• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL

JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG

DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L)

PADA TARAF BERBEDA

SKRIPSI ELVA RISKAWATI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(2)

RINGKASAN

ELVA RISKAWATI. D14202040. 2006. Komposisi Kimia Daging dan Kulit Paha

Itik Lokal Jantan yang diberi Pakan Mengandung Tepung Daun Beluntas (Plucea indica. L) pada Taraf Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil

Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rukmiasih, MS.

Pembimbing Anggota : Prof. Emer. Peni. S. Hardjosworo, MSc.

Itik merupakan salah satu hewan unggas air (waterfowls) yang memiliki potensi berkembang lebih baik sebagai ternak penghasil daging daripada ayam. Itik memiliki ketahanan terhadap penyakit lebih tinggi daripada ayam. Namun sampai saat ini budidaya itik lokal masih sebagai penghasil telur, padahal itik juga memiliki potensi yang besar sebagai penghasil daging, terutama dari itik jantan dan betina afkir.

Sebagai penghasil daging, itik mempunyai nilai gizi yang tinggi dan seharusnya dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kenyataannya daging itik memiliki bau amis yang menyengat sehingga penerimaan daging itik oleh masyarakat masih terbatas. Upaya yang sering dilakukan untuk mengurangi bau amis tersebut adalah dengan melakukan pengolahan dan pemberian bumbu-bumbu. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan memanipulasi pakan dengan penambahan tepung daun beluntas (Plucea indica. L).

Beluntas merupakan sejenis tanaman perdu yang banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai tanaman pagar dan sebagai obat tradisional. Sejak lama tanaman beluntas dipercaya dapat mengurangi bau badan, menambah nafsu makan, mengatasi gangguan pencernaan, menurunkan panas serta manfaat lainnya. Namun, penambahan daun beluntas kedalam pakan itik diduga akan memberikan pengaruh lain selain mengurangi bau amis.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan itik lokal jantan terhadap komposisi kimia daging dan kulit paha. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Ilmu Produksi Ternak Unggas Komplek Kandang B Fakultas Peternakan, sedangkan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Petanian Bogor. Waktu penelitian yaitu pada akhir Juli hingga November 2005. Itik yang digunakan adalah itik lokal jantan umur satu hari (DOD) sebanyak 45 ekor, yang dipelihara selama 10 minggu kemudian dipotong. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga perlakuan penambahan tepung daun beluntas (0%, 1% dan 2%) dalam pakan. Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari lima ekor itik. Peubah yang diukur berupa analisis proksimat kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu dari daging paha itik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sebesar 1 dan 2% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu daging dan kulit paha itik.

Kata-kata kunci : itik lokal jantan, tepung daun beluntas, komposisi kimia, daging,

(3)

ABSTRACT

Chemical Composition in Meat and Skin Thigh of Domestic Male Duck Which Given The Feed Contains of Beluntas Leaf Meal

(Pluchea indica L.) on Different Level

Riskawati, E., Rukmiasih, and Peni S. Hardjosworo

Duck meat has undesire odor. One of the effort that is used to reduce it, is by adding beluntas leaf meal in feed diet. However, the chemical composition of meat and skin need to be learned. Therefore, The purpose of this research is to figure the effect of adding beluntas leaf meal in feed diet to meat and skin chemical composition of domestic male ducks. This reaserch was conducted in Faculty of Animal Science, Bogor Agricultrural University from Juli until November 2005. Fourty five Day Old Ducks (DOD) were raised and given additional beluntas leaf meal to their feed in their 5-10 weeks of age, before being killed. Completely randomize designs was used with three beluntas leaf meal concentration adding treatment (0%; 1% and 2 %). Each treatment consist of three replication and each of it contains five ducks. The result shows that chemical composition of meat and skin thigh is not effected from this adding treatment.

Keywords : domestic male duck, beluntas leaf meal, chemical composition, mea and skin thigh.

(4)

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL

JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG

DAUN BELUNTAS (Plucea indica. L)

PADA TARAF BERBEDA

ELVA RISKAWATI D14202040

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(5)

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL

JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG

DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.)

PADA TARAF BERBEDA

Oleh

ELVA RISKAWATI D14202040

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 22 Desember 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Rukmiasih, MS Prof. Emer. Peni S. Hardjosworo, MSc. NIP. 131 284 605

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc NIP. 131 624 188

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1984. Penulis merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Sulaeman Damanhuri dan Hj. Yeyen Nuryeni.

Penulis memulai pendidikan formal tahun 1989 di TK Amaliah, Ciawi. Tahun 1990 melanjutkan ke sekolah dasar SDN Cibogo, Megamendung dan pada tahun 1996 melanjutkan ke SLTP Megamendung I. Tiga tahun berselang tepat tahun 1999 penulis tercatat sebagai siswa di SMU Negeri Ciawi I. Penulis lulus dari SMU pada tahun 2002 dan pada tahun yang sama penulis terpilih menjadi salah satu mahasiswa IPB di Fakultas Peternakan pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama di kampus penulis mengikuti dan menjadi pengurus di beberapa Organisasi Mahasiswa. Penulis tercatat sebagai Staf Departemen Olah Raga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) TPB IPB tahun 2002-2004 dan tahun 2003-2004 menjadi anggota Club THT Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak (Himaproter). Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Teknologi Hasil Ternak pada tahun 2004-2005.

Beberapa pelatihan dan seminar pernah diikuti oleh penulis, diantaranya Pelatihan Inseminasi Buatan pada Domba yang diadakan Himaproter Fakultas Peternakan IPB tahun 2003 dan Pelatihan Hazard Analysis and Critical Control

(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, tuhan semesta alam yang menguasai seluruh ilmu pengetahuan atas bumi, langit beserta semua isinya. Salawat serta salam penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW, yang menjadi tauladan dan membawa kebenaran di dunia bagi seluruh umat manusia.

Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis terhadap dunia unggas. Penulis dengan bangga mendapat bimbingan dan kesempatan bekerjasama dengan dosen di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor khususnya Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas. Penulis bersama rekan-rekan melakukan serangkaian penelitian mengenai ternak itik. Beberapa hal yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini adalah bahwa budidaya itik lokal sampai saat ini masih sebagai penghasil telur, padahal itik juga memiliki potensi yang besar sebagai penghasil daging, terutama dari itik jantan dan itik betina afkir.

Sebagai penghasil daging, itik mempunyai nilai gizi yang tinggi dan seharusnya dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Namun, pada kenyataannya daging itik memiliki bau amis yang menyengat sehingga penerimaan daging itik oleh masyarakat masih terbatas.

