• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN USAHA KERAJINAN KEPEK ROTAN:

STUDI KASUS DI DESA NUSAWUNGU

KABUPATEN CILACAP

AHMAD ALKADRI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)

ABSTRAK

AHMAD ALKADRI. Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap. Dibimbing oleh E. G. TOGU MANURUNG.

Kepek Rotan adalah produk kerajinan khas dari Desa Nusawungu, Kabupa-ten Cilacap. Kepek rotan diproduksi dengan manajemen yang sederhana tanpa perhitungan yang memadai untuk keuntungan, pemasukan, dan nilai-nilai lainnya yang diperoleh dari kegiatan produksi serta penyusunan strategi pengembangan usaha yang memadai. Penelitian ini bertujuan mencaritahu nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan rotan menjadi kerajinan kepek dan menganalisis lingkungan internal-eksternal industri guna menyusun strategi pengembangan usaha yang tepat. Responden untuk analisis nilai tambah diambil dengan sampel acak sebanyak 5% dari jumlah keseluruhan pengrajin kepek rotan yang aktif di Desa Nusawungu dan untuk analisis faktor lingkungan eksternal sebanyak 20% dari jumlah tengkulak kepek di Nusawungu. Hasil analisis Hayami menunjukkan nilai tambah rotan dari pengolahan menjadi kepek adalah Rp 132,676.00 per kilogramnya. Hasil analisis strategi menggunakan matriks IFE, EFE, IE, dan SWOT menganjurkan para pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu untuk memaksimalkan kualitas produk, mencari sumber bahan baku baru, dan memberi variasi pada produk.

Kata kunci: analisis strategi, hasil hutan bukan kayu, nilai tambah, rotan

ABSTRACT

AHMAD ALKADRI. Value Added and Development Strategy Analysis of Rattan Kepek: Case Study in Nusawungu Village Cilacap Regency. Supervised by E. G. TOGU MANURUNG.

Rattan Kepek is a unique rattan product made in Nusawungu Village, Cilacap Regency. This product is produced by craftsmen of Nusawungu with simple management and less than adequate accounting of profits, revenues, and other values obtained from the production activities. This research aims to find value added from the processing of rattan into kepek and strategy suited for the development of this industry. Respondent for Hayami analysis and IFE matrix were chosen by random sampling from 5% of the numbers of active kepek craftsmen while those for EFE Matrix analysis chosen from 20% of the numbers of active resellers in Nusawungu Village. The results of Hayami analysis show the value added of rattan kepek production is Rp 132,676.00 per kilogram of rattan. The results of strategy analysis through IE and SWOT method advises the craftsmen to maximize product quality, find new materials supplier, and give some variations toward the product.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN USAHA KERAJINAN KEPEK ROTAN:

STUDI KASUS DI DESA NUSAWUNGU

KABUPATEN CILACAP

AHMAD ALKADRI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap

Nama : Ahmad Alkadri NIM : E24100102

Disetujui oleh

Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena tanpa karunia dan rahmat-Nya, karya ilmiah skripsi ini tak mungkin dapat disele-saikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilakukan selama bulan Februari 2014 ini adalah nilai tambah dan strategi pengembangan usaha dengan judul Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Kepek Rotan: Studi Kasus di Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, saran, bim-bingan, dan waktu kepada penulis selama pelaksanaan penelitian, dari penyusunan proposal hingga penulisan laporan. Penulis juga mengucapkan kepada Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.Sc, F.Trop selaku wali akademik dan Ir. Bintang C. H. Simangunsong, MS, Ph.D atas masukan-masukan dan bimbingannya.

Rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya juga penulis haturkan kepada para pengrajin kepek, tengkulak, pedagang, pemerintah desa, dan warga Desa Nusawungu Kabupaten Cilacap atas bantuan dan sambutan yang telah diberikan selama pelaksanaan penelitian ini. Di samping itu, penulis juga me-nyampaikan terima kasih kepada ayah, ibu, adik, dan segenap keluarga atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

Rasa penghargaan juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan BEM TPB IPB 47, DPM Fahutan IPB, Himasiltan IPB, Saung Briket Himasiltan, DPM KM IPB 2012/2013, dan Tim Pemandu IPB Agroedutourism yang telah mendorong serta mengembangkan kemampuan berorganisasi penulis. Tak lupa, rasa terima kasih juga penulis haturkan kepada saudara-saudari Fakultas Kehutanan IPB Angkatan 47, terutama dari Departemen Hasil Hutan, khususnya Sobandi Wiguna, Rifky Faishal, dan Ratih Syafriza yang telah menjadi rekan praktek lapang yang luar biasa, Maulina Septiarie dan Diki Saefurohman sebagai sesama rekan penulis, serta Wihdatul Az-zauziyah Sa’adah yang telah memberi banyak dukungan dari dimulainya penelitian ini hingga akhir.

Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat, baik kepada civitas akademik IPB maupun kepada khalayak luas.

Bogor, Maret 2014

(9)

DAFTAR ISI

Usaha Kecil Menengah 4

Nilai Tambah 4

Strategi 5

Manajemen Strategi 5

Analisis Lingkungan 5

Analisis Lingkungan Internal 6

Analisis Lingkungan Eksternal 6

Alternatif Strategi 6

Tempat dan Waktu Penelitian 8

Jenis dan Sumber Data 8

Penentuan Responden 9

Analisis Data 9

Analisis Nilai Tambah 10

Analisis Strategi 11

Matriks IFE dan EFE 11

Matriks IE 14

Matriks SWOT 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Gambaran Umum Industri Kepek Rotan di Desa Nusawungu 16

Proses Produksi Kepek Rotan di Desa Nusawungu 17

Pengadaan Bahan Baku 18

Penanganan dan Pemotongan Bahan Baku 18

Penjemuran 18

Penganyaman 19

Perapihan Pinggiran 19

Pemasangan Kait dan Gagang 19

Finishing 19

(10)

Analisis Nilai Tambah Hayami 21

Analisis Strategi Pengembangan Usaha 22

Analisis Lingkungan Internal 22

Analisis Lingkungan Eksternal 23

Analisis Matriks IE 25

Matriks SWOT 26

Diagram SWOT 28

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 32

(11)

DAFTAR TABEL

1 Contoh pemanfaatan batang beberapa jenis rotan 3

2 Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data 9

3 Prosedur perhitungan nilai tambah Hayami 10

4 Penilaian bobot faktor strategis 11

5 Contoh pengisian rating 12

6 Matriks evaluasi faktor internal (matriks IFE) 13 7 Matriks evaluasi faktor eksternal (matriks EFE) 13

8 Matriks SWOT 15

9 Rata-rata harga bahan baku 18

10 Kebutuhan bahan baku per kepek rotan 18

11 Nilai tambah produk kepek rotan 21

12 Analisis matriks IFE 23

13 Analisis matriks EFE 24

14 Analisis matriks SWOT 26

DAFTAR GAMBAR

1 Matriks IE 14

2 Kepek rotan 17

3 Alur produksi kepek rotan di Desa Nusawungu 17

4 Rotan yang telah dipotong-potong 19

5 Perapihan pinggiran kepek 20

6 Kepek rotan setelah finishing 20

7 Analisis matriks IE 25

8 Diagram SWOT 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi data produksi 32

2 Rekapitulasi peringkat/rating faktor-faktor strategis internal 33 3 Rekapitulasi bobot faktor-faktor strategis internal 33 4 Rekapitulasi peringkat/rating faktor-faktor strategis eksternal 34 5 Rekapitulasi bobot faktor-faktor strategis eksternal 34

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 35 tahun 2007, dijelaskan bahwa HHBK adalah hasil hutan kecuali kayu yang berupa nabati maupun hewani – beserta produk turunan dan budidayanya. Menurut Pertiwi (2013), jenisnya yang sangat beragam dan jumlahnya yang besar secara keseluruhan membuat HHBK memiliki potensi besar untuk dikembangkan serta dimanfaatkan.

Salah satu produk HHBK adalah rotan. Menurut Hutagalung (2009), rotan merupakan hasil hutan bukan kayu yang paling diminati dikarenakan sifat dan penampilannya yang menarik serta kemudahannya untuk diolah. Minat terhadap rotan terbukti dari banyaknya industri pengolahan rotan yang menjamur di berbagai daerah di Indonesia. Keberadaan industri rotan berpotensi memberi pengaruh positif bagi masyarakat dengan terbukanya lapangan pekerjaan dan insentif ekonomi bagi daerah (Januminro 2000).

Menurut FTL Consultant dan SHK Kaltim (2005), perkembangan industri pengolahan rotan paling tinggi di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Barat, dengan pusatnya di Cirebon, merupakan wilayah penghasil produk jadi rotan terbesar di Indonesia. Provinsi Jawa Timur, dengan pusat-pusat produksi komoditas rotan di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, juga memproduksi rotan jadi dalam jumlah besar hingga diekspor ke luar negeri.

