• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Pendapatan Usahatani Padi Sawah

Pendapatan petani padi sawah di Desa Lubuk Bayas memiliki 3 sumber pendapatan yaitu pendapatan dari usahatani padi sawah, pendapatan dari non usahatani dan pendapatan dari usahatani non padi sawah. Besarnya pendapatan dari usahatani padi sawah diperoleh dengan menghitung besarnya penerimaan dari produksi padi sawah dikurangi biaya produksi. Tanaman padi di panen dalam 2 kali selama setahun dengan musim tanam I, dari bulan Mei sampai September.sedangkan musim tanam II dari bulan Oktober sampai bulan Januari.

Besarnya pendapatan dari berbagai sumber pendapatan petani di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata Pendapatan Petani Padi Sawah di Desa Lubuk Bayas, tahun 2009

No Sumber Pendapatan Per Petani (Rp) 1

2 3

Padi Sawah

Cabe, Kacang kedelai, beternak Buruh tani, berdagang

21,810,422 10,203,274 5,353,464

Total 37,367,160

sumber: data diolah dari lampiran 36

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan dari usahatani padi sawah dalam satu tahun yaitu Rp 21,810,422. Dengan demikian menjelaskan bahwa sumber pendapatan padi lebih besar dibanding dari sumber pendapatan dari usahatani non padi sawah dan non usahatani.

Untuk mengetahui besarnya kontribusi usahatani padi sawah, usahatani non padi sawah dan non usahatani terhadap pendapatan keluarga dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rata-rata Kontribusi Pendapatan Usahatani dan Non Usahatani Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Lubuk Bayas, tahun 2009

No Uraian Pendapatan (Rp/Thn) Kontribusi (%) 1 2 3

Usahatani Padi Sawah Usahatani Non Padi sawah Non Usahatani 21,810,422 10,203,274 5,353,464 58,36 27,30 14,32 Total 37,367,160 100

sumber: data diolah dari lampiran 37

Dari Tabel 11 menunjukkan rata-rata kontribusi yang diberikan oleh pendapatan dari Usahatani Padi Sawah terhadap pendapatan keluarga sebesar 58,36 %. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa usahatani padi sawah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan keluarga dibandingkan dengan pendapatan dari usahatani non padi sawah dan non usahatani.

Kontribusi Pendapatan Usahatani Non Padi Sawah

Berdasarkaan Tabel 10 pendapatan dari usahatani non padi sawah berasal

dari usahatani cabe, kacang kedelai dan beternak sebesar Rp 10,203,274. Usahatani non padi sawah berupa cabe dan kacang kedelai di tanam dari bulan Februari sampai bulan April tahun 2009.

Berdasarkan Tabel 11 kontribusi yang diberikan oleh pendapatan dari usahatani non padi sawah sebesar 27,30 % . Hal ini menjelaskan bahwa usahatani non padi sawah memberikan kontribusi lebih kecil daripada usahatani padi sawah terhadap pendapatan keluarga.

Kontribusi Pendapatan Non Usahatani

Pendapatan dari non usahatani bersumber dari usaha berdagang dan buruh tani dan dilakukan oleh petani di sela-sela waktu luang mereka. Berdasarkan Tabel 10 pendapatan dari non usahatani berupa buruh tani dan berdagang mempunyai rata-rata pendapatan sebesar Rp 5,353,464.

Berdasarkan Tabel 11 sumbangan dari Non Usahatani terhadap pendapatan keluarga adalah 14,32 %. Hal ini menjelaskan bahwa pendapatan petani yang bersumber dari non usahatani memberikan kontribusi yang lebih kecil bila dibandingkan dengan usahatani padi sawah dan usahatani non padi sawah. Hal ini disebabkan karena petani lebih mengutamakan mengusahakan usahatani padi sawah dibanding usaha yang lain. Mereka menganggap bahwa usahatani yang lain dan kegiatan di bidang non usahatani merupakan kegiatan sampingan sehingga mereka tidak terlalu serius mengusahakannya.

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah

1. Hubungan Umur Dengan Pendapatan Padi Sawah

Berdasarkan analisis korelasi pada Lampiran 44, bahwa korelasi antara umur dan pendapatan petani padi sawah menghasilkan tingkat signifikan sebesar 0,571. Nilai koefisien korelasi (r) antara umur dan pendapatan petani sebesar 0,108. Berdasarkan nilai klasifikasi hubungan statistika antara 2 peubah menurut Guildford, maka pada r < 0,2 artinya tidak terdapat hubungan antara umur dengan pendapatan petani padi sawah. Dengan tingkat signifikan 0,571 > 0,05 maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara umur petani dengan pendapatan petani dari usahatani padi sawah. Hal ini disebabkan karena

umur petani di Desa Lubuk Bayas tergolong dalam usia produktif tetapi menempuh pendidikan formal hanya 8,83 tahun. Keadaan ini mempengaruhi keterampilan petani dalam mengadopsi teknologi yang baru.