Upaya yang paling sering dilakukan untuk mengurangi bau amis tersebut adalah dengan melakukan pengolahan dan pemberian bumbu-bumbu. Pada penelitian ini penulis melakukan upaya mengurangi bau amis pada daging itik melalui pemberian pakan yang telah dimodifikasi dengan tambahan tepung daun beluntas.

Beluntas merupakan tanaman yang sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional yang berkhasiat diantaranya untuk mengurangi bau badan. Oleh karena itu peneliti bersama tim mencoba mengaplikasikannya kepada ternak itik dengan harapan antioksidan yang terkandung dalam tanaman beluntas tersebut mampu mengurangi bau amis itik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap komposisi kimia daging dan kulit paha itik lokal jantan.

Penelitian mengalami beberapa kendala diawal pemeliharaan, namun secara umum kendala tersebut mampu penulis dan tim hadapi sehingga penelitian yang

(8)

dilakukan dapat diselesaikan dengan baik. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langaung maupun tidak langsung. Penulis sadar bahwa tiada kesempurnaan abadi yang pernah dicapai manusia.

Bogor, Desember 2006 Penulis

(9)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... iii RIWAYAT HIDUP ... iv KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 1 TINJAUAN PUSTAKA ... 2 Itik Lokal ... 2

Komposisi Kimia Daging Itik ... 3

Kadar air ... 4

Kadar protein ... 4

Kadar lemak ... 5

Kadar Abu ... 5

Struktur Kimia Kulit Unggas ... 6

Beluntas (Plucea indica. Less) ... 7

METODE ... 9

Lokasi dan Waktu ... 9

Materi ... 9

Kandang dan Peralatan ... 9

Rancangan ... 10

Perlakuan ... 10

Peubah yang Diamati dan Analisa Data ... 10

Model ... 10

Prosedur ... 11

Pembuatan Tepung Daun Beluntas ... 11

Persiapan Kandang dan Peralatan ... 11

Pengacakan Ternak ... 12

Pemeliharaan dan Pengambilan Data ... 12

Pengukuran Peubah ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Komposisi Kimia Daging Paha ... 15

(10)

KESIMPULAN ... 19

UCAPAN TERIMA KASIH ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hasil Analiss Proksimat Bagian yang dapat Dimakan dari Unggas... 3

2. Hasil Analisis Proksimat dari Daging Dada, paha dan kulit itik yang Berumur 12 Minggu ... 4

3. Kandungan Mineral Utama dalam Daging ... 6

4. Komposisi Nutrisi Pakan Perlakuan ... 10

5. Rataan Komposisi Kimia Daging Paha Itik Jantan ... 11

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tanaman Beluntas ... 8 2. Tepung Daun Beluntas ... 11

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Rataan Kadar Air Daging Paha Itik Lokal Jantan ... 23 2. Analisis Ragam Rataan Kadar Protein Daging Paha Itik Lokal Jantan 23 3. Analisis Ragam Rataan Kadar Lemak Daging Paha Itik Lokal Jantan 23 4. Analisis Ragam Rataan Kadar Abu Daging Paha Itik Lokal Jantan ... 23 5. Analisis Ragam Rataan Kadar Air Kulit Paha Itik Lokal Jantan ... 24 6. Analisis Ragam Rataan Kadar Protein Kulit Paha Itik Lokal Jantan .... 24 7. Analisis Ragam Rataan Kadar Lemak Kulit Paha Itik Lokal Jantan .... 24 8. Analisis Ragam Rataan Kadar Abu Kulit Paha Itik Lokal Jantan ... 24

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Itik merupakan salah satu ternak unggas air (waterfowls) yang memiliki potensi berkembang lebih baik sebagai ternak pengahasil daging daripada ayam. Itik memiliki ketahanan terhadap penyakit lebih baik daripada ayam. Sampai saat ini budidaya itik lokal masih sebagai penghasil telur, padahal itik juga memiliki potensi yang besar sebagai penghasil daging, terutama dari itik jantan dan betina afkir.

Sebagai penghasil daging, itik mempunyai nilai gizi tinggi dan seharusnya dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kenyataannya daging itik memiliki bau amis yang menyengat sehingga penerimaan daging itik oleh masyarakat masih terbatas. Upaya yang paling sering dilakukan untuk mengurangi bau amis tersebut adalah dengan melakukan pengolahan dan pemberian bumbu-bumbu. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan memanipulasi pakan dengan penambahan tepung daun beluntas (Plucea indica. L).

Beluntas adalah sejenis tanaman perdu yang banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai tanaman pagar dan sebagai obat trdisional. Sejak lama tanaman beluntas dipercaya dapat mengurangi bau badan, menambah nafsu makan, mengatasi gangguan pencernaan, menurunkan panas serta manfaat lainnya.

Penelitian yang penulis lakukan merupakan bagian dari rangkaian penelitian yang mengkaji pengaruh beluntas terhadap bau daging itik. Penulis mencoba mengkaji bagaimana komposisi kimia daging dan kulit paha itik lokal jantan yang pakannya ditambahkan tepung daun beluntas 1 dan 2%.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung daun beluntas dalam pakan terhadap komposisi kimia (kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu) daging dan kulit paha itik lokal jantan pada taraf berbeda.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal

Itik merupakan salah satu unggas air (waterfowls) yang menurut Srigandono (1998) memiliki susunan taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Philum : Chordata Klas : Aves Ordo : Anseriformes Famili : Anatidae Subfamili : Anatinae Tribus : Anatini Genus : Anas

Spesies : Anas plathyrynchos.

Itik lokal Indonesia hampir seluruhnya merupakan keturunan dari bangsa itik

Indian Runner, yang merupakan bangsa itik terkenal sebagai penghasil telur

(Samosir, 1984). Srigandono (1998) menyatakan bahwa ciri khas yang dimiliki itik

Indian Runner adalah postur tubuhnya yang hampir tegak, dan bila dilihat dari arah

depan seperti botol anggur, serta paruh dan kakinya berwarna hitam. Itik Indian

Runner dijuluki sebagai pelari (Runner) karena kemampuannya berjalan dan berlari

cukup jauh. Menurut Setioko et a.l (1994) setelah sekian lama dipelihara dan dikembangkan di Indonesia maka itik ini disebut itik rakyat atau itik lokal.

