• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Kopi Bubuk Arabika (Coffea arabika) Kelompok Tani Simalungun Jaya Desa Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Kopi Bubuk Arabika (Coffea arabika) Kelompok Tani Simalungun Jaya Desa Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN KOPI ARABIKA

(

Coffea arabica

) DI TINGKAT KELOMPOK TANI

SIMALUNGUN JAYA DESA SAIT BUTTU SARIBU

KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

OLEH :

ULIMA MANDASARI SITORUS 100304090

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN KOPI ARABIKA

(

Coffea arabika

) DI TINGKAT KELOMPOK TANI

SIMALUNGUN JAYA DESA SAIT BUTTU SARIBU

KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Oleh :

ULIMA MANDASARI SITORUS 100304090

AGRIBISNIS

SkripsiSebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec) (Dr. Ir. Tavi Supriana Ms) NIP : 196302041997031001 NIP : 196411021989032001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

ULIMA MANDASARI SITORUS (1003040090) dengan judul Analisis Nilai Tambah Dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Kopi (Coffea Arabika) Kelompok Tani Simalungun Jaya Desa Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun. Penelitian ini di bimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, Ms.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengolahan kopi arabika yang dilakukan oleh kelompok tani Simalungun Jaya menjadi kopi bubuk di daerah penelitian, untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang dapat diperoleh oleh kelompok tani Simalungun Jaya di daerah penelitian, serta untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi produk olahan kopi arabika kelompok tani Simalungun Jaya di daerah penelitian. Metode pengambilan sampel secara sensus dan penentuan daerah sampel secara purposive. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengetahui pengolahan kopi bubuk arabika, metode hayami untuk analisis nilai tambah, dan analisis SWOT untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pengolahan kopi bubuk arabika.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan pengolahan yang dilakukan dimulai dari kopi biji arabika yang kemudian mengalami proses pemecahan kulit tanduk dan selanjutnya diolah menjadi kopi bubuk. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopi bubuk arabika adalah Rp. 206.400 dengan rasio nilai tambah sebesar 68,8% dalam satu kali produksi. Berdasarkan Analisis SWOT faktor – faktor yang mempengaruhi pengolahan kopi bubuk arabika adalah faktor Internal dan Faktor Eksternal. Adapun faktor – faktor Internal yang menjadi kekuatan adalah: bahan baku tersedia, tenaga kerja tersedia, tidak menggunakan bahan campuran, memberikan nilai tambah, harga kopi bubuk ditentukan sendiri. Sedangkan faktor internal untuk kelemahan adalah: sumber modal kurang, teknologi sederhana, hanya ada 1 variasi, pengembangan lahan agroindustry tidak tersedia, kurangnya pelatihan dan pendidikan, pemasaran kurang luas, tidak ada kerjasama dengan lembaga lain. Sedangkan untuk faktor eksternal yang menjadi peluang adalah: sudah memiliki merek dagang, sudah ,memiliki izin Badan Pengawas Obat dan Makanan, trend kopi, infrastruktur lokasi yang mendukung, adanya kebijakan pemerintah. Sedangkan faktor eksternal yang menjadii ancaman adalah: kopi bubuk arabika Simanja masih kalah saing dengan merek lain dan faktor cuaca yang mempengaruhi proses pengolahan kopi bubuk arabika.

Kata Kunci: Kopi Arabika, Analisis Nilai tambah, Analisis SWOT

(4)

RIWAYAT HIDUP

ULIMA MANDASARI SITORUS Lahir di Sait Buntu, Kabupaten Simalungun tanggal 13 oktober 1991 anak dari Bapak Alson Sitorus dan Ibu Enilah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Sekolah Taman Kanak – Kanak Raudhatul Adfal Tobasari Tahun 1997 - 1998. 2. Sekolah Dasar Negeri 091434 Sait Buntu Tahun 1998 – 2004.

3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sidamanik Tahun 2004 – 2007.

4. Sekolah Menengah Atas Swasta Yayasan Perguruan Sultan Agung Pematangsiantar Tahun 2007 – 2010.

5. Menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan Pada Tahun 2010.

6. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli – Agustus 2013.

7. Melaksanakan penelitian di Nagori Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara pada Tahun 2014.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan Karunia – Nya serta nikmat kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Kopi Bubuk Arabika (Coffea arabika) Kelompok Tani Simalungun Jaya Desa Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr.Ir.Tavi Supriana, Ms sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan masukan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Ibu Dr.Ir. Salmiah, Ms selaku ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU yang selama ini telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis. 4. Seluruh pegawai di Fakultas Pertanian USU khususnya pegawai Program

Studi Agribisnis yang telah membantu seluruh proses administrasi.

5. Seluruh anggota Kelompok Tani Simalungun Jaya Nagori Sait Buttu Saribu, Institusi/Dinas dan responden yang terkait dengan penelitian penulis.

(6)

6. Teristimewa kepada kedua orang tercinta Bapak Alson Sitorus dan Ibu Enilah atas kasih sayang, motivasi, dan dukungan baik secara materi maupun doa yang diberikan kepada penulis, kepada adik – adik tercinta Pandi Hardiansyah Sitorus dan Pranata Falentino Sitorus dan Juga Kepada Bunda – Bunda Tersayang Dewanti Zahara, SE dan Fitriani Fadillah, S.Kep, Ns, M.Kep yang telah memberikan motivasi kepad penulis.

7. Kepada sahabat – sahabat tercinta D’Creaphes (Dian Fauziah, Amd, Ashifah Habibah, Eka Vania Pakpahan, Debi Yolanda, Eli Fitriani, Amk) yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

8. Kepada teman sepanjang masa dan seperjuangan (Sekar suryani, Sylvi, Icha, Irsa) dan teman – teman angkatan 2010 di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU lainnya yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis menerima saran dan kritik bersifat membangun untuk kebaikan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan khususnya bagi penulis pribadi. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2014

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK. ...i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka ...8

2.2. Identifikasi Masalah ...14

2.3. Analisis Swot ...18

2.4. Kerangka Penelitian ...23

2.5. Hipotesis Penelitian ...26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Sampel ... 27

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 27

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 28

3.4. Metode Analisis Data ... 29

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ... 33

3.5.1. Defenisi ... 33

3.5.2. Batasan Operasional ... 35

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 36

4.1.1. Geografis ... 36

4.1.2. Keadaan Penduduk ... 37

4.1.3. Sarana dan Prasarana ... 39

4.2. Karakteristik Petani Sampel dan Pengolah ... 40

(8)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sistem Produksi Usaha Pengolahan Kopi Bubuk Arabika ... 42

5.1.1.Pengolahan Kopi Arabika Menjadi Kopi Biji ... 42

5.1.2. Pengolahan Kopi Biji Menjadi Kopi Bubuk ... 45

5.2. Nilai Tambah Hasil Pengolahan Kopi Bubuk Arabika ... 47

5.3. Analisis Faktor Internal dan Eksternal ... 53

5.4. Tahapan Pengumpulan Data ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 69

6.2. Saran... 71 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

1 Luas Tanaman dan Produksi Tanaman Perkebunan

Rakyat di Kabupaten Simalungun 2

2 Matriks Analisis SWOT 23

3 Daftar Sampel Penelitian 28

4 Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami 29

5 Matriks SWOT 31

6 Matriks Strategi Internal dan Eksternal 31 7 Matriks Faktor Strategi Eksternal 32

8 Matriks Faktor Strategi Internal 32

9 Penduduk Menurut Kelompok Umur 37

10 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk 37

11 Penduduk Menurut Jenis Kelamin 38

12 Tingkat Pendidikan Masyarakat 38

13 Sarana dan Prasarana Nagori Sait Buttu Saribu 39 14 Karakteristik Petani Sampel (Produsen) 40 15 Karakteristik Kelompok Tani Simanja (Pengolah) 41 16 Biaya Bahan Baku dalam satu kali produksi 48 17 Bahan penunjang dalam satu kali produksi 48

