• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebelum data hasil penelitian dianalisis ragam, dilakukan pengujian asumsi yang meliputi uji kenormalan, kehomogenan data, kebebasan galat dan keaditifan data. Ternyata hasil dari uji asumsi tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukan analisis ragam, maka data dianalisis secara deskriptif.

Analisis Komposisi Kimia

Rataan komposisi kimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak dari sosis daging itik dengan dan tanpa kulit yang diberi tepung daun beluntas dalam pakan tersaji pada tabel masing-masing.

Kadar Air

Kadar air merupakan komponen bahan makanan yang dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Semakin rendah kadar air suatu bahan pangan, maka semakin tinggi daya tahan bahan tersebut (Winarno, 2002). Hasil analisis proksimat untuk kadar air disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rataan Kadar Air Sosis Daging Itik

Konsentrasi Tepung Daun Beluntas Penambahan Kulit

0% 1% 2%

---%--- Tanpa Kulit 66,86 ± 2,53 66,28 ± 1,92 65,88 ± 2,09

Dengan Kulit 59,23 ± 3,10 56,83 ± 0,06 59,03 ± 1,18 Sosis tanpa kulit dengan perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sebesar 0, 1 dan 2% memiliki rataan kadar air yang hampir sama, yaitu berkisar antara 65,88-66,86%. Demikian juga dengan kadar air sosis dengan kulit dengan perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan juga memiliki kadar yang hampir sama yaitu berkisar antara 56,83-59,23%.

Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Riskawati (2006) yang menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan itik tidak mempengaruhi kadar air daging itik maupun kulit itik. Penambahan tepung daun

beluntas dalam pakan itik pada tiga taraf yang berbeda menghasilkan daging dan kulit dengan kadar air yang sama, sehingga akan menghasilkan kadar air sosis yang sama diantara ketiga taraf penambahan tepung daun beluntas tersebut.

Kadar air sosis daging itik tanpa kulit memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis daging dengan kulit. Hal ini disebabkan oleh kadar air daging itik tanpa kulit lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air daging itik berkulit pada itik afkir, yaitu masing-masing sebesar 73,31% dan 66,53% (Hustiany, 2001). Hal tersebut menyebabkan penambahan kulit dapat menurunkan kadar air bahan baku sosis daging dengan kulit itik sehingga mengakibatkan sosis daging itik dengan kulit memiliki kadar yang lebih rendah. Hasil penelitian Triyantini et al. (1997) menunjukkan bahwa kadar air pada daging itik (73,97%) lebih tinggi dibandingkan pada kulit itik (60,19%) pada itik yang berumur 12 minggu.

Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995 mensyaratkan bahwa kadar air sosis maksimal 67%. Sosis hasil penelitian ini memiliki kadar air antara 56,83- 66,86% sehingga sudah memenuhi persyaratan kadar air sosis menurut SNI tersebut.

Kadar Abu

Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air (Winarno, 1991). Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Hasil analisis proksimat untuk kadar abu disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Rataan Kadar Abu Sosis Daging Itik

Konsentrasi Tepung Daun Beluntas Penambahan Kulit

0% 1% 2%

---%--- Tanpa Kulit 2,21 ± 0,08 2,16 ± 0,22 2,42 ± 0,10

Dengan Kulit 2,49 ± 0,59 2,30 ± 0,30 1,93 ± 0,90

Penambahan tepung daun beluntas pada pakan itik menghasilkan sosis hasil penelitian memiliki rataan kadar abu yang relatif sama. Tabel 8 menunjukkan bahwa kadar abu yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1,93-2,49%. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Riskawati (2006) yang menyatakan bahwa

penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan tidak mempengaruhi kadar abu pada daging maupun kulit itik. Daun beluntas mengandung mineral seperti natrium, magnesium, alumunium dan fosfor (Rukmiasih dan Tjakradidjaja, 2006), akan tetapi kandungan mineral tersebut tidak dapat mempengaruhi kadar abu pada daging maupun kulit itik. Penggunaan daging dan kulit itik yang berasal dari pemeliharaan dengan tiga taraf penambahan tepung daun beluntas dalam pakan menghasilkan kadar abu daging dan kulit yang sama, sehingga akan menghasilkan kadar abu sosis yang sama diantara ketiga jenis daging tersebut.

Penggunaan kulit atau tanpa kulit sebagai bahan baku sosis menghasilkan rataan kadar abu yang relatif sama. Hal tersebut disebabkan oleh daging itik dengan kulit itik sebagai bahan baku utama pembuatan sosis memiliki kadar abu yang relatif sama. Hasil penelitian Hustiany (2001), menunjukkan bahwa daging itik tanpa kulit memiliki kadar abu yang relatif hampir sama dengan kadar abu daging itik berkulit, yaitu masing-masing 1,03% dan 1,14%. Kadar abu sosis dipengaruhi oleh kadar abu bahan baku sosis dan bahan tambahan lain yang ditambahkan (Rompis, 1998). Menurut Forrest et al. (1975), kadar abu sosis berasal dari daging sebagai bahan utama, tepung, STPP, dan garam yang ditambahkan. Abu atau mineral dalam daging umumnya terdiri dari kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, sodium, sulfur, klorin, dan potassium.

Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995 mensyaratkan bahwa kadar abu sosis maksimal 3,0%. Sosis hasil penelitian ini memiliki kadar abu antara 1,93- 2,49%. Hasil tersebut sudah memenuhi persyaratan kadar air sosis menurut SNI.

Kadar Protein

Kadar protein suatu bahan makanan sering digunakan untuk menentukan mutu suatu bahan makanan (Winarno, 2002). Protein mempunyai fungsi yang unik bagi tubuh, yaitu menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, bekerja sebagai pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh, serta memberikan tenaga jika keperluannya tidak dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Suhardjo dan Kusharto 1987). Hasil analisis proksimat untuk kadar protein disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Rataan Kadar Protein Sosis Daging Itik

Konsentrasi Tepung Daun Beluntas Penambahan Kulit

0% 1% 2%

---%--- Tanpa Kulit 12,15 ± 0,37 11,80 ± 0,06 11,87 ± 0,12

Dengan Kulit 8,29 ± 2,74 8,83 ± 0,34 8,89 ± 0,30 Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar protein yang didapatkan dari penelitian ini berkisar antara 8,29-12,15%. Penambahan tepung daun beluntas pada pakan itik menghasilkan sosis hasil penelitian memiliki rataan kadar protein yang relatif sama, baik pada perlakuan tanpa atau dengan kulit pada pembuatan sosis. Kadar protein sosis tanpa kulit berkisar antara 11,57-12,15%, sedangkan kadar protein sosis dengan kulit berkisar antara 8,29- 8,89%.

Hasil penelitian Riskawati (2006), menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan tidak mempengaruhi kadar protein daging dan kulit itik. Tepung daun beluntas mengandung protein kasar sebesar 19,02% (Setiyanto, 2005), akan tetapi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan tidak mengubah kadar protein pakan secara keseluruhan (Tabel 5). Menurut Lawrie (1995), menyatakan bahwa pemberian rasio pakan yang berbeda tidak akan memberikan perubahan pada kadar protein daging.

Kadar protein sosis daging itik tanpa kulit memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis daging itik dengan kulit. Hal tersebut disebabkan sosis tanpa kulit lebih dominan mengandung daging sehingga kandungan proteinnya lebih banyak. Daging itik tanpa kulit memiliki kadar protein lebih tinggi dibandingkan dengan daging itik berkulit yaitu masing-masing sebesar 18,61% dan 12,17% (Hustiany, 2001). Adanya penambahan kulit dapat mengurangi banyaknya daging yang digunakan pada adonan, sehingga kadar protein menjadi lebih sedikit. Hasil penelitian Triyantini et al. (1997) menunjukkan bahwa kadar protein pada daging itik lebih besar dibandingkan dengan kadar protein pada kulit itik yaitu masing-masing sebesar 20,19% dan 13,63%. Purnomo (1990) menyatakan bahwa dengan kadar pati yang sama, perbedaan kadar protein disebabkan oleh perbedaan kadar lemak dan kadar protein pada masing-masing bagian daging. Semakin banyak penggunaan daging tanpa lemak maka kandungan protein semakin tinggi.

