KOMPOSISI KIMIA SOSIS DAGING ITIK DENGAN DAN
TANPA KULIT YANG DIBERI TEPUNG DAUN
BELUNTAS DALAM PAKAN
SKRIPSI ADITYA NUGRAHA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
ADITYA NUGRAHA. D14203043. 2007. Komposisi Kimia Sosis Daging Itik Dengan dan Tanpa Kulit yang Diberi Tepung Daun Beluntas Dalam Pakan.
Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Rukmiasih, MS Pembimbing Anggota : Ir. Niken Ulupi, MS
Itik sebagai penghasil telur sudah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat, akan tetapi itik sebagai penghasil daging masih kurang dimanfaatkan karena daging itik mempunyai bau amis yang tidak disukai konsumen yang tidak terbiasa. Bau amis tersebut disebabkan oleh aktivitas reaksi oksidasi pada lemak yang dikandung daging itik. Salah satu upaya untuk mengurangi bau amis adalah dengan memberikan tepung daun beluntas dalam pakan. Beluntas merupakan tanaman obat asli Indonesia yang memilki senyawa kimia yang berfungsi sebagai antioksidan. Adanya zat antioksidan pada daun beluntas tersebut diharapkan dapat mengurangi bau amis pada daging itik sehingga akan meningkatkan minat konsumen terhadap daging itik dan produk olahannya, antara lain sosis. Sosis merupakan produk emulsi yang membutuhkan lemak sebagai salah satu bahan baku utamanya. Kulit itik diketahui memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber lemak pada pembuatan sosis itik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan komposisi kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein) sosis daging itik yang diberi tepung daun beluntas dalam pakan dengan penambahan kulit dan tanpa kulit dalam pembuatannya. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Oktober 2006, bertempat di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial 3 x 2 dengan dua kelompok. Faktor pertama adalah konsentrasi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan, yaitu 0, 1, dan 2%. Faktor kedua adalah penggunaan bahan baku sosis yaitu dengan dan tanpa kulit itik. Sebagai kelompok adalah rataan bobot badan itik di awal pemeliharaan yang berbeda. Peubah yang diamati adalah komposisi kimia sosis yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
memenuhi standar SNI untuk kadar air, kadar abu, dan kadar lemak, tetapi kadar protein sosis hasil penelitian tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI yaitu minimal 13%, sehingga diperlukan perbaikan dalam penyusunan formula pembuatan sosis daging itik. Sosis hasil penelitian memiliki kadar lemak yang sangat rendah.
ABSTRACT
Chemical Compotition of Sausage With and Without Skin of Duck Consuming Feed With Beluntas Leaf Powder Addition
Nugraha, A. Rukmiasih, N. Ulupi
Duck, one of domesticated waterfowls, is potential for producing egg and meat. The rearing of duck to produce meat is not so popular because its meat has off-odor. The off-odor of duck meat was caused by lipid oxidation in duck body. The activity of lipid oxidation could be prevented using antioxidants that are present in beluntas leaf such as flavonoid. The expectations of beluntas leaf powder addition in duck feed are blocking lipid oxidation and reducing off-odor of duck meat, so that it can improve the consumer acceptance on duck meat processing products, and one of those products is sausage. The highly content of subcutaneous fat of duck can be used to forming emulsion in sausage processing, so that the cost in buying main ingredients can be reduced. The aims of this experiment was to observe the effect of adding beluntas leaf powder in feed diet and with or without skin addition of duck meat on chemical composition (moisture, ash, protein and fat content) of duck meat sausage. This experiment used 72 layer ducks. The levels of beluntas leaf powder addition in diet were 0, 1 and 2% and the treatment was given for eleven weeks. Skin and meat of duck used to make the sausage was cut from tight and breast part. The observing of variables were conducted in a composite manner and the results were interpreted with descriptive analysis. The result of fat content of duck of duck meat sausage with 2% of beluntas leaf powder addition were lower than control and 1% beluntas leaf powder addition, but the moisture, ash, and protein content were almost similar. The result of moisture and protein content of duck meat sausage without skin addition were higher than with skin addition, but the fat content were lower than with skin addition.
KOMPOSISI KIMIA SOSIS DAGING ITIK DENGAN DAN
TANPA KULIT YANG DIBERI TEPUNG DAUN
BELUNTAS DALAM PAKAN
ADITYA NUGRAHA D14203043
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
KOMPOSISI KIMIA SOSIS DAGING ITIK DENGAN DAN
TANPA KULIT YANG DIBERI TEPUNG DAUN
BELUNTAS DALAM PAKAN
Oleh
ADITYA NUGRAHA D14203043
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 23 Januari 2008
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Rukmiasih, MS Ir. Niken Ulupi, MS NIP. 131 284 605 NIP. 131 284 604
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juli 1986 di Bandung, Jawa Barat dari
pasangan Bapak Bardja Muhammad Saleh dan Ibu Ating Farida Astuti Adiwijaya.
Penulis adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara.
Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1997 di SDN 1 Nagrog.
Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN1
Cicalengka dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di
SMUN 1 Cicalengka. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi
Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam keanggotaan Lembaga
Dakwah Kampus DKM Al-Hurriyyah (2003-2004) sebagai anggota, Teater
“Kandang” (2003) sebagai anggota, Pers Mahasiswa “Koran Kampus” (2004)
sebagai fotografer, Lembaga Dakwah Fakultas Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim
Al-An’aam Fakultas Peternakan (FAMM Al-An’aam) sebagai Anggota (2003-2004),
Sekretaris Umum dan Pjs. Ketua Umum (2004-2005), serta Ketua Departemen
Keilmiahan (2005-2006). Penulis pernah menjadi asisten untuk matakuliah
Pendidikan Agama Islam selama tiga semester (2005-2006), Dasar-dasar Teknologi
Hasil Ternak (2005) dan Mikrobiologi Hasil Ternak (2006). Penulis berkesempatan
memperoleh beasiswa dari program Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama
dua tahun (2004-2006).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamiin tiada hentinya penulis panjatkan puji syukur
atas kehadirat Allah SWT berkat segala limpahan nikmat, anugrah dan pertolongan
serta kemudahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan proses
penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul ”Komposisi Kimia Sosis Daging Itik Dengan dan Tanpa Kulit yang Diberi Tepung Daun Beluntas Dalam Pakan”. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan umatnya yang tetap istiqomah
berada dijalanNya.
Penelitian ini dilakukan karena banyaknya masyarakat yang kurang menyukai
daging itik. Daging itik memiliki bau amis yang kurang disukai oleh konsumen yang
tidak terbiasa, sehingga masyarakat lebih memilih daging ayam dibandingkan daging
itik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia sosis dengan
penambahan kulit dan tanpa kulit yang berasal dari daging itik yang dipelihara
dengan penambahan tepung daun beluntas (Pluchea indica (L.) less) dengan
konsentrasi 0, 1 dan 2% selama 11 pekan.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan
akademisi maupun umum. Penulis juga menyampaikan terimakasih atas saran, kritik
dan masukan guna kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Februari 2008
DAFTAR ISI
Pengaruh Penambahan Beluntas pada Pakan Terhadap Daging dan Kulit Itik ... 5
Sosis ... 6
Bahan Pembuatan Sosis ... ... 7
Daging ... 7
Lemak ... 8
Bahan Pengisi dan Pengikat ... 8
Es ... 8
Garam ... 8
Sodium Tripolyphosphat (STPP) ... 9
Pemotongan Itik ... 13
Pembuatan Sosis ... 13
Pengukuran Peubah ... 14
Kadar Air ... 14
Kadar Abu ... 14
Kadar Protein ... 14
Kadar Lemak ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
Analisis Data ... 16
Analisis Komposisi Kimia ... 16
Kadar Air ... 16
Kadar Abu ... 17
Kadar Protein ... 18
Kadar Lemak ... 20
KESIMPULAN DAN SARAN ... 23
Kesimpulan ... 23
Saran ... 23
UCAPAN TERIMA KASIH ... 24
DAFTAR PUSTAKA ... 25
KOMPOSISI KIMIA SOSIS DAGING ITIK DENGAN DAN
TANPA KULIT YANG DIBERI TEPUNG DAUN
BELUNTAS DALAM PAKAN
SKRIPSI ADITYA NUGRAHA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
ADITYA NUGRAHA. D14203043. 2007. Komposisi Kimia Sosis Daging Itik Dengan dan Tanpa Kulit yang Diberi Tepung Daun Beluntas Dalam Pakan.
Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Rukmiasih, MS Pembimbing Anggota : Ir. Niken Ulupi, MS
Itik sebagai penghasil telur sudah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat, akan tetapi itik sebagai penghasil daging masih kurang dimanfaatkan karena daging itik mempunyai bau amis yang tidak disukai konsumen yang tidak terbiasa. Bau amis tersebut disebabkan oleh aktivitas reaksi oksidasi pada lemak yang dikandung daging itik. Salah satu upaya untuk mengurangi bau amis adalah dengan memberikan tepung daun beluntas dalam pakan. Beluntas merupakan tanaman obat asli Indonesia yang memilki senyawa kimia yang berfungsi sebagai antioksidan. Adanya zat antioksidan pada daun beluntas tersebut diharapkan dapat mengurangi bau amis pada daging itik sehingga akan meningkatkan minat konsumen terhadap daging itik dan produk olahannya, antara lain sosis. Sosis merupakan produk emulsi yang membutuhkan lemak sebagai salah satu bahan baku utamanya. Kulit itik diketahui memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber lemak pada pembuatan sosis itik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan komposisi kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein) sosis daging itik yang diberi tepung daun beluntas dalam pakan dengan penambahan kulit dan tanpa kulit dalam pembuatannya. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Oktober 2006, bertempat di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial 3 x 2 dengan dua kelompok. Faktor pertama adalah konsentrasi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan, yaitu 0, 1, dan 2%. Faktor kedua adalah penggunaan bahan baku sosis yaitu dengan dan tanpa kulit itik. Sebagai kelompok adalah rataan bobot badan itik di awal pemeliharaan yang berbeda. Peubah yang diamati adalah komposisi kimia sosis yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
memenuhi standar SNI untuk kadar air, kadar abu, dan kadar lemak, tetapi kadar protein sosis hasil penelitian tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI yaitu minimal 13%, sehingga diperlukan perbaikan dalam penyusunan formula pembuatan sosis daging itik. Sosis hasil penelitian memiliki kadar lemak yang sangat rendah.
ABSTRACT
Chemical Compotition of Sausage With and Without Skin of Duck Consuming Feed With Beluntas Leaf Powder Addition
Nugraha, A. Rukmiasih, N. Ulupi
Duck, one of domesticated waterfowls, is potential for producing egg and meat. The rearing of duck to produce meat is not so popular because its meat has off-odor. The off-odor of duck meat was caused by lipid oxidation in duck body. The activity of lipid oxidation could be prevented using antioxidants that are present in beluntas leaf such as flavonoid. The expectations of beluntas leaf powder addition in duck feed are blocking lipid oxidation and reducing off-odor of duck meat, so that it can improve the consumer acceptance on duck meat processing products, and one of those products is sausage. The highly content of subcutaneous fat of duck can be used to forming emulsion in sausage processing, so that the cost in buying main ingredients can be reduced. The aims of this experiment was to observe the effect of adding beluntas leaf powder in feed diet and with or without skin addition of duck meat on chemical composition (moisture, ash, protein and fat content) of duck meat sausage. This experiment used 72 layer ducks. The levels of beluntas leaf powder addition in diet were 0, 1 and 2% and the treatment was given for eleven weeks. Skin and meat of duck used to make the sausage was cut from tight and breast part. The observing of variables were conducted in a composite manner and the results were interpreted with descriptive analysis. The result of fat content of duck of duck meat sausage with 2% of beluntas leaf powder addition were lower than control and 1% beluntas leaf powder addition, but the moisture, ash, and protein content were almost similar. The result of moisture and protein content of duck meat sausage without skin addition were higher than with skin addition, but the fat content were lower than with skin addition.
KOMPOSISI KIMIA SOSIS DAGING ITIK DENGAN DAN
TANPA KULIT YANG DIBERI TEPUNG DAUN
BELUNTAS DALAM PAKAN
ADITYA NUGRAHA D14203043
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
KOMPOSISI KIMIA SOSIS DAGING ITIK DENGAN DAN
TANPA KULIT YANG DIBERI TEPUNG DAUN
BELUNTAS DALAM PAKAN
Oleh
ADITYA NUGRAHA D14203043
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 23 Januari 2008
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Rukmiasih, MS Ir. Niken Ulupi, MS NIP. 131 284 605 NIP. 131 284 604
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juli 1986 di Bandung, Jawa Barat dari
pasangan Bapak Bardja Muhammad Saleh dan Ibu Ating Farida Astuti Adiwijaya.
Penulis adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara.
Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1997 di SDN 1 Nagrog.
Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN1
Cicalengka dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di
SMUN 1 Cicalengka. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi
Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam keanggotaan Lembaga
Dakwah Kampus DKM Al-Hurriyyah (2003-2004) sebagai anggota, Teater
“Kandang” (2003) sebagai anggota, Pers Mahasiswa “Koran Kampus” (2004)
sebagai fotografer, Lembaga Dakwah Fakultas Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim
Al-An’aam Fakultas Peternakan (FAMM Al-An’aam) sebagai Anggota (2003-2004),
Sekretaris Umum dan Pjs. Ketua Umum (2004-2005), serta Ketua Departemen
Keilmiahan (2005-2006). Penulis pernah menjadi asisten untuk matakuliah
Pendidikan Agama Islam selama tiga semester (2005-2006), Dasar-dasar Teknologi
Hasil Ternak (2005) dan Mikrobiologi Hasil Ternak (2006). Penulis berkesempatan
memperoleh beasiswa dari program Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama
dua tahun (2004-2006).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamiin tiada hentinya penulis panjatkan puji syukur
atas kehadirat Allah SWT berkat segala limpahan nikmat, anugrah dan pertolongan
serta kemudahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan proses
penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul ”Komposisi Kimia Sosis Daging Itik Dengan dan Tanpa Kulit yang Diberi Tepung Daun Beluntas Dalam Pakan”. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan umatnya yang tetap istiqomah
berada dijalanNya.