Berlawanan dengan Jawa Barat dan Jawa Timur, produksi rotan di Provinsi Jawa Tengah masih kurang mendapatkan perhatian (FTL Consultant dan SHK Kaltim 2005). Pusat industri rotannya terdapat di dua sentra utama, yaitu Jepara dan Sukoharjo, namun keduanya lebih dikenal sebagai sentra industri mebel kayu. Di kedua daerah yang memiliki industri pengolahan rotan terbesar di Jawa Tengah tersebut, industri rotan masih merupakan industri pinggiran. Pemerintah tidak memberikan perhatian yang cukup untuk industri rotan di Jawa Tengah, berbeda dengan perhatian yang diberikan oleh pemerintah di Cirebon (Arvianto dan Rakhmawati 2013) maupun di Jawa Timur (Wibowo 2009).

Selain di Jepara dan Sukoharjo, terdapat beberapa industri pengolahan rotan lainnya di Jawa Tengah. Salah satunya adalah di Desa Nusawungu, Kabupaten Cilacap. Produk rotan yang dihasilkan di Desa Nusawungu adalah kerajinan bernama kepek rotan. Produk kepek banyak digunakan oleh para peternak unggas. Sama seperti industri pengolahan rotan di daerah lainnya di Jawa Tengah, industri kepek tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Kelompok pengrajin kepek telah berulang kali mengirimkan proposal permohonan bantuan dana ke pemerintah, namun belum ditanggapi. Akibatnya, berbagai masalah, terutama yang berkenaan dengan biaya, sering melingkupi industri tersebut.

(14)

2

Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, diketahui adanya beberapa masalah yang dihadapi oleh kelompok pengrajin Rotan di Desa Nusawungu. Pengelolaan yang kurang memadai menyebabkan kurang diketahuinya nilai-nilai keuntungan, nilai tambah, dan lain-lainnya yang diperoleh dari produksi kepek rotan. Bagi suatu industri, mengetahui nilai tambah dapat memacu industri untuk terus mengembangkan produknya. Ditambah dengan publikasi yang cukup, mengetahui nilai tambah suatu produk dapat menarik pihak-pihak luar untuk turut berpartisipasi dalam pengembangan industri terkait.

Selain nilai tambah, para pengrajin juga perlu mengetahui pilihan-pilihan strategi pengembangan usaha yang tepat. Ketepatan tersebut tercapai apabila alternatif strategi yang ada berdasar pada faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan produksi mereka.

Oleh karena itu, dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut: a) Berapa besarnya nilai tambah dari pengolahan rotan menjadi produk

ke-rajinan kepek rotan?

b) Apa saja alternatif strategi dalam pengembangan usaha industri kepek rotan di Desa Nusawungu?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

a) Mengetahui besarnya nilai tambah dari pengolahan rotan menjadi kera-jinan kepek rotan.

b) Merumuskan alternatif-alternatif strategi pengembangan usaha untuk industri kepek rotan di Desa Nusawungu.

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, diharapkan dapat tercapai manfaat-manfaat berikut: a) Memberi masukan kepada para pengrajin kepek rotan di Desa

Nusawungu mengenai nilai tambah dari produksi kepek rotan dan alternatif-alternatif strategi yang tepat untuk pengembangan usaha. b) Mengekspos industri kepek rotan di Desa Nusawungu pada khususnya

dan industri pengolahan rotan di Jawa Tengah pada umumnya.

c) Menjadi pembelajaran bagi penulis dalam meningkatkan pengetahuan, pengalaman, dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Rotan

Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Rotan adalah tumbuhan yang banyak ditemui di hutan tropis (Hutagalung 2009), termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Palmales dan famili Palmae. Rotan tumbuh di daerah rawa, tanah kering, atau pegunungan dengan ketinggian hingga 2,900 mdpl (Januminro 2000). Sebagian besar rotan yang diolah menjadi produk setengah jadi maupun jadi di Pulau Jawa didatangkan dari Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra (Dransfield 1996).

Indonesia merupakan produsen utama rotan di dunia, menyuplai kurang lebih 80% kebutuhan rotan internasional (Hess 2013). Dari 600 spesies rotan di dunia (Shaanker et al. 2004), kurang lebih terdapat 350 spesies rotan di Indonesia, dengan 53 jenis diperdagangkan (Sumardjani 2009). Di lain pihak, kebijakan ekspor rotan Indonesia masih belum stabil. Ekspor rotan mentah seringkali dibuka-tutup (Basri dan Patunru 2012) untuk alasan stabilisasi bahan baku dan peningkatan nilai ekspor dari Indonesia. Namun, hal tersebut juga menyebabkan ketidakpastian dalam ketersediaan rotan mentah dunia (Basri dan Hill 2011). Pemanfaatan Rotan

Rotan banyak dimanfaatkan karena sifatnya yang lentur, kuat, dan memiliki keseragaman yang tinggi. Batang polosnya banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan mebel atau furnitur, batang yang sudah dipotong-potong lebih kecil dapat dimanfaatkan sebagai bahan anyaman yang kemudian dapat dijadikan alat kebutuhan sehari-hari (Pramudiarto 2006). Masyarakat desa menggunakan batang rotan sebagai bahan tali-temali, konstruksi, keranjang, atap, tikar, perangkap ikan, hingga sarang ayam (Dransfield 1996).

Selain batang, bagian lain seperti akar, buah, dan getah dari beberapa jenis rotan dapat dimanfaatkan. Akar dan buahnya dapat digunakan sebagai obat tradisional, getahnya sebagai pewarna. Kulit rotan dapat menjadi bahan baku anyaman, lampit, tikar, tas, keranjang, dan bahan pengikat (Widayati et al. 2010). Tabel 1 Contoh pemanfaatan batang beberapa jenis rotan

Jenis Rotan Pemanfaatan

Tohiti Bahan mebel, sandaran kapal, pengisi batang sepeda, batang sapu lantai

Umbul Bahan anyaman

Datu Bahan anyaman dan bahan pembuatan kursi

Tarampu, Tanah Bahan baku mebel Taman, Irit, Cincin,

Pulut Merah, Pulut Putih, Pulut Hijau, Manau, Batang

Bahan kursi antik dan tali pengikat, lampit, tirai

Sabutan, Ahas, Danan Bahan baku mebel, alat penangkap ikan, pengikat rakit.

(16)

4

Pengolahan Rotan

Menurut Pramudiarto (2006), pengolahan rotan adalah proses pengolahan rotan mentah menjadi rotan setengah jadi atau produk jadi. Pengolahan rotan dilakukan untuk menghilangkan kotoran, duri, dan memperoleh rotan yang tahan terhadap hama dan penyakit. Menurut Hutagalung (2009), pengolahan rotan juga dapat meningkatkan keindahan, hasil guna, dan nilai tambah rotan.

Subiyanto (1986) dalam Hutagalung (2009) menyatakan bahwa industri pengolahan rotan dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat pengolahan dan hasil produksinya. Tiga kelompok tersebut antara lain:

a) Industri penghasil rotan bulat W & S (washed and sulfurized), yaitu rotan bulat yang siap digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk b) Industri penghasil bahan baku siap pakai, atau setengah-jadi. Industri

ini mengolah rotan bulat menjadi barang setengah jadi seperti polished rattan, bark core, dll.

c) Industri penghasil barang-barang jadi, yang memproduksi komoditas jadi seperti furnitur, alat-alat rumah tangga, maupun produk-produk kerajinan, semisal kepek.

Usaha Kecil Menengah

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang memiliki penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600,000,000.00 atau aset setinggi-tingginya dalam jumlah sama.

Menurut Tambunan (1997), industri rumah tangga (RT) memiliki beberapa perbedaan dengan industri kecil. Pertama, industri RT memakai tenaga kerja keluarga dan tidak dibayar, sedangkan industri kecil menggunakan tenaga kerja yang digaji. Kedua, tempat produksi industri RT biasanya digabung dengan rumah keluarga tempat usaha tersebut berada sedangkan industri kecil memiliki tempat produksi yang terpisah dari rumah.

Nilai Tambah

Menurut Hidayat (2009), untuk meningkatkan guna komoditas hasil hutan, perlu dilakukan pengolahan komoditas, yang dilaksanakan melalui rangkaian proses produksi. Konsep yang seringkali digunakan dalam pembahasan besarnya pertambahan nilai guna dari pengolahan tersebut adalah analisis nilai tambah.