Kadar protein sosis hasil penelitian lebih rendah dari kadar minimum protein sosis daging menurut Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995 yaitu minimum sebesar 13%. Rendahnya kadar protein pada sosis hasil penelitian ini diduga karena penggunaan bahan pengisi yang terlalu banyak, sehingga menurunkan kadar protein sosis. Berdasarkan penelitian Sianipar (2003) yang menjadi acuan dalam pembuatan formulasi sosis daging itik pada penelitian ini menggunakan bahan pengisi mencapai 7,36%, sedangkan menurut United States Departement of Agriculture (USDA) yang dikutip dari Pearson dan Tauber (1984) mensyaratkan bahwa penambahan bahan pengisi jumlahnya tidak melebihi 3,5% dari berat akhir. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya kadar protein sosis hasil penelitian. Menurut Rompis (1998), kadar protein sosis dipengaruhi oleh jumlah dan jenis daging, dan jumlah dan jenis bahan pengisi dan pengikat yang ditambahkan.

Kadar Lemak

Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan sosis terutama lemak yang mengandung titik leleh tinggi dan asam lemak tidak jenuhnya rendah (Varnam dan Sutherland, 1995). Lemak dalam bahan makanan dapat berfungsi sebagai penambah citarasa dan sumber kalori. Sebanyak satu gram lemak menghasilkan sembilan kalori, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan empat kalori per gramnya (Suhardjo dan Kusharto, 1992). Menurut Kramlich (1971), kadar lemak dalam sosis selain sumber energi, juga berperan dalam pembentukan emulsi daging serta menambah keempukan. Hasil analisis proksimat untuk kadar lemak disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Rataan Kadar Lemak Sosis Daging Itik

Konsentrasi Tepung Daun Beluntas Penambahan Kulit

0% 1% 2%

---%--- Tanpa Kulit 1,32 ± 0,09 1,42 ± 0,92 0,93 ± 0,42

Dengan Kulit 9,48 ± 1,75 11,48 ± 0,83 6,90 ± 1,75 Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar lemak yang didapatkan dari penelitian ini berkisar antara 1,32-11,48%. Penambahan tepung daun beluntas 1% dalam pakan

menghasilkan kadar lemak sosis yang lebih tinggi dan pada level 2% menghasilkan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Kadar lemak pada sosis erat hubungannya dengan persentase susut masak sosis. Hasil penelitian Serdaroglu dan Ozsumer (2003), menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai susut masak, maka kadar lemak sosis semakin rendah.

Terlihat dari tabel 10 yang menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas pada taraf 2% pada pakan mengurangi kadar lemak sosis daging itik tanpa kulit maupun dengan kulit. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Astria (2007), yang menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun beluntas pada taraf 2% meningkatkan susut masak sosis daging itik tanpa kulit maupun dengan kulit dibandingkan dengan tanpa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan. Penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan pada konsentrasi 0, 1 dan 2% menghasilkan persentase susut masak sosis daging itik tanpa kulit masing-masing sebesar 0,74; 1,44; dan 1,54%, sedangkan sosis daging itik dengan kulit masing- masing sebesar 1,61; 1,74; 2,17% (Astria 2007). Penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan itik menyebabkan terhambatnya oksidasi pada asam lemak tidak jenuh sehingga kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging itik menjadi tinggi (Rukmiasih dan Tjakradidjaja, 2006). Asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki titik leleh rendah. Hal ini menyebabkan kandungan lemak menjadi lebih sedikit karena banyak yang hilang saat pemasakan.

Kadar lemak sosis daging itik dengan kulit memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis daging itik tanpa kulit. Penambahan kulit dengan pengurangan daging pada adonan menyebabkan kadar lemak sosis daging itik dengan kulit memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis daging itik tanpa kulit. Hasil penelitian Hustiany (2001) menunjukkan bahwa kadar lemak daging itik tanpa kulit lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak daging itik berkulit pada itik afkir, yaitu maisng-masing sebesar 4,16% dan 12,21%. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) bahwa lemak unggas sebagian besar disimpan dibawah kulit, bukan didistribusikan pada jaringan-jaringan otot seperti ternak besar.

Sosis hasil penelitian memiliki kadar lemak yang sangat rendah, yaitu berkisar antara 1,32-11,48%. Rendahnya kadar lemak tersebut disebabkan oleh tidak adanya penambahan sumber lemak lain pada sosis daging itik tanpa kulit kecuali dari

lemak dari daging itik dan penggunaan kulit sebesar 18% dari total adonan. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya kadar lemak sosis hasil penelitian. Bila dilihat dari syarat kadar lemak sosis menurut Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995, sosis hasil penelitian ini sudah memenuhi persyaratan karena berada dibawah 25%.

Dokumen terkait