Penelitian ini dilakukan karena banyaknya masyarakat yang kurang menyukai
daging itik. Daging itik memiliki bau amis yang kurang disukai oleh konsumen yang
tidak terbiasa, sehingga masyarakat lebih memilih daging ayam dibandingkan daging
itik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia sosis dengan
penambahan kulit dan tanpa kulit yang berasal dari daging itik yang dipelihara
dengan penambahan tepung daun beluntas (Pluchea indica (L.) less) dengan
konsentrasi 0, 1 dan 2% selama 11 pekan.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan
akademisi maupun umum. Penulis juga menyampaikan terimakasih atas saran, kritik
dan masukan guna kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Februari 2008
DAFTAR ISI
Pengaruh Penambahan Beluntas pada Pakan Terhadap Daging dan Kulit Itik ... 5
Sosis ... 6
Bahan Pembuatan Sosis ... ... 7
Daging ... 7
Lemak ... 8
Bahan Pengisi dan Pengikat ... 8
Es ... 8
Garam ... 8
Sodium Tripolyphosphat (STPP) ... 9
Pemotongan Itik ... 13
Pembuatan Sosis ... 13
Pengukuran Peubah ... 14
Kadar Air ... 14
Kadar Abu ... 14
Kadar Protein ... 14
Kadar Lemak ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
Analisis Data ... 16
Analisis Komposisi Kimia ... 16
Kadar Air ... 16
Kadar Abu ... 17
Kadar Protein ... 18
Kadar Lemak ... 20
KESIMPULAN DAN SARAN ... 23
Kesimpulan ... 23
Saran ... 23
UCAPAN TERIMA KASIH ... 24
DAFTAR PUSTAKA ... 25
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Kimia Daging Itik Afkir Berkulit dan Tanpa Kulit ... 3
2. Komposisi Kimia Daging dan Kulit Itik Paha Itik Lokal yang Diberi Tepung Daun Beluntas Dalam Pakan Sampai Umur 10 Pekan ... 5
3. Kandungan Asam Lemak pada Daging Itik Berkulit Afkir yang Diberi Tepung Daun Beluntas pada Pakan Selama Tujuh Pekan ... 6
4. Syarat mutu Sosis Daging (SNI 01-3820-1995) ... 7
5. Komposisi Nutrisi Tepung Daun Beluntas dan Pakan dengan Penambahan Tepung Daun Beluntas 1% dan 2% ... 11
6. Formulasi Sosis dalam Penelitian ... 13
7. Nilai Rataan Kadar Air Sosis Daging Itik ... 16
8. Nilai Rataan Kadar Abu Sosis Daging Itik ... 17
9. Nilai Rataan Kadar Protein Sosis Daging Itik ... 19
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Diagram Pembuatan Sosis Daging Itik ... 29
2. Gambar Sosis Daging Itik Hasil penelitian... ... 30
PENDAHULUAN Latar Belakang
Itik sebagai penghasil telur sudah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh
masyarakat, akan tetapi itik sebagai penghasil daging masih kurang dimanfaatkan
karena daging itik mempunyai bau amis yang tidak disukai konsumen yang tidak
terbiasa. Menurut Hustiany (2001), bau amis pada daging itik disebabkan oleh
komponen volatil yang berasal dari hasil reaksi oksidasi lemak yang disebabkan oleh
adanya asam lemak tidak jenuh.
Salah satu upaya untuk mengurangi bau amis pernah dilakukan oleh Febriana
(2006) dengan memberikan tepung daun beluntas dalam pakan sampai taraf 1%
sudah dapat mereduksi bau amis pada daging itik. Beluntas merupakan tanaman obat
asli Indonesia yang mudah didapat dan memiliki banyak manfaat. Salah satu
senyawa kimia pada daun beluntas adalah flavonoid yang berfungsi sebagai
antioksidan. Reaksi oksidasi lemak dapat dicegah dengan adanya zat antioksidan
(Apriyantono, 2001), sehingga pemberian tepung daun beluntas pada pakan itik
dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi bau amis pada itik.
Salah satu usaha untuk meningkatkan daya terima konsumen terhadap daging
itik adalah dengan mengolahnya menjadi sosis. Lemak merupakan salah satu
komponen penting dalam pembuatan sosis. Penambahan lemak dalam pembuatan
sosis dapat membentuk tekstur yang kompak, empuk serta memperbaiki rasa dan
aroma. Kulit itik dapat dimanfaatkan sebagai sumber lemak pada sosis itik, karena
memiliki kandungan lemak yang tinggi yaitu sebesar 22% (Triyantini et al., 1997).
Kadar lemak yang tinggi pada kulit itik tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sosis, sehingga akan memaksimalkan pemanfaatan kulit itik. Penggunaan
daging itik yang dipelihara dengan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan
serta penggunaan kulit itik sebagai sumber lemak sosis diharapkan memiliki
komposisi kimia yang memenuhi syarat menurut Standar Nasional Indonesia.
Tujuan
Mengetahui dan membandingkan komposisi kimia (kadar air, kadar abu,
kadar lemak, dan kadar protein) sosis daging itik yang diberi tepung daun beluntas
TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas plathyryncos)
Itik merupakan salah satu unggas air yang masuk kelas Aves, ordo
Anseriformes, famili Anatidae, sub-famili Anatinae, tribus Anatini, genus Anas dan
species Anas plathyryncos (Srigandono, 1996). Dari berbagai bangsa itik yang sudah
dikenal, menurut tipenya itik dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu tipe
pedaging, petelur, dan ornamental. Itik pedaging mempunyai ciri-ciri berkepala besar
dengan tubuh hampir horizontal serta punggung lebar dan lurus mendatar. Itik
petelur dicirikan dengan tubuh yang relatif tegak, sedangkan itik ornamental
mempunyai ciri-ciri fisik yang spesifik karena itik ini dipelihara sebagai itik hias
(Windharyanti, 1999).
Itik lokal Indonesia hampir seluruhnya merupakan keturunan dari bangsa itik
Indian Runner, yang merupakan bangsa itik terkenal sebagai penghasil telur
(Samosir, 1984). Itik jenis Indian runner lazim pula disebut dengan itik jawa karena
itik ini tersebar dan berkembang di daerah-daerah di pulau Jawa. Beberapa jenis itik
lokal di Indonesia seperti itik Karawang atau disebut juga itik Cirebon karena selain
di Karawang dan Bekasi, itik ini juga berkembang di Cirebon. Itik ini memiliki bulu
berwarna kecoklatan. Penampilan fisik maupun produksi itik ini tidak banyak
berbeda dengan itik jawa lainnya. Performa yang dimiliki itik lokal adalah bentuk
tubuh langsing dengan langkah tegap, tubuh berkisar antara 45-50 cm dan
digambarkan sebagai bentuk botol anggur, tubuh kecil dengan bobot tubuh dewasa
rata-rata 1.200 g betina dan 1.400 g jantan, warna bulu totol-totol coklat dengan
paruh dan kaki hitam (Rose, 1997).
Daging Itik
Ternak itik merupakan salah satu potensi lokal yang belum banyak
dikembangkan. Umumnya itik-itik tersebut diternakan untuk diambil telurnya dan
jarang sekali diternakan untuk diambil dagingnya. Daging itik dapat dikembangkan
menjadi penghasil daging alternatif seperti daging ayam, akan tetapi itik sebagai
penghasil daging masih kurang dimanfaatkan karena bau amisnya yang tidak disukai
konsumen yang tidak terbiasa (Hustiany, 2001). Menurut Muchtadi dan Sugiyono
mengandung asam amino essensial yang lengkap dengan perbandingan jumlah yang
baik. Faktor yang menentukan kelezatan dan daya terima daging yang dikonsumsi
adalah warna, daya mengikat air oleh protein daging, kadar juiciness, tekstur,
keempukan, flavor, citarasa dan pH (Soeparno, 1994).
Bau amis pada daging itik disebabkan karena lemak yang terdapat di
dalamnya (Apriyantono, 2001). Menurut Hustiany (2001), persentase kadar lemak
daging itik lebih tinggi pada bagian paha dibandingkan dada itik yang dianalisis
dalam bentuk segar maupun freezedried seperti yang tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Itik Afkir Berkulit dan Tanpa Kulit
Peubah Bagian Daging Itik
Berkulit
Kulit unggas memiliki struktur yang sama dengan kelompok hewan
vertebrata lainnya, kecuali pada bagian yang tidak terlindungi oleh bulu-bulu seperti
kaki bagian bawah yang lebih tipis (Hodges, 1974). Lapisan kulit unggas umumnya
bersifat longgar, terdapat banyak tenunan lemak dan pembuluh-pembuluh darah.
Secara histologis, kulit hewan pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu lapisan
epidermis, dermis (korium) dan hipodemis (subkutis). Lapisan epidermis adalah
lapisan luar kulit yang tersususun dari lapisan epitel. Sel-sel epitel ini tidak hanya
tumbuh menjadi epidermis, tetapi juga merupakan protein yang disebut keratin.
Lapisan dermis terdiri dari jaringan serat kolagen yang dibangun antara tenunan kulit
Kandungan lemak banyak ditemukan pada bagian kulit dan kulit itik
memiliki kandungan lemak yang tinggi dibandingkan daging. Tempat penimbunan
lemak yang utama pada kulit unggas terletak pada lapisan hipodermis (Muchtadi dan
Sugiyono, 1992). Menurut Stadelman et al., (1988) kandungan asam lemak jenuh,
tidak jenuh tunggal dan tidak jenuh ganda pada itik masing-masing sebesar 33,3,
49,4 dan 13,0 gram per 100 gram daging dan kulit yang dapat dimakan. Asam lemak
tidak jenuh yang banyak terdapat pada kulit unggas dapat dengan mudah membentuk
komponen volatil hasil oksidasi lipid yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan
flavor.