Menurut Chelst dan Canbolat (2011), nilai tambah adalah nilai yang menyatakan besarnya nilai yang diberikan dari suatu proses produksi terhadap nilai jual suatu produk. Dalam pengolahan produk hasil hutan, nilai tambah dapat dinyatakan untuk setiap meter kubik kayu bulat, setiap tenaga kerja yang digunakan, atau setiap kilogram rotan yang digunakan.

(17)

5 Faktor teknis terdiri atas kapasitas produk, jumlah bahan baku, dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar terdiri atas harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input-input lainnya selain input bahan baku dan tenaga kerja. Secara matematis, perhitungan nilai tambah menurut metode yang digunakan oleh Hayami et al. (1987) dapat dilihat pada rumus berikut:

Nilai tambah = f (K, B, T, U, H, h, L) Keterangan: K = kapasitas produksi (kg)

B = Bahan baku yang digunakan (kg) T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja (Rp) H = Harga output (Rp/kg) h = Harga bahan baku L = Nilai input lainnya

Strategi

Menurut Rangkuti (2006), strategi adalah alat yang digunakan perusahaan guna memenuhi tujuan jangka panjang dengan berpedoman pada sasaran, prioritas sumber daya, dan tindak lanjut dari perusahaan. David (2010) menyatakan bahwa strategi yang baik bagi perusahaan harus diperoleh melalui penyusunan strategi yang meliputi studi pada rangkaian kegiatan manajerial yang berinteraksi dengan lingkungan, baik internal maupun eksternal, yang berpengaruh pada pencapaian sasaran perusahaan.

Manajemen Strategi

Menurut Dirgantoro (2001), manajemen strategi adalah rangkaian proses yang membuat organisasi senantiasa responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungannya, baik internal maupun eksternal. Menurut Siagian (2008) dalam Prihardiputra (2012), proses tersebut mencakup rangkaian keputusan dan tindakan yang dibuat oleh manajemen suatu organisasi dan diimplementasikan pada kerja organisasi. Menurut Dirgantoro (2001), dalam penyusunan manajemen strategis, terdapat dua analisis utama yang harus dilakukan: analisis lingkungan dan penentuan strategi.

Analisis Lingkungan

Menurut Umar (2001), analisis lingkungan adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) suatu perusahaan serta peluang (opportunity) dan ancaman (weaknesses) yang berasal dari lingkungan eksternal perusahaan. Hal-hal yang termasuk ke dalam keempat hal di atas disebut sebagai faktor-faktor strategis perusahaan.

(18)

6

Analisis Lingkungan Internal

Menurut David (2010), faktor strategis internal adalah adalah faktor-faktor strategis yang berasal dari lingkungan yang terdapat di dalam perusahaan tersebut. Secara langsung, faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi proses produksi, arah, dan kinerja perusahaan. Faktor-faktor internal tersebut dapat dibagi menjadi dua, yakni kekuatan dan kelemahan.

Analisis lingkungan internal berfungsi untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan tersebut. Identifikasi dilakukan dengan observasi internal yang berupa pengumpulan, pengolahan, dan evaluasi operasi dan kinerja perusahaan. Cakupan observasi adalah manajemen, akuntansi, keuangan, produksi, hingga pemasaran. Analisis Lingkungan Eksternal

Menurut David (2010), faktor-faktor strategis eksternal perusahaan adalah faktor-faktor strategis yang berasal dari lingkungan di luar perusahaan tersebut. Faktor-faktor strategis eksternal tak dapat dikendalikan oleh perusahaan secara langsung. Faktor-faktor tersebut terdiri atas dua jenis, yakni peluang dan ancaman. Analisis lingkungan eksternal mencakup lima kategori, antara lain: ekonomi, masyarakat/sosial dan budaya/demografi, kepemerintahan atau politik/hukum, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta persaingan. Dengan mengetahui peluang dan ancaman, suatu perusahaan dapat melakukan tindakan respons yang tepat.

Alternatif Strategi

Menurut David (2010), alternatif strategi perusahaan dapat dikategorikan ke dalam empat jenis strategi, yaitu:

a) Strategi Integrasi

Integrasi terdiri atas tiga tipe. Tipe pertama adalah integrasi ke depan, melibatkan akuisisi atau peningkatan kendali atas distributor. Tipe kedua adalah integrasi ke belakang, mencari atau meningkatkan kendali perusahaan atas pemasok bahan baku. Tipe ketiga adalah strategi horizontal, meningkatkan kendali perusahaan atas pesaing-pesaingnya. b) Strategi Intensif

Kategori strategi intensif dapat dibagi menjadi tiga tipe. Tipe pertama adalah penetrasi, meningkatkan pangsa pemasaran melalui pembesaran upaya pemasaran. Tipe kedua yaitu masuk ke daerah pemasaran yang baru. Tipe ketiga yaitu memperbaiki produk atau jasa yang dijual pada saat ini.

c) Strategi Diversifikasi

(19)

7 d) Strategi Defensif

Berbeda dari ketiga strategi di atas, yang memfokuskan pada peningkatan daya saing, strategi defensif bertujuan untuk bertahan. Tindak bertahan dapat dilakukan melalui pengurangan biaya dan aset, penjualan unit bisnis/perusahaan, atau penjualan seluruh aset perusahaan.

Analisis Strategi

Alternatif strategi yang tepat untuk perusahaan diperoleh melalui perumusan strategi. Menurut David (2010), perumusan strategi dilakukan melalui evaluasi faktor internal dan eksternal.

Matriks IFE dan EFE

Menurut David (2010), matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) merupakan matriks-matriks yang memuat besarnya pengaruh faktor-faktor internal maupun eksternal perusahaan. Perhitungan matriks IFE bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang ada di dalam perusahaan. Perhitungan matriks EFE bertujuan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan mengukur seberapa besar respons perusahaan dalam menghadapi peluang serta ancaman yang ada.

Matriks IE

Matriks Internal Eksternal (IE) meringkas hasil evaluasi faktor internal dan eksternal yang dilakukan pada matriks IFE dan EFE (David 2010). Perhitungan matriks IE bertujuan untuk memperoleh alternatif strategi yang lebih spesifik dan mendetil di tingkat perusahaan (Rangkuti 2006). Dalam matriks IE, nilai-nilai bobot dari matriks IFE dan EFE dibagi ke dalam embilan macam sel dengan implikasi strategi yang berbeda-beda.

Analisis SWOT

Menurut Siagian (2008), SWOT adalah metode analisis yang ampuh dalam menentukan strategi yang akan dijalankan oleh perusahaan. Penilaian strategi SWOT berdasarkan pada hasil dari matriks IFE, EFE, dan IE. Melalui analisis SWOT, dapat dikembangkan empat tipe strategi, yaitu SO (Strengths-Opportunities), WO (Weaknesses-(Strengths-Opportunities), ST (Strengths-Threats), dan WT (Weaknesses-Threats).

Menurut Prihardiputra (2012), analisis SWOT dapat dilakukan terhadap aspek-aspek sebagai berikut:

a) Sumber daya keuangan b) Fasilitas fisik

c) Kemampuan manajemen d) Kemampuan karyawan e) Kondisi Pasar

f) Proses produksi

(20)

8

h) Sumber pemasok

i) Lingkungan sosial masyarakat

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada industri kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan:

a. Industri kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu sudah ada cukup lama dan memiliki pengrajin yang cukup ahli

b. Industri kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu, meski sudah berusia lama, masih berupa kumpulan pengrajin-pengrajin rumah tangga yang memproduksi barang yang sama dan dijual secara terorganisir melalui kelompok pengrajin di desa

c. Belum adanya perhatian dari pemerintah terhadap industri kepek rotan di Desa Nusawungu

d. Produk kepek merupakan komoditas yang cukup terkenal di kalangan penggiat ayam jago, penggemar hobi ayam jago, dan peternak ayam. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan, yaitu pada Februari 2014.

Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara, atau kuisioner dengan para responden. Data sekunder diperoleh melalui dokumen, artikel, maupun literatur mengenai industri kepek rotan di Desa Nusawungu.

Penentuan Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri atas responden internal dan eksternal. Penentuan responden internal menggunakan metode stratified random sampling. Terdapat 200 pengrajin di Desa Nusawungu yang terbagi menjadi 10 kelompok kecil berdasarkan tengkulak yang menjadi pembeli kepek atau penyuplai bahan untuk para pengrajin. 1 orang pengrajin dipilih menjadi responden dari tiap kelompok tersebut. Total 10 pengrajin menjadi responden. Para pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu cukup seragam dari segi permodalan, pengadaan bahan baku, dan komoditas yang dihasilkan sehingga diperkirakan cukup homogen. Penentuan responden eksternal dilakukan dengan purposive sampling, yakni memilih pihak-pihak luar yang berkaitan dengan industri kepek rotan di Desa Nusawungu sebagai responden.

