyaknya jenis pepohonan yang ditanam sebagai pelindung dan habitat semi alami.

6. Sebagai paru-paru kota karena banyaknya jenis tumbuhan hijau sebagai produsen oksigen serta pencegah erosi dan kekeringan.

7. Sebagai sarana tempat objek rekreasi yang edukatif. Dengan mengunjungi taman satwa, masyarakat dapat memperoleh informasi tentang kehidupan dan perilaku satwa yang menarik.

(23)

21

Taman margasatwa merupakan sarana yang vital dari program pelestarian alam disamping fungsi-fungsi yang lain, diantaranya sebagai sarana untuk memberikan kesempatan yang luas dalam bidang pendidikan, penelitian dan rekreasi. Dengan demikian, kebun binatang atau taman margasatwa merupakan sarana penghubung satu-satunya antara masyarakat dan satwa liar, karena itu di tempat ini dapat melihat berbagai jenis dan perilaku dari satwa liar (Departemen Kehutanan, 1990).

Kesejahteraan Satwa (Animal Welfare)

Kesejahteraan satwa mengukur baik kesenangan maupun kesehatan binatang. Ada beberapa ukuran berbeda untuk mengevaluasi kualitas hidupnya. Pertama, ada yang menganalisa perasaan binatang saja. Kedua, ada yang memeriksa jika binatang sehat dan jika binatang mempunyai perilaku menyimpang atau tidak. Ketiga, ada yang mengevaluasi jika binatang dibiarkan hidup di lingkungan aslinya agar dapat hidup sealami mungkin, jadi perilaku alamiah sebanyak mungkin dapat ditunjukkan.

(24)

22

bertanggungjawab untuk mewujudkannya (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Kesejahteraan satwa di lingkungan kebun binatang, (Dikutip Dari: Standard Of Modern Zoo Practice, 2000) meliputi :

a. Penyediaan makanan dan air

• Program pengkayaan makanan.

• Makanan yang diberikan oleh pengunjung tidak diizinkan karena makanan untuk satwa harus secara selektif dan disetujui oleh pihak manajemen pengelola.

• Penyediaan air yang bersih setiap waktu. b. Penyediaan lingkungan yang sesuai

• Kandang harus dilengkapi dengan kebutuhan spesies yang bersangkutan seperti bahan tempat tidur, bertengger, vegetasi, kotak bersarang dan kolam sehingga menyerupai habitat aslinya.

• Pembuatan lantai kandang dengan bahan material yang keras. c. Penyediaan kesehatan hewan

• Pemeriksaan kesehatan semua hewan di kebun binatang dilakukan sekali seminggu sekaligus pemberian multivitamin dan antiseptic.

• Pengendalian penyakit seperti pembersihan kandang dan drainase saluran air.

(25)

23

d. Penyediaan peluang mengekspresikan perilaku paling normal

• Penempatan spesies yang sejenis dalam satu kandang agar satwa tersebut dapat berinteraksi.

• Gerakan yang alami dari satwa.

e. Penyediaan perlindungan dari ketakutan dan stress

• Pembuatan pagar pembatas agar pengunjung tidak dapat berinteraksi secara langsung dengan kandang satwa.

• Pembuatan gerbang ganda untuk mengantisipasi kaburnya satwa dari kandang.

• Koleksi yang baru tiba harus dikarantina dan pemeriksaan kesehatan sebelum ditempatkan dalam kandang koleksi

Kesejahteraan satwa ditegaskan dengan ukuran berbeda yang digunakan untuk memutuskan apakah satwa tertentu mempunyai kualitas hidup yang tinggi atau rendah. Sejak dasawarsa yang lalu, ada jauh lebih banyak metode untuk mengevaluasi kesejahteraan.

(26)

24 Pengunjung/ Wisatawan

Definisi wisatawan ini ditetapkan berdasarkan rekomendasi International Union of Office Travel Organization (IUOTO) dan World Tourism Organization (WTO). Wisatawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan ke sebuah atau beberapa negara di luar tempat tinggal biasanya atau keluar dari lingkungan tempat tinggalnya untuk periode kurang dari 12 (dua belas) bulan dan memiliki tujuan untuk melakukan berbagai aktivitas wisata.

Purba (1996), menegaskan motivasi pengunjung pada hakekatnya akan timbul lima kelompok kebutuhan, yaitu adanya daya tarik, angkutan dan jasa kemudahan yang melancarkan perjalanan, perjalanan, akomodasi, makanan dan minuman.

Berdasarkan sifat perjalanan, lokasi dimana perjalanan dilakukan, wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Wisatawan asing (Foreign Tourist)

Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, datang memasuki suatu negara lain, bukan merupakan negara di mana ia biasanya tinggal disebut wisatawan asing, yang disebut juga wisatawan mancanegara atau disingkat.

b. Wisatawan asing yang tinggal di suatu negara (Domestic Foreign Tourist) Orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negara di mana ia tinggal.

c. Wisatawan dalam negeri (Domestic Tourist)

(27)

25

d. Wisatawan asing pribumi (Sidigenous Foreign Tourist)

Warga negara suatu negara tertentu yang karena tugasnya atau jabatannya berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri.

e. Perjalanan wisata (Transit Tourist)

Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu negara tertentu, yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun bukan di negara tujuan.

f. Wiisatawan asing (Business Tourist)

Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis, bukan wisata tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya setelah tujuannya yang utama selesai

(Karyono, 1997).

Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda sebenarnya sama dengan analisis regresi linier sederhana, hanya variabel bebasnya lebih dari satu buah. Persamaan umumnya adalah Y = a + b1 X1 + b2 X2 + … + bn Xn. dengan Y adalah variabel

tak bebas, dan X adalah variabel-variabel bebas, a adalah konstanta (intercept) dan b adalah koefisien regresi pada masing-masing variabel bebas. Syaratnya yaitu variabel tak bebas dan variabel bebas harus berskala interval (Kriswanto, 2008).