Beluntas (Pluchea indica (L.) less)
Beluntas merupakantumbuhan perdu yang tumbuh liar di daerah kering pada
tanah yang keras dan berbatu, atau ditanam sebagai tanaman pagar. (Wijayakusuma,
1992). Nama tanaman ini berbeda-beda sesuai daerah tempat tumbuhnya. Tumbuhan
ini di daerah Sunda dikenal dengan baluntas atau baruntas, di Jawa dikenal dengan
nama luntas, masyarakat Makassar menyebut lamutasa, dan di Timor disebut
lenabou. Tanaman beluntas menurut Wijayakusuma (1992), masuk kedalam divisi
spermatophyte, sub divisi angiospermae, kelas magnoliopsida, subkelas simpetelae,
ordo sterales, familia steriaceae, genus pluchea, spesies Pluchea indica (L.) Less
Gambar 1. Tanaman Beluntas dan Tepung Daun Beluntas.
Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak,
dengan ketinggian tanaman dapat mencapai 2 m, selanjutnya disebutkan pula bahwa
beluntas memiliki daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus,
daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat.
Beluntas mengandung asam amino, alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, asam
chlorogenik, natrium, kalium, alumunium, kalsium, magnesium, fosfor, besi, vitamin
A dan C (Asiamaya, 2003). Menurut hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa
ekstrak daun beluntas mengandung fenol hidrokuinon, tannin, alkaloid dan steroid
(Ardiansyah, 2002). Kandungan flavonoid, vitamin C dan β-karoten dalam daun
beluntas berturut-turut 3,75%, 98,25 mg/100g, 2.552 mg/100g (Rukmiasih dan
Tjakradidjaja, 2006).
Pengaruh Penambahan Beluntas pada Pakan Terhadap Daging dan Kulit Itik
Hasil penelitian Riskawati (2006) menunjukkan bahwa penambahan tepung
daun beluntas dalam pakan 0%, 1% dan 2% tidak mempengaruhi kadar air, kadar
abu, kadar lemak maupun kadar protein pada daging maupun kulit itik jantan yang
dipelihara sampai umur 10 pekan seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging dan Kulit Paha Itik Lokal yang Diberi Tepung Daun Beluntas Dalam Pakan Sampai Umur 10 Pekan
Penambahan Tepung Daun Beluntas
Menurut Rukmiasih dan Tjakradidjaja (2006), penambahan tepung daun
beluntas pada pakan itik menyebabkan peningkatan kandungan asam lemak tidak
Tabel 3. Kandungan Asam Lemak pada Daging Itik Berkulit Afkir yang Diberi Tepung Daun Beluntas pada Pakan Selama Tujuh Pekan
Penambahan Tepung Daun Beluntas Asam Lemak
0% 1% 2%
---mg/g---
Asam lemak jenuh 483,15 0571,60 0639,20
Asam lemak tidak jenuh 508,82 1022,68 1146,36
Asam lemak tidak jenuh tunggal 443,86 0066,14 0703,77
Asam lemak tidak jenuh ganda 064,96 0056,54 0442,59
Sumber : Rukmiasih dan Tjakradidjaja (2006)
Sosis
Kata sosis berasal dari bahasa Latin salsus, yang berarti daging yang
diawetkan dengan penggaraman (Kramlich, 1971). Menurut SNI 01-3820-1995, sosis
adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung
daging tidak kurang 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan
bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam
selubung sosis.
Menurut Forest et al. (1975), berdasarkan metode pembuatannya, sosis dibagi
menjadi enam kategori, yaitu (1) sosis segar, merupakan sosis yang dibuat dari
daging segar, tidak diperam (tanpa curing), dicacah, dilumatkan atau digiling diberi
garam dan bumbu-bumbu dan dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong. Sosis
ini harus dimasak sebelum dimakan. (2) sosis asap tidak dimasak, merupakan sosis
yang dibuat dari daging segar, bisa diperam atau tidak, dan langsung diasap tanpa
pemasakkan terlebih dahulu. (3) sosis asap dimasak, merupakan merupakan sosis
yang dibuat dari daging segar, bisa diperam atau tidak, dan dimasak sebelum
dilakukan pengasapan. (4) sosis masak, merupakan sosis yang dibuat dari daging
segar, bisa diperam atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak
diasap, harus segera dimasak dan siap untuk dimakan. (5) sosis fermentasi, sebagai
hail keja bakteri pembentuk asam laktat, baikyang terdapat dalam daging secara
alami, maupun bakteri starter yang ditambahkan dan diasap. (6) daging giling masak,
merupakan sosis yang dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf, diperam atau
Sosis merupakan salah satu produk emulsi minyak dalam air. Minyak dan air
adalah cairan yang tidak dapat bersatu, tetapi dalam sosis minyak dan air dapat
dicampurkan karena adanya agen pengemulsi (Kramlich, 1971). Emulsi adalah suatu
sistem yang terdiri dari dua fase cairan, satu diantaranya terdispersi dalam bentuk
globula-globula dalam cairan lainnya. Lemak membentuk fase disperse dari emulsi,
sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut membentuk fase kontinu.
Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan
membungkus atau menyelimuti semua partikel yang terdispersi. Syarat mutu sosis
daging menurut SNI 01-3820-1995 tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat Mutu Sosis Daging
No Mutu (% b/b)
1 Kadar air Maks 67,0
2 Kadar abu Maks 3,0
3 Kadar protein Min 13,0
4 Kadar lemak Maks 25,0
Sumber : Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995
Bahan Pembuatan Sosis Daging
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging yang sering
digunakan dalam pembuatan sosis biasanya daging yang kurang memiliki nilai
komersial tinggi (Soeparno, 1994). Daging yang mengandung lemak dapat
mempengaruhi keempukan, jus daging dan kelezatan sosis. Daging yang akan
digiling sebaiknya didinginkan terlebih dahulu sampai suhu -2 0C, sehingga suhu
penggilingan dapat dipertahankan tetap kurang dari 22 0C yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya terdenaturasinya protein sebagai pengemulsi utama (Muchtadi
Lemak
Kadar lemak dalam pembuatan sosis mempengaruhi keempukan dan
kelezatan sosis. Penambahan lemak dalam pembuatan sosis dapat membentuk tekstur
yang kompak, empuk serta memperbaiki rasa dan aroma (Wilson, 1981). Sosis
masak harus mengandung lemak maksimum 30% (Kramlich 1971). Menurut Effie
(1980), penambahan lemak yang terlalu banyak akan menghasilkan sosis yang
keriput dan tidak enak setelah pemasakan, sedangkan penambahan lemak yang
terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering.
Bahan Pengikat dan Pengisi
Perbedaan bahan pengisi dan pengikat ditentukan dari kadar proteinnya dan
kemampuan mengemulsi lemak. Bahan pengikat dapat meningkatkan daya ikat air
dan emulsi lemak, sedangkan bahan pengisi yang umumnya hanya mengandung
karbohidrat mempunyai kemampuan dalam mengikat air tetapi tidak berperan dalam
pembentukkan emulsi (Forrest et al., 1975). Fungsi bahan pengikat dan bahan
pengisi pada proses pembuatan sosis adalah untuk meningkatkan flavor, mengurangi
pengerutan selama pemasakan, meningkatkan karakteristik irisan produk dan
mengurangi biaya formulasi (Kramlich, 1971).
Es
Pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es
sebanyak 20-30%. Es ditambahkan pada saat proses pembuatan sosis dengan tujuan
melarutkan garam dan mendistribusikan secara merata, membantu pembentukan
emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama pembentukan
adonan. Penambahan air yang terlalu banyak menyebabkan tekstur sosis menjadi
lunak, dan juga sebaliknya. (Kramlich, 1971).