(21)

9 dikarenakan para pengrajin melakukan kegiatan produksi dan manajemen seperti mengumpulkan kerajinan dan menyalurkannya ke pasar secara mandiri. Sebagai pengrajin, mereka juga memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai biaya yang dikeluarkan setiap bulannya, pengadaan bahan baku, pemasaran, maupun input-input lainnya. Responden eksternal yang dipilih adalah tengkulak kepek rotan di Desa Nusawungu. Alasan pemilihan tersebut adalah tengkulak memiliki hubungan yang intensif dengan lingkungan eksternal industri.

Tabel 2 Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data Analisis Jenis

Sekunder Jenis produk Pengutipan Katalog dan catatan penjualan SWOT Primer Faktor kekuatan,

kelemahan, peluang,

(22)

10

SWOT ditentukan alternatif strategi yang paling tepat untuk diterapkan oleh industri.

Analisis Nilai Tambah

Menurut Hayami et al. (1987), langkah-langkah perhitungan nilai tambah dapat dilakukan sebagaimana tercantum dalam Tabel 3. Perhitungan nilai tambah terdiri dari tiga bagian utama yaitu: kalkulasi keluaran, masukan, harga; pendapatan, keuntungan; dan balas jasa untuk pemilik faktor produksi.

Tabel 3 Prosedur perhitungan nilai tambah Hayami

Keluaran (output), Masukan (Input), dan Harga

1 Output/produk total A

2 Input bahan baku B

3 Input tenaga kerja C

4 Faktor konversi D = A/B

5 Koefisien tenaga kerja E = C/B

6 Harga output F

7 Upah rata-rata tenaga kerja G

Pendapatan dan Keuntungan

8 Harga input bahan baku H

9 Sumbangan input lain I

10 Nilai output J = D F

11 a. Nilai tambah K = J – I – H

b. Rasio nilai tambah L (%) = (K/J) 100%

12 a. Imbalan tenaga kerja M = E G

b. Bagian tenaga kerja N (%) = M/K 100%

13 a. Keuntungan O = K – M

b. Tingkat keuntungan P (%) = (O/J) 100%

Balas jasa untuk pemilik faktor-faktor produksi

14 Marjin Q = J – H

a. Pendapatan tenaga kerja R (%) = M/Q 100%

b. Sumbangan input lain S (%) = I/L 100%

c. Keuntungan T (%) = O/Q 100%

Menurut Pertiwi (2013), faktor-faktor yang harus diketahui dalam analisis nilai tambah Hayami adalah:

a. Nilai output produk dalam satuan kuantitas per satuan waktu b. Nilai input bahan baku dalam satuan kuantitas per satuan waktu c. Besarnya input tenaga kerja dalam proses produksi

d. Harga produk output per satuan kuantitas e. Upah rata-rata tenaga kerja

(23)

11 g. Input bahan lainnya dalam proses produksi

Variabel-variabel sebagaimana tersebut di atas diperoleh melalui wawan-cara, kuisioner, atau pengamatan langsung sesuai Tabel 2.

Analisis Strategi

Dalam analisis SWOT, terlebih dahulu perlu dilakukan penilaian faktor-faktor strategis. Data faktor-faktor strategis internal dievaluasi menggunakan matriks faktor internal (IFE), sedangkan data faktor eksternal dievaluasi dalam matriks faktor eksternal (EFE). Setelah itu, kedua data dievaluasi menggunakan matriks Internal-Eksternal (IE).

Matriks IFE dan EFE

Terdapat beberapa tahapan dalam penyusunan matriks IFE dan EFE. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

a) Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Industri

Wawancara dan pengamatan dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis.

b) Penentuan Bobot Faktor Strategis.

Penentuan bobot dan peringkat untuk matriks IFE menggunakan kuisioner yang diisi oleh responden internal sebanyak 10 orang pengrajin dari 200 orang pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu. Penentuan bobot dan peringkat untuk matriks EFE menggunakan kuisioner yang diisi oleh responden eksternal yakni 2 orang tengkulak kepek dari 10 orang tengkulak yang ada di Desa Nusawungu. Pemberian bobot dengan nilai antara 0.0 (tidak penting) hingga 1.0 (penting mutlak) dengan metode paired comparison strategic position and action evaluation (Gürbüz 2013). Skala yang digunakan adalah: • 1 = variabel horizontal kurang penting daripada variabel vertikal • 2 = variabel horizontal sama penting daripada variabel vertikal • 3 = variabel horizontal lebih penting daripada variabel vertikal Pembacaan perbandingan dimulai dari variabel horizontal terhadap variabel vertikal. Teknis penilaian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4 Penilaian bobot faktor strategis

(24)

12

Bobot variabel diperoleh dengan membagi nilai total variabel ke-i dengan nilai total keseluruhan variabel dengan rumus sebagai berikut:

Bobot masing-masing variabel merupakan indikator tingkat penting relatif faktor yang menjadi variabel tersebut terhadap kegiatan produksi perusahaan. jika nilai bobot variabel tinggi, maka tingkat penting relatif faktor tersebut juga tinggi.

c) Penentuan peringkat

Peringkat ditentukan oleh responden melalui kuisioner. Peringkat diberi kepada setiap faktor strategis perusahaan, internal maupun eksternal. Skala rating pada matriks IFE sebagai berikut:

• 1 = jika faktor tersebut merupakan kelemahan besar perusahaan • 2 = jika faktor tersebut merupakan kelemahan normal perusahaan • 3 = jika faktor tersebut merupakan kekuatan normal perusahaan • 4 = jika faktor tersebut merupakan kekuatan besar perusahaan Skala rating pada matriks EFE sebagai berikut:

• 1 = jika respon perusahaan terhadap faktor tersebut kecil

• 2 = jika respon perusahaan terhadap faktor tersebut normal/rata-rata • 3 = jika respon perusahaan terhadap faktor tersebut di atas rata-rata • 4 = jika respon perusahaan terhadap faktor tersebut tinggi

Tabel 5 Contoh pengisian rating

Faktor Strategis Rating

Setelah diketahui bobot dan rating, tahap berikutnya adalah menentukan skor untuk setiap faktor strategis. Total skor pembobotan matriks IFE berkisar antara 1.0 – 4.0. Kisaran total skor untuk matriks IFE dapat dibagi ke dalam empat kategori, antara lain:

• 1.00 = tak mampu menutupi kelemahan dengan kekuatan. • < 2.50 = posisi internal perusahaan lemah

• > 2.50 = posisi internal perusahaan kuat

• 4.00 = kekuatan dimanfaatkan dengan sangat baik

α

i

=

(25)

13

Tabel 6 Matriks evaluasi faktor internal (matriks IFE)

Kategori Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan 1 αi ri Sii×ri ri = rating variabel kekuatan ke-i rj = rating variabel kelemahan ke-j Si = skor variabel kekuatan ke-i Wj = skor variabel kekuatan ke-j

Total skor pembobotan matriks EFE berkisar antara 1,0 s.d. 4,0. Total skor untuk matriks EFE dapat dibagi ke dalam empat klasifikasi, yaitu: • 1.00 = perusahaan tak mampu merespons peluang dan ancaman • > 2.50 = posisi eksternal perusahaan kuat

• < 2.50 = posisi eksternal perusahaan lemah

• 4.00 = respons perusahaan atas peluang dan ancaman sempurna Tabel 7 Matriks evaluasi faktor eksternal (matriks EFE)

Kategori Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor

(26)

14

Keterangan:

αi = Bobot variabel peluang ke-i βj = Bobot variabel ancaman ke-j ri = rating variabel peluang ke-i rj = rating variabel ancaman ke-j Oi = skor variabel peluang ke-i Tj = skor variabel ancaman ke-j

Matriks IE

Matriks IE disusun berdasar total skor matriks IFE sebagai sumbu x dan total skor matriks EFE pada sumbu y. Matriks IE terbagi menjadi 9 sel dengan masing-masing sumbu dibagi menjadi tiga bagian. Sumbu x dibagi dengan interval 1.00 – 1.99, 2.00 – 2.99, dan 3.00 – 3.99. Sumbu y juga dibagi dengan interval yang sama.

Gambar 1 Matriks IE Sumber: David (2010).

Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian dengan dampak strategi yang berbeda-beda. Tiga bagian tersebut yaitu:

a) Bagian 1: Sel I, II, dan IV

Skor IE yang masuk ke dalam sel I, II, atau IV menunjukkan perusahaan yang tumbuh dan berkembang. Perusahaan dalam kondisi tersebut mengejar pertumbuhan keuntungan, penjualan, pangsa pasar, dan lain-lain. Strategi yang dapat diterapkan untuk bagian ini adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integrasi (ke depan, belakang, atau horizontal).

b) Bagian 2: Sel III, V, dan VII

Skor IE yang masuk ke dalam sel III, V, atau VII menunjukkan perusahaan yang berada dalam kondisi pendewasaan. Strategi yang sebaiknya diterapkan adalah strategi jaga dan pertahanan, menghindari hilangnya penjualan dan keuntungan. Strategi yang dapat diterapkan

TOTAL SKOR IFE

Kuat Rata-rata Lemah

4.00 3.00 2.00 1.00

TOTAL SKOR EFE

Tinggi I II III

3.00

Menengah IV V VI

2.00

Rendah VII VIII IX

(27)

15 untuk perusahaan dengan kondisi tersebut adalah penetrasi pasar atau pengembangan produk.

c) Bagian 3: Sel VI, VIII, dan IX

Perusahaan dengan skor IE yang terdapat pada sel VI, VIII, atau IX ber-ada dalam kondisi penurunan. Strategi yang sebaiknya diterapkan untuk perusahaan dengan kondisi tersebut adalah divestasi, melakukan penghematan, dikarenakan kelangsungan perusahaan terancam dan tak dapat bersaing.

Matriks SWOT

Setelah mengetahui faktor-faktor yang menjadi peluang maupun ancaman bagi perusahaan/organisasi, disusunlah matriks SWOT. Melalui matriks SWOT, dapat dihasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yaitu: strategi SO, strategi WO, strategi ST, dan strategi WT.

Tabel 8 Matriks SWOT Sumber: Suryandani (2006); Pramudiarto (2006).

Tahapan-tahapan dalam menyusun matriks SWOT adalah:

a) Faktor-faktor eksternal dan internal perusahaan yang telah dianalisis dalam matriks IFE dan EFE ditulis

b) Strategi-strategi yang dapat menggunakan kekuatan untuk meraih peluang ditulis pada petak strategi SO

c) Strategi-strategi yang mengurangi kelemahan untuk meraih peluang ditulis pada petak strategi WO

d) Strategi-strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari atau mengatasi ancaman ditulis pada petak strategi ST

e) Strategi-strategi yang mengurangi kelemahan dan menghindari ancaman ditulis pada petak strategi WT

Ekst ernal

(28)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Industri Kepek Rotan di Desa Nusawungu

Industri Kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu telah ada kurang lebih sejak tahun 1970-an. Pada awal mulanya, kepek rotan dijual hanya kepada para pemilik atau peternak jago sebagai tas untuk mengangkut ayam jago mereka. Oleh karena itu, kepek juga disebut sebagai ‘Tas Jago’. Kini, penjualan kepek rotan dari Desa Nusawungu telah mencapai daerah luar Jawa. Di antara daerah-daerah penjualan luar Jawa tersebut adalah Lampung, Kalimantan, Madura, dan Bali.

Industri kepek rotan di Desa Nusawungu, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas pengrajin-pengrajin tunggal yang memproduksi komoditas sejenis. Dalam penelitian ini, setiap pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu dianggap sebagai satu firma/usaha. Hal ini dikarenakan setiap pengrajin membuat produk kerajinannya sendiri, menjualnya sendiri, serta mengelola keuangannya sendiri.

Beberapa rumah tangga di Desa Nusawungu memiliki lebih dari satu pengrajin. Biasanya, rumah tangga yang memiliki lebih dari satu pengrajin terdiri atas suami dan istri atau kakak-beradik yang bekerja mengrajin kepek rotan. Namun, setiap pengrajin dalam keluarga tersebut tetap dianggap sebagai satu perusahaan dikarenakan tidak adanya perbedaan jabatan, pemberian gaji atau upah kerja dari pengrajin kepada pengrajin lainnya yang terdapat dalam satu keluarga yang sama.

Sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, jumlah rata-rata kepek rotan yang dihasilkan oleh seorang pengrajin per bulannya adalah 38 kepek. Jumlah pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu adalah, kurang lebih, 200 orang. Terdapat 10 tengkulak kepek yang terdapat di Desa Nusawungu, dan masing-masing menampung hingga kurang lebih 20 pengrajin. Apabila digabungkan, jumlah kepek rotan yang dapat dihasilkan di Desa Nusawungu setiap bulannya dapat mencapai 7,600 kepek.

(29)

17

Gambar 2 Kepek rotan

Proses Produksi Kepek Rotan di Desa Nusawungu

Produksi kepek rotan terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah pengadaan bahan baku, dilakukan dengan membeli dari tengkulak atau pedagang rotan di Pasar Sumpiuh atau Pasar Nusawungu. Tahap kedua adalah kegiatan produksi, pengrajin membuat kepek rotan dengan menggunakan alat-alat dan bahan baku yang telah diperoleh. Tahap ketiga adalah pemasaran produk.

Gambar 3 Alur produksi kepek rotan di Desa Nusawungu Tengkulak

Sumber lain

Pengrajin

Tengkulak

(30)

18

Pengadaan Bahan Baku

Bahan baku pembuatan kepek rotan dibagi menjadi dua kategori: bahan baku utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama adalah rotan, bahan baku lainnya terdiri atas paku untuk gantungan, plastik untuk gagang pegangan, kayu untuk alat kepek, ikat untuk merapikan tepiannya, dan bambu sebagai rangka. Beberapa pengrajin menggunakan bahan tambahan lainnya seperti cat dan fiber untuk membentuk hiasan di kepek mereka.

Pengrajin memperoleh bahan baku melalui dua jalur. Jalur pertama adalah membeli dari tengkulak, yang mendatangkan bahan baku dari daerah lain atau penjual lain seperti Cirebon. Jalur kedua adalah dengan mencari secara mandiri, bisa membeli di pasar maupun penyuplai lainnya yang telah berhubungan dengan pengrajin.

Tabel 9 Rata-rata harga bahan baku

No Bahan baku Harga (Rp/kg)

1 Rotan 40,625

2 Bahan lain 13,269

Total 53,894

Bahan-bahan baku lain seperti paku, gagang, maupun kayu dibeli pengrajin dengan cara borongan atau paket per bulan. Sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, banyaknya bahan yang dibeli pengrajin setiap bulan bisa berbeda-beda, tergantung dari target produksi kepek. Masing-masing bahan baku, baik rotan dan bahan lainnya, memiliki berat yang berbeda dalam menyusun satu kepek rotan. Secara rata-rata, kebutuhan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kebutuhan bahan baku per kepek rotan

No Bahan baku Berat (kg)

1 Rotan 0.29

2 Bahan lain 0.51

Total 0.80

Penanganan dan Pemotongan Bahan Baku

Bahan baku rotan dibersihkan dari duri maupun kulitnya dengan disisir menggunakan pisau/golok. Kemudian, rotan dipotong-potong memanjang dengan lebar kurang lebih 0.30 cm untuk disiapkan sebagai bahan pembentuk anyaman utama. Bahan lain yang perlu untuk ditangani adalah bambu, yaitu dengan dipotong-potong terlebih dengan lebar maksimal 1,50 cm. Bambu akan menjadi rangka dalam menganyam kepek.

Selain rotan dan bambu, alas kepek yang terbuat dari kayu juga disiapkan. Kayu dipotong-potong membentuk 4 buah balok: dua balok sebagai sisi lebar dan dua balok sebagai sisi panjang untuk alas kepek. Setelah dipotong, kayu dibersihkan dari serat-seratnya yang mencuat dengan amplas dan diberi coating berupa cat.

Penjemuran

(31)

19 lama dikarenakan apabila terlalu lama akan membuat rotan dan bambu terlalu kering sehingga permukaannya pecah-pecah dan sulit untuk ditekuk.

Gambar 4 Rotan yang telah dipotong-potong Penganyaman

Dengan bambu sebagai rangka, rotan dianyam hingga membentuk lembaran besar terbuka. Setelah mencapai ukuran yang dapat menutupi alas, alas kayu dipasang di bagian bawah anyaman dengan paku. Anyaman dilanjutkan dengan melingkupi cetakan kepek. Rangka bambu dilengkungkan sehingga membentuk tiang-tiang yang mencuat dari alas di bawah cetakan.

Perapihan Pinggiran

Apabila sudah terbentuk kepek, tahap selanjutnya adalah merapikan bibir kepek rotan tersebut. Perapihan dilakukan dengan pemotongan menggunakan pisau dan gunting, dengan tujuan membersihkan bibir kepek dari serabut-serabut yang mencuat. Sebagai tambahan adalah menyulam bibir dengan serabut atau plastik sehingga tampak lebih rapi dan meningkatkan estetika.

Pemasangan Kait dan Gagang

Kepek yang sudah terbentuk dipasangi kait di bibirnya agar kepek dapat ditutup. Kait berjumlah dua pasang, sepasang di bagian depan dan sepasang di bagian belakang dengan jarak relatif 20 cm. Kait terbuat dari logam.

Gagang dipasang pada kepek agar kepek dapat dibawa dengan dijinjing. Gagang berjumlah sepasang, satu di bibir kiri dan satu di bibir kanan. Gagang terbuat dari plastik.

Finishing

(32)

20

terputus dengan sendirinya. Metode pembersihan ini tidak menyisakan untaian sisa maupun bekas potongan. Tahap kedua adalah pemberian pelapis, coating, atau cat pada kepek.

Gambar 5 Perapihan pinggiran kepek

Gambar 6 Kepek rotan setelah finishing Pemasaran

(33)

21 Analisis Nilai Tambah Hayami

Sampel untuk responden analisis nilai tambah Hayami adalah 10 orang dari 200 pengrajin. Responden mengisi kuisioner yang menjadi dasar penyusunan tabel nilai tambah Hayami.

Tabel 11 Nilai tambah produk kepek rotan

No. Variabel Rata-rata

1 Output kepek (kg kepek rotan/bulan) 28.40

2 Input rotan (kg/bulan) 7.30

3 Input tenaga kerja (TK) 0.00

4 Faktor konversi (Output kepek

÷

Input rotan) 3.89 5 Koefisien tenaga kerja (Input TK

÷

input rotan) 0.00

6 Harga produk kepek rotan (Rp/kg) 48,250.00

7 Upah rata-rata TK (Rp/HK) 0.00

Pendapatan dan Keuntungan

8 Harga input rotan (Rp/kg) 42,900.00

9 Harga input bahan-bahan lain (Rp/kg) 11,924.00

10 Nilai produk (Rp/kg) 187,500.00

11 Nilai tambah (Rp/kg) 132,676.00

Rasio nilai tambah (Nilai produk

÷

nilai tambah×100%) 70.55 %

12 Pendapatan TK (Rp) 0.00

Bagian TK (%) 0.00

13 Keuntungan (Nilai tambah – pendapatan TK) 132,676.00 14 Laba (Nilai produk – harga input rotan) 144,600.00 a. Pendapatan TK (Pendapatan TK

÷

Laba × 100%) 0.00 b. Sumbangan bahan lain (Harga input

bahan-bahan lain

÷

Laba × 100%) 8.39 %

c. Keuntungan usaha (Keuntungan

÷

Laba × 100%) 91.61 % Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah input tenaga kerja, faktor kon-versi, nilai tambah, dan keuntungan yang diperoleh pengrajin. Input tenaga kerja bernilai 0 (nol) karena setiap pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu membuat kepek rotan dengan tenaga sendiri tanpa mempekerjakan orang lain. Faktor konversi bernilai > 1 mengindikasikan bahwa produk kepek rotan tidak hanya terkomposisi atas rotan saja, tetapi juga tersusun atas bahan-bahan non-rotan, atau bahan-bahan lain. Bahan-bahan lain tersebut adalah paku, logam kait, gagang plastik, rangka bambu, dan alas kayu.

Nilai kepek rotan per kilogramnya adalah Rp 187,500.00. Nilai diperoleh melalui perkalian antara harga rata-rata produk dengan faktor konversi. Arti dari nilai tersebut adalah nilai rotan mentah yang awalnya sebesar Rp 42,900.00 bertambah menjadi Rp 187,500.00 setelah rotan mentah diolah menjadi kepek.

(34)

22

lain. Sumbangan bahan-bahan lain dalam margin bernilai 8.39% sedangkan sumbangan bahan baku utama sebesar 91.61%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa rotan memiliki nilai lebih tinggi dalam produk jadi dibandingkan dengan nilai input bahan lainnya.

Analisis Strategi Pengembangan Usaha

Analisis Lingkungan Internal

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan para responden, diperoleh beberapa faktor-faktor strategis internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan bagi industri kepek rotan di Desa Nusawungu. Kekuatan industri tersebut antara lain:

a) Rata-rata pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu sudah terampil dalam membuat produk kerajinan mereka dikarenakan telah cukup lama menjalankan usaha tersebut

b) Alat-alat yang diperlukan mudah diperoleh karena pengrajin dapat menggunakan alat-alat untuk bertani

c) Sebagian besar pengrajin telah mampu memanfaatkan bahan baku semaksimal mungkin, melakukan kegiatan produksi dengan efisiensi tinggi, terlihat dari terpakainya seluruh bahan baku rotan

d) Pemasukan dan keuntungan dari mengrajin kepek rotan cukup tinggi untuk bisa menutupi biaya hidup sehari-hari dalam musim-musim non-panen sawah atau ladang.

Faktor-faktor strategis internal yang merupakan kelemahan bagi industri kepek di Desa Nusawungu antara lain:

a) Kurangnya jam kerja yang disiplin dan pasti bagi para pengrajin menyebabkan produksi masih belum konstan. Upaya untuk memenuhi target produksi biasanya dikejar pada saat pesanan sedang tinggi atau akhir minggu/bulan sudah dekat

b) Jaringan rantai pemasaran selepas dari tengkulak atau pembeli pertama tidak diketahui oleh para pengrajin, sehingga pengrajin tak dapat meramalkan datangnya pesanan, potensial pasar, hingga harga pasar sesungguhnya

c) Pengrajin masih belum melakukan kegiatan pencatatan keuangan atau administrasi yang baik. Pembukuan seringkali melewatkan pemasukan atau pengeluaran, sehingga pengelolaan keuangan sukar untuk dilakukan

d) Pengadaan bahan baku belum stabil, kadang ada atau tidak ada, sehingga pengrajin terpaksa membeli dalam jumlah besar di awal bulan untuk menghindari tidak mendapatkan bahan baku di tengah bulan e) Keterbatasan modal usaha yang diakibatkan pengelolaan keuangan

yang belum maksimal yang menyebabkan pengrajin sulit untuk merencanakan kegiatan produksi dengan baik.

(35)

23 pada Lampiran 2 dan 3. Hasil analisis matriks IFE pada industri kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Analisis matriks IFE

Kategori Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor Kekuatan Rata-rata pengrajin terampil 0.089 3.000 0.267 Alat produksi mudah diperoleh 0.115 3.400 0.391

Produksi efisien 0.112 3.000 0.336

Pemasukan cukup tinggi 0.065 3.000 0.195

Total 1.189

Kelemahan Kurangnya jam kerja pasti 0.108 1.800 0.194 Rantai pemasaran belum

diketahui sepenuhnya 0.111 1.400 0.155 Kurangnya pembukuan 0.127 1.900 0.241 Pengadaan bahan tak stabil 0.125 1.400 0.175 Modal seringkali bermasalah 0.148 1.100 0.163

Total 0.929

Total Skor 2.118

Selisih Skor 0.260

Total skor faktor-faktor strategis internal adalah 2.118. Nilai tersebut berada di bawah 2.500, yang menunjukkan bahwa posisi internal industri kepek rotan di Desa Nusawungu berada di bawah rata-rata (Wahyudi 2011), mengindikasikan bahwa industri kepek rotan di Desa Nusawungu belum mampu untuk sepenuhnya memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada.

Analisis Lingkungan Eksternal

Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan para responden, diperoleh beberapa faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang maupun ancaman bagi industri kepek rotan di Desa Nusawungu. Faktor-faktor peluang antara lain:

a) Permintaan kepek rotan yang cenderung tinggi membuat produk kepek terus-menerus habis terjual setiap bulannya

b) Tidak adanya biaya retribusi/pajak yang diterapkan dalam penjualan produk kepek rotan

c) Teknologi alat-alat yang terus berkembang dapat diadaptasi oleh para pengrajin di Desa Nusawungu.

Faktor-faktor yang menjadi ancaman antara lain:

a) Perhatian pemerintah terhadap industri kepek rotan di Desa Nusawungu sangat kurang

b) Kenaikan harga BBM membuat biaya transportasi bahan baku turut meningkat

c) Telah muncul pesaing-pesaing baru, para pengrajin kepek rotan dari daerah-daerah lain sudah mulai memasuki pasar

(36)

24

rotan yang ada di Desa Nusawungu, atau 20% sampel. Hasil analisis matriks EFE pada industri kerajinan kepek rotan di Desa Nusawungu dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Analisis matriks EFE

Kategori Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Peluang Permintaan yang tinggi 0.108 3.000 0.325 Tidak ada pajak/retribusi 0.158 2.500 0.396 Teknologi baru dapat diadaptasi 0.158 2.500 0.396

Total 1.117

Ancaman Perhatian pemerintah kurang 0.175 1.500 0.263

Ada pesaing-pesaing 0.192 2.500 0.479

Biaya transportasi meningkat 0.208 2.500 0.521

Total 1.263

Total Skor 2.379

Selisih Skor -0.146

Total skor faktor-faktor strategis eksternal adalah 2.379, dengan total skor peluang sebesar 1.117 dan skor ancaman adalah 1.263. Total skornya bernilai < 2.500. Hal tersebut menunjukkan bahwa posisi eksternal industri kepek rotan di Desa berada sedikit di bawah rata-rata (Wahyudi 2011) dan berindikasi belum mampu merespons peluang dan ancaman dengan optimal.

Analisis Matriks IE

Pada Matriks IE, Total skor dari matriks IFE, senilai 2.118 , ditempatkan pada sumbu-x sedangkan total skor dari matriks EFE, senilai 2.379, ditempatkan pada sumbu-y. Dari kedua titik tersebut ditarik garis lurus yang saling berpotongan. Titik perpotongan terdapat pada kuadran V. Titik pada kuadran tersebut menunjukkan bahwa industri sedang dalam tahap pendewasaan. Menurut Santoso (2013), dalam kondisi tersebut, langkah strategi yang tepat untuk diterapkan adalah memilih alternatif strategi yang termasuk dalam kategori strategi pertahankan dan peliharaan.

Kategori strategi pertahankan dan peliharaan meliputi strategi penetrasi pasar atau strategi pengembangan produk. Penetrasi pasar adalah upaya mencari pangsa pasar yang lebih besar, mencari target-target pembeli baru, atau peningkatan pangsa pasar produk yang sudah ada melalui peningkatan usaha pemasaran. Apabila strategi tersebut dipilih, industri kepek rotan di Desa Nusawungu harus memperluas cakupan area pemasaran yang telah ada sebelumnya. Perluasan ini diusahakan dapat mencakup daerah-daerah potensial yang belum dimasuki perusahaan lainnya. Perwujudannya dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan promosi.

(37)

25

Gambar 7 Analisis Matriks IE

Matriks SWOT

Analisis SWOT dilakukan dengan menggunakan matriks dan diagram SWOT (Pramudiharto 2006). Matriks SWOT digunakan untuk mengetahui alternatif-alternatif strategi yang sebaiknya akan dikembangkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada. Terdapat empat kategori strategi yang diuraikan dalam matriks SWOT, yakni strategi SO (Strength and Oppotunities), WO (Weaknesses and Opportunities), ST (Strength and Threats), dan WT (Weaknesses and Threats).

Berdasarkan keempat kategori tersebut, alternatif-alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan industri kepek rotan di Desa Nusawungu antara lain:

a) Strategi SO

SO memiliki tujuan utama mendayagunakan strength (kekuatan) untuk merebut dan memanfaatkan opportunity (peluang) sebesar-besarnya. Alternatif-alternatif strategi SO yang dapat diterapkan antara lain: • Memperluas usaha dan meningkatkan kapasitas produksi dengan

menambah jumlah produksi per bulannya.

Keterampilan pengrajin menjamin kualitas produk dan alat-alat yang dapat diperoleh dan senantiasa tersedia memudahkan pengrajin untuk meningkatkan kapasitas produksi.

• Mengembangkan pasar ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi jumlah pembeli yang tinggi.

Keterampilan pengrajin kepek di Desa Nusawungu telah membuat produk kepek rotan dikenal oleh masyarakat di daerah Sumpiuh, Nusauri, dan Kroya. Permintaan kepek rotan senantiasa tinggi, diperlihatkan oleh selalu terjualnya seluruh kepek rotan yang diproduksi para pengrajin setiap bulannya melalui pesanan-pesanan yang masuk ke tengkulak maupun pembelian langsung di Pasar Sumpiuh.

TOTAL SKOR IFE

Kuat Rata-rata Lemah

4.00 3.00 2.00 1.00

TOTAL SKOR EFE

Tinggi I II III

3.00

Menengah IV V VI

2.00

Rendah VII VIII IX

(38)

26

Tabel 14 Matriks SWOT industri kepek rotan di Desa Nusawungu

KEKUATAN

WO bertujuan utama memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemhaan-kelemahan yang dimiliki perusahaan. Alternatif-alternatif strategi WO yang dapat diterapkan pada industri kepek rotan di Desa Nusawungu antara lain:

Eksternal

(39)

27 • Mencari dan bekerjasama dengan pemasok yang stabil/kontinyu.

Apabila para pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu berhasil menemukan pemasok bahan baku yang mampu menyuplai bahan dengan konsisten, instabilitas pasokan bahan baku dapat diatasi. Dengan pasokan bahan baku yang stabil, pengrajin dapat memfokuskan kegiatan produksi mereka pada pembuatan produk kepek sehingga dapat memenuhi permintaan yang senantiasa tinggi. • Mengupayakan jam kerja yang lebih pasti dan disiplin.

Jam kerja yang lebih pasti dan tertata rapi akan mendorong produksi dengan lebih baik sehingga pengrajin dapat memfokuskan kegiatan produksi kepek pada jam-jam kerja tersebut. Dengan fokus yang lebih tinggi, jumlah produksi kepek setiap bulannya dapat terus meningkat sehingga industri kepek rotan di Desa Nusawungu dapat memenuhi permintaan kepek rotan yang senantiasa tinggi setiap bulannya.

• Mengadakan sistem pembukuan yang lebih baik.

Perusahaan yang memiliki pembukuan/administrasi lebih baik akan dapat mengelola keuangan dengan lebih baik. Dengan tertatanya administrasi keuangan, efisiensi dalam penggunaan modal akan meningkat. Pembukuan yang baik juga akan membuat pihak-pihak luar lebih tertarik untuk melakukan penanaman modal atau memberi bantuan finansial kepada para pengrajin.

c) Strategi ST

ST memiliki tujuan utama menggunakan kekuatan yang ada untuk menghindari atau mengatasi ancaman-ancaman dari luar. Alternatif-alternatif strategi ST yang dapat diterapkan oleh para pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu antara lain:

• Menonjolkan kualitas kepek yang diproduksi

Para pengrajin kepek rotan di Desa Nusawungu terampil dalam membuat produk kepek. Keterampilan tersebut berkontribusi langsung dalam menambah kualitas produk yang dihasilkan. Dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang tidak berbeda jauh dengan kepek yang diproduksi pesaing-pesaing di luar Desa Nusawungu, kepek rotan dari Desa Nusawungu akan bisa menghadapi persaingan pasar.

• Mencari bahan substitusi rotan untuk produk kepek

Naiknya harga BBM menyebabkan meningkatnya biaya rotan yang menjadi bahan baku utama produksi. Saat ini, rata-rata satu rotan seberat 0.800 kg dapat memiliki rotan sebanyak 0.200 kg dan bahan lain sebanyak 0.600 kg. Mengurangi jumlah bahan rotan dan menggantinya dengan bahan lainnya yang lebih murah akan dapat membantu mengurangi biaya produksi.

(40)

28

d) Strategi WT

WT bertujuan meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Alternatif-alternatif strategi pada kategori WT sebagai berikut:

• Meningkatkan keterlibatan pengrajin dalam pemasaran

Tingginya keterlibatan pengrajin dalam memasarkan produk dapat meningkatkan pengetahuan pengrajin mengenai rantai pemasaran, wilayah-wilayah yang potensial maupun tidak potensial sebagai target pemasaran, serta pesaing-pesaing yang ada. Dengan demikian, pengrajin dapat memfokuskan pemasaran di wilayah-wilayah yang tidak terlalu banyak pesaingnya.

• Mengadakan sistem pembukuan yang lebih baik

Sebagaimana telah dijelaskan juga dalam alternatif strategi WO, sistem pembukuan yang lebih baik dapat meningkatkan efisiensi pemakaian modal dan membuat perusahaan – dalam hal ini industri kepek rotan di Desa Nusawungu – lebih menarik di mata para calon penanam modal, termasuk pihak pemerintah. • Meningkatkan disiplin dalam produksi kepek

Disiplin dalam produksi dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produk dan membuat industri kepek rotan di Nusawungu dapat menghadapi persaingan dengan lebih baik.

Diagram SWOT

Gambar 8 Diagram SWOT

Selisih antara skor kekuatan dan kelemahan (0.260) dimasukkan pada sumbu-x, sedangkan selisih antara skor peluang dan ancaman (-0.146) dimasukkan pada sumbu-y. Dari keduanya ditarik garis lurus yang saling berpotongan pada Sel 2. Nilai selisih kekuatan dengan kelemahan yang bernilai

Kekuatan +

Peluang +

- Ancaman Kelemahan

-

Sel 1

Sel 2 Sel 3

Sel 4

(41)

29 positif dan selisih peluang dengan ancaman yang bernilai negatif menunjukkan bahwa industri memiliki kekuatan internal yang cukup untuk menutupi ancaman dari luar.

Berdasarkan diagram SWOT tersebut, strategi yang tepat untuk diterapkan pada industri kepek rotan di Desa Nusawungu adalah alternatif-alternatif strategi yang termasuk dalam kategori ST. Dengan strategi ST, industri kepek rotan di Desa Nusawungu dapat lebih memanfaatkan kekuatan internal untuk mengatasi atau menghindari ancaman-ancaman yang ada. Sebagaimana telah diuraikan dalam Matriks SWOT, strategi ST antara lain:

a) Menerapkan suatu standar kualitas pada kepek yang dijual sehingga dapat memberi nilai lebih dibandingkan kepek yang dihasilkan oleh para pengrajin pesaing dari desa lain.

b) Mencari bahan substitusi rotan atau sumber bahan baku yang lebih dekat dengan Desa Nusawungu untuk meminimalisir biaya.

c) Memberi variasi-variasi pada produk kepek yang dihasilkan untuk menampilkan kesan unik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai tambah rotan dari produksi kepek adalah Rp 132,676.00 per kilogram. Laba produksi kepek rotan adalah Rp 144,600.00 dengan nilai bahan rotan sebesar 91.61% dan bahan lain 8.39% dalam laba tersebut. Melalui analisis strategi, diketahui bahwa industri kepek rotan di Desa Nusawungu berada dalam kondisi bertahan dan pelihara. Para pengrajin sebaiknya menerapkan suatu standar kualitas kepek yang diproduksi, mencari bahan substitusi atau sumber bahan baku yang lebih dekat dengan Desa Nusawungu, serta memberi variasi-variasi pada produk kepek yang dihasilkan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian-penelitian tambahan di industri kepek rotan Desa Nusawungu. Penelitian-penelitian tersebut antara lain:

(42)

30

DAFTAR PUSTAKA

Arvianto A, Rakhmawati AD. 2013. Usulan strategi untuk meningkatkan daya saing produk mebel rotan single chair dengan analisis rantai nilai (studi kasus: klaster mebel rotan Kab. Cirebon). J TI Undip 8 (2): 133-142.

Basri MC, Hill H. 2011. Indonesian growth dynamics [karya tulis]. Canberra (AU): The Australian National University.

Basri MC, Patunru AA. 2012. How to keep trade policy open: the case of Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies 48 (2): 191-208.

Chelst K, Canbolat YB. 2011. Value-Added Decision Making for Managers. London (UK): Chapman & Hall.

David FR. 2010. Strategic Management: Concepts and Cases. Ed ke-13. New Jersey (US): Prentice Hall.

Dewi SK. 2009. Analisis strategi pengembangan usaha industri kecil olahan carica (studi kasus pada industri kecil olahan carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Dirgantoro C. 2001. Manajemen Stratejik. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana Indonesia.

Dransfield J. 1996. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 6: Rotan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

[FTL Consultant – SHK Kaltim] FT Link Consultant – Sistem Hutan Kerakyatan Kalimantan Timur. 2005. Laporan akhir survei data dasar industri rotan nasional [laporan survei]. Bogor (ID): Konsorsium Pendukum Sistem Hutan Kerakyatan. [diunduh 2013 Des 25]. Tersedia pada: http://kpshk.org/wp- content/uploads/2010/02/LAPORAN-AKHIR-Survey-Perdagangan-Rotan-Nasional.rtf.

Gürbüz T. 2013. A modified strategic position and action evaluation (SPACE)

matrix method. Di dalam: Ao SI, Castillo O, Douglas C, Feng DD, Lee A, editor. Proceedings of the International MultiConference of Engineers and Computer Scientists 2013 [internet]. 2013 Mar 13-15; Kowloon, Hong Kong. Hong Kong (HKG): Newswood Limited; 866-869; [diunduh 2014 Feb 28]. Tersedia pada: http://www.iaeng.org/publication/IMECS2013/IMECS2013_ pp866-869.pdf

Hayami YT, Kawagoe Y, Marooka, Siregar M. 1987. Agricultural marketing and processing in upland Java – a perspective from a Sunda village [karya tulis]. Bogor (ID): Centre for Research and Development of Coarse Grains, Pulses, Roots and Tuber Crops.

Hess B. 2013. Simulation of rattan harvests in Indonesia: different harvesting pressures and the resulting patterns [tesis]. Alnarp (SE): Swedish University of Agricultural Sciences.

(43)

31 Hutagalung DJA. 2009. Analisis biaya furniture rotan: studi kasus di CV. Chandra Rattan Cirebon, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Januminro CFM. 2000. Rotan Indonesia. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Mayasari V. 2008. Analisis strategi bersaing industri kecil makanan tradisional khas Kota Payakumbuh (studi kasus industri kecil “Erina”, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pertiwi AG. 2013. Analisis nilai tambah dan pemasaran minyak gaharu (studi kasus di CV Aromindo) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Pramudiarto DB. 2006. Analisis nilai tambah dan ketercukupan bahan baku industri pemanfaatan rotan di Kabupaten Cirebon [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Prihardiputra MF. 2012. Strategi pengembangan usaha kecil menengah: studi kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota Tasikmalaya [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis – Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Santoso TP. 2013. Analisis strategi pemasaran produk kerajinan sepatu pada UKM Galaksi, Desa Ciapus, Ciomas [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Shaanker RU, Ganeshaiah KN, Srinivasan K, Rao VR, Hong LT. 2004. Bamboos and rattans of the Western Ghats: population biology, socio-economics and conservation strategies. New Delhi (IN): International Plant Genetic Resources Institute.

Sumardjani L. 2009. Konsep lima kekuatan porter untuk membedah kondisi industri rotan Indonesia. JMHT 15 (1): 41-44.

Suryandani A. 2006. Strategi pengembangan koperasi kerajinan anyaman (studi kasus Kopinkra “Mitra Pandan” Kabupaten Tasikmalaya) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Tambunan T. 1997. Peranan Industri Kecil dalam Meningkatkan Nilai Tambah Ekonomi di Pedesaan. Jakarta (ID): Universitas Kristen indonesia.

Umar H. 2001. Strategic Management in Action. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Wibowo T. 2009. Analisis peranan dan dampak investasi sektor pertanian terhadap perekonomian provinsi Jawa Timur: analisis input-output [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

(44)

32

Lampiran 1 Rekapitulasi data produksi

Nama Pengrajin

Variabel Output

(buah/ bulan)

Input (kg/ bulan)

Input tenaga

kerja

Harga produk (Rp/buah)

Harga Input (Rp/kg)

Input Lain (Rp/bulan)

Sudiyo 40.0 8.0 0 40,000 43,000 245,000

Nasrokah 40.0 8.0 0 35,000 43,000 245,000

Ali 40.0 8.0 0 40,000 43,000 245,000

Hermawan 35.0 7.0 0 37,000 43,000 264,000

Purwati 40.0 8.0 0 40,000 43,000 245,000

Susanto 30.0 7.0 0 40,000 43,000 264,000

Saryanto 30.0 6.0 0 37,000 43,000 220,000

Parlan 35.0 7.0 0 40,000 43,000 264,000

Fatoni 35.0 7.0 0 40,000 43,000 264,000

Karmin 30.0 7.0 0 37,000 42,000 220,000

Gambar

Tabel 1 Contoh pemanfaatan batang beberapa jenis rotan
Tabel 2 Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data
Tabel 4 Penilaian bobot faktor strategis
Tabel 6 Matriks evaluasi faktor internal (matriks IFE)
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Usaha agroindustri kelanting di Desa Gantiwarno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur memiliki nilai tambah yang tinggi yaitu sebesar Rp. Strategi yang harus

Ketersediaan bahan baku sangat berperan penting untuk dapat menjalankan suatu usaha, karena tanpa adanya atau terganggunya kuantitas dan kualitas bahan baku dapat

Sukanagara Kabupaten Cianjur yang meliputi analisis internal dan eksternal dalam usaha pengembangan usaha tani kopi arabika dengan faktor kekuatan bobot tertinggi

Dari hasil matriks internal-eksternal yang diperoleh dari nilai total skor pembobotan pada usaha pupuk organik di Desa Mekar Sari adalah untuk internal, bernilai

terima kasih kepada orang-orang yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat.. menyelesaikan

Produksi dan Pendapatan Usaha Ikan Bandeng Tanpa Duri.... Jumlah Produksi dan Penerimaan

CV Maikan Prima Sipadecengi, merupakan salah satu usaha yang bergerak dalam pengolahan hasil tambak berupa ikan bandeng tanpa duri pada CV Maikan Prima Sipadecengi di Desa Pitusunggu,