• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi tentang beberapa hal yang berkaitan dengan tahapan identifikasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan diawali penjelasan tentang proses produksi di CV. Satya Karya secara umum, pembuatan current state value stream mapping, identifikasi waste dengan VALSAT, identifikasi penyebab permasalahan, dan perancangan solusi perbaikan. Selain itu, juga akan dilakukan identifikasi hasil perbaikan dengan pembuatan rekomendasi perbaikan dalam bentuk Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan memberikan kesimpulan atas analisa terhadap hasil pengolahan data. Kesimpulan tersebut harus dapat menjawab tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Selain itu juga berisi tentang saran penelitian. Penelitian yang masih belum sempurna atau diperlukan penelitian yang lebih lanjut adalah beberapa saran yang mungkin disertakan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Pemborosan (waste)

Pemborosan adalah segala aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses dimana aktivitas-aktivitas itu hanya menggunakan sumber daya namun tidak memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Pada saat melakukan eliminasi terhadap waste, sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana waste berada, apakah di pabrik atau di gudang. Umumnya produk yang dihasilkan berbeda pada masing-masing pabrik, tetapi jenis waste yang ditemukan di lingkungan manufaktur hampir sama misalnya : defect, overproduction, waiting.

Pada saat berpikir tentang pemborosan (waste), akan lebih mudah bila mendefinisikannya kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu :

1. Aktivitas Yang Bernilai Tambah (Value Adding Activity)

Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang memberikan nilai tambah di mata konsumen. Contoh dari aktivitas tipe ini adalah mengubah plat baja menjadi tangki baja, dan lain sebagainya. 2. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah (Non Value Adding Activity)

Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen. Aktivitas inilah yang disebut waste yang harus dijadikan target untuk segera dihilangkan. Contoh dari aktivitas ini adalah waktu menunggu, penumpukan bahan atau material, dan lain-lain.

3. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah Tetapi Dibutuhkan (Necessary Non Value Adding Activity)

Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen tetapi diperlukan kecuali apabila sudah ada perubahan pada proses yang ada. Aktivitas ini biasanya sulit untuk dihilangkan dalam waktu singkat. Contoh dari aktivitas ini adalah inspeksi setiap produk pada akhir proses karena menggunakan mesin lama yang tidak reliable. (Hines & Taylor, 2000). Selain itu, pemborosan (waste) juga dibagi menjadi beberapa macam tipe, yaitu: 1. Tipe Tujuh Pembor osan (seven waste)

Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang diidentifikasikan oleh Dr. Shiego Singo, yaitu: (Kilpatrick dalam Shiego Singo,2003)

a. Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan barang melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya terhadap produk.

b. Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material, informasi, peralatan dan perlengkapan.

c. Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat mengakibatkan waktu penaganan material bertambah..

d. Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor

penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai, maintenance peralatan yang jelek dan lain-lain.

e. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) adalah penyimpanan (inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa. Secara umum faktor penyebabnya adalah waktu change over yang lama, ketidakseimbangan lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran batch yang besar.

f. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk. Secara umum faktor penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja yang jelek, layout yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis.

g. Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk, ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan.

2. Tipe Delapan Pemborosan (eight waste)

Dalam kalangan praktisi, Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan pemborosan. Delapan pemborosan tersebut adalah : (Taiichi Ohno,2006)

a. Overproduction (produksi berlebih)

Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan dalam Lean Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal tersebut (Work in Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan karena hal tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Menurut Drs. Zulian Yamit (1999), yang mengatakan bahwa untuk mengantisipasi unsure ketidakpastian penggunaan bahan yang berasal dari dalam perusahaan, dapat dilakukan dengan membuat safety stock (persediaan pengaman). Safety stock perlu ditentukan secara tepat agar tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Namun demikian yang paling ideal adalah apabila perusahaan dapat meniadakan persediaan (zero inventories), sebab dengan adanya investasi gudang, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya kemungkinan kerusakan bahan dan lain sebagainya. Produksi berlebih adalah pemborosan yang paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau permintaan pasar sedang tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu penting, namun dikala permintaan pasar sedang menyusut, dampak dari produksi berlebih akan berlipat ganda. Bahkan seringkali perusahaan mendapatkan kesulitan karena menyimpan barang yang tidak terjual itu sebagai persediaan extra.

b. Waiting (menunggu)

Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material, menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan. Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan karena karena waktu menunggu adalah membiarkan mesin dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah selesai. Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka dampaknya justru akan menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih gawat. Dalam hal ini kita harus lebih cermat dalam menilai situasi.

c. Transportation (transportasi yang tidak perlu)

Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan langsung menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung digunakan sehingga tidak menimbulkan pemborosan lainnya yaitu transportasi yang tidak perlu. Menurut Drs. H. A. Abbas Salim, SE., M. A. (1993), hasil barang – barang jadi yang diproduksi oleh industri, dipasarkan untuk dijual kepada perusahaan niaga dan konsumen akhir. Untuk mengangkut diperlukan moda transportasi oleh pembeli dan seterusnya. Pemborosan karena transportasi dan penanganan barang adalah pemborosan yang sering kita jumpai di dalam pabrik. Barang yang sama dapat saja ditangani berulang-ulang tanpa

memberi nilai tambah. Perencanaan yang buruk akan menyebabkan kegiatan transportasi membengkak dan penanganan barang dilakukan berulang-ulang. d. Non value added activities (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah)

Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang (reworking) karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila dilakukan proses yang benar. Deburing (sisa produksi) karena produk seharusnya dapat diproduksi tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat dan alat yang lengkap untuk pekerjaan tersebut dan inspecting (pemeriksaan) karena produk seharusnya dapat diproduksi dengan menggunakan Statistical Process Control (SPC) untuk menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi yang diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut.

e. Excess inventory (persediaan berlebih)

Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.

Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih :

v Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi

v Jangan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses berikutnya.

v Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar (meskipun penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar, mungkin lebih besar dari biaya pemborosan karena persediaan)

v Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu set-up atau tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi)

f. Excess motion (gerakan yang berlebih/tidak diperlukan)

Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-mandir mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru akan membebani biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu, hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada pelanggan klarena lead time produksi bertambah. Contoh gerakan mengambil dan mengembalikan benda dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah gerakan yang sia-sia, khususnya bila operator diberi tanggung jawab untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling berdekatan dengan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi.

g. Defect waste (pemborosan karena cacat produksi)

Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada umumnya operator pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu terbuang percuma dan menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila barang-barang tersebut dikerjakan ulang (rework) atau bahkan produk yang cacat itu harus dimusnahkan. Apabila cacat produksi terjadi maka akan diperlukan untuk membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula tambahan komponen juga akan diperlukan dalam penaganan komponen yang rusak. Otomatis jadwal produksi akan terganggu karena menunggu proses penyelesaian tersebut.

Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga kerja sehingga meningkatkan jumlah biaya, yang berarti pemborosan. Kasus yang lebih buruk lagi apabila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari masalah itu sebuah sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan mengenali cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat tersebut. Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan langsung.

h. Underutilized people (pekerja yang kurang profesioanl)

Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental, kreativitas, serta skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang pekerja harus dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya demi kepentingan bersama. Beberapa penyebab pemborosan type ini adalah : proses kerja yang jelek dan kurang teratur, budaya kerja yang kurang positif atau tidak mendorong pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan para pekerja yang kurang selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan tidak ada sama sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu tinggi sehingga tidak ada pekerja yang benar-benar mengerti pekerjaan serta segala detail dari perusahaan untuk berkembang.

3. Tipe Sembilan Pemborosan (nine waste)

Tipe sembilan pemborosan yang ada dalam bidang industri dikenal dengan istilah E-DOWNTIME, yaitu : (Vincent Gaspersz,2007)

a. E = Environmental, Health and Safety (EHS) adalah jenis pemborosan yang tejadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS.

b. D = Defects adalah jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan produk (barang/jasa).

c. O = Overproduction adalah jenis pemborosan yang terjadi karena produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan.

d. W = Waiting adalah jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.

e. N = Not utilizing employees knowladge skills and abilities adalah jenis pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara optimal.

f. T = Transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.

g. I = Inventories adalah jenis pemborosan yang terjadi karena inventories yang berlebihan.

h. M = Motion adalah jenis pemborosan yang terjadi karena banyaknya pergerakan dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.

i. E = Excess processing adalah jenis pemborosan yang terjadi karena langkah-langkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.

4. Tipe Sepuluh Pemborosan (ten waste)

Dalam perspektif lain, kaufman consulting group (1999) telah merumuskan 10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10 jenis pemborosan itu dikelompokkan kedalam empat kategori utama yaitu orang, kuantitas, kualitas dan informasi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan pendekatan untuk mereduksi pemborosan tersebut ditunjukkan dalam tabel 2.1

(Sumber : Kaufman consulting group, 1999)

Gambar 2.1 Sepuluh areas waste dalam industri manufaktur

Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur Kategori pemborosan J enis pemborosan Pendekatan reduksi pemborosan Contoh metode peningkatan kinerja Fokus peningkatan

Orang (people) Processing, motion, waiting Manajemen tempat kerja (workplace manajement) Penetapan standar kerja, pengorgaisasian tempat kerja, kaizen, 5S

Tata letak (layout), pemasangan label (labeling), tools/part arrangement, work instruction, efisiensi, takt time, skills (kemampuan), training, shift meeting, cell/areas team, visual displays Kuantitas (quantity) Inventory, moving JIT (Just In Time) Leveling, kanban, quick

Work balance, WIP (work in process),

things, making too much setup, preventive maintenance location/amount, kanban location, kanban types, lot sizes, changeover analyze, preventive maintenance analyze Kualitas

(quality)

Fixing defects Error (mistake), proofing, autonomation Detection, warning, prediction, prevention, jidoka Fixture modifications succesive checks, limit switches, check sheets, appropriated automated assistance, template Informasi (information) Planning, scheduling, execution Teknologi informasi berfokus proses (process focused information technology) Plan, schedule, track, anticipate, optimize Queue analyze, dynamic scheduling of order/job status by process element, timing/completion

( Sumber : Kaufman consulting group, 1999 )

2.2 Lean Manufacturing

2.2.1 Definisi Lean Manufacturing

Pengertian Lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistemik untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan melalui improvement atau perbaikan dan pengembangan yang terus − menerus dan berkelanjutan, berusaha membuat aliran industri dalam perusahaan menjadi lancar untuk berusaha menarik konsumen dalam upaya mencapai kesempurnaan. Lean Manufacturing adalah sebuah filosofi, didasarkan pada TPS (Toyota Production System) yang bertujuan untuk mengurangi waste melalui continuous improvement.

James womack dan daniel jones (1996) mendefiniskan Lean Manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah diantaranya adalah : mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream,

membuatnya ”mengalir”, ”ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk mencapai yang terbaik. Untuk menjadi sebuah proses manufaktur yang Lean diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem ”tarik” yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat dan suatu budaya dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terus-menerus. ( Jeffery K. Liker, 2006).

Istilah ”Lean” yang dikenal luas dalam dalam dunia manufacturing dewasa ini dikenal dalam berbagai istilah yang berbeda, seperti : Lean Production, Lean Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Namun Lean dipercaya oleh sebagaian orang dikembangkan di Negara Jepang, khususnya Toyota sebagai pelopor system Lean Manufacturing. Perusahaan dikatakan Lean jika perusahaan tersebut telah menerapkan TPS (Toyota Production System) ke dalam semua bagian proses produksinya karena yang pertama menerapkan sistem Lean ini adalah perusahaan Toyota Motor Company. Ketika suatu perusahaan sudah menerapkan sistem TPS (Toyota Production System) ini, langkah awal yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah memeriksa proses manufaktur dari sudut pelanggan. Dari sini dapat diamati suatu proses dan memisahkan langkah-langkah yang menambah nilai dan yang tidak menambah nilai. Dari waste yang berhasil diminimalisasi ini diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat menjadikannya sebagai suatu standararisasi kerja. (Jeffery K. Liker, 2006).

Apabila hal diatas disederhanakan, maka dapat dikatakan suatu aktifitas tergolong pemborosan secara umum apabila : (Jeffery K. Liker, 2006).

1. Melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat (tidak bernilai tambah) 2. Melebihi dari apa yang dibutuhkan

3. Tidak tepat guna/sasaran

Dalam istilah Toyota Production System (TPS) juga dikenal dengan Muda, Mura, dan Muri, yang berarti :

1. Muda (waste) : tidak menambah nilai. Ini adalah aktifitas yang tidak berguna yang memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan untuk memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan persediaan, atau berakibat pada penambahan jenis waktu tunggu.

2. Mura (inconsistency) : adanya variasi dalam pembebanan kerja atau ketidakseimbangan. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang terdapat lebih banyak terdapat pekerjaan dibanding dengan yang dapat ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat lain hanya ada sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah internal, seperti kerusakan mesin, kekurangan komponen, dan produk cacat. Muda berarti akibat dari Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan, material, dan orang-orang yang melakukan tingkat produksi yang tertinggi, bahkan bila permintaan rata-ratanya jauh lebih rendah dari itu.

3. Muri (irrationality) : pembebanan yang melebihi kapasitas atau memberi beban berlebih kepada orang atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu, hal ini merupakan ujung yang berseberangan dari spectrum Muda . Muri adalah memanfaatkan mesin atau orang dibatas kemampuannya,

membebani orang secara berlebih akan menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebih menyebabkan kerusakan dan produk cacat.

Implementasi Lean Manufacturing adalah menfokuskan diri mendapatkan hal yang tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang tepat untuk mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi pemborosan dan menjadi fleksible (mudah berubah). Implementasi Lean Manufacturing pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor Company, sebuah perusahaan raksasa dunia yang sangat agresif dalam improvement. Lean Manufacturing diharapkan produk atau komponen tersedia tepat pada waktunya, dalam jumlah yang tepat dan pada tempat yang tepat pula. Dengan demikian persediaan dapat ditekan seminim mungkin dan proses produksi akan menjadi mengalir, tidak tersendat-sendat. (Jeffery K. Liker, 2006).

Lean Manufacturing menyaring intisari dari pendekatan Lean ke dalam lima langkah utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu :

1. Specify value (mendefinisikan nilai bagi pelanggan), yaitu mengidentifikasi nilai (value) produk berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif dan penyerahan tepat waktu.

2. Identify whole value stream (menetapkan value stream), yaitu mengidentifikasi semua langkah – langkah yang diperlukan untuk mendesain, memesan dan memproduksi barang atau produk ke dalam whole value stream untuk mencari non value added activity (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah).

3. Flow (mengalir), yaitu membuat value flow untuk semua aktifitas yang memberikan nilai tambah disusun dalam suatu aliran yang tidak terputus (continuous).

4. Pulled (ditarik oleh pelanggan), yaitu mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir lancar dan tepat sepanjang proses value stream dengan pull system.

5. Perfection (pencapaian yang terbaik), yaitu mengejar keunggulan untuk mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui perbaikan yang dilakukan secara terus – menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan secara total dari proses yang ada.

2.2.2 Pr insip − Prinsip Lean Manufacturing

Prinsip Lean Manufacturing sejatinya telah digunakan oleh Henry Ford sejak awal tahun 1920, dan terbukti telah membuat Ford Motor Company menjadi perusahaan otomotif terbesar kedua di dunia. Henry Ford berkata “ salah satu pencapaian kami (Ford Group) mampu menjaga produk Ford menjadi tetap rendah, yaitu semakin lama sebuah produk dalam proses manufaktur , maka total biaya produksi juga akan semakin besar”. (Jeffery K. Liker, 2006).

Dalam penerapan metode Lean Manufacturing terdapat prinsip – prinsip yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Menyempurnakan mutu pertama kali, mencari nol cacat, pernyataan dan pemecahan permasalahan pada sumbernya.

2. Meminimalkan barang sisa, penghapusan semua aktivitas yang tidak menambahkan nilai dan memaksimalkan penggunaan sumber daya (modal, orang – orang dan area).

3. Peningkatan yang berkelanjutan, mengurangi biaya – biaya, meningkatkan mutu, dan berbagi informasi.

4. Proses penarikan yaitu produk ditarik dari pelanggan terakhir, yang tidak mendorong dari akhir produksi.

5. Fleksibilitas, produksi produk yang berbeda (mixed production) atau keanekaragaman produk yang lebih besar dengan cepat, tanpa mengorbankan efisiensi pada volume produksi lebih rendah.

6. Bangunan dan pemeliharaan adalah suatu hubungan jangka panjang dengan para penyalur melalui berbagai resiko kolaboratif, biaya dan pengaturan informasi..

7. Autonomation, leveling and production flow and visual control.

2.2.3 Pengembangan Lean Manufacturing

Dalam usaha untuk meminimalisasi atau menghilangkan pemborosan, para pemakai Lean Manufacturing System memakai berbagai macam alat yang disebut juga Lean Building. Yang patut dicatat adalah telah terbukti bahwa para pemakai Lean Manufacturing System yang suskes menimplementasikan diperusahaan menyadari bahwa meskipun program ini hanya dapat dijalankan sebagai program yang berdiri sendiri, hanya sedikit sekali yang yang mempunyai dampak positif yang signifikan bagi perusahaan ketika ia dijalankan sendiri. Sedangkan cara yang benar adalah implementasi Lean Manufacturing System harus mempunyai dampak

ke seluruh aspek (overall) dan bahwa mengimplementasikan program ini tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, mungkin bisa menimbulkan efek yang negatif bagi perusahaan. (Suzaki, 1997).

Berikut ini merupakan daftar alat/tools yang telah bisa digunakan dalam program Lean Manufacturing System : (Jeffery K. Liker, 2006).

1. 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja). Tabel 2.2 Tabel 5S dalam 2 bahasa

Japanese ”S” American ”S”

Seiri (Organizations) Sort

Seiton (Tidiness) Set in Order

Seiso (Purity) Shine

Seiketso (CleanLiness) Standardize Shitsuke (Discipline) Sustain

Metode 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja) yaitu metode untuk mengorganisasi dan menstandarkan tempat kerja. Hal

Dokumen terkait