Garam
Garam dapat memperbaiki sifat-sifat fungsional produk daging dengan cara :
(1) mengekstraksi protein myofibril dari serabut daging selama proses penggilingan
dan pelumatan, (2) berinteraksi dengan protein selama pemanasan, sehingga protein
membentuk massa matriks yang kuat dan mampu menahan air, (3) memberi citarasa
serabut daging (Kramlich, 1971). Meningkatnya garam dan fosfat dapat
meningkatkan kapaitas emulsi secara signifikan (Zorba et al., 1993), dan juga
meningkatkan kekerasan (Matulis et al., 1995).
Sodium Tripoliphosphat (STPP)
STPP berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air oleh protein daging,
mereduksi pengerutan daging, menghambat ketengikan oksidatif, dan dapat
memperbaiki tekstur serta dapat meningkatkan keempukan (Soeparno, 1994). Bard
dan Townsend (1971) yang dikutip Soeparno (1994) menyatakan bahwa jumlah
penambahan fosfat dalam produk makanan tidak boleh melebihi 5% dan produk
akhir harus mengandung fosfat tidak lebih dari 0,5%.
Sendawa
Sendawa atau garam NPS (Nitrit Pokeln Salt) merupakan campuran dari
garam dapur (NaCl) dan nitrit (NaNO2) dengan perbandingan 99,5% dan 0,5%
digunakan untuk mempertahankan warna asli daging. Garam nitrit ini digunakan
pada pembuatan produk sosis paling banyak 15,7 gram/100 kg (Hill, 1991). Garam
nitrit juga berfungsi sebagai antioksidan, agen citarasa, mempercepat proses curing
dan mencegah berkembangnya mikroba (Soeparno, 1992).
Gula Pasir
Pemakaian gula dalam proses pembuatan sosis berfungsi sebagai penetral
rasa garam yang berlebihan (Buckle et al., 1987). Fungsi utama gula adalah untuk
memodifikasi rasa dan menurunkan kadar air (Soeparno, 1994). Penggunaan gula
tidak ada batasnya karena setiap orang memiliki batas manis sendiri (Kramlich,
1971).
Bumbu-bumbu
Penambahan bumbu seperti pala, bawang putih dan lada dalam pembuatan
sosis bertujuan untuk meningkatkan flavor dan citarasa (Forrest et al, 1975). Bawang
putih memiliki manfaat yaitu sebagai bumbu penyedap masakan yang dapat
membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Bawang putih dapat
dipakai sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya
Merica atau lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting, yaitu
pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat tersebut disebabkan kandungan kimiawi
organik seperti kandungan minyak volatil (1,5%) dan kandungan oleoresin (7%).
Lada pada konsentrasi lebih dari 3% dapat menghambat pertumbuham Lysteria
monocytogenes (Farrel, 1990).
Pala sebagai bumbu dihasilkan dari biji pala yang mengandung fixed oil yang
terdiri atas trymyristin, gliseril ester dari asam-asam palmitat, oleat, linoleat dari
fraksi yang tidak tersaponifikasi seperti myristisin. Komposisi kimia pala bubuk per
100 gram terdiri dari 6,2 g air, 5,8 g protein, 35,3 g lemak, 2,3 g abu, dan 49,3
karbohidrat (Farrel, 1990).
Selongsong Sosis (Casing)
Ciri khas produk sosis adalah saat akhir pembuatan, adonan yang telah jadi
akan dimasukkan ke dalam selongsong. Tipe selongsong ada dua, yaitu selongsong
alami dan selongsong buatan. Selongsong alami terbuat dari bagian tubuh hewan
seperti usus halus hewan yang telah dibersihkan, sedangkan selongsongbuatan bisa
terbuat dari selulosa, kolagen dan plastik. Fungsi selongsong adalah untuk mencegah
berhamburnya daging giling, mencegah penguapan air dan kehilangan lemak selama
pemasakan dan pengasapan (Kramlich, 1971).
Pengukusan
Pengukusan adalah suatu proses pemanasan yang sering diterapkan pada
suatu bahan pangan yang bertujuan mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga
tekstur bahan menjadi kompak. Proses pengukusan dapat menyebabkan terjadinya
pengembangan granula-granula pati yang luar biasa yang disebut gelatinisasi.
Pengembangan granula-granula pati ini disebabkan oleh penetrasi air dan hidrasi
molekul pati. Pati akan mengembang ketika mencapai suhu kritis dan akan
menghasilkan pasta yang kenyal atau gel yang kaku. Pati yang memiliki kandungan
amilopektin tinggi atau amilosa rendah akan membentuk produk yang lengket
METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Oktober 2006, bertempat
di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan Fakultas Peternakan dan Laboratorium Biologi Hewan Pusat Studi Ilmu
Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah daging dan kulit itik
bagian dada dan paha yang berasal dari pemeliharaan dengan penambahan tepung
daun beluntas dalam pakan, tepung tapioka, casing sosis, susu skim, garam dapur,
gula pasir, sodium tripoliposfat (STPP), sendawa, bawang putih bubuk, lada halus,
pala halus dan es batu. Itik yang digunakan adalah itik betina afkir yang berumur 12
bulan sebanyak 72 ekor yang berasal dari daerah Cirebon. Pakan yang diberikan
adalah pakan komersil produksi PT Japfa Comfeed Indonesia dengan kode produksi
Par-L1 serta tepung daun beluntas. Adapun komposisi nutrisi tepung daun beluntas
dan pakan yang diberi tepung daun beluntas 1% dan 2% tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Nutrisi Tepung Daun Beluntas dan Pakan dengan Penambahan Tepung Daun Beluntas 1% dan 2% (as fed)
Komposisi TDB*) Pakan
Energi Bruto (kkal/kg) 3.862,00 4.066,00 4.063,96 4.061,92
Sumber: *) Setyanto (2005)
**)
Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2006) TDB = Tepung Daun Beluntas
Bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah K2SO4, CuSO4, NaOH,
dalam pembuatan sosis antara lain peralatan memasak, timbangan, thermometer,
meat grinder, food processor, freezer, dan stuffer. Alat yang digunakan dalam
analisis proksimat adalah oven, cawan porselen, tanur, labu Kjehdahl, destruktor,
destilator, labu Erlenmeyer, dan labu Soxhlet.
Rancangan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial 3 x 2
dengan dua kelompok. Faktor pertama adalah konsentrasi penambahan tepung daun
beluntas dalam pakan, yaitu 0%, 1%, dan 2%. Faktor kedua adalah penggunaan
bahan baku sosis yaitu dengan dan tanpa kulit itik. Sebagai kelompok adalah
perbedaan rataan bobot badan awal.
Peubah yang diamati adalah komposisi kimia sosis daging itik yang meliputi
pengukuran kadar air, abu, protein kasar dan lemak. Sebelum dilakukan analisis
ragam, dilakukan uji asumsi terlebih dahulu yang meliputi uji kenormalan,
kehomogenan, kebebasan galat dan keaditifan. Apabila hasil uji asumsi tidak
memenuhi persyaratan untuk analisis ragam, maka data dianalisis secara deskriptif.
Prosedur Pembuatan Tepung Daun Beluntas
Daun beluntas diambil sekitar 30-50 cm dari ujung tanaman, daun dipisahkan
dari batangnya dan dilayukan selama dua hari pada suhu kamar, kemudian
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 0C selama lima jam. Daun yang telah
kering digiling sampai halus menjadi tepung daun beluntas dan dikemas ke dalam
kantung plastik tertutup.
Pemeliharaan Itik
Itik dipelihara di dalam petak kandang alas litter berukuran 2 x 2 meter
sebanyak enam kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum.