18 Penggunaan Modal Investasi 49

19 Penggunaan Tenaga Kerja 50

20 Analisis Nilai Tambah Pengolahan Kopi Bubuk 51

21 Matriks Faktor Stategi Internal 61

22 Matriks Faktor Strategi Eksternal 62 23 Gabungan Matriks Faktor Internal dan Eksternal 63

24 Matriks SWOT 66

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 Diagram Analisis SWOT 21

2 Skema Kerangka Penelitian 25

3 Diagram Analisis SWOT 30

4 Matriks Posisi SWOT 64

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran

1 Data luas areal, produksi, dan produktivitas

perkebunan rakyat tahun 2013 1

2 Data luas areal, produksi, dan produktivitas

perkebunan rakyat tahun 2013 2

3 Daftar Perkembangan Harga Kopi Arabika Tahun

2011 3

4 Daftar Perkembangan Harga Kopi Arabika Tahun

2012 4

5 Daftar Petani Sampel dan Karakteristik Petani

Sampel 5

6 Daftar Pengolah dan Karakteristik Petani Sampel 6

7 Biaya Bahan Baku 7

8 Bahan Penunjang 8

9 Produksi Kopi Bubuk 9

10 Biaya Peralatan dan Biaya Penyusutan Peralatan 10

11 Kebutuhan Tenaga Kerja 11

12 Skor Kekuatan Usaha Pengolahan Kopi Bubuk

Arabika 12

13 Skor Kelemahan Usaha Pengolahan Kopi Bubuk

Arabika 13

14 Skor Peluang Usaha Pengolahan Kopi Bubuk

Arabika 14

15 Skor Ancaman Usaha Pengolahan Kopi Bubuk

Arabika 15

(12)

ABSTRAK

ULIMA MANDASARI SITORUS (1003040090) dengan judul Analisis Nilai Tambah Dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Kopi (Coffea Arabika) Kelompok Tani Simalungun Jaya Desa Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun. Penelitian ini di bimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, Ms.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengolahan kopi arabika yang dilakukan oleh kelompok tani Simalungun Jaya menjadi kopi bubuk di daerah penelitian, untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang dapat diperoleh oleh kelompok tani Simalungun Jaya di daerah penelitian, serta untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi produk olahan kopi arabika kelompok tani Simalungun Jaya di daerah penelitian. Metode pengambilan sampel secara sensus dan penentuan daerah sampel secara purposive. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengetahui pengolahan kopi bubuk arabika, metode hayami untuk analisis nilai tambah, dan analisis SWOT untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pengolahan kopi bubuk arabika.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan pengolahan yang dilakukan dimulai dari kopi biji arabika yang kemudian mengalami proses pemecahan kulit tanduk dan selanjutnya diolah menjadi kopi bubuk. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopi bubuk arabika adalah Rp. 206.400 dengan rasio nilai tambah sebesar 68,8% dalam satu kali produksi. Berdasarkan Analisis SWOT faktor – faktor yang mempengaruhi pengolahan kopi bubuk arabika adalah faktor Internal dan Faktor Eksternal. Adapun faktor – faktor Internal yang menjadi kekuatan adalah: bahan baku tersedia, tenaga kerja tersedia, tidak menggunakan bahan campuran, memberikan nilai tambah, harga kopi bubuk ditentukan sendiri. Sedangkan faktor internal untuk kelemahan adalah: sumber modal kurang, teknologi sederhana, hanya ada 1 variasi, pengembangan lahan agroindustry tidak tersedia, kurangnya pelatihan dan pendidikan, pemasaran kurang luas, tidak ada kerjasama dengan lembaga lain. Sedangkan untuk faktor eksternal yang menjadi peluang adalah: sudah memiliki merek dagang, sudah ,memiliki izin Badan Pengawas Obat dan Makanan, trend kopi, infrastruktur lokasi yang mendukung, adanya kebijakan pemerintah. Sedangkan faktor eksternal yang menjadii ancaman adalah: kopi bubuk arabika Simanja masih kalah saing dengan merek lain dan faktor cuaca yang mempengaruhi proses pengolahan kopi bubuk arabika.

Kata Kunci: Kopi Arabika, Analisis Nilai tambah, Analisis SWOT

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Nama kopi (Coffea spp.) sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Aroma harum, rasa khas nikmat, serta khasiatnya yang menyegarkan badan membuat kopi cukup akrab di lidah dan banyak digemari. Penggemarnya bukan saja bangsa Indonesia, tetapi juga berbagai bangsa di seluruh dunia. Bagi petani, kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup penting. Sejak puluhan tahun yang lalu, kopi telah menjadi sumber pendapatan bagi petani (Najiyati dkk, 2008).

(14)

Tabel 1. Luas tanaman dan produksi tanaman perkebunan rakyat di Kabupaten Simalungun, Tahun 2013

Komoditas Luas Areal TBM (Ha)

Kelapa sawit 3.455,33 25.489,18 610 516.135,92

Kopi robusta - 2.411,68 271,22 2.216,47

Kopi arabika 913,96 6.523,47 203,17 9.515,10

Kelapa 335,38 2.218,01 419,42 1.945,03

Sumber: Badan Pusat statistik Simalungun, 2013

Untuk data Luas areal, produksi dan produktivitas perkebunan rakyat, kecamatan pematang sidamanik, kabupaten simalungun tahun 2013 disajikan (Lampiran 1).

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu Kabupaten pengahasil kopi arabika terbesar di Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 kecamatan, dimana diantaranya terdapat 10 kecamatan penghasil kopi Arabika (kopi ateng) antara lain: Kecamatan Silimakuta, Kecamatan Pamatang Silimakuta, Kecamatan Dolok Pardamean, Kecamatan Sidamanik, Kecamatan Girsang Simpangan Bolon, Kecamatan Dolok Panribuan, Kecamatan Jorlang Hataran, Kecamatan Panei Raya, Kecamatan Dolok Silau, dan Kecamatan Pamatang sidamanik. Di

Kecamatan Pamatang sidamanik terdapat Nagori yang sebagian besar petaninya mengusahakan tanaman kopi klon Arabika sebagai komoditas unggulan, yaitu Nagori Sait Buttu Saribu (Lampiran 2).

Pengembangan tanaman kopi arabika di wilayah nagori Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun sudah dilakukan oleh masyarakat petani kopi sejak tahun 1995 sampai dengan sekarang. Usaha tani tanaman kopi ini merupakan sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat petani kopi di wilayah Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun, khususnya di Nagori sait buttu saribu. Perkembangan klon kopi arabika sangat pesat, sehingga semakin lama masyarakat semakin berlomba untuk menanamnya.

(15)

234 Ha. Penanaman tidak hanya dilakukan di lahan kering saja, tetapi dapat juga ditanam diareal persawahan (alih fungsi lahan). Hal ini disebabkan karena tanaman kopi memiliki nilai ekonomis yang lebih lama, dan kopi arabika mudah dalam pembudidayaannya. Sehingga sebagian petani beralih tanaman dari padi sawah ke tanaman kopi. Dalam kurun waktu (1½ - 2 tahun) kopi arabika sudah dapat berproduksi dan produksinya lebih tinggi dibandingkan dengan kopi robusta. Akibatnya, tidak heran jika banyak petani kopi klon robusta beralih ke klon kopi arabika. Para petani kopi arabika di Nagori ini menjual hasil usaha taninya dalam bentuk kopi biji kering (kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya) atau sudah mengalami berbagai proses setelah dipanen (PPL Nagori Sait Buttu Saribu, 2014).

Di wilayah Nagori Sait Buttu Saribu juga terbentuk beberapa kelompok tani yang berfungsi sebagai tempat partisipasi masyarakat dalam setiap proses dan usaha peningkatan produksi agribisnis kopi. Sedangkan untuk masyarakat disekitar kelompok tani dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam usaha pengelolaan lahan usaha tani kopi, serta sebagai basis pembelajaran masyarakat dalam usaha peningkatan produksi dan pendapatan dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya lahan usaha tani. Dengan demikian usaha tani kopi akan menjadi meningkat yang pada akhirnya akan memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani, khususnya petani kopi.