Menurut Anggraeni (1999), populasi itik di Indonesia sebagian besar dijumpai di Pulau Jawa dan kepulauan Indonesia bagian barat. Selanjutnya Srigandono (1997) menambahkan bahwa itik lokal menggunakan nama daerah masing-masing, misalnya itik Mojosari yang berkembang di daerah Mojosari, itik Tegal yang berkembang di daerah Tegal dan itik Alabio yang berkembang di daerah Hulu Sungai Utara Propinsi Kalimantan Selatan. Itik merupakan ternak unggas yang mempunyai kemampuan mencerna serat lebih baik dibanding dengan ayam (Lesson dan Summer, 1997).

(16)

Komposisi Kimia Daging Itik

Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino yang lengkap dengan perbandingan jumlah yang baik Struktur daging pada hewan unggas dan mamalia pada umumnya adalah sama, yang membedakan pada daging unggas serat dagingnya pendek dan lunak serta jaringan ikatnya bersifat lebih tipis sehingga mudah dicerna. Daging unggas tersusun atas komponen-komponen bahan pangan seperti protein lemak, karbohidrat, mineral dan air. Komposisi daging tersebut akan tergantung pada macam otot atau daging, jenis kelamin, umur dan spesies (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Menurut Moutney (1976), kelebihan daging unggas dibanding dengan daging yang berasal dari ruminansia adalah kadar protein yang lebih tinggi dan kadar lemak yang lebih rendah. Lemak tersebut sebagian besar lemak subkutan dan tidak banyak didistribusikan pada jaringan seperti pada ruminansia. Nilai gizi daging yang tinggi karena daging mengandung asam amino esensial, air, karbohidrat, lemak dan komponen anorganik yang lengkap dan seimbang (Forrest et al., 1975). Komposisi kimia daging dari beberapa unggas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Bagian yang dapat Dimakan dari Unggas Tipe Air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%)

Ayam (fryer) 75,7 18,6 4,9 0,8

Ayam (roaster) 63,0 18,2 17,9 0,9

Ayam (Jantan dan Betina) 56,9 17,4 24,8 0,9

Itik 54,3 16,0 28,6 1,0 Angsa Kalkun 51,1 64,2 16,4 20,1 31,5 14,7 0,9 1,0

Sumber: USDA (1975) dalam Triyantini et al,. (1997)

Daging ternak itik tergolong daging dark meat atau daging suram (Samosir, 1984). Daging itik sebagian besar mengandung serabut merah dan sebagian kecil serabut putih. Lawrie (1995) menjelaskan bahwa perbedaan warna daging diikuti oleh perbedaan kadar pigmen daging (myoglobin), pigmen darah (hemoglobin) dan komponen lain yaitu lemak, vitamin B12 dan flavin. Komposisi kimia daging dada, daging paha dan kulit itik umur dua belas hari disajikan pada Tabel 2.

(17)

Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat dari Daging Dada, Paha dan Kulit Itik yang Berumur 12 Minggu

Lokasi Otot Air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%)

Dada 73,97 19,11 0,50 1,11 Paha 73,91 20,19 1,72 1,09 Kulit 60,19 13,63 22,0 0,54

Sumber: Triyantini et al., (1997)

Kadar Air

Menurut Winarno (2002), air dalam bahan makanan dibagi atas empat tipe menurut derajat keterikatan air. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein dan garam. Air tipe ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air lain, terdapat pada mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air tipe ini sulit dihilangkan. Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matrik bahan seperti membran kapiler, serat dan lain-lain, air tipe inilah yang disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan. Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh. Armin (1996) menyatakan kadar air daging dapat berbeda diantara serat otot, dan kadar air berkurang dengan bertambahnya umur.

Kadar Protein

Protein adalah substansi organik mirip lemak maupun karbohidrat dalam hal kandungan unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Semua protein juga mengandung nitrogen dan beberapa diantaranya mengandung fosfor dan belerang. Protein lebih bervariasi dan lebih kompleks strukturnya dibanding lemak atau karbohidrat (Gaman dan Sherrington, 1992).

Belitzh dan Grosch (1999) membagi protein daging dalam tiga grup besar yaitu: 1) protein kontraktil larut dalam larutan garam (aktomiosin, tropomiosin dan troponin); 2) protein larut air atau larutan garam lemah (mioglobin dan enzim); dan 3) protein tak larut (jaringan ikat dan protein membran).

Struktur protein umumnya dipertahankan oleh dua ikatan yang kuat (peptida dan disulfida) dan tiga ikatan lemah (hidrogen, hidrofobik dan elektrostatik atau

(18)

garam). Protein dapat dikelompokkan menurut fungsi biologisnya yaitu, sebagai protein struktural dan katalitik atau transport. Protein katalitik (enzim), yang merupakan mayoritas jenis protein dapat dikelompokkan berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis (Martin et al., 1984).

Fungsi utama protein adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar jika keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein merupakan komponen terbesar setelah air dalam tubuh, diperkirakan sekitar 50% dari berat kering sel yang terdapat dalam jaringan seperti daging dan hati terdiri dari protein, dan bila dalam tenunan segar berjumlah sekitar 20% (Winarno,2002).

Kadar Lemak

Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam eter, kloroform dan benzen (Anggorodi, 1994; Lehninger, 1997). Muchtadi dan Sugiyono, 1992 menjelaskan bahwa lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, pertama adalah golongan trigleserida sederhana atau lemak netral yang terdapat di bawah kulit dan rongga badan yang merupakan sumber penyimpanan energi. Golongan kedua adalah lemak majemuk seperti fosfolipid yang merupakan bagian penting untuk tubuh dalam proses metabolisme.

Lemak adalah unsur makanan yang penting, tidak hanya karena nilai kalorinya tinggi, tetapi juga karena vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan asam-asam lemak esensial yang terdapat dalam lemak makanan alami (Martin et al., 1984). Belitzh dan Grosch (1999) menambahkan bahwa lemak juga merupakan komponen yang sangat mempengaruhi aroma makanan atau prekursor yang mempengaruhi degradasi substansi aroma makanan.