(28)

26

meramalkan nilai peubah tak bebas didasarkan pada nilai peubah bebas yang diketahui (STIS, 2006).

(29)

27

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi, Sumatera Barat. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus hingga bulan September 2010.

Alat dan Bahan

Alat

Adapun alat yang digunakan yaitu alat tulis, kamera, kalkulator, Software Statistic Package for Social Sciene (SPSS), dan perangkat komputer.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan yaitu lembar kuisioner sebagai bahan pertanyaan/ wawancara secara langsung terhadap pengunjung, objek penelitian berupa satwa di kebun binatang, petugas kebun binatang, dan peta kawasan.

Metode Penelitian

Metode Pengambilan Sampel Responden

(30)

28

sedangkan pengunjung yang berkelompok akan dipilih beberapa orang sebagai wakil dari kelompoknya (Hasan, 2002).

Penarikan sampel dilaksanakan pada hari biasa dan libur. Penentuan jumlah sampel mengacu sesuai dengan rumus Slovin :

n =

n = Ukuran sampel yang dibutuhkan N = Ukuran populasi

e = Margin error yang diperkenankan 0,1 (Prasetyo dan Jannah, 2005). Jumlah populasi yang diambil dalam menentukan jumlah responden yang akan diwawancarai secara langsung adalah berdasarkan data dari jumlah pengunjung tahunan di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan selama 3 tahun terakhir.

Tabel 2. Jumlah Pengunjung Tahunan

No Tahun Jumlah (Orang/Tahun)

1 2007 430.478

2 2008 401.500

3 2009 378.051

Jumlah 1.210.029

Rata-rata 403.343

(31)

29

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin maka diperoleh jumlah sampel penelitian sebanyak 100 orang responden yang akan disebarkan kepada pengunjung di kawasan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan.

Pengambilan Sampel Satwa

Pengambilan sampel satwa didasarkan atas status dari satwa tersebut, dimana status satwa yang dilindungi oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah No 8 dan No 9 tahun 1999 akan menjadi sampel dalam penelitian ini.

Tabel 3. Objek Pengamatan Satwa yang Diamati

Kelas Nama satwa Nama latin IUCN CITES

Mamalia Harimau

Orang utan sumatera Beruang madu Gajah sumatera

Tapir Malaya

Panthera tigris sumatrae Pongo pygmaeus obelli Helarctus malayanus Aves Elang bondol

Nuri merah Reptil Buaya senjulong

Buaya muara

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Metode Pengumpulan Data

a. Data Primer, yang dikumpulkan melalui : 1. Teknik Observasi

(32)

30 2. Penyebaran Kuisioner

Penyeberan kuisioner ini dilakukan untuk memperoleh data-data primer yang dibutuhkan dalam penelitian.

3. Wawancara (Interview)

Wawancara ini dilakukan untuk menggali lebih dalam data yang diperoleh dari hasil teknik observasi dan penyebaran kuisioner untuk melengkapi informasi lainnya sesuai dengan tujuan penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui kondisi umum lokasi penelitian atau data umum yang tersedia di pengelola kebun binatang Bukittinggi, membaca atau mempelajari dokumen peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan, buku-buku teks, bahan seminar, buletin kehutanan, koran, buku panduan, dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

Metode Analisa Data

Regresi Linear Berganda

Metode regresi linear berganda dapat digunakan untuk melihat pengaruh beberapa variabel penjelas atau peubah bebas terhadap satu variabel tak bebas (Prasetya, 2005). Dalam penelitian ini model regresi yang digunakan untuk mengetahui kesejahteraan satwa, fasilitas satwa dan biaya tambahan (X) terhadap kepuasan pengunjung (Y). Data ini akan diolah dengan menggunakan software SPSS.

(33)

31 Keterangan :

Y = Kepuasan pengunjung X1 = Kesejahteraan satwa (skor)

X2 = Fasilitas satwa (skor)

X3 = Biaya tambahan(skor)

a = Intercept atau Konstanta

b1, b2, b2 = Koefisien setiap variabel (Nazir, 2003).

Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah skala likert. Menurut Riduwan (2002), skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan skala ini maka variabel akan dapat diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi menjadi sub variabel dan sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator yang dapat diubah.

Setiap jawaban dihubungkan dengan pertanyaan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata.

Jawaban A diberi skor 3 Jawaban B diberi skor 2 Jawaban C diberi skor 1 Uji Hipotesis

(34)

32 1. Uji Signifikan Simultan (Uji- F)

Uji ini pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model ini mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.

Bentuk pengujiannya adalah sebagai berikut :

Ho : b1 = 0, artinya semua variabel independen secara simultan tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen

Ha : b1 ≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan berpengaruh

terhadap variabel dependen. Kriteria pengambilan keputusan:

Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima atau Ho ditolak, Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak atau Ho diterima. 2. Uji Signifikan Parsial (Uji- t)

Uji statistik t disebut juga sebagai uji signifikasi individual. Uji ini menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Bentuk pengujiannya adalah sebagai berikut :

Ho : b1 = 0, artinya suatu variabel independen secara parsial tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen,

Ha : b1 ≠ 0, artinya suatu variabel independen secara parsial berpengaruh

terhadap variabel dependen. Kriteria pengambilan keputusan:

(35)

33 Analisa deskriptif

Adapun analisa deskriptif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a.Analisa deskriptif kuantitatif adalah analisis penjelasan untuk data-data

yang bersifat kuantitatif dengan metode tabulasi.

b.Analisa deskriftif kualitatif adalah analisis penjelasan untuk data-data kualitatif. Kemudian data-data tersebut dianalisis berdasarkan tujuan penelitian.