Untuk beberapa tahun terakhir ini, perkembangan harga kopi biji ditingkat petani sangat turun. Penyebabnya karena mutu kualitas kopi yang menurun karena hama penggerek buah. Hal ini menyebabkan banyak petani kopi yang menjual hasil usaha taninya dalam bentuk gelondongan merah, yang tentu saja sangat menurunkan hasil pendapatan petani kopi. Sehingga para petani kopi Arabika mulai merasakan dampak merosotnya harga kopi biji yang memyebabkan biaya produksi petani tidak tertutupi dengan harga jual kopi yang semakin rendah (Lampiran 3 dan Lampiran 4).

(16)

Di Nagori Sait Buttu Saribu, kebanyakan para petani kopi arabika menjual hasil usaha taninya dalam bentuk gelondongan merah (Cherry Red) dan dalam bentuk kopi biji. Hal ini menyebabkan kelompok tani SIMANJA (Simalungun Jaya) membuat industri hilir dari kopi biji menjadi kopi bubuk. Home industry ini dimulai sejak tahun 2011 sampai saat ini. Kopi bubuk ini diberi merk dagang “Simalungun Arabica Coffee”. Kelompok Tani beranggotakan kaum ibu – ibu. Kelompok tani ini mengolah dari kopi biji menjadi kopi beras kemudian menjadi biji kopi sangrai (roasted bean) yang kemudian diolah menjadi kopi bubuk, dan melakukan pengemasan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah. Kopi diperoleh dari Anggota kelompok Tani yang bertujuan untuk mensejahterahkan anggota kelompok taninya.

Dalam pengembangan produk olahan kopi arabika, kelompok tani simanja masih menemui berbagai permasalahan. Permasalahan utama yang masih dihadapi oleh kelompok tani simanja ini adalah pada aspek pengolahan dan aspek pemasaran. Jika ditinjau dari segi aspek pengolahan hal ini tentu saja dapat menyebabkan hasil produk olahan yang mengurangi mutu dan aroma kopi yang menyebabkan citra rasa kopi yang berkurang. Sedangkan dari segi aspek pemasaran kopi , kopi simanja masih kalah saing dengan produk lain yang sudah memiliki brand terlebih dahulu, salah satu contohnya adalah kopi sidikalang yang sudah terlebih dahulu dikenal oleh masyarakat.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan yang ada, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pengolahan kopi Arabika untuk menghasilkan kopi bubuk di daerah penelitian ?

2. Berapa besar nilai tambah yang dapat diperoleh oleh kelompok tani simanja dari produk olahan kopi arabika tersebut?

3. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan produk olahan kopi arabika kelompok tani simanja di daerah penelitian?

(17)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengolahan kopi arabika oleh kelompok tani Simalungun Jaya menjadi kopi bubuk di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang dapat diperoleh oleh kelompok tani Simalungun Jaya di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi pengembangan produk olahan kopi arabika kelompok tani Simalungun Jaya di daerah penelitian.

4. Untuk menganalisis stategi pengembangan pengolahan kopi bubuk arabika yang dilakukan kelompok tani Simanja di daerah penelitian.

1.4Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian adalah:

1. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi kelompok tani, maupun petani kopi dan pihak-pihak yang terkait dalam usaha pengembangan produk olahan kopi.

2. Sebagai bahan pemasukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menetapkan kebijakan dan pengembangan produk olahan komoditi kopi.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Sekitar 90% hasil produksi kopi di Indonesia berasal dari perkebunan kopi rakyat. Beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan hasil produksi perkebunan kopi rakyat diantaranya faktor kebiasaan petani, faktor ekonomi, dan faktor keamanan lingkungan. Belum adanya pemetaan sentra penghasil kopi yang menggambarkan karakteristik dari masing – masing daerah dan kurangnya penyuluhan (edukasi) dalam mengatasi hama penyakit tanaman kopi menjadi salah satu penyebab produksi kopi hasil perkebunan rakyat belum banyak di ekspor. Kopi termasuk kelompok tanaman semak belukar dengan genus Coffea (Panggabean, 2011).

Tanaman kopi rakyat umumnya sudah berumur cukup tua, sehingga tidak produktif lagi. Teknologi yang diterapkan sejak penanaman hingga pengolahan masih sangat sederhana. Tidak heran jika produksi dan mutunya sangat rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu ditempuh langkah – langkah berikut: 1. Mengembangkan varietas kopi arabika unggul pada lahan – lahan yang

sesuai.

2. Mengganti tanaman yang sudah tua dengan tanaman muda varietas unggul yang dianjurkan (peremajaan).

3. Menerapkan teknik budidaya yang benar, baik mengenai sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama penyakit, maupun pengaturan naungannya.

(19)

4. Menerapkan sistem pemanenan dan pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahan, pengeringan, maupun sortasi (Najiyati dkk, 1997).

Jenis – Jenis Kopi

Jenis kopi yang banyak dibudidayakan yakni kopi arabika (Coffea arabika) dan robusta (Coffea canephora). Sementara itu, ada juga jenis Coffea Liberika dan Coffea congensis yang merupakan perkembangan dari jenis robusta.

A. Arabika

Kopi arabika pertama kali dibawa ke Jawa pada tahun 1699 oleh seorang bangsa Belanda. Tetapi sebagai tanaman perdagangan yang menyakinkan dan pertumbuhan menjadi lebih baik pada tahun 1699. Bibit tanaman tersebut didatangkan dari Yaman, yakni yang dikenal sebagai kopi arabika varietas arabika. Di Jawa, tanaman kopi ini mendapat perhatian sepenuhnya pada tahun 1966, karena tanaman tersebut dapat berkembang dan berproduksi baik. Bibit kopi Indonesia didatangkan dari Yaman. Pada waktu itu jenis yang didatangkan adalah kopi arabika. Setelah diketahui bahwa tanaman kopi itu hasilnya diketahui terus meningkat, mulai saat itulah banyak pengusaha yang memperluas usahanya dalam lapangan perkebunan, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tanah – tanah swasta (AAK, 1988).

(20)

akan semakin baik. Karena itu, perkebunan kopi arabika hanya terdapat di beberapa daerah tertentu (di daerah yang memiliki ketinggian di atas 1.000 meter). Berikut ini beberapa daerah penanaman jenis kopi arabika yang terkenal di Indonesia:

1. Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Dairi, Kabupaten Tobasa, Kabupaten Humbang, Kabupaten Mandailing, dan Kabupaten Karo).

2. Provinsi Aceh. 3. Provinsi Lampung.

4. Beberapa provinsi di Pulau Sulawesi, jawa dan Bali (Panggabean, 2011).

Berikut ciri – ciri kopi arabika:

1. Aromanya wangi sedap mirip pencampuran bunga dan buah. Hidup di daerah yang sejuk dan dingin.

2. Memiliki rasa asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta. 3. Memiliki bodi atau rasa kental saat disesap di mulut.

4. Rasa kopi arabika lebih mild atau halus.

5. Kopi arabika juga terkenal pahit (Budiman, 2012).

B.Robusta

(21)

lokasi perkebunan arabika. Kopi jenis robusta yang asli sudah hampir hilang. Saat ini, beberapa jenis robusta sudah tercampur menjadi klon hibrida. Produksi jenis kopi robusta secara umum dapat mencapai 800 – 2.000kg/Ha/tahun (Panggabean, 2011).

C.Liberika

Dahulu, kopi liberika pernah dibudidayakan di Indonesia, tetapi sekarang sudah ditinggalkan oleh pekebun dan petani. Pasalnya, bobot biji kopi keringnya hanya 10% dari bobot kopi basah. Selain perbandingan bobot basah dan bobot kering, rendeman biji kopi liberika yang rendah merupakan salah satu faktor tidak berkembangnya jenis kopi liberika di Indonesia. Rendeman kopi Liberika hanya sekitar 10 – 12%. Karakteristik, biji kopi Liberika hampir sama dengan jenis arabika. Pasalnya, jenis kopi liberika merupakan pengembangan dari jenis arabika. Kelebihannya, jenis liberika lebih tahan terhadap serangan hama Hemelia vastatrixi dibandingkan dengan kopi jenis arabika (Panggabean, 2011).