2. Hubungan Pendidikan Dengan Pendapatan Padi Sawah

Menurut Ahmadi (2003), mengatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang akan diperlukan dalam kehidupannya. Kekurangan tersebut akan mempengaruhi tingkat kualitas pekerjaannya.

Berdasarkan Lampiran 45, bahwa analisis korelasi antara pendidikan dengan pendapatan petani memiliki tingkat signifikan sebesar 0,262. Sedangkan koefisien r sebesar 0,211. Berdasarkan nilai klasifikasi hubungan statistika antara 2 peubah menurut Guildford, maka pada 0,2 s/d 0,4 menyatakan bahwa hubungan pendidikan dengan pendapatan petani menyatakan hubungan yang lemah. Tingkat signifikan 0,262 > 0,05 maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan yang nyata antara pendidikan dengan pendapatan padi sawah. Hal ini terjadi karena tingkat pengetahuan petani masih tergolong rendah sehingga pengetahuan dan keterampilan untuk memanfaatkan potensi di dalam maupun diluar dirinya untuk menjalankan usahataninya masih rendah.

3. Hubungan Lamanya Berusahatani Dengan Pendapatan Padi Sawah

Berdasarkan hasil analisis korelasi pada Lampiran 46, menjelaskan bahwa korelasi antara lamanya berusahatani dengan pendapatan petani menghasilkan tingkat signifikan sebesar 0,529 dengan nilai koefisien (r) sebesar – 0,120. Nilai koefisiennya bernilai negatif berarti apabila nilai lamanya berusahatani naik maka pendapatannya akan berbanding terbalik dengan lamanya berusahatani, demikian

sebaliknya. Berdasarkan nilai klasifikasi hubungan statistika antara 2 peubah menurut Guildford, maka pada r < 0,2 berarti tidak terdapat hubungan antara lamanya berani dengan pendapatan padi sawah. Tingkat signifikan pada 0,529 > 0,05 maka Ho diterima dan tidak ada hubungan yang nyata antara lamanya bertani dengan pendapatan pada padi sawah tersebut. Hal ini disebabkan karna metode yang digunakan oleh petani dalam mengusahakan usahataninya masih tradisional.

4. Hubungan Jumlah Tanggungan Dengan Pendapatan Padi Sawah

Berdasarkan hasil analisis korelasi pada Lampiran 47, menjelaskan bahwa korelasi antara jumlah tanggungan dengan pendapatan petani menghasilkan tingkat signifikan sebesar 0,798 dengan nilai koefisien (r) sebesar 0,049. Berdasarkan nilai klasifikasi hubungan statistika antara 2 peubah menurut Guildford, maka pada r < 0,2 berarti tidak terdapat hubungan antara jumlah tanggungan dengan pendapatan padi sawah. Tingkat signifikan pada 0,798 > 0,05 maka Ho diterima dan tidak ada hubungan yang nyata antara jumlah tanggungan dengan pendapatan pada padi sawah tersebut. Hal ini disebabkan karena jumlah tanggungan petani rata-rata 3 orang/keluarga yang merupakan tanggungan ekonomi petani, dimana kebutuhan harus tetap dipenuhi tanpa bergantung terhadap besar kecilnya pendapatan.

5. Hubungan Luas Lahan Padi Sawah Dengan Pendapatan Padi Sawah

Luas yang dimiliki oleh petani sampel antara 0,2-4,00 dengan rerata sebesar 0,68. Dari rerata tersebut dapat disimpulkan bahwa luas lahan yang dimiliki petani sampel adalah sedang. Menurut soekartawi (1989), luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan akhirnya mempengaruhi efesiensi tidaknya suatu usaha pertanian. Lahan dengan luas sedang, yang digunakan untuk

mengusahakan pertanian lebih mengupayakan pengawasan terhadap berbagai pemakaian faktor produksi.

Berdasarkan hasil analisis korelasi pada Lampiran 48, menjelaskan bahwa korelasi antara luas lahan dengan pendapatan petani menghasilkan tingkat signifikan sebesar 0,00 dengan nilai koefisien (r) sebesar 0.981. Berdasarkan nilai klasifikasi hubungan statistika antara 2 peubah menurut Guildford, maka pada r yang berada antara 0,9-1 berarti terdapat hubungan sangat kuat antara luas lahan dengan pendapatan padi sawah. Tingkat signifikan pada 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak maka ada hubungan yang nyata antara luas lahan dengan pendapatan pada padi sawah tersebut.

6. Hubungan Produksi Padi sawah Dengan Pendapatan Padi Sawah

Berdasarkan analisis pada Lampiran 49, bahwa korelasi antara produksi dengan pendapatan petani padi sawah menghasilkan tingkat signifikan sebesar 0,00 dengan nilai koefisien sebesar 0,994. Berdasarkan nilai klasifikasi hubungan statistika antara 2 peubah menurut Guildford, maka r yang berada 0,9-1 memiliki hubungan yang sangat kuat antara produksi dengan pendapatan petani padi sawah. Tingkat signifikan sebesar 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya ada hubungan yang nyata antara produksi dengan pendapatan pada padi sawah tersebut. Semakin besar produksi petani padi sawah, akan menyebabkan penerimaan petani meningkat.

Pengaruh Pendapatan Terhadap Kesejahteraan Petani Padi Sawah

a.Pola Pengeluaran Pangan .

Secara umum besaran konsumsi rumahtangga petani dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran untuk non pangan. Pada umumnya besarnya nilai pengeluaran rumahtangga di pedesaan bervariasi sesuai dengan besarnya pendapatan yang mereka peroleh. Fenomena ini akan terjadi apabila pendapatan rendah akan lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya terutama kebutuhan pengeluaran bahan makanan dibanding lainnya. Berbeda halnya bila pendapatan yang diperoleh semakin tinggi akan terjadi pergeseran antara kebutuhan bahan makanan dengan kebutuhan bukan makanan. Rata-rata pengeluaran petani selama 1 tahun dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rata-rata Proporsi Pengeluaran Pangan pada Petani Padi di Desa Lubuk Bayas, selama 1 tahun.

No Jenis Pangan Pengeluaran Pangan

Nilai (Rp) Persentase (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Beras Lauk-pauk Telur Sayur Garam Gula Minyak goring Terigu Minyak tanah/gas 1,974,000 808,000 143,076 832,800 13,600 285,200 480,800 78,400 2,917,846 26,2 10,7 1,8 11,0 0,18 3,7 6,3 1,04 38,7 Total 7,533,723 100 sumber: data diolah dari lampiran 39

Pada Tabel 12 menjelaskan pengeluaran rumahtangga petani selama 1 tahun. Pengeluaran pangan tersebut meliputi 9 bahan pokok. Proporsi pengeluaran yang paling dominan adalah pengeluaran pada kebutuhan akan minyak tanah/gas dengan rata-rata sebesar Rp 2,917,846 (38,7 %). Hal ini disebabkan karena

mayoritas petani menggunakan minyak tanah selain digunakan untuk memasak juga digunakan untuk penerangan sedangkan penggunaan gas merupakan program pemerintah. Sementara itu, kebutuhan akan beras rata- rata Rp 1,974,000

(26,2 %) merupakan kebutuhan pokok. Pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan

lainya adalah lauk-pauk, sayuran, minyak goreng, telur, gula, terigu, dan garam. Bila dilihat luas lahan yang dimiliki oleh petani, pola pengeluaran berbeda antara petani yang memiliki luas lahan yang sempit dengan petani yang memiliki luas lahan besar. Besarnya pengeluaran akan karbohidrat lebih utama bagi petani yang memiliki luas lahan sempit. Namun sebaliknya, petani yang tergolong lahannya luas memiliki pengeluaran yang besar akan lauk pauk, sayuran, minyak goreng dan minyak tanah. Hal ini menggambarkan bahwa semakin besar pendapatan yang diperoleh akan terjadi pola diversifikasi pada pemenuhan kebutuhan bahan makanan yang beragam dan berkualitas. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 39.

b. Pengeluaran Non Pangan

Pada Tabel 13, memperlihatkan jenis pengeluaran non pangan yang dihitung selama 1 tahun.

Tabel 13. Rata-rata Proporsi Pengeluaran Non Pangan Rumahtangga Petani, selama 1 tahun.

sumber: data diolah dari lampiran 41

Diantara ke 9 jenis non pangan tersebut, memperlihatkan bahwa pengeluaran untuk pendidikan lebih tinggi sebesar 30,4 %, dibandingkan pengeluaran non pangan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran rumahtangga petani akan pentingnya pendidikan mulai berkembang meskipun biaya untuk pendidikan lebih besar dibanding untuk pengeluaran non pangan lainnya. Disamping itu pengeluaran untuk non pangan lainnya seperti pakaian sebesar (16,5 %) , biaya pengobatan sebesar (2,6 %) dan transportasi sebesar (10,7 %) berperan sebagai pelengkap kebutuhan non pangan yang penting. Pengeluaran untuk biaya pengobatan hanya 2,6 % karena sifat pengeluarannya secara insidentil. Namun untuk beberapa pengeluaran tertentu seperti untuk agama sebesar 8,6 % lebih dominan bila dibandingkan dengan pengeluaran seperti perbaikan rumah, kegiatan sosial, dan rekreasi.

No Jenis Non Pangan Pengeluaran Non Pangan

Nilai (Rp) Persentase (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pakaian Pendidikan Biaya pengobatan Transportasi Adat Perbaikan Rumah Rekreasi Sosial Agama 1,605,400 2,950,000 258,857 1,040,571 1,338,000 147,600 804,705 638,222 840,000 16,5 30,4 2,6 10,7 13,8 1,5 8,3 6,5 8,6 Total 9,623,357 100

c. Total Pengeluaran Rumahtangga

Total pengeluaran rumahtangga petani antara kelompok kebutuhan pangan dan non pangan dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.

Tabel 14. Total Pengeluaran Rumahtangga Petani di Desa Lubuk Bayas, tahun 2009.

No Jenis Jumlah (Rp) Persentase (%)

1 2 Pangan Non pangan 7,533,723 9,623,357 42,65 57,34 Total 17,157,079 100

sumber: data diolah dari lampiran 42

Dari Tabel 14 tersebut memperlihatkan total pengeluaran rumahtangga antara kelompok kebutuhan pangan dan non pangan termasuk relatif merata dengan posisi hampir seimbang 50% dari total pengeluaran rumahtangga. Hal ini berarti petani padi sudah berorientasi menyeimbangkan kebutuhan pangan dan non pangan sesuai dengan tingkat pendapatan yang mereka peroleh. Namun tidak menutup kemungkinan rumahtangga petani akan memprioritaskan lebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan pangan dibanding kebutuhan non pangan.

Dilain pihak rumahtangga petani padi yang memiliki pendapatan tinggi, ada kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan pangan menjadi menurun dan sebaliknya untuk memenuhi kebutuhan non pangan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengeluaran untuk bahan pangan dan non pangan, erat kaitannya dengan pendapatan yang diterima baik dari usaha pertanian maupun pendapatan diluar usaha pertanian.

Tingkat Kesejahteraan Petani

Salah satu untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga petani dengan menggunakan konsep NTPRP (Nilai Tukar Rumahtangga Petani) merupakan nisbah antara pendapatan rumatangga petani dari berbagai sektor dengan seluruh pengeluaran rumahtangga yang terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi pangan dan non pangan serta pengeluaran untuk produksi pertanian.

Tabel berikut memperlihatkan besarnya pengaruh pendapatan terhadap kesejahteraan yang menggunakan konsep NTPRP selama 1 tahun.

Tabel 15. Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga pada Petani Padi Sawah di Desa Lubuk Bayas, tahun 2009

No Uraian Jumlah (Rp)

1 2 3 4

Pendapatan dari padi sawah Pendapatan dari non padi sawah dan non usahatani Pengeluaran untuk usahatani Pengeluaran untuk non usahatani 21,810,422 15,556,738 5,673,837 17,157,079

Nilai Tukar Rumahtangga Petani 1,637 sumber: data diolah dari lampiran 43

Pada Tabel 15, memperlihatkan bahwa pembentukan NTPRP yang terdiri dari pendapatan dari usahatani padi sawah Rp 21,810,422 pendapatan dari non padi sawah ( kacang kedele, cabe, beternak) dan pendapatan dari non usahatani (buruh tani, berdagang) sebesar Rp 15,556,738 pengeluaran untuk biaya usahatani Rp 5,673,837 dan pengeluaran untuk non usahatani ( pengeluaran untuk konsumsi pangan dan konsumsi non pangan) Rp 17,157,079. Besarnya kesejahteraan yang dapat dicapai rumahtangga petani diperoleh dengan menjumlahkan seluruh pendapatan petani dibagi jumlah seluruh pengeluaran petani. Sehingga NTPRP yang diperoleh dari nisbah pendapatan terhadap total pengeluaran > 1 yaitu sebesar 1,637. Dapat disimpulkan bahwa rumah tangga petani termasuk dalam

kategori sejahtera artinya bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh masih mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan pengeluaran mereka.

Dokumen terkait