Menurut Nasution dkk (2001) dalam Simangunsong (2008) metode penelitian deskriptif sering memakai metode observasi. Sementara menurut pendapat Faried (1996) menyatakan analisis kualitatif adalah suatu pengertian analisis yang didasarkan pada argumentasi logika. Namun materi argumentasi didasarkan pada data yang diperoleh melalui kegiatan teknik perolehan data.

Kriteria Penilaian

Kriterian penilaian kesejahteran satwa di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan dibagi ke dalam 3 kriteria, yaitu sangat bagus, bagus dan tidak bagus. Kriteria kesejahteraan satwa yang sangat bagus didasarkan atas :

a. Penyediaan makanan dan air seperti pemberian makanan sesuai jadwal dan air bersih setiap waktu.

b. Penyediaan lingkungan yang sesuai seperti terdapat lapangan untuk bermain di dalam kandang dan lantai kadang tidak terbuat dari semen

c. Penyediaan kesehatan hewan seperti pemeriksaan kesehatan dengan rutin dan kondisi kandang yang bersih.

(36)

34

e. Penyediaan perlindungan dari ketakutan dan stress seperti kandang dibangun dengan pondasi yang kokoh dan adanya pagar pembatas yang kuat.

Kriteria kesejahteraan satwa yang bagus didasarkan atas :

a. Penyediaan makanan dan air seperti pemberian makanan tidak sesuai jadwal dan air bersih tidak mengalir setiap waktu.

b. Penyediaan lingkungan yang sesuai seperti lapangan untuk bermain di dalam kandang sempit dan sebagian lantai kadang terbuat dari semen

c. Penyediaan kesehatan hewan seperti pemeriksaan kesehatan dengan tidak rutin dan kondisi kandang yang jarang dibersihkan.

d. Penyediaan peluang mengekspresikan perilaku paling normal seperti tidak ada pasangan setiap jenis satwa dalam satu kandang.

e. Penyediaan perlindungan dari ketakutan dan stress seperti kandang dibangun dengan pondasi yang tidak kokoh dan adanya pagar pembatas tidak kuat. Kriteria kesejahteraan satwa yang tidak bagus didasarkan atas :

a. Penyediaan makanan dan air seperti pemberian makanan tidak teratur dan air yang tidak ada..

b. Penyediaan lingkungan yang sesuai seperti tidak ada lapangan untuk bermain di dalam kandang dan seluruh lantai kadang terbuat dari semen

c. Penyediaan kesehatan hewan seperti tidak ada pemeriksaan kesehatan dan kondisi kandang yang tidak pernah dibersihkan.

d. Penyediaan peluang mengekspresikan perilaku paling normal seperti penempatan satwa yang terlalu padat.

(37)

35

HASIL DAN PEMBAHASAN

Letak dan Batas

Bukittinggi terletak antara 100020-100025 BT dan 00016-00020'LS, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Gadut dan Kapau Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Taluak IV Suku Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Sianok, Guguk dan Koto Gadang Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagari Tanjung Alam, Ampang Gadang Kecamatan IV Angkat Kabupaten Agam (BPS Kota Bukittinggi, 2006).

Keadaan Topografi

Kawasan Kotamadya Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat berada pada ketinggian 780 - 950 Meter di atas permukaan laut, dengan topografi tidak rata, bergelombang dan berbukit-bukit. Temperatur rata-rata maksimun. 24,90 C dan minimum 16,10 C, dengan kelembaban udara rata-rata maksimal 90,8% dan minimum 82,0%. (Dinas Pekerjaan Umum, 2006).

Organisasi

(38)

36

Daerah Kota Bukittinggi. Saat masih bernama Bundo Kanduang, TMS.BK merupakan lemabaga yang berdiri sendiri dalam bentuk Dinas Non Sruktural.

Pada tanggal 31 Desember 2008, struktur organisasi Kantor Pariwisata Seni dan Budaya mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2008. Ini berpengaruh pula terhadap organisasi kerja di lingkungan TMS.BK. kantor Pariwisata Seni dan Budaya menjadi Dinas kebudayaan dan Pariwisata dan TMS.BK masih berada di bawah dinas ini sebagai Bidang TMS.BK dengan tiga (3) orang Kepala Seksi.

Pengelolaan TMS.BK murni milik Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi. TMS.BK telah memiliki izin lembaga konservasi dengan Surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.233/Menhut-II/2007 tanggal 2 Juli 2007 tentang pemberian izin sebagai Lembaga Konservasi dalam bentuk Taman Marga Satwa kepada Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi Seksi Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan, Kantor Pariwisata Seni dan Budaya Kota Bukittinggi, Propinsi Sumatera Barat.

Karakterisistik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pengunjung atau wisatawan yang berada di kawasan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan. Karakterisitik responden merupakan bagian yang penting dari suatu penelitian, karena dengan diketahuinya karakterisitik responden maka peneliti dapat mengetahui faktor-faktor yang dominan dengan baik.

(39)

37 Tabel 4. Karakterisitik responden

Aspek Jumlah (Orang) Persentase (%) Jenis Kelamin

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Jenis Kelamin

(40)

38

wisatawan laki-laki lebih banyak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mewujudkan jati diri yaitu kebutuhan akan kepuasan diri dan usaha perwujudan kemampuan dengan cara keinginan untuk berpetualang serta lebih suka menghadapi tantangan dibandingkan wisatawan perempuan.

Umur

Pengunjung yang menjadi responden pada penelitian ini dibatasi mulai dari umur 17 tahun sampai 50 tahun. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pengunjung yang datang ke kawasan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan tersebagai berbagai tingkatan usia. Pengunjung dengan usia 17-23 tahun lebih banyak daripada tingkatan usia lainnya yaitu sebesar 46 %.

Pengunjung yang datang sebagian besar tergolong usia muda dan produktif. Pada usia muda pada umumnya orang masih memiliki semangat yang tinggi untuk melakukan kegiatan wisata serta kondisi fisik yang masih prima untuk melakukan suatu perjalanan wisata. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pitana (2005) dalam Utama (2006) bahwa kegiatan untuk merealisasikan mimpi-mimpi yang lama dicita-citakan sampai mengorbankan diri dalam bentuk penghematan agar bisa melakukan perjalanan wisata merupakan salah satu faktor seseorang untuk melakukan perjalanan wisata.

(41)

39 Tingkat Pendidikan

Latar belakang pendidikan dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan kegiatan wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan yang tinggi juga memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melakukan kegiatan wisata. Responden yang mengunjungi Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi adalah yang paling tinggi, yaitu sebesar 45%. Pengunjung yang memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi memiliki pola pikir yang luas dan memiliki motivasi pendidikan sehingga mereka berharap dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan mereka tentang alam dan satwa liar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Utama (2006) yang menyatakan bahwa kesempatan mendidik merupakan pendorong dominan dalam pariwisata.

Pengunjung dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan dapat memberikan jawaban atas kuisioner lebih akurat dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Karena wawasan pengunjung dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih luas. Sehingga jawaban dari responden tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak pengelola dalam meningkatkan sistem pengelolaan yang lebih baik.

Daerah Asal

(42)

40

Pengunjung terbanyak berasal dari kota Bukittinggi, hal ini disebabkan karena letak TMS.BK yang berada di tengah kota Bukittinggi. Sehingga jarak yang ditempuh oleh pengunjung yang berasal dari kota Bukittinggi semakin dekat dan waktu yang ditempuh hanya beberapa menit saja.

Masalah-masalah perkotaan baik masalah sosial ekonomi dengan pertumbuhan diberbagai bidang yang diikuti dengan irama kerja yang cepat serta penurunan kualitas lingkungan hidup dapat menimbulkan tekanan-tekanan yang manifestasinya berupa kejenuhan fisik dan mental. Untuk itu, orang memerlukan perubahan, kebebasan dari pekerjaan dan tanggung jawab. Perubahan ini dapat dicapai dengan melakukan rekreasi, yang dapat mengembalikan kesegaran jasmani, rohani dan emosipnal (Soekadijo, 1996).

Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan merupakan salah satu alternatf tempat wisata, mengingat jaraknya yang relatif pendek dari pusat kota Bukittinggi dan sangat ideal bagi kegiatan wisata. Disamping itu akses menuju lokasi sangat mudah dan murah. Pihak pengelola telah berupaya dalam meningkatkan permintaan pengunjung terhadap rekreasi melalui media masa dan elektronik. Sehingga dengan adanya informasi-informasi tersebut banyak masyarakat yang telah mengetahui keberadaan TMS.BK, hal ini diketahui dengan banyaknya pengunjung yang berdatangan dari luar kota Bukittinggi.

Kesejahteraan Satwa

Penyediaan makanan dan minuman

(43)

41

hal ini disebabkan karena untuk mengurangi dan menghindari kebosanan satwa terhadap makanan yang diberikan. Berdasarkan data yang telah diperoleh yaitu pada Lampiran 4, jumlah dan jenis makanan dari setiap jenis satwa di TMS.BK telah sesuai, karena sesuai dengan standart yang telah dikeluarkan oleh dokter hewan.

Tetapi pada satwa orang utan sumatera (Pongo pygmaeus obelli) masih ada pengunjung yang memberikan makanan terhadap satwa tersebut. Hai ini disebabkan karena kurang tegasnya pihak pengelola dalam memberi peringatan terhadap pengunjung.

Penyediaan air minum untuk kandang satwa, baik dari kelas mamalia maupun reptil disediakan kolam kecil yang selalu dialiri air bersih, sedangkan untuk kelas aves disediakan tempat air minum khusus yang harus diisi oleh pengelola apabila mau habis.

Tabel 5. Penyediaan makanan dan minuman No Kesejahteraan

Satwa Frekuensi

Jenis Satwa

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Keterangan : √. Sesuai 4. Gajah sumatera 9. Merak biru x. Belum sesuai 5. Tapir Malaya 10. Buaya senjulong 1. Harimau 6. Elang bondol 11. Buaya muara 2. Orang utan sumatera 7. Nuri merah

3. Beruang madu 8. Kakatua jambul kuning

Penyediaan lingkungan yang sesuai

(44)

42

untuk beraktivitas, tempat istirahat dan fasilitas lainnya seperti tempat memanjat dan berayun khusus untuk satwa yang suka memanjat dan berayun (primata), ruang vertikal untuk satwa yang suka memanjat dan terbang (primata dan aves).

Kurang banyaknya pohon di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan lingkungan sekitar kandang satwa merupakan salah satu fasilitas untuk satwa. Apabila satwa melakukan aktivitas (bermain) dapat menyebabkan kurang terlindunginya satwa dari teriknya panas matahari, karena pada kandang tempat beraktivitas bagi satwa tidak dibuat atap oleh pihak pengelola. Seperti pada kandang satwa primata, beruang madu dan gajah sumatera.

Pembuatan lantai kandang satwa dengan material yang keras dapat menyebabkan tidak sesuainya lingkungan yang dibutuhkan satwa untuk beristirahat dan bermain. Hal ini dapat dilihat pada kandang beruang madu (Helarctus malayanus) dan tapir malaya (Tapirus indicus).

Tabel 6. Penyediaan lingkungan yang sesuai No Kesejahteraan

Satwa Frekuensi

Jenis Satwa

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Keterangan : √. Sesuai 4. Gajah sumatera 9. Merak biru x. Belum sesuai 5. Tapir Malaya 10. Buaya senjulong 1. Harimau 6. Elang bondol 11. Buaya muara 2. Orang utan sumatera 7. Nuri merah

3. Beruang madu 8. Kakatua jambul kuning

Penyediaan kesehatan hewan

(45)

43

dilakukan karena satwa yang hidup di kandang lebih mudah sakit dari pada satwa yang hidup di alam bebas (hutan). Tetapi dalam pengendalian penyakit, pihak pengelola masih belum melaksanakannya dengan baik, hal ini dapat dilihat pada kandang harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan beruang madu (Helarctus malayanus), dimana pada kandang satwa tersebut masih terdapat sampah yang dapat menyebabkan satwa sakit apabila termakan oleh satwa.

Tabel 7. Penyediaan kesehatan hewan No Kesejahteraan

Satwa Frekuensi

Jenis Satwa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 Pemeriksaan

kesehatan

1 kali seminggu

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2 Pengendalian penyakit

1 kali seminggu

x √ x √ √ √ √ √ √ √ √

3 Pengobatan - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Keterangan : √. Sesuai 4. Gajah sumatera 9. Merak biru x. Belum sesuai 5. Tapir Malaya 10. Buaya senjulong 1. Harimau 6. Elang bondol 11. Buaya muara 2. Orang utan sumatera 7. Nuri merah

3. Beruang madu 8. Kakatua jambul kuning

Penyediaan peluang untuk mengekspresikan perilaku paling normal

(46)

44

Tabel 8. Penyediaan peluang untuk mengekspresikan perilaku paling normal No Kesejahteraan

Satwa Frekuensi

Jenis Satwa

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Keterangan : √. Sesuai 4. Gajah sumatera 9. Merak biru x. Belum sesuai 5. Tapir Malaya 10. Buaya senjulong 1. Harimau 6. Elang bondol 11. Buaya muara 2. Orang utan sumatera 7. Nuri merah

3. Beruang madu 8. Kakatua jambul kuning

Penyediaan perlindungan dari ketakutan dan stress

Pembuatan pagar pembatas disetiap kandang satwa telah dilakukan oleh pihak pengelola, hal ini dilakukan untuk menghindari gangguan langsung oleh pengunjung. Pihak pengelola juga telah membuat gerbang ganda untuk setiap kandang. Sedangkan untuk karantina hanya dilakukan untuk satwa yang baru didatangkan dari tempat lain. Penyediaan tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan pihak pengelola, seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 9. Penyediaan perlindungan dari ketakutan dan stress No Kesejahteraan

Satwa Frekuensi

Jenis Satwa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 Pagar pembatas - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2 Gerbang ganda - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

3 Karantina - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Keterangan : √. Sesuai 4. Gajah sumatera 9. Merak biru x. Belum sesuai 5. Tapir Malaya 10. Buaya senjulong 1. Harimau 6. Elang bondol 11. Buaya muara 2. Orang utan sumatera 7. Nuri merah

3. Beruang madu 8. Kakatua jambul kuning

(47)

45 Tabel 10. Kesejahteraan satwa di TMS.BK

No Indikator Frekuensi Observasi Keterangan

1 Penyediaan

Makanan satwa yang disediakan bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing satwa.

Walaupun di setiap kandang satwa sudah terdapat papan larangan untuk memberikan makanan, tetapi tetap saja ada pengunjung yang masih memberikan makanan.

Semua kandang satwa disediakan air yang bersih setiap waktu dan sebagian kandang tersedia kolam kecil yang selalu dialiri air.

2 Lingkungan

Setiap kandang sudah dilengkapi sesuai dengan kebutuhan satwa seperti kandang istirahat, vegetasi, tempat bertengger.

• Pembuatan kandang yang nyaman

Lantai kandang tidak dibuat dengan bahan material yang keras seperti beton, sehingga satwa merasa lebih nyaman. 3 Kesehatan satwa

• Pemeriksaan kesehatan

1 kali seminggu

Semua satwa yang dilindungi dilakukan pemeriksaan kesehatan. Hal bertujuan agar satwa tidak rentan terhadap penyakit dan tingkat kepunahan satwa akan berkurang. Pihak pengelola

juga memberikan multivitamin dan antiseptic

untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap

satwa.

(48)

46

No Indikator Frekuensi Observasi Keterangan

• Pengendalian penyakit

1 kali seminggu

Pembersihan kandang dilakukan secara rutin.

Pembersihan kandang belum dilakukan secar teliti

• Pengobatan Memberikan pengobatan

terhadap satwa yang sakit. Apabila pengobatan tidak mungkin dilakukan dalam kandang maka satwa tersebut dibawa ke ruangan khusus

Kurangnya tenaga ahli.

4 Perilaku yang

normal

• Satwa sejenis dalam

kandang

Dalam satu kandang masih ada terdapat satu ekor satwa, hal ini menyebabkan kurangnya interaksi antara satwa yang sejenis

Pengelola

Keterbatasan fasilitas yang diberikan pihak pengelola menyebabkan satwa tidak dapat bergerak secara alami. Sebagian tidak dapat bergerak secara bebas seperti di habitat aslinya.

Pengelola

kurang focus terhadap

gerakan alami satwa.

5 Perlindungan Satwa

• Pagar pembatas

> 1,5 meter Semua kandang satwa diberi pagar pembatas, menghindari interaksi langsung antara pengunjung dengan satwa yang dapat mengakibatkan terganggu dan tidak nyamannya satwa.

Pembuatan pintu kandang mengunakan gerbang ganda dengan sistem buka tutup,

untuk menghindari kemungkinan kaburnya satwa dari kandang.

• Karantina dan pemeriksaan kesehatan

Satwa yang baru didatangkan harus dikarantina supaya bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.

Juga dilakukan pemeriksaan kesehatan, agar satwa yang lain dapat terhindar dari penyakit yang dibawa oleh satwa yang baru didatangkan.

Belun adanya standart waktu yang ditetapkan oleh pihak pengelola

(49)

47 Fasilitas

Fasilitas satwa dan fasilitas wisarta kebun binatang dioperasikan dengan cara dapat menjamin keamanan dan keselamatan satwa, staff dan pengunjung. Fasilitas satwa

Fasilita satwa yang terdapat di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan berupa kandang untuk beraktivitas, tempat beristirahat, tempat air minum, tempat makanan, tempat bergantung dan berayun. Kondisi dari fasilitas satwa di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Kondisi kandang TMS.BK

Kelas Nama satwa Nama latin Ukuran kandang (m2 x m)

Fasilitas Kondisi

Mamalia Harimau

Orang utan

Aves Elang bondol Nuri merah

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

(50)

48

Perhatian ekstra diberikan pada kandang dan pintu gerbang. Sebagian kandang mamalia dilengkapi dengan sistem pintu masuk ganda yang memungkinkan staff untuk memasukinya melalui satu pintu, menutupnya kembali sebelum membuka pintu kedua yang menuju kandang dimana satwa ditempatkan. Hal ini dapat mencegah terjadinya tindakan yang kurang hati-hati dan menyebabkan satwa melarikan diri dengan menipu orang yang masuk kandang. Menurut Manangsang (2002) kandang tidak hanya digunakan untuk menjaga satwa yang akan melarikan diri atau kabur, dan membatasi pengunjung tetapi kandang harus menjadi tempat yang cocok untuk kehidupannya, juga harus didesain dan dicocokkan dengan tingkah laku, kebutuhan, habitat dan estetika satwa.

Fasilitas wisata

Taman Magasatwa dan Budaya Kinantan, menyediakan fasilitas-fasilitas wisata yang dapat digunakan demi kenyaman pengunjung dalam berwisata. Fasitas wisata yang terdapat pada TMS.BK yaitu tempat sampah, arena bermain anak, mushola, toilet, tempat bermain anak, toko souvenir, tempat menjual makanan, dan museum.tetapi masih terdapat kekurangan-kekurangan dari fasilitas tersebut.

(51)

49

sebesar Rp 1000 tiap kali masuk. Ada baiknya biaya-biaya penggunaaan fasilitas umum itu dibebankan pada biaya tiket masuk kawasan wisata. Hal ini dapat menjadi masukan kepada pihak pengelola Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan untuk mempertimbangkan masukan dari pengunjung agar kedepannya dapat lebih baik.

Tabel 12. Fasilitas Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan

No Fasilitas wisata Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 Tempat sampah 31 31

2 Toilet 23 23

3 Arena bermain anak 17 17

4 Tempat parkir kendaraan 12 12

5 Information centre 8 8

6 Toko souvenir 5 5

7 Tempat menjual makanan/ minuman

4 4

Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Berdasarkan tabel di atas, fasilitas yang perlu ditambahkan di kawasan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan yaitu tempat sampah dengan persentase 31%, toilet sebesar 23% dan arena bermain anak sebesar 17%. Ketiga fasilitas ini dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola untuk merealisasikannya. Kelengkapan dan kenyamanan mengunakan fasilitas oleh pengunjung dapat menarik minat dan daya tarik pengunjung untuk datang ke lokasi wisata.

Perilaku Pengunjung Terhadap Satwa

(52)

50

melempar satwa sebesar 9%. Semua perilaku pengunjung ini merupakan perilaku yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap satwa. Seperti yang terdapat pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 13. Perilaku Pengunjung Terhadap Satwa No Perilaku pengunjung

terhadap satwa

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 Mengambil Foto 41 41

2 Mengulurkan Tangan 19 19

3 Memberi Makanan 31 31

4 Melempar 9 9

Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Setiap pengunjung yang datang ke Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan sering melakukan kegiatan pengambilan foto sebagai dokumentasi bagi mereka. Pengunjung tidak menyadari bahwa tindakan ini memberikan dampak negatif bagi satwa, dimana cahaya dari kamera tersebut dapat membuat satwa terkejut dan menimbulkan kemarahan satwa.

Mengulurkan tangan memiliki dampak negatif bagi satwa dan pengunjung. Misalnya, satwa dapat terkena bakteri dari tangan pengunjung dimana tangan dari pengunjung tersebut belum sepenuhnya bersih dari bakteri penyakit. Sementara pengunjung juga bisa mengalami luka yang diakibatkan oleh satwa melalui cakaran maupun gigitan dari satwa (Palguna, 2001).

(53)

51

Melempar dapat mengakibatkan luka pada satwa. Tindakan ini kerap kali dilakukan oleh pengunjung kapada satwa, dimana pengunjung ingin melihat satwa senantiasa dalam keadaan aktif. Pengunjung tidak sabar menunggu satwa bangkit dari tidur atau tempat istirahatnya. Mereka berusaha memaksa satwa lebih aktif

dengan tindakan seperti melemparkan sesuatu langsung ketubuh satwa (Palguna, 2001).

Analisa masalah dalam pengelolaan

Pengelolaan TMS.BK masih terdapat masalah-masalah yang belum dibenahi seca baik. Berdasarkan hasil observasi, pada umumnya masalah tersebut berasal dari dua sumber utama yaitu :

1. Masalah yang bersumber dari lingkungan a. Lingkungan sekitar kawasan

Tata letak dan batas TMS.BK berpengaruh terhadap pengembangannya, karena terletak di tengah kota Bukittinggi yang sangat memungkinkan terjadinya interaksi yang sangat banyak. Seperti kebisingan dan polusi dari kendaraan, apalagi di samping Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan merupakan pusat pembelanjaan dari masyarakat sekitar.

b. Pedagang kaki 5

(54)

52 2. Masalah yang bersumber dari pengunjung

a. Pengunjung sebagai penghasil sampah

Hampir setiap pengunjung baik perorangan maupun kelompok memiliki bekal makanan atau minuman. Tetapi masih ada pengunjung yang enggan membuang sampah di tempat sampah yang telah disediakan oleh pihak pengelola. Bahkan ada sebagian pengunjung yang sengaja membuang sampah dan sisa makanan ke dalam kandang satwa. Hal ini dapat menimbulkan penyakit dan kematian bagi satwa akibat salah makan. Berdasarkan jawaban responden, sebanyak 47 responden yang membuang sampah pada tempatnya dan sedangkan sebanyak 53 responden membuang sampah sembarangan. Masalah ini timbul dikarenakan kurangnya tempat sampah yang disediakan oleh pihak pengelola. Faktor ini yang membuat pengunjung membuang sampah sembarangan. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 14. Perilaku pengunjung membuang sampah

No Tempat Buang Sampah Jumlah

(Orang)

Persentase (%)

1 Tempat sampah 47 47

2 Sembarangan 53 53

Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

b. Gangguan langsung

(55)

53

Kejadian ini menimbulkan bermacam-macam reaksi oleh satwa, seperti diam saja, takut, marah bahkan dapat mengalami stress berat.

c. Kurangnya rasa ikut memiliki dan melindungi dari pengunjung

Kurangnya rasa ikut memiliki dan melindungi dari kelompok remaja menimbulkan masalah yang memperhatinkan. Selama penelitian berlangsung, peneliti melihat sekitar 5 orang remaja yang dilarang oleh pihak pengelola, seperti merusak tanaman-tanaman yang baru ditanam oleh pengelola dan mengganggu ketenangan satwa. hal ini dikarenakan kurangnya peringatan yang diberikan oleh pihak pengelola dan kurangnya kesadaran dari pengunjung itu sendiri.

Alternatif pengendalian dari masalah pengelolaan

Pengelola Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan perlu berusaha untuk mewujudkan sistem pengelolaan terutama kesejahteraan satwa. Adapun alternatif pengendalian dari masalah-masalah yang ada, yaitu :

1. Terhadap masalah lingkungan

a. Lingkungan luar. Perlu adanya pagar yang kuat dan permanen, hendaknya pihak pengelola menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar. b. Meningkatkan rasa memiliki kepada masyarakat, khususnya remaja baik

berupa penyuluhan atau penyebaran famplet dan lain-lain.

(56)

54

d. Lingkungan dalam. Meminimalkan tempat penjualan makanan dan aksesoris, dan jika perlu ditempatkan pada lahan yang terpisah dengan kandang satwa.

2. Terhadap masalah pengunjung

a. Memberikan himbauan kepada pengunjung akan bahaya sampah dan menambah penyediaan tempat sampah yang lebih banyak.

b. Pemasangan papan peringatan/larangan disetiap kandang untuk tidak memberikan makanan kepada satwa dan pengelola seharusnya memberikan teguran jika ada yang melanggar.

Analisis Regresi Linier Berganda

Dengan menyatakan hubungan antara kepuasan pengunjung dengan kesejahteraan satwa, fasilitas satwa, dan biaya tambahan dalam suatu persamaan regresi linier berganda yang dapat dilihat pada lampiran 7, maka diperoleh sebuah persamaan

Y = 2,594 + 0,098 X1 + 0,179 X2 + 0,123 X3

Dari persamaan di atas konstanta sebesar 2,594 menyatakan bahwa pada saat kesejahteraan satwa, fasilitas satwa dan biaya tambahan bernilai nol (0), maka kepuasan pengunjung bernilai 2,594.

(57)

55

Koefisien regresi fasilitas satwa sebesar 0,179 artinya apabila terjadi peningkatan pada variabel fasilitas satwa sebesar 100%, maka kepuasan pengunjung juga akan meningkat sebesar 17,9%. Tanda positif (+) pada variabel fasilitas satwa menunjukkan hubungan searah. Artinya apabila variabel fasilitas satwa semakin baik, maka kepuasan pengunjung juga akan semakin baik.

Koefisien regresi biaya tambahan sebesar 0,123 artinya apabila terjadi peningkatan pada variabel biaya tambahan sebesar 100%, maka kepuasan pengunjung juga akan meningkat sebesar 12,3%. Tanda positif (+) pada variabel biaya tambahan menunjukkan hubungan searah. Artinya apabila variabel biaya tambahan semakin baik, maka kepuasan pengunjung juga akan semakin baik.

Tingkat kesalahan yang dipakai adalah alpha 5% dan derajat kebebasan (df) = n-k, dimana n adalah jumlah sampel yaitu sebanyak 100 dan k adalah jumlah variabel independen yang digunakan yaitu sebanyak 3 variabel, maka df = 100 – 3 = 97. Pada taraf signifikan 5%, nilai t tabel atau t0,025;97= 1.985.

Variabel kesejahteraan satwa memiliki t hitung = 2.337, karena nilai t hitung > nilai t tabel = 2.337 > 1.985, ini berarti variabel kesejahteraan satwa secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengunjung.

Variabel fasilitas satwa memiliki t hitung = 2.558, karena nilai t hitung > nilai t tabel = 1,396 > 1.985, ini berarti variabel kesejahteraan satwa secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengunjung.

(58)

56

Nilai F hitung diperoleh dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 17.00 seperti terlihat pada lampiran 7. Dari uji Anova atau uji F, diperoleh nilai F hitung sebesar 11.949 dimana F hitung > F tabel, yaitu 11.949 > 2.70, ini berarti secara serentak (simultan) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel kesejahteraan satwa, variabel fasilitas satwa, variabel biaya tambahan terhadap variabel kepuasan pengunjung. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis dari penelitian ini dapat terbukti.

(59)

57

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Kepuasan pengunjung terhadap kesejahteraan satwa, fasilitas satwa dan biaya tambahan dapat dilihat dalam bentuk persamaan regresi berikut:

Y = 2,594 + 0,098 X1 + 0,179 X2 + 0,123 X3

Berdasarkan hasil regresi linier berganda faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi kepuasan pengunjung di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan adalah kesejahteraan satwa, fasilitas satwa, sedangkan biaya tambahan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengunjung. 2. Berdasarkan hasil observasi, kesejahteraan satwa di Taman Margasatwa

dan Budaya Kinantan belum tercapai.

SARAN

1. Untuk mengurangi adanya perilaku pengunjung terhadap satwa yang dapat mengganggu satwa, sebaiknya pihak pengelola Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan membuat papan peringatan di setiap kandang satwa. 2. Demi tercapainya kenyamanan pengunjung dalam mengunjungi Taman

(60)

58

DAFTAR PUSTAKA

American Dictionary; Randall. 1982; IUCN. 1968; WCS. 1980. dalam Vera. Just Another UNS Social Network ™ weblog. [17 Januari 2011]

Badan Pusat Statistik (BPS) Kotamadya Bukittinggi. 2006.Batas-Batas

administrasi Kotamadya Bukittinggi.

[19Desember2010]

Bulu, P. M. 2000. Kasus-Kasus Klinis yang Sering Terjadi dan Manajemen Kesehatan Satwa Primata Di Unit Karaqntina Dan Penangkaran PSSP LP-IPB, Darmaga Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Departemen Kehutanan. 1990. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jakarta.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Jakarta.

Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Bukittinggi. 2007. Keadaan Topografi

Kotamadya Bukittinggi.

[19Desember2010]

Faried, A. 1996. Metode Penelitian Sosial dalam bidang Ilmu Administrasi dan Pemerintahan. PT Raja Grafinda Persada. Jakarta.

Hasan, I. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Karyono, H. 1997. Kepariwisataan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas. Jilid 1. PT Indeks

Kelompok Gramedia. Jakarta.

Kriswanto, J. 2008. Analisis Resgresi Linier Berganda Http://Jonikriswanto. Blogspot.Com/2008/08/Anilis-Regresi-LinierBerganda_21 Html. [5

(61)

59

Manangsang, J. 2002. Management of Primates in Taman Safari Indonesia. dalam International symposium : Application of Non Human Primates in Biotechnology for Conservation and Biomedical ResearchBogor-Indonesia. Reseach Institut of Bogor Agricultural. Bogor.

Nasution A, Subhilar L, Berutu dan J. Simanjuntak.2001. Metodologi Penyusunan Proposal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Unit Pengembangan Riset FISIP USU bekerjasama dengan Penerbit Monora. Medan.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Nurhadi, U. 2001. Konservasi In-situ dan Ex-situ dalam Upaya Pelestarian dan Pendayagunaan Keanekaragaman Tumbuhan Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional Konservasi dan Pendayagunaan Keanekaragaman Tumbuhan Iklim Kering Indonesia Di Kebun Raya Purwodadi tanggal 30 Januari 2001.

Palguna, Hari. 1994. Pengelolaan kebun Raya dan Kebun Binatang. dalam Chafid Fandeli. 2001. Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan. 2006. Nomor : P.53/Menhut-II/2006 Tentang Lembaga Konservasi. Menteri Kehutanan

Pitana, IG. 2005. Sosiologi Pariwisata.

[16Desember2010]

Prasetyo, Bambang dan Jannah, LM .2005. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Riduwan. 2002. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Cetakan ke-3. Alfabeta. Bandung.

Ross. Glenn F (1998), Psikologi Pariwisata. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS). 206 Analisi Regresi Linear Berganda.

Simangunsong. A. K, 2008. Studi Pengembangan Hutan Kota Di Kota Medan. Studi kasus di Tiga Taman Kota. Skripsi. Depertemen Kehutanan USU. Medan.

Suwantoro. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Andi Offset. Yogyakarta.

(62)

60

Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Koleksi Satwa TMS.BK  No
Tabel 2. Jumlah Pengunjung Tahunan
Tabel 3. Objek Pengamatan Satwa yang Diamati Nama satwa Harimau
Tabel 4. Karakterisitik responden Aspek Jumlah (Orang)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijual adalah aset keuangan non-derivatif yang ditetapkan untuk dimiliki selama periode tertentu, dimana akan dijual

Skala hambatan memperoleh bantuan psikologis untuk kebutuhan layanan bimbingan dan konseling ini memakai teorinya Nursel Topkaya, Ertuğrul Şahin, dan Betül

secara tingkat kemurnian radiokimia telah memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam proses selanjutnya khususnya pada teknik RIA/IRMA namun keberadaan sulfit di

Sesuai dengan Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa perseroan yang bidang usahanya terkait dengan sumber daya alam diwajibkan

a. Cross training atau back-up staf dilakukan untuk memback-up personel kunci. Cross training diberikan kepada personel yang sering berhubungan dengan personel kunci

Dengan hasil Dari hasil penelitian didapatkan gambaran distribusi frekuensi responden berdasarkan prestasi belajar yaitu sebanyak 7 responden (9,2%) mempunyai tingkat

Jika sudah, bagaimana cara membuktikan-nya, mari kita buktikan kehebatan sistem tersebut; namun sebelumnya kita sepakati dahulu kategori berikut ini, berlaku nilai skor

yang diinginkan. Oleh karena itu setelah melakukan refleksi dan diskusi bersama teman sejawat, maka akan dilakukan kembali perbaikan pembelajaran siklus kedua dengan