Aspek Pengolahan Hasil

Pengolahan hasil pertanian merupakan komponen kedua dalam kegiatan agribisnis setelah komponen produksi pertanian. Banyak pula dijumpai petani yang tidak melaksanakan pengolahan hasil yang disebabkan oleh berbagai hal. Padahal disadari bahwa kegiatan pengolahan ini dianggap penting, karena dapat meningkatkan nilai tambah. Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan diantaranya sebagai berikut:

(22)

3. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja. 4. Meningkatkan keterampilan produsen.

5. Meningkatkan pendapatan produsen (Soekartawi, 2003).

Pengolahan Kopi Bubuk

Pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industry kecil, dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara tradisional dengan alat – alat sederhana. Hasilnya pun biasanya hanya dikonsumsi sendiri atau dijual bila ada pesanan. Pembuatan kopi bubuk oleh pedagang pengecer atau industry kecil sudah agak meningkat dengan mesin – mesin yang cukup baik, tetapi masih dalam jumlah tebatas. Namun, hasilnya hanya dipasarkan sendiri atau dipasarkan kepedagang pengecer yang lebih besar. Pembuatan kopi bubuk oleh pabrik biasanya dilakukan secara modern dengan skala cukup besar. Hasilnya dikemas dalam bungkus rapi dengan menggunakan kertas aluminium foil agar kualitasnya terjamin, serta dapat dipasarkan ke berbagai daerah yang lebih luas. Pembuatan kopi bubuk biasanya di bagi dalam dua tahap, yaitu tahap perenangan dan tahap penggilingan (Najiyati dkk, 2008).

Perendangan (penyangraian)

(23)

Bila alat ini tidak ada, bisa pula dilakukan dengan wajan yang terbuat dari besi/baja.

Peredangan kopi oleh pedagang atau pabrik dilakukan secara tertutup dengan mesin yang harganya cukup mahal seperti batch roaster sehingga sering tidak terjangkau oleh industry kecil yang modalnya terbatas (Najiyati dkk, 2008).

Penggilingan (Penumbukan)

Penggilingan adalah proses pemecahan butir – butir biji kopi yang telah direndang untuk mendapatkan kopi bubuk berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran butir – butir (partikel – partikel) bubuk kopi berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum, semakin kecil ukurannya maka rasa dan aromanya semakin baik. Hal ini dikarenakan semakin besar bahan yang terdapat di dalam kopi dapat larut di dalam air ketika diseduh.

Penggilingan tradisional dilakukan dengan cara menumbuk kopi menggunakan alat penumbuk yang disebut lumpang dan alu. Lumping terbuat dari kayu atau batu, sedangkan alu terbuat dari kayu. Setelah ditumbuk hingga halus, bubuk kopi disaring dengan ayakan paling besar 75 mesh. Bubuk kopi yang tidak lolos ayakan dikumpulkan dan ditumbuk lagi.

Penggilingan oleh industry kecil atau pabrik menggunakan mesin giling. Mesin ini biasanya sudah dilengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga secara otomatis bubuk kopi yang keluar berukuran seperti yang diinginkan dan tidak perlu disaring lagi (Najiyati dkk, 2008).

Penyimpanan

(24)

tempat terbuka akan kehilangan aroma dan berbau tengik selama 2 – 3 minggu. Kehilangan aroma ini disebabkan oleh menguapnya zat caffeol yang beraroma khas kopi. Sementara ketengikan disebabkan oleh reaksi antara lemak yang terdapat dalam kopi dengan oksigen di udara. Untuk menghindari penurunan mutu kopi yang telah direndang selama penyimpanan, sebaiknya kopi disimpan sebelum digiling. Kopi yang sudah digiling sebaiknya segera disimpan dan dipak dengan lapisan kedap udara (misalnya plastic atau aluminium foil). Di pabrik modern, bisanya kopi bubuk dikemas dalam kemasan atau kaleng hampa udara sehingga kopi tahan disimpan (Najiyati dkk, 2008).

2.2. Landasan Teori Defenisi Nilai Tambah

Menurut Hayami et al. (1987) dalam buku Armand Sudiyono (2004), nilai tambah dapat dilihat dari dua aspek yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor – faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lainnya, selain bahan bakar dan tenaga kerja.

(25)

bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut:

Nilai Tambah = f (K,B,T,U,H,h,L)

Dimana:

K = Kapasitas Produksi

B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja

H = Harga output h = harga bahan baku

L= Nilai input lain (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai) (Sudiyono, 2004).

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefenisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya. Tidak termasuk tenaga kerja (Anonimousa, 2014).

(26)

digunakan dengan metode hayami. Perhitungan nilai tambah didasarkan pada satu satuan bahan baku (Kg) dengan variabel terkait, meliputi: 1). Faktor konversi; 2). Koefisien Tenaga kerja; 3). Nilai Produk.

Berdasarkan perhitungan nilai tambah, pada bulan desember 2006, nilai tambah kotor yang dihasilkan sebesar Rp. 8.800;00/Kg dengan rasio nilai tambah sebesar 41,89% dari nilai produk. Imbalan tenaga kerja sebesar Rp. 1.600;00. Hal ini berarti bahwa 17,97% dari nilai tambah pemasaran merupakan imbalan yang diterima tenaga kerja sedangkan nilai tambah bersih (sudah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja) sebesar Rp. 7.200;00 atau 34,32% dari harga jual yang merupakan keuntungan yang diperoleh kelompok tani.

Agroindustri

Agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasi (agroindustri), pemasaran, sarana, dan pembinaan (Soekartawi, 2000).

Produksi komoditas pertanian (On –Farm)

(27)

komoditas pertanian (pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan) (ABD. Rahim dkk, 2008).

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Komoditas Pertanian

Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian dijelaskan sebagai berikut:

1. Lahan Pertanian

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berfikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi – inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi.

3. Modal

(28)

terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja.

4. Teknologi

Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi.

5. Manajemen

Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi komoditas pertanian, mulai dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengendalian (controlling), dan evaluasi (evaluation).

Usahatani kooperatif

Usahatani kooperatif merupakan usahatani yang dikelola secara kelompok dan tidak seluruh faktor produksi dikuasai oleh kelompok, hanya kegiatan yang dilakukan bersama – sama. Misalnya, setiap individu (petani) mempunyai faktor produksai dalam kelompok dan pekerjaannya dilakukan bersama – sama (pemberian pupuk, pemberantasan hama penyakit, dan sebagainya) (ABD. Rahim dkk, 2008).

2.3. Manajemen Strategi

(29)

Manajemen strategi dibuat melalui perumusan strategi, yang meliputi empat perumusan yaitu:

1. Penentuan Misi Perusahaan

Misi organisasi adalah tujuan atau alasan mengapa organisasi atau perusahaan tersebut berdiri.

2. Menentukan Tujuan Yang Ingin Dicapai

Tujuan adalah hasil akhir aktivitas perencanaan. Beberapa bidang dan tujuan yang perlu dibuat perusahaan diantaranya: profitabilitas (laba bersih), efisiensi biaya produksi, pertumbuhan usaha perusahaan, kekayaan pemegang saham, penggunaan sumberdaya, reputasi perusahaan, kontribusi untuk karyawan, kontribusi untuk lingkungan, kondisi pasar, kondisi perkembangan teknologi, kelangsungan hidupmperusahaan, dan kebutuhan pribadi manajemen puncak.

3. Pengembangan Strategi

Strategi perusahaan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya.

4. Penetapan Pedoman Kebijakan

Kebijakan merupakan pedoman perusahaan secara luas yang menghubungkan perumusan strategi dan implementasi (David, 2004).

2.4. Analisis SWOT

(30)

dan ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths), dan Kelemahan (weaknesses). Dalam penyusunan perencanaan strategis disususun melalui 3 tahap analisis yaitu: Tahap Pengumpulan Data, Tahap Analisis, dan Tahap pengambilan keputusan.

Pada tahap pengumpulan data, data dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Data Eksternal dan Data Internal. Sedangkan untuk model, model yang dipakai pada tahap ini terdiri atas: Matriks Faktor Strategi Eksternal, Matriks Strategi Internal dan Matriks posisi (Rangkuti, 2013).

