• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Industri Kepek Rotan di Desa Nusawungu

Industri Kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu telah ada kurang lebih sejak tahun 1970-an. Pada awal mulanya, kepek rotan dijual hanya kepada para pemilik atau peternak jago sebagai tas untuk mengangkut ayam jago mereka. Oleh karena itu, kepek juga disebut sebagai ‘Tas Jago’. Kini, penjualan kepek rotan dari Desa Nusawungu telah mencapai daerah luar Jawa. Di antara daerah-daerah penjualan luar Jawa tersebut adalah Lampung, Kalimantan, Madura, dan Bali.

Industri kepek rotan di Desa Nusawungu, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas pengrajin-pengrajin tunggal yang memproduksi komoditas sejenis. Dalam penelitian ini, setiap pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu dianggap sebagai satu firma/usaha. Hal ini dikarenakan setiap pengrajin membuat produk kerajinannya sendiri, menjualnya sendiri, serta mengelola keuangannya sendiri.

Beberapa rumah tangga di Desa Nusawungu memiliki lebih dari satu pengrajin. Biasanya, rumah tangga yang memiliki lebih dari satu pengrajin terdiri atas suami dan istri atau kakak-beradik yang bekerja mengrajin kepek rotan. Namun, setiap pengrajin dalam keluarga tersebut tetap dianggap sebagai satu perusahaan dikarenakan tidak adanya perbedaan jabatan, pemberian gaji atau upah kerja dari pengrajin kepada pengrajin lainnya yang terdapat dalam satu keluarga yang sama.

Sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, jumlah rata-rata kepek rotan yang dihasilkan oleh seorang pengrajin per bulannya adalah 38 kepek. Jumlah pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu adalah, kurang lebih, 200 orang. Terdapat 10 tengkulak kepek yang terdapat di Desa Nusawungu, dan masing-masing menampung hingga kurang lebih 20 pengrajin. Apabila digabungkan, jumlah kepek rotan yang dapat dihasilkan di Desa Nusawungu setiap bulannya dapat mencapai 7,600 kepek.

Dengan harga jual rata-rata setiap kepek senilai Rp 38,750.00 sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran 1, setiap bulannya diperkirakan industri kepek rotan di Desa Nusawungu dapat memperoleh pemasukan mentah hingga mencapai Rp 294,500,000.00. Nilai tersebut mengkategorikan industri kepek rotan di Desa Nusawungu ke dalam kategori industri rumah tangga sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 sebagaimana disebut-kan oleh Mayasari (2008).

17

Gambar 2 Kepek rotan

Proses Produksi Kepek Rotan di Desa Nusawungu

Produksi kepek rotan terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah pengadaan bahan baku, dilakukan dengan membeli dari tengkulak atau pedagang rotan di Pasar Sumpiuh atau Pasar Nusawungu. Tahap kedua adalah kegiatan produksi, pengrajin membuat kepek rotan dengan menggunakan alat-alat dan bahan baku yang telah diperoleh. Tahap ketiga adalah pemasaran produk.

Gambar 3 Alur produksi kepek rotan di Desa Nusawungu Tengkulak

Sumber lain

Pengrajin

Tengkulak

Pasar Sumber bahan baku Pembuatan produk Tujuan penjualan

18

Pengadaan Bahan Baku

Bahan baku pembuatan kepek rotan dibagi menjadi dua kategori: bahan baku utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama adalah rotan, bahan baku lainnya terdiri atas paku untuk gantungan, plastik untuk gagang pegangan, kayu untuk alat kepek, ikat untuk merapikan tepiannya, dan bambu sebagai rangka. Beberapa pengrajin menggunakan bahan tambahan lainnya seperti cat dan fiber untuk membentuk hiasan di kepek mereka.

Pengrajin memperoleh bahan baku melalui dua jalur. Jalur pertama adalah membeli dari tengkulak, yang mendatangkan bahan baku dari daerah lain atau penjual lain seperti Cirebon. Jalur kedua adalah dengan mencari secara mandiri, bisa membeli di pasar maupun penyuplai lainnya yang telah berhubungan dengan pengrajin.

Tabel 9 Rata-rata harga bahan baku

No Bahan baku Harga (Rp/kg)

1 Rotan 40,625

2 Bahan lain 13,269

Total 53,894

Bahan-bahan baku lain seperti paku, gagang, maupun kayu dibeli pengrajin dengan cara borongan atau paket per bulan. Sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, banyaknya bahan yang dibeli pengrajin setiap bulan bisa berbeda-beda, tergantung dari target produksi kepek. Masing-masing bahan baku, baik rotan dan bahan lainnya, memiliki berat yang berbeda dalam menyusun satu kepek rotan. Secara rata-rata, kebutuhan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kebutuhan bahan baku per kepek rotan

No Bahan baku Berat (kg)

1 Rotan 0.29

2 Bahan lain 0.51

Total 0.80

Penanganan dan Pemotongan Bahan Baku

Bahan baku rotan dibersihkan dari duri maupun kulitnya dengan disisir menggunakan pisau/golok. Kemudian, rotan dipotong-potong memanjang dengan lebar kurang lebih 0.30 cm untuk disiapkan sebagai bahan pembentuk anyaman utama. Bahan lain yang perlu untuk ditangani adalah bambu, yaitu dengan dipotong-potong terlebih dengan lebar maksimal 1,50 cm. Bambu akan menjadi rangka dalam menganyam kepek.

Selain rotan dan bambu, alas kepek yang terbuat dari kayu juga disiapkan. Kayu dipotong-potong membentuk 4 buah balok: dua balok sebagai sisi lebar dan dua balok sebagai sisi panjang untuk alas kepek. Setelah dipotong, kayu dibersihkan dari serat-seratnya yang mencuat dengan amplas dan diberi coating berupa cat.

Penjemuran

Sebelum bahan baku rotan dan bambu mulai dianyam, dijemur terlebih dahulu hingga kering. Pengeringan dengan cara dijemur ini tidak dilakukan terlalu

19 lama dikarenakan apabila terlalu lama akan membuat rotan dan bambu terlalu kering sehingga permukaannya pecah-pecah dan sulit untuk ditekuk.

Gambar 4 Rotan yang telah dipotong-potong Penganyaman

Dengan bambu sebagai rangka, rotan dianyam hingga membentuk lembaran besar terbuka. Setelah mencapai ukuran yang dapat menutupi alas, alas kayu dipasang di bagian bawah anyaman dengan paku. Anyaman dilanjutkan dengan melingkupi cetakan kepek. Rangka bambu dilengkungkan sehingga membentuk tiang-tiang yang mencuat dari alas di bawah cetakan.

Perapihan Pinggiran

Apabila sudah terbentuk kepek, tahap selanjutnya adalah merapikan bibir kepek rotan tersebut. Perapihan dilakukan dengan pemotongan menggunakan pisau dan gunting, dengan tujuan membersihkan bibir kepek dari serabut-serabut yang mencuat. Sebagai tambahan adalah menyulam bibir dengan serabut atau plastik sehingga tampak lebih rapi dan meningkatkan estetika.

Pemasangan Kait dan Gagang

Kepek yang sudah terbentuk dipasangi kait di bibirnya agar kepek dapat ditutup. Kait berjumlah dua pasang, sepasang di bagian depan dan sepasang di bagian belakang dengan jarak relatif 20 cm. Kait terbuat dari logam.

Gagang dipasang pada kepek agar kepek dapat dibawa dengan dijinjing. Gagang berjumlah sepasang, satu di bibir kiri dan satu di bibir kanan. Gagang terbuat dari plastik.

Finishing

Proses finishing dilakukan atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah pereraban, yakni membersihkan permukaan kepek dari serabut-serabut rotan atau bambu yang masih menempel. Pembersihan dilakukan dengan bantuan lilin atau kompor gas, yakni membakar serabut-serabut yang masih menggantung sehingga

20

terputus dengan sendirinya. Metode pembersihan ini tidak menyisakan untaian sisa maupun bekas potongan. Tahap kedua adalah pemberian pelapis, coating, atau cat pada kepek.

Gambar 5 Perapihan pinggiran kepek

Gambar 6 Kepek rotan setelah finishing Pemasaran

Kepek rotan yang telah jadi dijual oleh pengrajin kepada tengkulak kepek rotan yang terdapat di Desa Nusawungu. Terdapat 10 orang tengkulak di Desa Nusawungu. Setiap tengkulak menampung kepek dari 20 pengrajin. Pengrajin hanya menjual kepeknya langsung ke pasar tanpa melalui tengkulak hanya apabila tengkulak sedang tidak mampu membeli atau sedang tidak ada di desa. Tengkulak menyalurkan kepek rotan ke Pasar Sumpiuh, Kabupaten Cilacap.

21 Analisis Nilai Tambah Hayami

Sampel untuk responden analisis nilai tambah Hayami adalah 10 orang dari 200 pengrajin. Responden mengisi kuisioner yang menjadi dasar penyusunan tabel nilai tambah Hayami.

Tabel 11 Nilai tambah produk kepek rotan

No. Variabel Rata-rata

1 Output kepek (kg kepek rotan/bulan) 28.40

2 Input rotan (kg/bulan) 7.30

3 Input tenaga kerja (TK) 0.00

4 Faktor konversi (Output kepek

÷

Input rotan) 3.89 5 Koefisien tenaga kerja (Input TK

÷

input rotan) 0.00

6 Harga produk kepek rotan (Rp/kg) 48,250.00

7 Upah rata-rata TK (Rp/HK) 0.00

Pendapatan dan Keuntungan

8 Harga input rotan (Rp/kg) 42,900.00

9 Harga input bahan-bahan lain (Rp/kg) 11,924.00

10 Nilai produk (Rp/kg) 187,500.00

11 Nilai tambah (Rp/kg) 132,676.00

Rasio nilai tambah (Nilai produk

÷

nilai tambah×100%) 70.55 %

12 Pendapatan TK (Rp) 0.00

Bagian TK (%) 0.00

13 Keuntungan (Nilai tambah – pendapatan TK) 132,676.00 14 Laba (Nilai produk – harga input rotan) 144,600.00 a. Pendapatan TK (Pendapatan TK

÷

Laba × 100%) 0.00 b. Sumbangan bahan lain (Harga input

bahan-bahan lain

÷

Laba × 100%) 8.39 %

c. Keuntungan usaha (Keuntungan

÷

Laba × 100%) 91.61 % Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah input tenaga kerja, faktor kon-versi, nilai tambah, dan keuntungan yang diperoleh pengrajin. Input tenaga kerja bernilai 0 (nol) karena setiap pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu membuat kepek rotan dengan tenaga sendiri tanpa mempekerjakan orang lain. Faktor konversi bernilai > 1 mengindikasikan bahwa produk kepek rotan tidak hanya terkomposisi atas rotan saja, tetapi juga tersusun atas bahan-bahan non-rotan, atau bahan-bahan lain. Bahan-bahan lain tersebut adalah paku, logam kait, gagang plastik, rangka bambu, dan alas kayu.

Nilai kepek rotan per kilogramnya adalah Rp 187,500.00. Nilai diperoleh melalui perkalian antara harga rata-rata produk dengan faktor konversi. Arti dari nilai tersebut adalah nilai rotan mentah yang awalnya sebesar Rp 42,900.00 bertambah menjadi Rp 187,500.00 setelah rotan mentah diolah menjadi kepek.

Nilai tambah yang didapat dari pengolahan tersebut, sebagaimana tercantum dalam Tabel 6, adalah Rp 132,676.00 per kilogramnya. Dari laba antara nilai produk jadi dengan harga bahan baku rotan, diperoleh nilai untuk faktor-faktor produksi. Faktor produksi terdiri atas bahan baku utama/rotan dan bahan-bahan

22

lain. Sumbangan bahan-bahan lain dalam margin bernilai 8.39% sedangkan sumbangan bahan baku utama sebesar 91.61%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa rotan memiliki nilai lebih tinggi dalam produk jadi dibandingkan dengan nilai input bahan lainnya.

Analisis Strategi Pengembangan Usaha Analisis Lingkungan Internal

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan para responden, diperoleh beberapa faktor-faktor strategis internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan bagi industri kepek rotan di Desa Nusawungu. Kekuatan industri tersebut antara lain:

a) Rata-rata pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu sudah terampil dalam membuat produk kerajinan mereka dikarenakan telah cukup lama menjalankan usaha tersebut

b) Alat-alat yang diperlukan mudah diperoleh karena pengrajin dapat menggunakan alat-alat untuk bertani

c) Sebagian besar pengrajin telah mampu memanfaatkan bahan baku semaksimal mungkin, melakukan kegiatan produksi dengan efisiensi tinggi, terlihat dari terpakainya seluruh bahan baku rotan

d) Pemasukan dan keuntungan dari mengrajin kepek rotan cukup tinggi untuk bisa menutupi biaya hidup sehari-hari dalam musim-musim non-panen sawah atau ladang.

Faktor-faktor strategis internal yang merupakan kelemahan bagi industri kepek di Desa Nusawungu antara lain:

a) Kurangnya jam kerja yang disiplin dan pasti bagi para pengrajin menyebabkan produksi masih belum konstan. Upaya untuk memenuhi target produksi biasanya dikejar pada saat pesanan sedang tinggi atau akhir minggu/bulan sudah dekat

b) Jaringan rantai pemasaran selepas dari tengkulak atau pembeli pertama tidak diketahui oleh para pengrajin, sehingga pengrajin tak dapat meramalkan datangnya pesanan, potensial pasar, hingga harga pasar sesungguhnya

c) Pengrajin masih belum melakukan kegiatan pencatatan keuangan atau administrasi yang baik. Pembukuan seringkali melewatkan pemasukan atau pengeluaran, sehingga pengelolaan keuangan sukar untuk dilakukan

d) Pengadaan bahan baku belum stabil, kadang ada atau tidak ada, sehingga pengrajin terpaksa membeli dalam jumlah besar di awal bulan untuk menghindari tidak mendapatkan bahan baku di tengah bulan e) Keterbatasan modal usaha yang diakibatkan pengelolaan keuangan

yang belum maksimal yang menyebabkan pengrajin sulit untuk merencanakan kegiatan produksi dengan baik.

Faktor-faktor tersebut kemudian dianalisis menggunakan matriks IFE dengan pembobotan dan pemberian peringkat untuk mencari skor masing-masing. Besarnya nilai bobot dan ranking yang diberikan oleh responden dapat dilihat

23 pada Lampiran 2 dan 3. Hasil analisis matriks IFE pada industri kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Analisis matriks IFE

Kategori Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor Kekuatan Rata-rata pengrajin terampil 0.089 3.000 0.267 Alat produksi mudah diperoleh 0.115 3.400 0.391

Produksi efisien 0.112 3.000 0.336

Pemasukan cukup tinggi 0.065 3.000 0.195

Total 1.189

Kelemahan Kurangnya jam kerja pasti 0.108 1.800 0.194 Rantai pemasaran belum

diketahui sepenuhnya 0.111 1.400 0.155 Kurangnya pembukuan 0.127 1.900 0.241 Pengadaan bahan tak stabil 0.125 1.400 0.175 Modal seringkali bermasalah 0.148 1.100 0.163

Total 0.929

Total Skor 2.118

Selisih Skor 0.260

Total skor faktor-faktor strategis internal adalah 2.118. Nilai tersebut berada di bawah 2.500, yang menunjukkan bahwa posisi internal industri kepek rotan di Desa Nusawungu berada di bawah rata-rata (Wahyudi 2011), mengindikasikan bahwa industri kepek rotan di Desa Nusawungu belum mampu untuk sepenuhnya memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada.

Analisis Lingkungan Eksternal

Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan para responden, diperoleh beberapa faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang maupun ancaman bagi industri kepek rotan di Desa Nusawungu. Faktor-faktor peluang antara lain:

a) Permintaan kepek rotan yang cenderung tinggi membuat produk kepek terus-menerus habis terjual setiap bulannya

b) Tidak adanya biaya retribusi/pajak yang diterapkan dalam penjualan produk kepek rotan

c) Teknologi alat-alat yang terus berkembang dapat diadaptasi oleh para pengrajin di Desa Nusawungu.

Faktor-faktor yang menjadi ancaman antara lain:

a) Perhatian pemerintah terhadap industri kepek rotan di Desa Nusawungu sangat kurang

b) Kenaikan harga BBM membuat biaya transportasi bahan baku turut meningkat

c) Telah muncul pesaing-pesaing baru, para pengrajin kepek rotan dari daerah-daerah lain sudah mulai memasuki pasar

Faktor-faktor tersebut kemudian dianalisis menggunakan matriks EFE dengan pembobotan dan pemberian peringkat untuk mencari skor masing-masing. Banyaknya responden untuk pengisian skor adalah 2 dari 10 tengkulak kepek

24

rotan yang ada di Desa Nusawungu, atau 20% sampel. Hasil analisis matriks EFE pada industri kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Analisis matriks EFE

Kategori Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Peluang Permintaan yang tinggi 0.108 3.000 0.325 Tidak ada pajak/retribusi 0.158 2.500 0.396 Teknologi baru dapat diadaptasi 0.158 2.500 0.396

Total 1.117

Ancaman Perhatian pemerintah kurang 0.175 1.500 0.263

Ada pesaing-pesaing 0.192 2.500 0.479

Biaya transportasi meningkat 0.208 2.500 0.521

Total 1.263

Total Skor 2.379

Selisih Skor -0.146

Total skor faktor-faktor strategis eksternal adalah 2.379, dengan total skor peluang sebesar 1.117 dan skor ancaman adalah 1.263. Total skornya bernilai < 2.500. Hal tersebut menunjukkan bahwa posisi eksternal industri kepek rotan di Desa berada sedikit di bawah rata-rata (Wahyudi 2011) dan berindikasi belum mampu merespons peluang dan ancaman dengan optimal.

Analisis Matriks IE

Pada Matriks IE, Total skor dari matriks IFE, senilai 2.118 , ditempatkan pada sumbu-x sedangkan total skor dari matriks EFE, senilai 2.379, ditempatkan pada sumbu-y. Dari kedua titik tersebut ditarik garis lurus yang saling berpotongan. Titik perpotongan terdapat pada kuadran V. Titik pada kuadran tersebut menunjukkan bahwa industri sedang dalam tahap pendewasaan. Menurut Santoso (2013), dalam kondisi tersebut, langkah strategi yang tepat untuk diterapkan adalah memilih alternatif strategi yang termasuk dalam kategori strategi pertahankan dan peliharaan.

Kategori strategi pertahankan dan peliharaan meliputi strategi penetrasi pasar atau strategi pengembangan produk. Penetrasi pasar adalah upaya mencari pangsa pasar yang lebih besar, mencari target-target pembeli baru, atau peningkatan pangsa pasar produk yang sudah ada melalui peningkatan usaha pemasaran. Apabila strategi tersebut dipilih, industri kepek rotan di Desa Nusawungu harus memperluas cakupan area pemasaran yang telah ada sebelumnya. Perluasan ini diusahakan dapat mencakup daerah-daerah potensial yang belum dimasuki perusahaan lainnya. Perwujudannya dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan promosi.

Pengembangan produk dapat diupayakan melalui inovasi-inovasi pada produk yang dihasilkan. Di antara dari inovasi-inovasi tersebut adalah meningkatkan standar mutu hasil produk, meningkatkan teknologi untuk proses produksi, dan lain-lain. Contoh perwujudannya dapat dilakukan dengan memberi standar kualitas kepek rotan bagi para pengrajin dan mengadakan alat-alat baru.

25

Gambar 7 Analisis Matriks IE Matriks SWOT

Analisis SWOT dilakukan dengan menggunakan matriks dan diagram SWOT (Pramudiharto 2006). Matriks SWOT digunakan untuk mengetahui alternatif-alternatif strategi yang sebaiknya akan dikembangkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada. Terdapat empat kategori strategi yang diuraikan dalam matriks SWOT, yakni strategi SO (Strength and Oppotunities), WO (Weaknesses and Opportunities), ST (Strength and Threats), dan WT (Weaknesses and Threats).

Berdasarkan keempat kategori tersebut, alternatif-alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan industri kepek rotan di Desa Nusawungu antara lain:

a) Strategi SO

SO memiliki tujuan utama mendayagunakan strength (kekuatan) untuk merebut dan memanfaatkan opportunity (peluang) sebesar-besarnya. Alternatif-alternatif strategi SO yang dapat diterapkan antara lain: • Memperluas usaha dan meningkatkan kapasitas produksi dengan

menambah jumlah produksi per bulannya.

Keterampilan pengrajin menjamin kualitas produk dan alat-alat yang dapat diperoleh dan senantiasa tersedia memudahkan pengrajin untuk meningkatkan kapasitas produksi.

• Mengembangkan pasar ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi jumlah pembeli yang tinggi.

Keterampilan pengrajin kepek di Desa Nusawungu telah membuat produk kepek rotan dikenal oleh masyarakat di daerah Sumpiuh, Nusauri, dan Kroya. Permintaan kepek rotan senantiasa tinggi, diperlihatkan oleh selalu terjualnya seluruh kepek rotan yang diproduksi para pengrajin setiap bulannya melalui pesanan-pesanan yang masuk ke tengkulak maupun pembelian langsung di Pasar Sumpiuh.

TOTAL SKOR IFE

Kuat Rata-rata Lemah

4.00 3.00 2.00 1.00

TOTAL SKOR EFE

Tinggi I II III

3.00

Menengah IV V VI

2.00

Rendah VII VIII IX

26

Tabel 14 Matriks SWOT industri kepek rotan di Desa Nusawungu

KEKUATAN • Rata-rata pengrajin sudah terampil • Alat-alat mudah diperoleh • Produksi efisien • Pemasukan cukup tinggi KELEMAHAN • Kurangnya jam

kerja yang pasti • Jaringan

pemasaran kurang diketahui

• Pembukuan minim • Pasokan bahan

baku tak stabil • Terbatasnya modal

PELUANG • Permintaan tinggi • Tidak ada pajak • Perkembangan

teknologi yang dapat diadaptasi Strategi SO • Memperluas usaha dan meningkatkan kapasitas produksi • Mengembangkan pasar ke wilayah- wilayah potensial Strategi WO • Mencari dan bekerjasama dengan pemasok yang stabil/kontinyu. • Mengupayakan jam

kerja yang lebih pasti dan disiplin. • Mengadakan sistem

pembukuan yang lebih baik.

ANCAMAN • Kurang perhatian dari

pemerintah • Naiknya biaya transportasi • Ada pesaing-pesaing Strategi ST • Menonjolkan

kualitas kepek yang diproduksi

• Mencari bahan substitusi rotan untuk produk kepek • Menambahkan

variasi-variasi pada kepek rotan yang dihasilkan Strategi WT • Meningkatkan keterlibatan pengrajin pada pemasaran • Mengadakan pembukuan yang lebih baik • Meningkatkan disiplin kerja b) Strategi WO

WO bertujuan utama memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemhaan-kelemahan yang dimiliki perusahaan. Alternatif-alternatif strategi WO yang dapat diterapkan pada industri kepek rotan di Desa Nusawungu antara lain:

Eksternal

27 • Mencari dan bekerjasama dengan pemasok yang stabil/kontinyu.

Apabila para pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu berhasil menemukan pemasok bahan baku yang mampu menyuplai bahan dengan konsisten, instabilitas pasokan bahan baku dapat diatasi. Dengan pasokan bahan baku yang stabil, pengrajin dapat memfokuskan kegiatan produksi mereka pada pembuatan produk kepek sehingga dapat memenuhi permintaan yang senantiasa tinggi. • Mengupayakan jam kerja yang lebih pasti dan disiplin.

Jam kerja yang lebih pasti dan tertata rapi akan mendorong produksi dengan lebih baik sehingga pengrajin dapat memfokuskan kegiatan produksi kepek pada jam-jam kerja tersebut. Dengan fokus yang lebih tinggi, jumlah produksi kepek setiap bulannya dapat terus meningkat sehingga industri kepek rotan di Desa Nusawungu dapat memenuhi permintaan kepek rotan yang senantiasa tinggi setiap bulannya.

• Mengadakan sistem pembukuan yang lebih baik.

Perusahaan yang memiliki pembukuan/administrasi lebih baik akan dapat mengelola keuangan dengan lebih baik. Dengan tertatanya administrasi keuangan, efisiensi dalam penggunaan modal akan meningkat. Pembukuan yang baik juga akan membuat pihak-pihak luar lebih tertarik untuk melakukan penanaman modal atau memberi bantuan finansial kepada para pengrajin.

c) Strategi ST

ST memiliki tujuan utama menggunakan kekuatan yang ada untuk menghindari atau mengatasi ancaman-ancaman dari luar. Alternatif-alternatif strategi ST yang dapat diterapkan oleh para pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu antara lain:

• Menonjolkan kualitas kepek yang diproduksi

Para pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu terampil dalam membuat produk kepek. Keterampilan tersebut berkontribusi langsung dalam menambah kualitas produk yang dihasilkan. Dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang tidak berbeda jauh dengan kepek yang diproduksi pesaing-pesaing di luar Desa Nusawungu, kepek rotan dari Desa Nusawungu akan bisa menghadapi persaingan pasar.

• Mencari bahan substitusi rotan untuk produk kepek

Naiknya harga BBM menyebabkan meningkatnya biaya rotan yang menjadi bahan baku utama produksi. Saat ini, rata-rata satu rotan seberat 0.800 kg dapat memiliki rotan sebanyak 0.200 kg dan bahan lain sebanyak 0.600 kg. Mengurangi jumlah bahan rotan dan menggantinya dengan bahan lainnya yang lebih murah akan dapat membantu mengurangi biaya produksi.

• Menambahkan variasi-variasi pada kepek rotan yang dihasilkan Keterampilan pengrajin dapat dimanfaatkan untuk memberi variasi-variasi pada kepek rotan yang dapat memberikan kesan unik. Keunikan dapat membuat pembeli lebih tertarik untuk memilih kepek rotan dari Desa Nusawungu dibandingkan dengan kepek dari desa lainnya.

28

d) Strategi WT

WT bertujuan meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Alternatif-alternatif strategi pada kategori WT sebagai berikut:

• Meningkatkan keterlibatan pengrajin dalam pemasaran

Tingginya keterlibatan pengrajin dalam memasarkan produk dapat meningkatkan pengetahuan pengrajin mengenai rantai pemasaran, wilayah-wilayah yang potensial maupun tidak potensial sebagai target pemasaran, serta pesaing-pesaing yang ada. Dengan

Dokumen terkait