Kadar Abu

Unsur-unsur mineral adalah unsur-unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen, yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam makanan unsur-unsur tersebut kebanyakan terdapat berupa garam organik, misalnya natrium klorida, tetapi beberapa mineral terdapat dalam senyawa organik, seperti sulfur dan fosfor yang

(19)

merupakan penyusun berbagai protein (Gaman dan Sherrington, 1992). Kandungan mineral utama daging disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Mineral Utama dalam Daging

Mineral mg/ 100g Kalsium total 8,6 Kalsium terlarut 3,8 Magnesium total 24,4 Magnesium terlarut 17,7 Sitrat total 8,2 Sitrat terlarut 66 Fosfor organik total 233,0 Fosfor organik terlarut 95,2

Natrium 168 Kalium 244 Klorida 48

Sumber: de Man (1997)

De Man (1997) menjelaskan bahwa natrium, kalium dan fosfor terdapat dalam jumlah nisbi besar. Jaringan otot lebih besar mengandung kalium daripada natrium. Daging juga lebih banyak mengandung magnesium daripada kalsium. Tabel 3 memberikan informasi mengenai penyebaran mineral ini antara bentuk terlarut dan tak terlarut. Mineral yang tak terlarut berasosiasi dengan protein karena mineral terutama berasosiasi dengan bagian daging nonlemak. Jika cairan hilang dari daging, unsur utama yang hilang adalah natrium, dan kehilangan kalsium, fosfor dan kalium lebih kecil. Jaringan otot terdiri sekitar 40% cairan intrasel, cairan ekstrasel 20% dan padatan 40%. Kalium terdapat hampir seluruhnya dalam cairan intrasel, begitu juga magnesium, fosfat dan sulfat. Natrium terutama terdapat dalam cairan ekstrasel bersama-sama dengan klorida dan bikarbonat.

Struktur dan Komposisi Kimia Kulit Unggas

Secara histologis, kulit hewan pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu lapisan epidermis, dermis (korium) dan hipodermis (subkutis). Lapisan epedermis adalah lapisan luar kulit yang tersusun dari lapisan epitel. Sel-sel epitel ini tidak

(20)

hanya tumbuh menjadi epidermis, tetapi juga merupakan protein yang disebut keratin. Lapisan dermis terdiri dari jaringan serat kolagen yang dibangun oleh tenunan pengikat. Lapisan hipodermis berfungsi pokok sebagai batas antara tenunan kulit dan tenunan daging. Lapisan kulit unggas umumnya bersifat longgar, terdapat banyak tenunan lemak dan pembuluh-pembuluh darah (Judoamidjoyo, 1981).

Kulit unggas mempunyai struktur yang sama dengan kelompok hewan vertebrata lainnya, kecuali pada bagian yang tidak terlindungi bulu-bulu seperti kaki bagian bawah yang lebih tipis (Hodges, 1974). Komposisi kimia kulit hewan secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian protein dan non protein. Bagian non protein terdiri atas lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan enzim.

Protein kulit dapat dibedakan atas protein berbentuk (fibrous protein) dan protein tak berbentuk (globular protein). Fibrous protein terdiri atas kolagen, elastin dan keratin. Globular protein terdiri atas albumin dan globulin (Judoamidjoyo, 1981).

Beluntas ( Pluchea indica L. )

Tanaman Beluntas (Pluchea Indica L.) menurut Asiamaya (2003) memiliki susunan taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Planta Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subklas : Asteridae, Ordo : Asterales Familia : Asteraceae Genus : Pluchea Cass

Spesies : Pluchea Indica (L.) Less.

Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak, dengan ketinggian tanaman dapat mencapai 2 m. Selanjutnya disebutkan pula bahwa beluntas memiliki daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat. Panjang daun beluntas mencapai 3,8-6,4 cm (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

(21)

Di Indonesia tanaman ini tumbuh di tempat yang terkena sinar matahari panas pada ketinggian 800 m di atas permukaan laut (Asiamaya, 2003). Selanjutnya Hayne (1987) menyatakan bahwa di Pulau Jawa tanaman beluntas tumbuh di daerah pantai yang secara berkala menjadi kering sekali, keras atau berbatu dengan cahaya matahari yang cukup.

Gambar 1. Tanaman Beluntas

Beluntas telah dikenal mempunyai banyak kegunaan baik sebagai tanaman pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan seluruh bagian tanamannnya baik dalam bentuk segar maupun kering. Beluntas mengandung asam amino (leusin,

isoleusin, triptofan, treonin), alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, asam chlorogenik,

natrium, kalium, alumunium, kalsium, magnesium, fosfor, besi, vitamin A dan C (Asiamaya, 2003). Menurut hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak daun beluntas mengandung fenol hidrokuinon, tanin, alkaloid dan steroid (Ardiansyah, 2002).

Sastroamidjojo (1997) menyatakan bahwa beluntas sebagai tanaman obat khususnya bermanfat dalam menurunkan suhu tubuh (diaforetika). Daunnya dapat menambah nafsu makan dan membantu pencernaan. Selanjutnya disebutkan bahwa beluntas dapat digunakan sebagai obat kencing darah, mencret, TBC pada kelenjar leher, nyeri pada rematik, nyeri haid, sakit perut, nyeri pinggang dan pinggul, menghilangkan bau badan, obat pegel linu, dan obat kuat untuk orang yang baru sembuh sakit. Dalam penggunaanya daun beluntas direbus atau diseduh seperti teh (untuk menurukan suhu tubuh, penghilang rasa nyeri dan perangsang urat syaraf), dikukus atau ditumbuk kemudian dimakan (sebagai penghilang bau busuk dan gangguan pencernaan).

(22)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Ilmu Produksi Ternak Unggas komplek Kandang B, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian yaitu pada akhir bulan Juli hingga November 2005.

Materi

Penelitian ini menggunakan tepung daun beluntas yang dicampurkan kedalam pakan, adapun daun beluntas didapatkan dari daerah Cinagara, Bogor. Itik lokal jantan yang digunakan sebanyak 45 ekor yang berasal dari kota Cianjur, Jawa Barat.

Pakan yang diberikan selama pemeliharaan adalah pakan jenis BP 11 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokhand Indonesia untuk umur 0-4 minggu, sedangkan pada umur 4-10 minggu pakan yang digunakan adalah pakan khusus itik periode

grower yang diproduksi oleh PT. Indofeed yang telah ditambahkan tepung daun

beluntas dengan konserntrasi 0%; 1% dan 2%. Komposisi nutrisi pakan pada perlakuan disajikan pada tabel 4.

Bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah selenium, H2SO4, brom kresol hijau, pelarut heksan, NaOH, asam borat, HCl dan akuades. Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia antara lain cawan, tanur, oven, alat ekstraksi Soxhlet, labu Kjeldhal, erlenmeyer, eksikator, desikator, batu didih dan kertas saring.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan selama penelitian sebanyak 9 kandang dengan ukuran masing-masing 100x100x75 cm. Setiap kandang berisi lima ekor itik dan dilengkapi dengan tempat makan, tempat minum dan lampu yang berkekuatan 60 watt. Peralatan lain yang digunakan terdiri dari alat semprot (sprayer), plastik ukuran 500 gram, timbangan, sedangkan untuk pembuatan tepung daun beluntas digunakan mesin penggiling, plastik, wadah dan timbangan. Peralatan yang digunakan dalam penanganan karkas adalah pisau, kompor, panci, ember, termometer, nampan plastik dan timbangan elektrik kapasitas 5 kg dan 120 gram.