1. Matriks Faktor Strategi Eksternal,

Sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu Faktor Strategi Eksternal (EFAS). Berikut adalah cara penentuan Faktor Strategi Eksternal:

1. Susunlah dalam kolom 1 faktor – faktor eksternal Peluang dan Ancaman.

2. Beri bobot masing – masing faktor dalam kolom 2 sesuai dengan besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi, mulai dari nilai 4 (Sangat Penting), nilai 3 (Penting), nilai 2 (Cukup Penting), dan nilai 1 (Sangat tidak Penting).

3. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing – masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 0 sampai dengan 1 berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan.

(31)

5. Jumlahkan skor pembobotan pada kolom 4, untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya (Rangkuti, 2013).

2. Matriks Faktor Strategi Internal

Setelah faktor – faktor strategi internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategi Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor – faktor strategis internal tersebut ke dalam kerangka Kekuatan dan Kelemahan perusahaan. Berikut adalah cara penentuan Faktor Strategi Internal: 1. Susunlah dalam kolom 1 faktor – faktor internal Peluang dan Ancaman.

2. Beri bobot masing – masing faktor dalam kolom 2 sesuai dengan besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi, mulai dari nilai 4 (Sangat Penting), nilai 3 (Penting), nilai 2 (Cukup Penting), dan nilai 1 (Sangat tidak Penting).

3. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing – masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 0 sampai dengan 1 berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan.

4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.

(32)

3. Matriks Posisi

Hasil analisis pada tabel matriks faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal dipetakan pada matriks posisi dengan cara sebagai berikut :

1. Sumbu horizontal (x) menunjukkan kekuatan dan kelemahan, sedangkan sumbu vertikal (y) menunjukkan peluang dan ancaman.

2. Posisi perusahaan ditentukan dengan hasil sebagai berikut :

• Kalau peluang lebih besar dari pada ancaman maka nilai y>0 dan

sebaliknya

• Kalau ancaman lebih besar dari pada peluang maka nilainya y<0. • Kalau kekuatan lebih besar daripada kelemahan maka nilai x>0 dan

• Sebaliknya kalau kelemahan lebih besar daripada kekuatan maka nilainya

x<0.

Diagram Analisis Swot

Gambar 1. Diagram analisis SWOT BERBAGAI PELUANG

BERBAGAI ANCAMAN KELEMAHAN

INTERNAL

KEKUATAN INTERNAL 1. Mendukung strategi

agresif

4. Mendukung strategi defensif

2. Mendukung strategi diversifikasi

(33)

• Kuadran 1: Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan

tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy). • Kuadran 2 : Meskipun menghadadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih

memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

• Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di

lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal.

• Kuadran 4 :Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,

perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal (Rangkuti, 2013).

Matriks SWOT dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternative srategis yaitu:

1. Strategi SO yaitu strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya.

2. Strategi ST yaitu strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman..

3. Strategi WO yaitu strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

(34)

Tabel 2. Matriks Analisis SWOT

Sumber : Rangkuti, 2013

2.5. Kerangka Pemikiran

Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang strategis, karena kopi memberikan nilai ekonomis yang tinggi. Sehingga tidak heran jika perkembangan perkebunan kopi arabika rakyat juga semakin pesat. Namun, perkembangannya tidak diikuti dengan pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk. Kebanyakan petani hanya menjual hasil usaha taninya dalam bentuk gelondongan merah (Cherry Red) dan kopi biji. Tentu saja hal ini tidak meningkatkan nilai tambah ditingkat petani.

Ada kondisi fluktuasi harga jual beberapa tahun terakhir dirasakan tidak stabil oleh para petani menyebabkan mereka resah dalam menjalankan usaha taninya. Sehingga para petani harus meningkatkan nilai tambah hasil usaha taninya untuk meningkatkan keuntungan. Peningkatan keuntungan dapat dilakukan dengan dengan proses pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk.

(35)

Sehingga, pada tahun 2011 kelompok tani simanja memulai home industry pengolahan kopi bubuk hingga saat ini. Keputusan pengolahan kopi dilakukan dengan pertimbangan untuk meningkatkan pendapatan. Dalam pengolahan kopi bubuk terdapat berbagai perlakuan yaitu dimulai dari; Pengelupasan kulit tanduk(kopi biji) menjadi kopi beras; penyangraian kopi beras; agroindustri kopi beras menjadi kopi bubuk; dan yang terakhir melakukan proses pengemasan.

(36)

Gambar 2. Skema kerangka Pemikiran Keterangan :

: Menyatakan proses/perlakuan Buah kopi

(kopi gelondongan)

Kopi Tanduk (kopi biji)

Kopi beras

Kopi Bubuk

Nilai tambah, menggunakan metode hayami

Strategi pengembangan (Analisis SWOT) Pengolahan

kopi bubuk:

•Peredangan •Penggilingan •Pengemasan

Faktor – faktor Eksternal Faktor – faktor

(37)

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdarkan uraian pada identifikasi masalah maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Sistem pengolahan kopi bubuk arabika di daerah penelitian masih sederhana. 2. Ada nilai tambah yang dihasilkan dari produk olahan kopi Arabika di daerah

penelitian.

3. Terdapat faktor – faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengolahan kopi bubuk arabika di daerah penelitian.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Sampel

Daerah penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Penelitian ini dilakukan di Nagori sait buttu saribu Kabupaten simalungun dengan pertimbangan Nagori ini memiliki kelompok tani yang melakukan pengolahan kopi hasil usaha tani mereka. Dan merupakan satu – satu nya kelompok tani yang menjual hasil usaha taninya dalam bentuk bubuk kopi di Nagori sait buttu saribu.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Sampel merupakan suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya. Suatu metode pengambilan sampel yang ideal mempunyai sifat – sifat seperti:

1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti.

2. Dapat menentukan presisi (Precision = tingkat ketetapan yang ditentukan oleh perbedaan hasil yang diperoleh dari sampel catatan lengkap) dari hasil penelitian.

3. Sederhana, hingga mudah dilaksanakan.

4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah – rendahnya (Singarimbun, 1989).

(39)

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah penentuan sampel secara sensus. Dimana, metode sensus ini merupakan pencatatan data secara menyeluruh terhadap objek penelitian yang ada di suatu populasi. Ini dilakukan terhadap populasi yang jumlahnya sedikit. Jika subjek penelitian sedikit, maka seluruh subjek dijadikan sampel dan penelitian menjadi penelitian populasi (Arikunto, 2009).

Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 1 unit usaha kelompok tani yang beranggotakan 12 orang. Adapun para petani yang dijadikan sampel adalah para petani yang tergabung dalam kelompok tani Simalungun Jaya dan menjual hasil usaha taninya berupa kopi biji kepada Kelompok Tani Simalungun Jaya kemudian diolah menjadi kopi bubuk arabika.

Tabel 3. Daftar Sampel Penelitian

No Sampel Jumlah Sampel

1 Petani (Produsen) 12

2 Pengolah 1

3.3. Metode Pengumpulan Data

(40)

3.4. Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah (1) digunakan metode deskriptif , yaitu dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan anggota kelompok tani di daerah penelitian, untuk identifikasi masalah (2) dianalisis dengan metode hayami untuk mengetahui berapa besar nilai tambah yang dihasilkan oleh kelompok tani simanja dari hasil penjualan pengolahan kopi bubuk. Adapun prosedur perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode hayami dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4. Prosedur perhitungan Nilai Tambah metode hayami Keluaran (out put) masukan (input) dan harga

1. Out put/produk total (kg/proses produksi) A 2. Input bahan baku (kg/proses produksi) B 3. Input tenaga kerja (Hok/proses produksi) C

4. Faktor konversi (kg out put/kg bahan baku) D = A/B 5. Koefisien tenaga kerja (Hok/kg bahan baku) E = C/B

6. Harga out put (Rp/Kg) F

7. Upah rata – rata tenaga kerja (Rp/proses produksi)

G

Pendapatan dan keuntungan

8. Harga input bahan baku (Rp/Kg) H 9. Sumbangan input lain (Rp/Kg) I

10 Nilai out put (Rp/Kg) J = DxF

11 Nilai tambah (Rp/Kg) K = J – H – I • Rasio nilai tambah (%) I% = K/J x 100 12 Pendapatan tenaga kerja (Rp/Kg) M = ExG

• Bagian tenaga kerja (%) N% = M/K x 100%

13 Keuntungan (Rp/Kg) O = K – M

• Bagian keuntungan (%) P% = O/J x 100% Balas jasa untuk faktor produksi

14 Marjin (Rp/Kg) Q = J – H

• Pendapatan Tenaga kerja (%) R% = M/Q x 100% • Sumbangan input lain (%) S% = I/Q x 100%

• Keuntungan (%) T% = O/Q x 100%

Sumber: Sudiyono, 2004

(41)

2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (dalam %).