Sebelum diberi pakan perlakuan, itik terlebih dahulu dilakukan adaptasi lingkungan
selama dua pekan, kemudian adaptasi pakan selama enam hari dengan perbandingan
pakan kontrol dengan pakan perlakuan selang dua hari berturut-turut adalah 75:25,
50:50, dan 25:75. Itik kemudian diberi pakan perlakuan masing-masing selama 11
Pemotongan Itik
Sebelum dilakukan pemotongan, itik dipuasakan selama 12 jam. Pemotongan
dilakukan dengan memotong pada bagian arteri karotis, vena jugularis, trakhea dan
esophagus, posisi itik vertikal dengan menghadap ke bawah dan didiamkan sampai
darah tidak menetes. Itik kemudian dimasukkan ke dalam air panas untuk dilakukan
proses scalding dan proses pencabutan bulu secara dilakukan manual sebelum
pengeluaran jeroan. Daging dipisahkan antara bagian dada dan paha dari karkas
kemudian disimpan dalam freezer. Selanjutnya, dilakukan proses pemisahan daging
dari tulang (deboning).
Pembuatan Sosis
Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan sosis dalam penelitian ini
tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Formulasi Sosis dalam Penelitian
Daging itik dari bagian dada dan paha dipisahkan dari kulit dan
dipotong-potong terpisah, kemudian digiling dalam grinder dan food processor bersama
dengan garam, STPP, gula pasir, dan 1/3 bagian es batu selama tiga menit. Bumbu
dan 1/3 bagian es batu ditambahkan dan digiling kembali selama tiga menit. Tepung
tapioka, susu skim dan 1/3 bagian es batu dimasukkan terakhir dan digiling kembali
selama tiga menit. Adonan sosis kemudian dimasukkan ke dalam casing edible
berdiameter 1,5 cm dan dikukus selama 15 menit dengan suhu 65 0C. Sosis yang
telah matang kemudian ditiriskan dan didinginkan sebelum dilakukan penimbangan.
Pengukuran Peubah Kadar Air (AOAC, 1995)
Sebanyak satu gram sampel segar dalam botol dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 105 0C selama empat jam, lalu ditimbang. Kadar air dihitung dengan
rumus :
Kadar Air =
Berat Awal – Berat Akhir
Berat Awal x 100%
Kadar Abu (AOAC, 1995)
Sebanyak dua gram sampel ditempatkan dalam cawan porselen kemudian
diabukan dalam tanur pada suhu 600 0C hingga bobotnya konstan. Kadar abu
dihitung dengan rumus :
Kadar Abu =
Bobot Abu
Berat Sampel x 100%
Kadar Protein (AOAC, 2005)
Sampel sebanyak 0,25 ditempatkan dalam labu kjeldahl 100 ml dan
ditambahkan dengan 0,25 gram campuran bahan (5 g K2SO4, 0,25 g CuSO4, 0,1 g
selenium) dan 3 ml H2SO4. Destruksi dilakukan selama satu jam sampai diperoleh
cairan berwarna jernih. Setelah didinginkan, ditambah air destilat sebanyak 50 ml
dan 20 ml NaOH 40%, kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam
Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes brom kresol hijau
berwarna merah muda. Setelah volume destilat menjadi 25 ml dan berwarna
muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar Nitrogen dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Nitrogen =
(S-B) x N HCl x 14
W x 1000 x 100%
Kadar Protein dapat dihitung dengan rumus :
Kadar Protein = 6,25 x % Nitrogen
Keterangan:
S = Volume titran sampel W = Bobot sampel kering B = Volume titran blanko N = Normalitas
Kadar Lemak (AOAC, 1995)
Sebanyak dua gram sampel disebar diatas kapas yang beralas kertas saring
dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu Soxhlet.
Kemudian dilakukan ekstraksi selama enam jam dengan menggunakan pelarut
heksana sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstraksi kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 100 0C selama satu jam. Kadar lemak dihitung dengan menggunakan
rumus :
Kadar Lemak =
Bobot Lemak Ekstrak
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Data
Sebelum data hasil penelitian dianalisis ragam, dilakukan pengujian asumsi
yang meliputi uji kenormalan, kehomogenan data, kebebasan galat dan keaditifan
data. Ternyata hasil dari uji asumsi tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk
dilakukan analisis ragam, maka data dianalisis secara deskriptif.
Analisis Komposisi Kimia
Rataan komposisi kimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein,
dan kadar lemak dari sosis daging itik dengan dan tanpa kulit yang diberi tepung
daun beluntas dalam pakan tersaji pada tabel masing-masing.
Kadar Air
Kadar air merupakan komponen bahan makanan yang dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Semakin rendah kadar air suatu bahan
pangan, maka semakin tinggi daya tahan bahan tersebut (Winarno, 2002). Hasil
analisis proksimat untuk kadar air disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Rataan Kadar Air Sosis Daging Itik
Konsentrasi Tepung Daun Beluntas
Sosis tanpa kulit dengan perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam
pakan sebesar 0, 1 dan 2% memiliki rataan kadar air yang hampir sama, yaitu
berkisar antara 65,88-66,86%. Demikian juga dengan kadar air sosis dengan kulit
dengan perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan juga memiliki
kadar yang hampir sama yaitu berkisar antara 56,83-59,23%.
Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Riskawati (2006) yang
menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan itik tidak
beluntas dalam pakan itik pada tiga taraf yang berbeda menghasilkan daging dan
kulit dengan kadar air yang sama, sehingga akan menghasilkan kadar air sosis yang
sama diantara ketiga taraf penambahan tepung daun beluntas tersebut.
Kadar air sosis daging itik tanpa kulit memiliki rataan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sosis daging dengan kulit. Hal ini disebabkan oleh kadar air
daging itik tanpa kulit lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air daging itik berkulit
pada itik afkir, yaitu masing-masing sebesar 73,31% dan 66,53% (Hustiany, 2001).
Hal tersebut menyebabkan penambahan kulit dapat menurunkan kadar air bahan
baku sosis daging dengan kulit itik sehingga mengakibatkan sosis daging itik dengan
kulit memiliki kadar yang lebih rendah. Hasil penelitian Triyantini et al. (1997)
menunjukkan bahwa kadar air pada daging itik (73,97%) lebih tinggi dibandingkan
pada kulit itik (60,19%) pada itik yang berumur 12 minggu.
Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995 mensyaratkan bahwa kadar air
sosis maksimal 67%. Sosis hasil penelitian ini memiliki kadar air antara 56,83-
66,86% sehingga sudah memenuhi persyaratan kadar air sosis menurut SNI tersebut.
Kadar Abu
Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air
(Winarno, 1991). Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang dikenal sebagai zat
anorganik atau kadar abu. Hasil analisis proksimat untuk kadar abu disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Rataan Kadar Abu Sosis Daging Itik
Konsentrasi Tepung Daun Beluntas
Penambahan tepung daun beluntas pada pakan itik menghasilkan sosis hasil
penelitian memiliki rataan kadar abu yang relatif sama. Tabel 8 menunjukkan bahwa
kadar abu yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1,93-2,49%. Hasil
penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan tidak mempengaruhi kadar abu pada
daging maupun kulit itik. Daun beluntas mengandung mineral seperti natrium,
magnesium, alumunium dan fosfor (Rukmiasih dan Tjakradidjaja, 2006), akan tetapi
kandungan mineral tersebut tidak dapat mempengaruhi kadar abu pada daging
maupun kulit itik. Penggunaan daging dan kulit itik yang berasal dari pemeliharaan
dengan tiga taraf penambahan tepung daun beluntas dalam pakan menghasilkan
kadar abu daging dan kulit yang sama, sehingga akan menghasilkan kadar abu sosis
yang sama diantara ketiga jenis daging tersebut.
Penggunaan kulit atau tanpa kulit sebagai bahan baku sosis menghasilkan
rataan kadar abu yang relatif sama. Hal tersebut disebabkan oleh daging itik dengan
kulit itik sebagai bahan baku utama pembuatan sosis memiliki kadar abu yang relatif
sama. Hasil penelitian Hustiany (2001), menunjukkan bahwa daging itik tanpa kulit
memiliki kadar abu yang relatif hampir sama dengan kadar abu daging itik berkulit,
yaitu masing-masing 1,03% dan 1,14%. Kadar abu sosis dipengaruhi oleh kadar abu
bahan baku sosis dan bahan tambahan lain yang ditambahkan (Rompis, 1998).
Menurut Forrest et al. (1975), kadar abu sosis berasal dari daging sebagai bahan
utama, tepung, STPP, dan garam yang ditambahkan. Abu atau mineral dalam daging
umumnya terdiri dari kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, sodium, sulfur, klorin,
dan potassium.
Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995 mensyaratkan bahwa kadar abu
sosis maksimal 3,0%. Sosis hasil penelitian ini memiliki kadar abu antara
1,93-2,49%. Hasil tersebut sudah memenuhi persyaratan kadar air sosis menurut SNI.
Kadar Protein
Kadar protein suatu bahan makanan sering digunakan untuk menentukan
mutu suatu bahan makanan (Winarno, 2002). Protein mempunyai fungsi yang unik
bagi tubuh, yaitu menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk
pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, bekerja sebagai pengatur kelangsungan
proses di dalam tubuh, serta memberikan tenaga jika keperluannya tidak dipenuhi
oleh karbohidrat dan lemak (Suhardjo dan Kusharto 1987). Hasil analisis proksimat
Tabel 9. Nilai Rataan Kadar Protein Sosis Daging Itik
Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar protein yang didapatkan dari penelitian
ini berkisar antara 8,29-12,15%. Penambahan tepung daun beluntas pada pakan itik
menghasilkan sosis hasil penelitian memiliki rataan kadar protein yang relatif sama,
baik pada perlakuan tanpa atau dengan kulit pada pembuatan sosis. Kadar protein
sosis tanpa kulit berkisar antara 11,57-12,15%, sedangkan kadar protein sosis dengan
kulit berkisar antara 8,29- 8,89%.
Hasil penelitian Riskawati (2006), menunjukkan bahwa penambahan tepung
daun beluntas dalam pakan tidak mempengaruhi kadar protein daging dan kulit itik.
Tepung daun beluntas mengandung protein kasar sebesar 19,02% (Setiyanto, 2005),
akan tetapi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan tidak mengubah kadar
protein pakan secara keseluruhan (Tabel 5). Menurut Lawrie (1995), menyatakan
bahwa pemberian rasio pakan yang berbeda tidak akan memberikan perubahan pada
kadar protein daging.
Kadar protein sosis daging itik tanpa kulit memiliki rataan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sosis daging itik dengan kulit. Hal tersebut disebabkan sosis
tanpa kulit lebih dominan mengandung daging sehingga kandungan proteinnya lebih
banyak. Daging itik tanpa kulit memiliki kadar protein lebih tinggi dibandingkan
dengan daging itik berkulit yaitu masing-masing sebesar 18,61% dan 12,17%
(Hustiany, 2001). Adanya penambahan kulit dapat mengurangi banyaknya daging
yang digunakan pada adonan, sehingga kadar protein menjadi lebih sedikit. Hasil
penelitian Triyantini et al. (1997) menunjukkan bahwa kadar protein pada daging itik
lebih besar dibandingkan dengan kadar protein pada kulit itik yaitu masing-masing
sebesar 20,19% dan 13,63%. Purnomo (1990) menyatakan bahwa dengan kadar pati
yang sama, perbedaan kadar protein disebabkan oleh perbedaan kadar lemak dan
kadar protein pada masing-masing bagian daging. Semakin banyak penggunaan
Kadar protein sosis hasil penelitian lebih rendah dari kadar minimum protein
sosis daging menurut Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995 yaitu minimum
sebesar 13%. Rendahnya kadar protein pada sosis hasil penelitian ini diduga karena
penggunaan bahan pengisi yang terlalu banyak, sehingga menurunkan kadar protein
sosis. Berdasarkan penelitian Sianipar (2003) yang menjadi acuan dalam pembuatan
formulasi sosis daging itik pada penelitian ini menggunakan bahan pengisi mencapai
7,36%, sedangkan menurut United States Departement of Agriculture (USDA) yang
dikutip dari Pearson dan Tauber (1984) mensyaratkan bahwa penambahan bahan
pengisi jumlahnya tidak melebihi 3,5% dari berat akhir. Hal tersebut mengakibatkan
rendahnya kadar protein sosis hasil penelitian. Menurut Rompis (1998), kadar
protein sosis dipengaruhi oleh jumlah dan jenis daging, dan jumlah dan jenis bahan
pengisi dan pengikat yang ditambahkan.
Kadar Lemak
Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan sosis terutama lemak
yang mengandung titik leleh tinggi dan asam lemak tidak jenuhnya rendah (Varnam
dan Sutherland, 1995). Lemak dalam bahan makanan dapat berfungsi sebagai
penambah citarasa dan sumber kalori. Sebanyak satu gram lemak menghasilkan
sembilan kalori, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan empat
kalori per gramnya (Suhardjo dan Kusharto, 1992). Menurut Kramlich (1971), kadar
lemak dalam sosis selain sumber energi, juga berperan dalam pembentukan emulsi
daging serta menambah keempukan. Hasil analisis proksimat untuk kadar lemak
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Rataan Kadar Lemak Sosis Daging Itik
Konsentrasi Tepung Daun Beluntas
Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar lemak yang didapatkan dari penelitian
menghasilkan kadar lemak sosis yang lebih tinggi dan pada level 2% menghasilkan
kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Kadar lemak pada sosis erat
hubungannya dengan persentase susut masak sosis. Hasil penelitian Serdaroglu dan
Ozsumer (2003), menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai susut masak, maka kadar
lemak sosis semakin rendah.
Terlihat dari tabel 10 yang menunjukkan bahwa penambahan tepung daun
beluntas pada taraf 2% pada pakan mengurangi kadar lemak sosis daging itik tanpa
kulit maupun dengan kulit. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Astria (2007),
yang menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun beluntas pada taraf 2%
meningkatkan susut masak sosis daging itik tanpa kulit maupun dengan kulit
dibandingkan dengan tanpa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan.
Penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan pada konsentrasi 0, 1 dan 2%
menghasilkan persentase susut masak sosis daging itik tanpa kulit masing-masing
sebesar 0,74; 1,44; dan 1,54%, sedangkan sosis daging itik dengan kulit
masing-masing sebesar 1,61; 1,74; 2,17% (Astria 2007). Penggunaan tepung daun beluntas
dalam pakan itik menyebabkan terhambatnya oksidasi pada asam lemak tidak jenuh
sehingga kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging itik menjadi tinggi
(Rukmiasih dan Tjakradidjaja, 2006). Asam lemak tidak jenuh merupakan asam
lemak yang memiliki titik leleh rendah. Hal ini menyebabkan kandungan lemak
menjadi lebih sedikit karena banyak yang hilang saat pemasakan.
Kadar lemak sosis daging itik dengan kulit memiliki rataan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sosis daging itik tanpa kulit. Penambahan kulit dengan
pengurangan daging pada adonan menyebabkan kadar lemak sosis daging itik
dengan kulit memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis daging itik
tanpa kulit. Hasil penelitian Hustiany (2001) menunjukkan bahwa kadar lemak
daging itik tanpa kulit lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak daging itik
berkulit pada itik afkir, yaitu maisng-masing sebesar 4,16% dan 12,21%. Menurut
Muchtadi dan Sugiyono (1992) bahwa lemak unggas sebagian besar disimpan
dibawah kulit, bukan didistribusikan pada jaringan-jaringan otot seperti ternak besar.
Sosis hasil penelitian memiliki kadar lemak yang sangat rendah, yaitu
berkisar antara 1,32-11,48%. Rendahnya kadar lemak tersebut disebabkan oleh tidak
lemak dari daging itik dan penggunaan kulit sebesar 18% dari total adonan. Hal
tersebut mengakibatkan rendahnya kadar lemak sosis hasil penelitian. Bila dilihat
dari syarat kadar lemak sosis menurut Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995,
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Penambahan tepung daun beluntas sampai dengan taraf 2% dalam pakan
menghasilkan nilai rataan kadar air, kadar abu dan kadar protein dari sosis daging
itik itik yang relatif sama, sedangkan penambahan tepung daun beluntas dengan taraf
2% dalam pakan menghasilkan nilai rataan kadar lemak yang lebih rendah
dibandingkan kontrol dan penambahan 1% tepung daun beluntas. Penambahan kulit
itik pada adonan sosis daging itik menghasilkan nilai rataan kadar air dan kadar
protein lebih rendah dan kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan sosis tanpa
penambahan kulit, sedangkan nilai rataan kadar abu relatif sama. Sosis hasil
penelitian sudah memenuhi standar SNI untuk kadar air, kadar abu, dan kadar lemak,
tetapi kadar protein sosis hasil penelitian tidak memenuhi standar yang ditetapkan
oleh SNI yaitu minimal 13%,
Saran
Diperlukan perbaikan dalam penyusunan formula pembuatan sosis daging
itik. Jika kadar protein sosis daging itik dapat memenuhi persyaratan SNI, perlu
dilakukan pengurangan bahan pengisi menjadi 3,5% dan penggunaan bahan pengisi
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbil’alamiin tiada hentinya penulis panjatkan puji syukur
atas kehadirat Allah SWT berkat segala limpahan nikmat serta anugerah yang telah
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat
serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
keluarga sahabat dan umatnya yang tetap istiqomah berada dijalanNya.
Terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada ayahanda Bardja
Muhammad Saleh dan ibunda Ating Farida Astuti serta kakak-kakakku teh Nining,
teh Jua, teh Ina, teh Dian, teh Yani, teh Lia dan adikku Tya serta seluruh kakak
iparku yang mencurahkan kasih sayang, bantuan, dan doa yang tiada henti.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen
pembimbing skripsi ibu Ir. Rukmiasih, MS. dan ibu Ir. Niken Ulupi, MS. atas
bimbingan, saran dan perhatian yang telah diberikan pada penulis. Terimakasih
kepada ibu Irma Isnafia Arief, S.Pt, M.Si dan ibu Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja,
M.Rur.Sc sebagai dosen penguji sidang yang telah memberikan saran dan masukkan
terhadap skripsi ini. Kepada bapak Ahmad Yani, S.TP selaku dosen pembimbing
akademik terimakasih atas bimbingan yang telah diberikan selama kuliah.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada rekan-rekan lab unggas
(Windy, Astri, Maya, Luki, Yanuar, Rinni, Nina, Aldina, Aif, Anggoro), teknisi dan
laboran bagian IPT unggas terima kasih atas bantuan dan kerjasama selama
penelitian. Teman-teman THT40 serta kost wisma dolphin atas kebersamaan dan
keceriaan yang terjalin baik selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada gradasi_crew rohis THT40 (Rohim, Abdul, Yogo, Marta, Henry, Erik,
Yanuar, Wasis, Denny, Dekri, Maripah, Ina, Intan, Eva, Niken, Rien), ID community,
eF-Thre3 community, ilmyID’1428, kost rawyd, serta saudara-saudaraku di circle
family (mas Atang, kang Cep, kang Jaya, kang Yohan, Budi, Bram, Arya, Rizal) atas
tausiyah, doa, dukungan serta semangat yang diberikan.
Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademika
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Official Method of Analysis. Assoation of Official Analytical Chemist, Washington D.C.
Apriyantono, A. 2001. Off-flavour pada daging unggas. Lokakarya Nasional Unggas Air. Ciawi, Bogor. Hal 58-71
Ardiansyah. 2002. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Asiamaya. 2003. Beluntas. http://www.asiamaya.com/jamu/isi/beluntas.html. [25 September 2006].
Astria, R. 2007. Sifat fisik dan organoleptik sosis daging itik dengan dan tanpa kulit yang diberi tepung daun beluntas (Pluchea indica l.) dalam pakan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan Winarno, F.G. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Effie. 1980. Pembuatan sosis ikan cucut (Centroscymus coelolepsi). Skripsi. Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Farrel, K.T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. 2nd Ed. Editor Van Vostrand. Reinhold, New York.
Forrest J.C., Aberle, E. D., D.E. Gerard, E. W. Mills, H. B. Hedrick, M. D. Judge dan R.A. Markel. 1975. Principle of Meat Science 4th Edition. Kendall/Hunt publ, Co., Iowa.
Hodges, R.D. 1974. The Histology of the Fowl. Wye College. Near Asford, Kent.
Hustiany, R. 2001. Identifikasi dan karakterisasi komponen off-odor pada daging itik. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Judoamidjojo, R.M. 1981. Komoditas Kulit di Indonesia. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kramlich, W. E. 1971. Sausage Product. In The Science of Meat and Meat Products. J. F. Price and B. S. Schweigert (Ed.). W. H. Freeman and Co. p:485.
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan A. Parakkasi. Edisi kelima. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Matulis, R.J., F.K. McKeith, J.W. Sutherland dan M.S. Brewer. 1995. Sensory characteristic of frankfurters as affected by fat, salt and pH. J. Food Science. 60 : 42-47
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono, 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Peranian Bogor, Bogor.
Pearson, A.M. dan F.W. Tauber. 1984. Processed Meats. The AVI publishing Co, Inc. Westport, Conecticut.
Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat, dan bakso aci di daerah Bogor. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Riskawati, E. 2006. Komposisi kimia daging dan kulit paha itik lokal jantan yang diberi pakan mengandung tepung daun beluntas (Pluchea indica. L) pada taraf berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rompis, J.E.G. 1998. Pengaruh kombinasi bahan pengikat dan pengisi terhadap sifat fisik, kimia serta palatabilitas sosis sapi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rose, S. P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International, New York.
Rukmiasih dan Tjakradidjaja, A.S. 2006. Upaya menurunkan lemak penyebab off-flavour pada daging itik melalui pemberian tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) dalam pakan. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Samosir, D.J. 1984. Ilmu Ternak Itik. Gramedia, Jakarta
Sastromidjojo. 1997. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta.
Serdaroglu, M. dan M.S. Ozsumer. 2003. Effects of protein, whey powder and wheat gluten on quality characteristics of cooked beef sausages formulated with 5, 10 and 20% fat. Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Food Science and Technology, Volume 6, Issue 2. http://www.ejpau.media.pl [23 Desember 2007]
Setiyanto, R. D. 2005. Persentase bagian-bagian tubuh itik jantan lokal umur 10 minggu dengan penambahan tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) dalam pakan. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sianipar, D. P. 2003. Meningkatkan daya guna daging itik dan daging entog melalui pemanfaatan sebagai bahan pembuatan sosis. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Srigandono, 1996. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995. Sosis Daging. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan : B. Soemantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suhardjo dan C.M. Kusharto. 1987. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syamsuhidayat, S.S. dan Hutapea, 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid 1. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan, Jakarta.
Triyantini, A.B., I.A.K. Bintang dan T. Antawidjaja. 1997. Studi komparatif preferensi mutu dan gizi beberapa jenis daging unggas. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 2(3) : 157-163.
Varnam, A.H. dan J.P. Sutherland. 1995. Meat and Meat Technology, Chemistry and Microbiology. Chapman and Hall. Food Products Series (3).
Wijayakusumah, 1992. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol III. Terjemahan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Wilson, N.R.P. 1981. Meat and Meat Product: Factor Affecting Quality Control. Applied Science Publisher, London.
Winarno, F.G. 1991. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Windharyanti, S.S. 1999. Beternak Itik Tanpa Air. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lampiran 1. Diagram Pembuatan Sosis Daging Itik
Daging
(dengan dan tanpa kulit)
Potong-potong kecil
Penggilingan (2 menit)
Penggilingan (2 menit)
Penggilingan I (2 menit)
Pengisian ke dalam selongsong (casing)
Pengukusan (65°C selama 30 menit)
Sosis 1,96% garam dapur
0,12% STTP 0,12% sendawa 0,92% gula pasir 7,16% es batu
0,92% bawang putih 0,61% lada halus 0,25% pala halus 7,16% es batu
Lampiran 2. Gambar Sosis Daging Itik Hasil Penelitian
Lampiran 3. Gambar Peralatan yang Digunakan pada Pembuatan Sosis