(23)

Tabel 4. Komposisi Nutrisi pakan perlakuan

Komponen TDB* Pakan Kontrol 99%pakan + 2%TDB 98%pakan + 2%TDB Bahan Kering (%) 85,83 85,52 85,52 85,53 Abu (%) 15,69 6,17 6,27 6,36 Protein Kasar (%) 19,02 20,18 20,17 20,16 Serat Kasar (%) 15,80 2,85 2,98 3,11 Lemak Kasar (%) 3,70 3,25 3,25 3,26 Beta-N (%) 31,62 53,07 52,86 52,64 Kalsium (%) 2,40 0,97 0,97 1,00 Fosfor (%) 0,29 0,94 0,93 0,93 Energi Bruto (kkal/kg) 3.448 4.108 4.101 4.095 Keterangan : * Setiyanto (2005) Rancangan Perlakuan

Pada saat itik mencapai umur 4 minggu, itik diberi pakan khusus periode

grower produksi PT. Indofeed yang ditambahkan tepung daun beluntas dengan

konsentrasi 0%; 1% dan 2%. Pemberian pakan dengan tepung daun beluntas ini dilakukan setelah itik mencapai umur 4 minggu dengan pertimbangan bahwa pada usia ini organ pencernaan itik telah sempurna. Tiap-tiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan masing-masing ulangan terdiri atas lima ekor itik.

Peubah yang Diamati dan Analisis Data

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah komposisi kimia daging dan kulit paha yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diuji asumsi. Kemudian dilakukan Analisis Ragam (ANOVA).

Model

Model rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan 3 perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan pada taraf berbeda yaitu 0%; 1% dan 2%. Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan.

(24)

Model matematika Matjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut:

Yij = µ + σi + εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan ke-i ulangan ke-j

µ = rataan umum

σi = pengaruh penambahan tepung daun beluntas dalam pakan ke-i (i=1,2,3) εij = pengaruh acak pada penambahan tepung daun beluntas ke-i dan ulangan

ke-j (j=1,2,...,6)

Prosedur Pembuatan Tepung Daun Beluntas

Tanaman beluntas diambil daunnya kemudian dilayukan selama dua hari pada suhu kamar. Daun yang telah layu dijemur di bawah sinar mataahari selama satu hari, kemudian dioven pada suhu 60° C selama lebih kurang 5 jam. Daun yang telah kering digiling menjadi tepung daun beluntas.

Gambar 2. Tepung Daun Beluntas

Persiapan Kandang dan Peralatan

Sebelum ternak datang, kandang dan peralatan yang terdiri atas tempat pakan dan tempat minum dibersihkan terlebih dahulu. Pengapuran dan penyemprotan kandang digunakan larutan desinfektan, sedangkan tempat pakan dan tempat air minum hanya dicuci dengan larutan desinfektan.

(25)

Pengacakan Ternak

Ternak yang digunakan dalam percobaan sebanyak 45 ekor itik lokal jantan. Itik diberi nomor sayap (wingband) dan ditimbang pada umur 1 hari untuk mendapatkan bobot badan awal dari masing-masing ternak, kemudian dihitung rataan dan standar deviasinya. Data rataan dan standar deviasi tersebut digunakan untuk menentukan keseragaman bobot awal itik yang digunakan dalam penelitian. Itik dibagi ke dalam 9 kandang berdasarkan homogenitas bobot badan awal dan didistribusikan secara acak. Perlakuan yang dicobakan yaitu penambahan tepung daun beluntas dalam pakan yang terdiri atas tiga taraf 0%; 1% dan 2%. Masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan Masing-masing-Masing-masing ulangan berisi lima ekor itik percobaan.

Pemeliharaan dan Pengambilan Data

Itik dipelihara dari umur satu hari hingga 10 minggu. Umur 0-3 minggu itik diberi pakan BP 11 ad libitum. Pada umur 3-4 minggu dilakukan adaptasi dengan menggati pakan secara bertahap dengan pakan khusus grower, dua hari pertama diberi pakan campuran BP 11 dan pakan khusus grower dengan perbandingan 75% dan 25%. Dua hari berikutnya diberi pakan campuran dengan perbandingan 50% BP 11 dan 50% pakan khusus grower. Dua hari berukutnya diberi pakan campuran dengan perbandingan 25% BP 11 dan 75% pakan khusus pakan khusus grower, dan hari berikutnya diberikan pakan khusus grower 100%. Itik umur 4-10 minggu pakan yang diberikan adalah pakan khusus grower yang ditambahkan tepung daun beluntas dengan konsentrasi 0%; 1% dan 2%. Itik ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik setiap minggu selama penelitian guna memperoleh data bobot badan, sehingga diketahui pertambahan bobot badannya.

Pemotongan dilakukan setelah itik berumur 10 minggu. Sebelumnya itik dipuasakan lebih kurang selama 12 jam. Sesaat sebelum dipotong dilakukan penimbangan guna mengetahui bobot potong. Pemotongan dilakukan dengan metode

Khoser Style, yaitu dengan memotong trachea, vena jugolaris, arteri carotidea dan oesophagus di daerah perbatasan antara kepala dan leher. Setelah itik mati dan

seluruh darah telah ke luar, itik dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu 60°C selama 30 detik dan dilakukan pembuluan. Bobot karkas didapatkan setelah proses pemotongan, pembuluan, pengeluaran darah, pemotongan leher, kepala dan kaki

(26)

serta pengeluaran jeroan. Bagian dada dan paha serta punggung dipotong kemudian ditimbang. Pada bagian paha selanjutnya dilakukan deboning kemudian ditimbang bobot daging dan bobot kulit. Sebanyak 20 gram daging dan 20 gram kulit dari tiga ekor masing-masing ulangan dari setiap perlakuan dipisahkan untuk dianalisis kimia secara komposit.

Pengukuran Peubah

Kadar Air (AOAC, 1995). Sebanyak satu gram sampel segar dalam botol timbang

dimasukkkan ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 4 jam, lalu ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus:

Bobot sampel (segar-kering)

Kadar air = X 100% Bobot sampel segar

Kadar Protein (AOAC, 1995). Sebanyak 0,25 gram sampel, ditempatkan dalam

labu Kjeldahl 100 ml dan di tambahkan 0,25 gram campuran bahan (5 g K2SO4; 0,25 g CuSO4; 0,1 g selenium) dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 dan 2 tetes brom kresol hijau berwarna merah muda. Setelah volume tampungan (destilat) menjadi 25 ml dan berwarna kebiruan , destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blangko. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus:

(S – B) X N HCl X 14

% Nitrogen = X 100% W X 1000

Kadar protein = % Nitrogen X faktor protein

Keterangan:

S: volume titran sampel B: volume titran blangko w: bobot sampel kering N: normalitas HCl

(27)

Kadar Lemak (AOAC, 1995). Sebanyak 2 gram sampel disebar di atas kapar yang

beralas kertas saring digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu Soxhlet. Kemudian dilakukan ekstraksi selama enam jam dengan menggunakan pelarut lemak berupa heksana sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 1 jam.

Bobot lemak ekstrak Kadar lemak = X 100% Bobot sampel kering

Kadar Abu (AOAC, 1995). Sebanyak 2 gram sampel ditempatkan ke dalam cawan

porselen kemudian dimasukkan ke dalam tanur dan dipijarkan pada suhu 600°C hingga bobotnya konstan. Cawan diambil dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus:

Bobot abu

Kadar abu = X 100% Bobot sampel

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia Daging Paha

Rataan komposisi kimia yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu dari daging paha itik lokal jantan dengan penambahan pakan tepung beluntas dengan konsentrasi 0%, 15 dan 2% ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Komposisi Kimia Daging Paha Itik Lokal Jantan

Peubah 0% 1% 2% Penambahan Tepung Daun Beluntas

---%--- Kadar air 74,98 ± 0,53 75,66 ± 1,04 74,88 ± 3,03 Kadar protein 20,39 ± 0,57 20,37 ±1,10 19,76 ± 1,65 Kadar lemak 0,44 ± 0,06 0,40 ± 0,06 0,43 ± 0,09 Kadar abu 0,80 ± 0,20 0,85 ± 0,09 0,89 ± 0,11 Kadar Air

Tabel diatas menunjukkan bahwa kadar air yang didapatkan dari penelitian ini berkisar antara 74,88-75,66%. Hasil analisis terhadap kadar air ini menunjukkkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dengan taraf 0%, 1% dan 2% tidak nyata mempengaruhi kadar air daging paha itik.

Kadar air daging paha itik kontrol dan perlakuan penambahan tepung daun beluntas 1 dan 2% masing-masing sebesar 74,98%, 75,66% dan 74,88%. Kadar air yang diperoleh dari hasil penelitian ini masih lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Triyantini et al (1997) untuk daging paha itik berumur 12 minggu yaitu sebesar 73,91%. Kadar air yang diperoleh oleh Triyantini et al lebih rendah karena itik yang diteliti umurnya lebih tua yaitu 12 minggu, sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik umur 10 minggu. Hal ini terjadi karena semakin tua umur ternak kadar airnya akan semakin berkurang.

Kadar Protein

Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar protein daging paha itik lokal jantan pada setiap perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan konsenttasi 0%, 1% dan 2% masing-masing 20,39%, 20,37% dan 19,76%. Dari hasil tersebut terlihat adanya penurunan namun uji statistik menyatakan bahwa penurunan kadar

(29)

protein tersebut tidak berbeda nyata. Hasil ini membuktikan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sampai taraf 2% tidak mempengaruhi kadar protein daging paha itik lokal jantan.

Rataan kadar protein dari hasil penelitian ini berkisar antara 19,76-20,39%. Kadar protein yang didapat dari hasil penelitian ini lebih besar dari yang dinyatakan Damayanti (2003) pada daging paha itik umur 8 minggu yang diberi pakan starter ayam broiler dengan kandungan protein pakannya 22,56% dan energi metabolis 2946 kkal/kg yaitu 16,19%.

Lukman (1995) melaporkan bahwa kadar protein daging paha itik afkir sebesar 20,02%. Penelitian yang dilakukan oleh Cobos et al (2000) terhadap itik

Anas platyrhynchos kadar protein daging paha berkisar antasr 18,9-22,5%. Hasil

penelitian Lukman (1995) juga menyatakan bahwa kadar protein daging pada itik afkir berbeda nyata dengan daging paha ayam petelur afkir. Daging paha ayam petelur afkir menurut Lukman adalah 20,97%

Kadar Lemak

Kadar lemak yang diperoleh dari masing-masing perlakuan penambahan tepung daun beluntas 0%, 15 dan 2% yaitu 0,44%, 0,40% dan 0,43%. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara kadar lemak daging setiap perlakuan.

Rataan kadar lemak daging paha itik pada penelitian ini berkisar antara 0,40-0,44%, lebih kecil dari yang dinyatakan Triyantini et al (1997) pada umur 12 minggu yaitu 1,72%. Damayanti (2003) melaporkan bahwa kadar lemak daging itik umur 8 minggu yang dipelihara dengan pakan starter ayam broiler dengan kandungan protein pakan sebesar 22,56% dan energi metabolis 2946 kkal/kg yaitu 8,47%. Cobos

et al (2000) mengemukakan hasil penelitiannya pada itik liar Anas platyrhinchos

kadar lemak daging paha sebesar 3,24-4,00%. Laela (2000) mendapatkan rataan kadar lemak daging paha sebesar 9,10% pada itik umur 8 minggu yang diberi kayambang 10% dalam ransumnya dan 4,22% pada itik kontrol atau tidak diberi perlakuan pemberian kayambang pada ransumnya.

Kadar Abu

Rataan kadar abu daging paha pada setiap perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan konsentrasi 0%, 1% dan 2% tidak jauh berbeda

(30)

masing-masing 0,80%, 0,85% dan 0,89%. Hasil tersebut menunjukkan adanya kenaikan kadar abu pada setiap perlakuan penambahan tepung daun beluntas. Namun setelah di analisis peningkatan tersebut tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan tidak mempengaruhi kadar abu dalam daging.

Cobos et al (2000) menyatakan bahwa kadar abu daging paha dan kadar abu daging dada itik liar Anas platyrhynchos adalah sama yaitu sekitar 1,27%. Menurut Soeparno (1992) perbedaan umur ternak dan perlakuan nutrisi, walaupun kecil dapat memungkinkan mengubah komponen kimia karkas kecuali kadar abu.

Komposisi Kimia Kulit Paha

Rataan komposisi kimia yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu dari daging paha itik lokal jantan dengan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan konsentrasi 0%, 1% dan 2% ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Komposisi Kimia Kulit Paha Itik Lokal Jantan Peubah

Penambahan Tepung Daun Beluntas

0% 1% 2% ---%--- Kadar air 61,39 ± 5,21 62,45 ± 2,88 61,15 ± 2,59 Kadar protein 11,98 ± 1,29 11,42 ± 0,29 12,29 ± 1,65 Kadar lemak 20,76 ± 2,27 20,47 ± 1,59 20,43 ± 0,84 Kadar abu 0,17 ± 0,05 0,26 ± 0,05 0,34 ± 0,13

Rataan kadar air kulit paha itik setiap perlakuan penambahan tepung daun beluntas dengan taraf 0%, 1% dan 2% tidak jauh berbeda masing-masing yaitu 61,39%, 62,45% dan 61,15%.

Rataan kadar protein kulit paha itik lokal jantan pada penelitian ini berkisar antara 11,42-12,29%. Kadar protein kulit yang didapat terlihat meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi tepung daun beluntas dalam pakan. Namun hasil uji statistik menyatakan peningkatan kadar protein kulit ini tidak berbeda nyata. Hal ini berarti penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sampai taraf 2% tidak mempengaruhi kadar protein kulit paha itik.

(31)

Kadar protein kulit itik terlihat lebih rendah bila dibanding kadar protein daging, hal ini terlihat jelas karena kadar lemak kulit tinggi. Sejalan dengan yang diungkapakan Smith et al (1993) bahwa kadar air dan kadar protein akan tergantung pada kadar lemak yang ada karena kadar lemak merupakan komponen yang bervariasi dibanding protein maupun air. Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan lemak subkutan dipengaruhi umur, lemak subkutan meningkat dari 13,25 pada umur 3 minggu menjadi 33,87% pada umur 9 minggu.

Kadar lemak kulit merupakan komponen terbesar kedua setelah kadar air. Kadar lemak kulit itik pada setiap perlakuan penambahan tepung daun beluntas 0%, 1% dan 2% masing-masing yaitu 20,76%, 20,47% dan 20,43%. Angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan kadar lemak daging masing-masing perlakuan yaitu 0,40%, 0,44% dan 0,43%. Sesuai dengan yang dinyatakan Muchtadi dan Sugiyono (1992) bahwa lemak unggas sebagian besar disimpan dibawah kulit, bukan didistribuikan pada jaringan-jaringan otot seperti pada ternak besar.

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara kadar lemak kulit kontrol dengan kadar lemak perlakuan penambahan tepung daun beluntas 1% dan 2%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sampai taraf 2% tidak mempengaruhi kadar lemak kulit paha itik.

Rataan kadar abu kulit paha pada setiap perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dengan konsentrasi 0%, 1% dan 2% masing-masing 0.26%, 0,17% dan 0,34%. Hasil tersebut menunjukkan adanya kenaikan kadar abu pada setiap perlakuan penambahan tepung daun beluntas. Namun setelah dianalisis peningkatan tersebut tidak signifikan.

(32)

KESIMPULAN

Penambahan tepung daun beluntas sampai dengan taraf 2% dalam pakan sebagai upaya mengurangi bau amis pada daging itik lokal tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan komposisi kimia seperti kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu dari daging dan kulit paha itik lokal jantan

(33)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kehadirat Nabi Muhammad SAW, Rasul akhir zaman pembawa cahaya dalam kegelapan dunia.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Ir. Rukmiasih, MS selaku pembinmbing utama serta Ibu Prof. Peni S. Hardjosworo selaku pembimbing anggota yang senantiasa sabar membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih pula penulis persembahkan kepada Ibu Ir. Niken Ulupi, MS selaku dosen penguji dan pembahas seminar serta Ibu Ir. B. N. Polii, SU sebagai dosen penguji Ujian Akhir..

Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada Bapak dan Ibu tercinta dirumah yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, memberi dukungan dan perhatian. Bapak dan Ibu A. R Ramli yang telah memberikan dukungan materil selama penulis kuliah. Kakakku Leni, Andri, Earlen dan adikku tercinta Febrian serta seluruh keluarga besar Hasan Aziz dan Damanhuri, terimakasih atas do’a dan dukungannya. Teman sekaligus kakak iparku Astri, Ika, Anto sahabat setiaku yang selalu ada disaat penulis membutuhkan. Teman-temanku di Gg. Menteng terimakasih atas semua keceriaan yang menjadi motivasi tersendiri bagi penulis. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Asep, Atik dan keluarga yang telah memberikan cinta, doa dan semangat diakhir masa penulisan skripsi ini.

Teman-teman seperjuangan, Dina, Arif dan Chandra yang telah membantu penulis. Terimaksih atas kerja keras, kesetiaan dan kerjasamanya. Terimakasih pula untuk teman-teman THT’39 dan TPT’39. adik dan kakak kelasku. Pak Rahmat, Pak Hamzah, Pak Jamhar, Pak Maya Serta Unang dan kawan-kawan terimakasih atas bantuannya selama penelitian. Terimakasih juga penulis ucapkan untuk Mas Eka yang telah memberikan keceriaan di Lab. Terimaksaih penulis sampaikan kepada semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga amal ibadah yang kita lakukan di terima oleh-Nya. Amin.

Bogor, Desember 2006 Penulis

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Anggraeni. 1999. Pertumbuhan alometri dan tinjauan morfologi serabut otot dada

(Muscullus Pectoralis dan Muscullus Supracorarideus) pada itik dan entok lokal. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ardiansyah. 2002. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas (Pluchea

Indica Less). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor

Armin. 1996. Kualitas daging. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. 2:49-54.

Asiamaya.2003. Beluntas. http://www.asiamaya.com/jamu/isi/beluntas_Pluchea Indica Less.htm ( 25 Sept 2005 ).

Association of Official Analitycal Chemist (AOAC). 1995. Official Method of Analysis of the Association of Official Analysis Chemist. Published by The Association of Official Analysis Chemist, Inc. Arlington. Virginia. USA Belitz, H. D dan W. Grosch. Food Chemistry. Second Edition. Tranlation from the

fourth German edition by M.M Burghagen, D. Hadzyev, P. Hessel. S. Jordan and C. Sprinz. Springer, Jerman.

Budhiarso, E. N. 2005. Karakteristik kimiawi daging dada tanpa kulit ayam hasil silang balik (backcross) antara ayam pelung-merawang dan merawang pelung dengan tetuaya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Cobos, A., A Veiga dan O. Diaz. 2000. Chemical and Fatty Acid Composition of Meat and Liver of Wild ducks (Anas platyrhynchos). J. Food Chem. (68): 77-79.

Damayanti, A.P. 2003. Kinerja komparatif antara itik, entog dan mandalung. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

de Man, J.M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan: Kosasih Padmawinata. Penerbit Insitut Teknologi Bandung, Bandung.

Forrest, J.C., E.D. Aberle., H.B. Hedrick., M.D Judge dan R.A Merkel. 1975. Principle of Meat Science. W.H Freeman and Company, San Francisco. Gaman, P.M dan K.B Sherrington. 1992. Ilmu Pangan; Pengantar ilmu pangan

nutrisi dan mikobiologi. Edisi kedua. Gajahmada University Press, Yogyakarta.

Hafez, E.S.E. 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea & Febiger, Philadelphia. Hayne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Yayasan Sarana Warna

Jaya, Jakarta.

Hodges, R.D. 1974. The Histology of the Fowl. Wye College. Near asford, Kent, England.

Hustiany, R. 2001. Identifikasi dan karakterisasi komponen off-odor pada daging itik. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(35)

Judoamijoyo, R.M. 1981. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Laela, F. 2002. Kadar lemak beberapa bagian tubuh itik lokal jantan (Anas

plathyrhychos) yang diberi berbagai taraf kayambang (Slavina molesta)

dalam ransumnya. Skripsi Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Terjemahan: A. Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Lukman, H. 1995. Perbedaan karakteristik daging, karkas dan sifat olahannya antara itik afkir dan ayam petelur afkir. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB.

Mattjik, A.A. Dan Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Jurusan Statistika FMIPA IPB, Bogor.

Martin, D.W., P.A Mayes dan V.W Rodwell. 1984. Biokimia Edisi 19. Terjemahan: Adji Dharma dan A.S Kurniawan. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Mountney, G.J. 1983. Poultry Product and Technology. 3rd Edition. AVI Publishing

Company Inc. Westport, Connecticut.

Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Samosir, D.J. 1984. Ilmu Ternak Itik. PT. Gramedia, Jakarta.

Setioko, A.R.S. Iskandar dan T. Antawijaya. 1994. Unggas air sebagai alternatif sumber pendapatan petani, Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I. No. 385-390. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Srigandono, B. 1998. Produksi Unggas air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Syamsuhidayat, S.S dan Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Departemen Kesehatan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Triyantini, A. Bakar, I.A.K. Bintang dan T. Antawidjaya. 1997. Studi komparatif preferensi, mutu dan gizi beberapa jenis daging unggas. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. 2(3) : 157-163.

(36)

LAMPIRAN

(37)

Lampiran 1. Analisis Ragam Rataan Kadar Air Daging Itik Lokal Jantan Sumber Keragaman Derajat Bebas JK KT F P Keterangan Perlakuan 2 1,0808 0,5404 0,15 0,8609 Galat 6 21,1054 3,5176 Total 8 22,186

Keterangan : JK=jumlah kuadrat; KT=kuadrat tengah; F= F hitung

Lampiran 3. Analisis Ragam Rataan Kadar Lemak Daging Itik Lokal Jantan Sumber

Keragaman Derajat Bebas JK KT F P Keterangan Perlakuan 2 0,7776 0,3888 0,27 0,7691

Galat 6 8,5048 1,4174

Total 8 9,2825

Keterangan : JK=jumlah kuadrat; KT=kuadrat tengah; F= F hitung

Lampiran 4. Analisis Ragam Rataan Kadar Abu Daging Itik Lokal Jantan Sumber Keragaman Derajat Bebas JK KT F P Keterangan Perlakuan 2 0,0026 0,0013 0,28 0,7619 Galat 6 0,0274 0,0045 Total 8 0,03

Keterangan : JK=jumlah kuadrat; KT=kuadrat tengah; F= F hitung Lampiran 5. Analisis Ragam Rataan Kadar Air kulit Itik Lokal Jantan Sumber Keragaman Derajat Bebas JK KT F P Keterangan Perlakuan 2 2,8864 1,4432 0,10 0,938 Galat 6 84,2076 14,0346 Total 8 87,0940

Keterangan : JK=jumlah kuadrat; KT=kuadrat tengah; F= F hitung

Lampiran 6. Analisis Ragam Rataan Kadar Protein kulit Itik Lokal Jantan Sumber Keragaman Derajat Bebas JK KT F P Keterangan Perlakuan 2 4,6024 2,3112 1,35 0,3284 Galat 6 10,2403 1,7076 Total 8 14,8427

(38)

Lampiran 7. Analisis Ragam Rataan Kadar Lemak kulit Itik Lokal Jantan Sumber Keragaman Derajat Bebas JK KT F P Keterangan Perlakuan 2 0,1946 0,0973 0,04 0,9621 Galat 6 15,0014 2,5002 Total 8 15,960

Keterangan : JK=jumlah kuadrat; KT=kuadrat tengah; F= F hitung Lampiran 8. Analisis Ragam Rataan Kadar Abu Kulit Itik Lokal Jantan Sumber Keragaman Derajat Bebas JK KT F P Keterangan Perlakuan 2 0,0434 0,0217 3,06 0,1215 Galat 6 0,0426 0,0071 Total 8 0,0860

Keterangan : JK=jumlah kuadrat; KT=kuadrat tengah; F= F hitung

Gambar

Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Bagian yang dapat Dimakan dari Unggas                                  Tipe  Air (%)  Protein (%)  Lemak (%)  Abu (%)
Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat dari Daging Dada, Paha dan Kulit Itik yang  Berumur 12 Minggu
Tabel 3. Kandungan Mineral Utama dalam Daging
Gambar 1. Tanaman Beluntas
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Agustus 2004 ini ialah mengatasi masalah bau amis ( off-odor) pada daging itik, dengan judul Bau Daging dan Performa

dan 3 ulangan (masing-masing 30 ekor itik) menggunakan 90 ekor itik betina dewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penarnbahah tepung beluntas tidak berpengaruh

Berdasarkan hasil penelitian Rukmiasih dan Tjakradidjaja (2006), penambahan tepung daun beluntas sampai taraf 2% dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein

Penelitian IV untuk mengetahui dosis/level tepung daun beluntas dan lama pemberian pakan perlakuan terhadap performa itik betina tua (berumur 12 bulan), kandungan gizi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung daun beluntas 0,5%, serta kombinasinya dengan vitamin C dan E dalam pakan itik

Mengacu terhadap manfaat daun beluntas tersebut, maka penelitian ini menggunakan tepung daun beluntas sebagai bahan tambahan pada pakan itik Alabio jantan.. Hasil

Penambahan tepung daun kelor dalam pakan hingga taraf 3% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performa ternak itik lokal yang dipelihara scara intensif yang

Tabel 5 menunjukkan bahwa asam lemak jenuh daging itik dengan kulit yang mendapat beluntas pada umumnya lebih tinggi daripada kontrol, khususnya asam lemak stearat (C18:0)