3. Imbalan bagi modal dan manajemen (keuntungan yang diterima perusahaan) dalam rupiah (Sudiyono, 2004).

Untuk masalah (2) digunakan metode analisis deskriptif dengan melihat faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangang produk olahan kopi bubuk arabika. Untuk identifikasi masalah (3) digunakan metode analisis SWOT yaitu penilaian tentang pengembangan produk olahan kopi arabika, dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman. Dan matrik SWOT sebagai alat untuk menyususn faktor-faktor strategis perusahaan dan untuk menentukan strategi pengembangan produk olahan kopi bubuk arabika.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah tahap pengumpulan data, dengan menggunakan model: Matriks Faktor Strategi Eksternal dan Matriks Faktor Strategi Internal. Yang akan dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Diagram Analisis Swot

Gambar 3. Diagram analisis SWOT BERBAGAI

2. Mendukung strategi diversifikasi

(42)

Tabel 5. Matriks SWOT

IFAS Kekuatan (Strenghts) •Tentukan 5 – 10 faktor –

faktor kekuatan internal

Kelemahan (Weakness) •Tentukan 5 -10 faktor

Sebelum dilakukan analisis seperti diatas maka terkebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan metode matriks faktor strategi internal, dan matriks faktor strategi eksternal seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 6. Model Matriks Strategi Internal dan Eksternal

Rating Kategori Faktor Internal Faktor Eksternal

4 Sangat Penting Kekuatan Peluang

3 Penting Kekuatan Peluang

2 Cukup Penting Kekuatan Peluang

1 Tidak Penting Kekuatan Peluang

-4 Tidak Penting Kelemahan Ancaman

-3 Cukup Penting Kelemahan Ancaman

-2 Penting Kelemahan Ancaman

-1 Sangat Penting Kelemahan Ancaman

Total Skor

Sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, perlu diketahui terlebih dahulu cara – cara penentuan dalam membuat tabel EFAS dan IFAS.

(43)

Tabel 7. Matriks Faktor Strategi Ekternal

Tabel 8. Matriks Faktor Strategi Internal Faktor – faktor

(44)

Kemudian terakhir, kalikan setiap bobot faktor dengan rating untuk mendapatkan skoring dalam kolom 4 (Rangkuti, 2013).

3.5 Defenisi dan batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran, maka dibuatlah beberapa defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Defenisi

1) Perendangan atau penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu 200 – 2500C. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kopi rendang yang bewarna cokelat kayu manis – kehitaman.

2) Penggilingan adalah proses pemecahan butir – butir biji kopi yang telah direndang untuk mendapatkan kopi bubuk berukuran maksimum 75 mesh. 3) Agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri

merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasi (agroindustri), pemasaran, sarana, dan pembinaan.

4) Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefenisikan

Rating x total bobot

(45)

sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya. Tidak termasuk tenaga kerja.

5) Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian.

6) Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian.

7) Strategi pengembangan adalah usaha – usaha yang dilakukan guna mengembangkan produk olahan kopi bubuk arabika.

8) SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths), dan Kelemahan (weaknesses).

9) Strategi SO yaitu strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya.

10)Strategi ST yaitu strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman..

11)Strategi WO yaitu strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

(46)

3.5.2Batasan Operasional

1. Penelitian ini dilakukan di Nagori Sait Buttu Saribu, Kabupaten Simalungun. 2. Sampel dalam Penelitian ini adalah seluruh Anggota Kelompok Tani

(47)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Letak dan Keadaan Geografis

Penelitian ini dilakukan di Nagori Sait Buttu Saribu Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Nagori Sait Buttu Saribu merupakan salah satu dari 9 Nagori dan 1 kelurahan di Kecamatan Pamatang Sidamanik. Jarak tempuh ke ibukota Kabupaten Simalungun sekitar 35 Km, ke Ibukota Provinsi Sumatera Utara sekitar 156 Km.

Secara Geografis Nagori Sait Buttu Saribu terletak antara 80,050BT – 20,580LU, dengan luas wilayah +1347 Ha atau 30% dari luas Kecamatan Pamatang Sidamanik sebesar 13.654Ha. Nagori Sait Buttu Saribu terlrtak pada ketinggian rata – rata 800m di atas permukaan laut.

Adapun batas – batas administrasi Nagori Sait Buttu Saribu adalah sebagai berikut:

• Sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Sarimantin yang meliputi PTPN IV

Tobasari.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Nagori Bandar Manik.

(48)

4.1.2. Keadaan Penduduk

Penduduk Nagori Sait Buttu Saribu berjumlah 4972 jiwa. Dan berdasarkan kelompok umur di Nagori Sait Buttu Saribu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Penduduk Menurut Kelompok Umur No Kelompok umur

(Tahun)

Jenis Kelamin Jumlah

(Jiwa) Persentase

Sumber:Kantor Kepala Desa Sait Buttu Saribu, 2012

Dari Tabel 9. Dapat dilihat jumlah umur produktif ( usia 13 – 65 Tahun) adalah sebanyak 3849 jiwa (77,41%). Umur produktif adalah umur dimana seseorang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat menghasilkan barang dan jasa dengan efektif. Sedangkan umur tidak produktif (Usia 0 – 12 tahun) sebanyak 835 jiwa (16,8%) dan manula (usia >65 Tahun) sebanyak 288 jiwa (5,79%).

Penduduk Nagori Sait Buttu Saribu berjumlah 4972 jiwa yang terdiri dari 2330 jiwa laki – laki dan 2642 jiwa perempuan. Dengan perincian sebagai berikut: Tabel 10. luas wilayah dan jumlah penduduk berdasarkan Huta (Dusun) No Huta(Dusun) Luas (Ha) Jumlah Penduduk

1 2 3 4

(49)

Tabel 11. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Huta (Dusun)

Sumber:Kantor Kepala Desa Sait Buttu Saribu, 2012

Dengan kepadatan penduduk rata – rata 268 jiwa per KM2, penduduk tersebut terhimpun dalam 550 kepala keluarga, dengan demikian setiap keluarga rata – rata terdiri dari 5 Anggota keluarga.

Tingkat pendidikan di Nagori Sait Buttu Saribu dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 12. Tingkat Pendidikan Masyarakat

No Uraian Jumlah Persentase

1. Tidak tamat SD 226 15,34%

Sumber:Kantor Kepala Desa Sait Buttu Saribu, 2012

(50)

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana sangat mempengaruhi kemajuan dan perkembangan masyarakat setempat. Semakin baik sarana dan prasarana akan mempercepat laju pembangunan di suatu daerah. Sarana dan Prasarana di Nagori Sait Buttu Saribu dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Sarana dan Prasarana Nagori Sait Buttu Saribu

No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1. Sekolah

a. Taman Kanak – Kanak 6

b. Sekolah Dasar 8

c. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 2 2. Kesehatan

a. Puskesmas Pembantu 1

b. Posyandu 5

Sumber:Kantor Kepala Desa Sait Buttu Saribu, 2012

Dari Tabel 13. Dapat dilihat bahwa sarana pendidikan di Nagori Sait Buttu Saribu sudah cukup lengkap, yang terditi dari Taman Kanak – kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, hanya saja untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) belum tersedia di Nagori ini.

(51)

dan Hari Minggu. Selain itu, untuk sarana olahraga hanya terdapat 1 unit lapangan bola voli saja.

Untuk kondisi jalan di Nagori Sait Buttu Saribu belum seluruhnya di aspal dan jalan menuju ke dalam desa sebagian besar masih berupa jalan tanah dan jalan batuan. Jalan yang diaspal hanya sepanjang 2 Km saja.

4.2. Karakteristik Petani Sampel dan Pengolah di Daerah Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah anggota Kelompok Tani Simalungun Jaya “SIMANJA” yang memproduksi dan mengolah buah kopi menjadi kopi Bubuk di Nagori Sait Buttu Saribu Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.

Karakteristik Petani sampel yang dimaksud adalah petani yang merupakan anggota Kelompok Tani SIMANJA yang melakukan pengolahan buah kopi dari Kopi gelondongan merah (Cherry Red) sampai menghasilkan kopi Tanduk (Kopi Biji). Dimana karakteristik tersebut meliputi umur, tingkat pendidikan dan lama bertani kopi arabika. Karakteristik sampel petani dijelaskan pada Tabel 14.

Tabel 14. Karakteristik Petani sampel (produsen) di Desa Sait Buttu Saribu No Karakteristik Satuan Rata – rata Rentang

1. Umur Tahun 45,25 29 – 57

2. Pendidikan Tahun 11,75 9 – 12

3. Lama Bertani Tahun 11,17 4 – 15

Sumber: Data diolah dari lampiran 5

(52)

rata – rata 11, 75 tahun dengan rentang waktu 9 – 12 tahun. Sedangkan pengalaman bertani kopi arabika petani sampel memiliki rata – rata 11,17 tahun dengan rentang waktu 4 – 15 tahun.

Pengolah Kopi Bubuk Arabika dalam penelitian ini adalah kelompok tani Simalungun Jaya (SIMANJA), yang mengolah kopi biji menjadi kopi bubuk.

Tabel 15. Karakteristik Kelompok Tani Simanja (Pengolah)

No Karakteristik Satuan Rata – Rata Rentang

1. Lama Usaha Pengolahan Tahun 4 4

2. Produksi Kg/Bulan 12 12

Sumber:Data diolah dari lampiran 6

(53)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sistem Produksi Usaha Pengolahan Kopi Bubuk Arabika 5.1.1. Pengolahan Kopi Arabika Menjadi Kopi Biji (Kopi Tanduk)

Dalam melakukan sistem produksi pengolahan kopi bubuk arabika, petani yang merupakan anggota kelompok tani SIMANJA melakukan terlebih dahulu beberapa tahapan sebagai berikut:

- Pemetikan Buah Merah (Cherry Red)

Para petani sampel di daerah penelitian memetik buah yang telah matang, yaitu buah

yang telah memiliki kulit buah yang bewarna merah. Hal ini bertujuan untuk

memperoleh hasil yang bermutu tinggi. Tanaman kopi dapat di panen setiap 10 – 14

hari sekali atau dalam kurun waktu 2 kali panen dalam sebulan. Para petani di daerah

penelitian biasanya menggunakan wadah karung goni, atau ember kecil sebagai

tempat buah kopi.

Bila tanaman kopi sudah cukup tinggi dan buah sudah tidak dapat dijangkau oleh

tangan, biasanya para petani menggunakan bangku plastik, untuk membantu

menjangkau buah kopi tanpa merusak tajuk. Buah kopi dipetik satu persatu

menggunakan tangan dan dimasukkan ke dalam karung goni atau ember kecil.

Kemudian setelah selesai pemetikan buah kopi dikumpulkan menjadi satu dalam

karung goni. Setelah selesai, biasanya petani sampel ada yang menjual dalam

gelondongan merah (Cherry red) dengan harga Rp. 7.300,00 dan ada yang melakukan

proses pengolahan selanjutnya untuk menghasilkan kopi biji (Kopi biji berkulit

(54)

- Sortasi Gelondong

Sortasi gelondong dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan kopi merah yang

berisi dan sehat dengan kopi hampa dan terserang bubuk. Caranya, buah kopi yang

telah dipanen dimasukkan ke dalam ember berukuran besar yang biasanya berbentuk

tabung dan telah berisi air. Setelah itu buah kopi tersebut diaduk. Setelah diaduk,

gelondongan yang hampa dan terserang bubuk akan mengapung, sedangkan buah

kopi yang berisi dan sehat akan tetap tenggelam. Selanjutnya, buah kopi yang berisi

dan sehat siap digiling dengan menggunakan mesin pengupas kulit buah.

- Pengiilingan (Pengupasan Kulit Buah)

Pengupasan kulit buah bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah sehingga

diperoleh biji kopi yang masih terbungkus kulit tanduk. Pengupasan kulit buah

menggunakan mesin pulper berjenis vis pulper, sehingga hasil yang diperoleh harus

difermentasi dan dicuci lagi. Terkadang buah kopi yang keluar dari mesin pulper

kulitnya belum terkupas seluruhnya. Oleh karena itu, kulit buah yang belum terkupas

harus digiling kembali. Setelah selesai, biji kopi dimasukkan ke dalam karung goni

dan selanjutnya dilakukan proses fermentasi.

- Fermentasi

Fermentasi bertujuan untuk membantu melepaskan lapisan lendir yang menyelimuti

kopi yang keluar dari mesin pulper. Fermentasi biasanya dilakukan dengan dua cara

yaitu cara basah dan cara kering. Petani sampel di daerah penelitian melakukan

dengan cara fermentasi kering. Yaitu dengan cara memasukkan biji kopi yang telah

digiling ke dalam goni, kemudian meletakkan di tempat teduh, dan membiarkan

selam 1 malam atau ± 14 jam. Selanjutnya, dilakukan proses pencucian.

- Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan kotoran lainnya

(55)

melakukan pencucian dengan cara sederhana yaitu dengan memasukkan kopi ke

dalam ember yang berisi air. Pencucian dilakukan sampai berulang kali sampai lendir

hilang lalu ditiriskan. Kemudian melakukan proses penjemuran.

- Penjemuran

Para petani sampel di daerah penelitian melakukan penelitian dengan cara alami,

yaitu dengan memanfaatkan sinar matahari. Penjemuran dilakukan dengan cara

menjemur kopi di lantai dengan beralaskan tikar penjemur. Penjemuran pada tanah

harus beralaskan tikar penjemur. Karena, penjemuran secara langsung di atas tanah

akan menyebabkan kopi menjadi kotor dan terserang cendawan. Hamparan kopi

sebaiknya tidak terlalu tebal dan harus dibolak balik menggunakan alat yang

menyerupai garpu.

Penjemuran harus dilakukan dengan semprna dan benar – benar kering untuk

memperoleh hasil yang sempurna. Pengeringan yang tidak sempurna dapat

mengakibatkan biji bewarna cokelat, berjamur dan berbau apek. Waktu penjemuran

tergantung pada sinar matahari. Biasanya jika sinar matahari terik, penjemuran hanya

berlangsung ± 6 – 8 jam. Jika musin hujan penjemuran dapat berlangsung berhari –

hari. Setelah benar – benar kering kopi biji (kopi tanduk) siap dijual dengan harga

Rp. 21.000 atau akan diolah menjadi kopi bubuk.

5.1.2. Pengolahan Kopi Biji (Kopi Tanduk) menjadi Kopi Bubuk Arabika

Tahapan selanjutnya adalah proses Pengolahan Kopi biji menjadi kopi bubuk arabika.

Proses dikerjakan oleh Anggota Kelompok Tani SIMANJA dikerjakan dengan secara

berkelompok dan masing – masing anggota telah memiliki tugas. Pengolahan yang

dilakukan oleh kelompok tani ini masih sederhana. Adapun tahapan proses yang

(56)

- Pengupasan Kulit Ari (Kulit Tanduk)

Pemisahan ini bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit

tanduk dan kulit ari. Untuk tahap ini, para anggota kelompok tani tidak menggunakan

mesin. Mereka mengerjakan secara manual dengan cara menumbuk dengan

menggunakan alu. Dengan melakukan tahap ini, maka dihasilkan kopi beras.

- Sortasi Biji Cacat

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan kopi dari kopi berkulit

tanduk, dan kotoran – kotoran seperti pasir, kerikil, ataupun kotoran – kotoran

lainnya.

- Penyangraian

Penyangraian bertujuan untuk mendapatkan biji kopi yang bewarna cokelat kehitam –

hitaman. Penyangraian yang dilakukan oleh Anggota Kelompok Tani SIMANJA

secara sederhana dengan menggunakan kuali (wajan), dengan cara sebagai berikut:

1. Wajan yang akan digunakan harus dipanasi terlebih dahulu, setelah wajan cukup

panas, selanjutnya masukkan kopi beras. Selama proses penyangraian, kopi harus

secara terus menerus diaduk agar panas nya merata dan warna kopi yang

dihasilkan seragam secara keseluruhan.

2. Bila warna kopi sudah mulai cokelat kehitam – hitaman dan mudah pecah, kopi

sudah bisa diangkat. Kemudian, kopi di dinginkan dan dihamparkan pada sebuah

tampi, dan dibiarkan sampai kopi benar – benar dingin ± 12 jam.

- Penggilingan Pertama

Penggilingan kopi yang dilakukan oleh anggota kelompok tani simanja,

menggunakan mesin penggiling kopi (Grinder). Mesin ini sudah dilengkapi alat

(57)

- Penggilingan Kedua

Penggilingan kopi yang kedua bertujuan agar bubuk kopi yang dihasilkan lebih halus

secara sempurna.

- Pengayakan

Pengayakan kopi dilakukan untuk menyaring kopi bubuk yang telah digiling oleh

mesin. Bubuk kopi yang tidak lolos dari pengayakan, dikumpulkan dan digiling

kembali, agar bubuk kopi lebih halus.

- Pengemasan

Pengemasan dilakukan dengan tujuan agar kopi tidak mengalami perubahan aroma

sehingga mengurangi citra rasa kopi. Pengemasan yang dilakukan oleh Kelompok

Tani yaitu melakukan pengepakan yang terlebih dahulu dikemas dalam plastik

kemudikan dipak dalam kotak yang telah bermerek. Selanjutnya, kopi yang sudah

dikemas di pasarkan sesuai dengan pemesanan atau ke konsumen langsung.

Berdasarkan penjelasan diatas, telah diketahui bagaimana sistem pengolahan kopi bubuk

arabika di daerah penelitian. Dengan demikian, hipotesis 1 pengolahan kopi bubuk

arabika di daerah penelitian masih sederhana dapat diterima.

5.2. Nilai Tambah Hasil Pengolahan Kopi Bubuk

Nilai tambah yang diukur adalah nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kopi biji

(kopi tanduk) menjadi kopi bubuk. Jenis kopi yang diolah adalah kopi Arabica. Adapun

metode analisis yang digunakan untuk mengetahui nilai tambah yang diperoleh dari

pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk adalah Metode Hayami. Analisis Nilai tambah

berguna untuk mengetahui distribusi nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan

kopi biji menjadi kopi bubuk. Komponen utama perhitungan nilai tambah adalah bahan

(58)

Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Penolong

Kegiatan pengadaan bahan baku merupakan kegiatan penting yang dapat mempengaruhi

produksi suatu usaha. Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan kopi

bubuk adalah kopi biji yang masih berlapis kulit tanduk. Bahan baku ini dibeli langsung

dari anggota kelompok tani dengan alasan untuk mensejahterahkan anggota kelompok

tani. Secara rinci, kebutuhan bahan baku akan dijelaskan pada Tabel 16.

Tabel 16. Biaya Bahan Baku Dalam Satu Kali Produksi

No Uraian kebutuhan

Minggu Bulan

1 Frekuensi pembuatan kopi bubuk 1 4

2 Kebutuhan Bahan Baku (Kg) 3 12

3 Biaya Bahan Baku (Kopi Biji/3kg) - Harga bahan baku (Rp/Kg)

Rp. 63.000 Rp. 21.000

Rp. 252.000 Rp. 21.000 Sumber: Data diolah dari lampiran 7, 2014

Dalam pengolahan kopi bubuk juga diperlukan bahan penunjang, seperti: kemasan kotak,

plastic, Isolasi, Gas, Listrik, dan Air. Secara rinci dapat dijelaskan pada Tabel 17:

Tabel 17. Bahan Penunjang Yang Digunakan Dalam Satu Kali Produksi

No Uraian Volume Harga Satuan Biaya

Sumber: Data diolah dari Lampiran dari lampiran 8, 2014

Dari Tabel 16 dan Tabel 17 diketahui bahwa penggunaan bahan baku dalam satu kali

proses produksi atau dalam satu minggu membutuhkan volume bahan baku sebanyak 3Kg

dengan biaya Rp. 63.000. Biaya Bahan penunjang sebesar Rp.30.600. Sedangkan untuk

satu bulan, membutuhkan volume bahan baku sebanyak 12Kg dengan biaya Rp. 252.000

(59)

Penggunaan Modal Investasi

Ketersediaan modal yang mencukupi dalam menjalankan suatu usaha, sangat diperlukan

demi keberlangsungan usaha yang dijalankan. Umumnya, Kelompok Tani Simalungun

Jaya di daerah penelitian telah 4 tahun menjalankan usahanya. Dengan pendapatan yang

dihasilkan sedikit demi sedikit digunakan untuk melengkapi alat dan mesin produksi serta

mengembangkan usahanya. Secara rinci, modal rata – rata investasi pengolahan kopi

bubuk arabika di daerah penelitian, dijelaskan pada Tabel 18.

Tabel 18. Penggunaan Modal Investasi Pengolahan Kopi Bubuk arabika di Daerah

Penelitian

1 12.000.000 12.000.000 Milik Anggota

Total 28.152.000 28.575.000

Sumber:Analisis Data Primer (Lampiran 10), 2014

Dari Tabel 18. dapat di lihat bahwa modal awal yang dibutuhkan untuk investasi dalam

membeli peralatan dan kebutuhan awal pada usaha pengolahan kopi bubuk arabika

sebesar Rp. 28.575.000. Namun, Kelompok Tani ini mendapat keringanan biaya dari

Bantuan pemerintah berupa mesin grinder senilai Rp. 15.500.000 dan pinjaman gudang

pengolahan kopi secara suka rela senilai Rp. 12.000.000. Sehingga modal investasi yang

(60)

Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga Kerja dalam pengolahan kopi bubuk arabika di daerah penelitian sangat

diperlukan untuk mengerjakan berbagai kegiatan produksi seperti: penyortiran,

peredangan, penggilingan, pengayakan, dan pengemasan.

Tabel 19. Tenaga Kerja dalam Pengolahan Kopi Bubuk Dalam Satu Kali Produksi

di Daerah Penelitian

No Uraian Jumlah

1. Jumlah Tenaga Kerja 12 Orang

2. HOK (Untuk satu kali produksi) 1,98

3. Upah Tenaga Kerja (Rp/Hari Kerja) Rp. 40.000

Sumber: data diolah dari lampiran, lampiran 11, 2014

Dari Tabel 19 dapat dijelaskan bahwa jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk 1 kali

produksi sebanyak 12 orang dengan total 1,98 HOK dalam satu kali produksi. Upah

tenaga kerja per hari kerja sebesar Rp. 40.000. Dalam proses pengolahan kopi bubuk

arabika di daerah penelitian, sumber tenaga kerja yang digunakan berasal dari anggota

kelompok tani simanja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ketersedian tenaga

kerja di daerah penelitian cukup tersedia

Perhitungan Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kopi bubuk arabika dihitung

dengan menggunakan metode hayami. Perhitungan nilai tambah dilakukan dengan

melihat berbagai komponen yang mempengaruhi dalam perhitungan, antara lain bahan

baku penunjang (sumbangan input lain), dan harga bahan baku. Selain nilai tambah,

model perhitungan hayami juga menganalisis pendapatan tenaga kerja, keuntungan

pengusaha, serta dapat melihat margin yang diperoleh dari pengolahan kopi bubuk

tersebut. Secara rinci, perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode hayami

Gambar

Tabel Judul
Gambar Judul
Tabel 1. Luas tanaman dan produksi tanaman perkebunan rakyat di
Gambar 1. Diagram analisis SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait