Gambaran Umum Pemasaran Susu Formula
Pada tahun 1970, susu formula mulai dimodifikasi, kandungan proteinnya diuraikan secara terpisah agar lebih mudah dicerna dan kandungan sodiumnya diturunkan. Susu formula standar di sebagian besar negara Barat pada dasarnya terbuat dari susu sapi yang dikeringkan dan berbentuk bubuk, ditambah vitamn, asam lemak, dan bahan-bahan lain. Kandungan protein telah dimodifikasi agar lebih mudah dicerna dan kandungan sodium (garam) telah dikurangi (Welford 2014).
Selain itu Welford (2014) juga mengatakan bahwa selain susu formula sapi, terdapat pula susu formula kambing, susu formula kedelai dan susu formula yang ditujukan untuk bayi non-ASI yang tidak dapat minum susu formula biasa karena masalah kesehatan. Beragam susu formula ini mengandung formula beras, formula hypoallergenic (kandungan proteinnya telah diuraikan) dan formula elemen yang disintesis dari asam amino.
Trik pemasaran dan iklan bisa mempengaruhi ibu untuk lebih memilih susu formula daripada Air Susu Ibu (ASI). Selain itu, pilihan untuk menggunakan susu
13 formula tertentu dipengaruhi oleh promosi merek, disamping menyesuaikan kebutuhan nutrisi dan kesehatan bayi.
Pada tahun 1981, World Health Organization (WHO) mendeteksi masalah pemasaran susu formula ini. Beragam teknik pemasaran digunakan untuk menekan aktivitas menyusui dan mempromosikan beragam merek susu formula, baik kepada masyarakat umum maupun petugas kesehatan. WHO kemudian mengeluarkan International Code of Marketing of Breastmilk Substitute (Undang-Undang Internasional WHO Mengenai Pemasaran Produk Pengganti ASI), yang diadaptasi dari World Health Assembly. Peraturan tersebut terus ditambah, ditingkatkan dan diklarifikasi untuk diterapan disemua negara, baik negara yang sedang berkembang maupun negara maju dengan tidak membatasi keberadaan susu formula, tetapi hanya mengatur cara-cara pemasaran yang sesuai (Welford 2014)
Welford (2014) mengemukakan bahwa terdapat hal-hal yang dilarang dalam pemasaran susu formula, antara lain adalah promosi ke masyarakat umum, termasuk pemberian sampel gratis atau tawaran spesial; promosi ke petugas kesehatan tanpa membawa bukti ilmiah; menampilkan gambar yang ideal di kemasan susu (misalnya foto bayi yang gemuk) dan klaim kesehatan yang menyesatkan. Selain itu, kemasan susu harus menampilan instruksi yang jelas mengenai pembuatan susu dalam bahasa di negara setempat.
Analisis Deskriptif Profil Responden
Profil konsumen susu formula untuk batita di Kota Bogor berdasarkan usia menunjukkan bahwa konsumen usia 26-30 tahun menjadi yang paling banyak melakukan pembelian susu formula untuk batita yaitu sebesar 45%, selanjutnya oleh usia 31-35 tahun sebesar 27%, 36-40 tahun sebesar 15% dan 20-25 tahun sebesar 13%. Usia anak dari responden didominasi oleh usia 2.1-3 tahun sebesar 44% dikarenakan mayoritas dalam usia tersebut sudah tidak mengonsumsi ASI lagi, sedangkan usia anak 1.1-2 tahun sebesar 40% dan sisanya 16% merupakan anak dengan usia dibawah satu tahun. Pendidikan terakhir responden terbanyak yaitu diploma dan sarjana sebesar 56% serta jumlah ibu bekerja sebagai pegawai maupun wiraswasta sebesar 52% dan sisanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan mahasiswa. Pendapatan per bulan konsumen susu formula untuk batita adalah Rp 1 000 000-Rp 3 000 000 sebesar 37%. Rata-rata pengeluaran yang dihabiskan untuk pembelian susu formula adalah Rp 100 000-Rp 300 000 sebesar 37%. Profil responden susu formula untuk batita dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Profil responden susu formula
Karakteristik Keterangan Persentase (%)
Usia
21-25 tahun 13
26-30 tahun 45
31-35 tahun 27
14
Lanjutan Tabel 7 Profil responden susu formula
Karakteristik Keterangan Persentase (%) Umur Anak <1 tahun 16 1.1 tahun-2 tahun 40 2.1 tahun-3 tahun 44 Pendidikan Terakhir SD/SMP/SMA 40 Diploma/Sarjana 56 Pascasarjana 4 Pekerjaan Karyawan/Wiraswasta 52
Ibu Rumah Tangga 46
Mahasiswa 2
Pendapatan per bulan (Rp)
<1 000 000 5
1 000 000-3 000 000 37
3 000 001-5 000 000 25 5 000 001-7 000 000 17
>7.000.000 16
Pengeluaran untuk Susu (Rp)
<100 000 3
100 001-300 000 37
300 001-500 000 33
>500 000 27
Sumber: data diolah (2015) Karakteristik Responden
Selama satu bulan rata-rata konsumen membeli produk susu formula sebanyak 3-5 kali dengan persentase 44%. Merek susu formula yang banyak dibeli adalah merek SGM sebesar 32%, disusul oleh Bebelac sebesar 22%, Dancow 18% dan sisanya adalah merek lain. Hal tersebut terbukti dari Top Brand
Susu Bubuk Bayi, yaitu merek SGM dengan nilai TBI yaitu 31.4%. Konsumen susu formula untuk batita biasanya memutuskan pembelian produk dengan terencana yaitu sebesar 94% dan sisanya menjawab tergantung situasi dengan presentase 5% dan mendadak sebesar 1%. Volume susu yang dominan dibeli adalah volume lebih dari 750 gram sebesar 70%, sedangkan untuk volume 400-750 gram sebesar 25% dan sisanya dibawah 400 gram. Alasan konsumen memilih volume tersebut karena menyesuaikan dengan kebutuhan anak. Kemasan produk susu yang dibeli adalah kemasan kardus sebesar 79%, kemasan kaleng sebesar 15% dan sisanya membeli dua kemasan tersebut. Biasanya konsumen membeli produk susu di Supermarket yaitu sebesar 68%, disusul oleh Minimarket sebesar 25% dan sisanya di Grosir 6% serta Toko atau Warung 1%. Jika susu formula yang biasa dibeli harganya naik, sebesar 97% konsumen akan tetap membeli dikarenakan susu formula dengan merek yang biasa dibeli sudah cocok dikonsumsi oleh anak, sedangkan sisanya sebesar 3% akan membeli merek yang lebih murah. Data selengkapnya mengenai karakteristik responden susu formula untuk batita dapat dilihat pada Tabel 8.
15 Tabel 8 Karakteristik responden susu formula
Karakteristik Keterangan Presentase (%)
Merek Susu Formula
SGM 30 Bebelac 22 Dancow 18 Frisian Flag 5 Morinaga 9 Lainnya 16
Cara Memutuskan Membeli
Terencana 94 Tergantung Situasi 5 Mendadak 1 Frekuensi Pembelian/Bulan <3 kali 20 3-5 kali 44 5-10 kali 15 >10 kali 21 Volume Produk <400 gram 5 400-750 gram 25 >750 gram 70
Alasan Memilih Volume
Lebih ekonomis 30
Sesuai kebutuhan 59
Terkontrol masa kadaluarsa 10
Lebih praktis 1
Kemasan Susu
Kardus 79
Kaleng 15
Kardus dan Kaleng 6
Tempat Pembelian
Supermarket 68
Grosir 6
Toko atau Warung 1
Minimarket 25
Jika Harga Susu Naik Akan tetap membeli 97 Membeli merek yang lebih murah 3
Sumber: data diolah (2015)
Perceived Quality
Penelitian ini menunjukkan persepsi konsumen mengenai kualitas suatu produk susu formula yang dikhususkan untuk bayi dibawah tiga tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas produk susu formula untuk batita dipersepsikan baik. Indikator perceived quality yang dipakai dalam penelitian ini antara lain adalah rasa, kesesuaian harga, kekentalan produk, manfaat, keamanan produk, kejelasan tanggal kadaluarsa, kemudahan memperoleh produk, desain kemasan, volume produk, tambahan AA (asam arachidonat) dan DHA (docosahexaenoic acid), komposisi, sertifikasi halal, izin Depkes dan kejelasan saran penyajian. Persepsi konsumen terkait dengan kualitas produk susu formula untuk batita dapat dilihat pada Tabel 9.
16
Tabel 9 Persepsi konsumen mengenai kualitas produk
No. Pernyataan Skor
1 Rasa yang disukai anak 4.42
2 Harga yang sesuai dengan kualitas 4.12
3 Kekentalan produk 4.04
4 Manfaat produk sesuai dengan kebutuhan 4.14
5 Produk aman dikonsumsi 4.31
6 Kejelasan masa kadaluarsa 4.66
7 Produk mudah diperoleh 4.37
8 Desain kemasan produk menarik 3.89
9 Volume produk bervariasi 4.04
10 Tambahan AA dan DHA 4.21
11 Komposisi sesuai dengan AKG 4.18
12 Sertifikasi halal 4.6
13 Izin Depkes RI 4.6
14 Kejelasan cara penyajian 4.42
Jumlah 60
Rata-rata 4.28
Sumber: data diolah (2015)
Berdasarkan penelitian mengenai persepsi konsumen terkait dengan kualitas produk didapatkan hasil bahwa kualitas produk susu formula untuk batita dikategorikan sangat baik dengan nilai rata-rata 4.28. Seluruh indikator menentukan kualitas produk susu yang dipersepsikan oleh konsumen. Persepsi konsumen tertinggi terdapat padakejelasan masa kadaluarsa. Sementara persepsi konsumen terkecil adalah pada desain kemasan sebesar 3.89. Walaupun desain kemasan mendapatkan nilai rata-rata terkecil, namun masih dalam kategori baik.
Analisis Crosstab Chi-Square
Tabulasi Silang Pendapatan per Bulan dengan Merek Susu Formula
Peubah karakteristik responden yang pertama diuji adalah antara pendapat per bulan responden dengan merek susu formula yang biasa dikonsumsi oleh anak responden. Secara lengkap hasil tabulasi silang antara pendapat per bulan dengan merek susu formula bisa dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Hasil tabulasi silang pendapatan per bulan dengan merek susu formula
Pendapatan per Bulan Merek Susu yang dikonsumsi Anak Total (%)
SGM (%) Bebelac (%) Dancow (%) Lainnya (%)
<1 000 000 5 1 0 0 6 1 000 000-3 000 000 17 4 9 12 42 3 000 001-5 000 000 6 7 5 10 28 5 000 001-7 000 000 4 6 4 5 19 >7.000.000 2 5 2 8 17 Total 34 23 20 35 100
17 Hasil tabulasi silang pendapatan per bulan dengan merek susu formula menunjukkan bahwa responden dengan pendapatan Rp 1 000 000-Rp 3 000 000 paling banyak membeli susu SGM, sama halnya dengan responden susu Dancow. Sedangkan responden dengan pendapatan Rp3 000 000-Rp 5 000 000 paling banyak membeli susu Bebelac. Hal tersebut terjadi karena harga susu SGM dan Dancow relatif lebih terjangkau yaitu Rp 8 189/100gram dan Rp 10 875/100gram, dibanding harga susu Bebelac Rp 15 438/100gram sehingga reponden yang pendapatannya Rp 1 000 000-Rp 3 000 000 (lebih rendah dari pendapatan responden susu Bebelac yaitu Rp 3 000 000-Rp 5 000 000) lebih memilih susu SGM dan Dancow yang harganya lebih murah. Hal tersebut bertentangan dengan hasil khi kuadrat pendapatan per bulan dengan merek susu formula pada Tabel 11 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara pendapatan per bulan dengan merek susu formula yang biasa dibeli responden.
Tabel 11 Hasil uji khi kuadrat pendapatan per bulan dengan merek susu formula
Value Df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 24.060 20 .240
N of Valid Cases 113
Sumber : data diolah (2015)
Tabulasi Silang Pendapatan per Bulan dengan Volume Produk
Peubah karakteristik responden yang kedua diuji adalah antara pendapat per bulan responden dengan volume produk susu formula yang biasa dikonsumsi oleh anak responden. Secara lengkap hasil tabulasi silang antara pendapat per bulan dengan volume produk bisa dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Hasil tabulasi silang pendapat per bulan dengan volume produk
Pendapatan per Bulan Volume produk Total (%) <400 gram (%) 400-750 gram (%) >750 gram (%)
<1 000 000 2 2 2 6 1 000 000-3 000 000 2 12 24 37 3 000 001-5 000 000 1 8 16 25 5 000 001-7 000 000 0 4 13 17 >7.000.000 0 0 15 15 Total 5 25 70 100
Sumber: data diolah (2015)
Hasil tabulasi silang di atas menunjukkan bahwa volume produk 400-750 gram atau ukuran sedang banyak dibeli oleh responden dengan pendapatan Rp 1 000 000-Rp 3 000 000. Hal yang sama juga terjadi pada pembelian volume produk >750 gram. Responden yang masuk kategori golongan menengah ini lebih memilih volume tersebut karena manganggap bahwa semakin besar volume suatu produk, maka semakin hemat uang yang harus dikeluarkan. Sedangkan responden yang biasa membeli volume <400 gram adalah golongan kebawah dengan pendapatan terendah karena konsumen tersebut menyesuaikan dengan kemampuan daya belinya. Hal ini didukung dengan hasil penghitungan nilai khi kuadrat 19.307 dan taraf nyata 0.013 (<0.05) seperti pada Tabel 13, sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat korelasi antara pendapatan dengan merek susu formula yang biasa dibeli responden.
18
Tabel 13 Hasil uji khi kuadrat pendapatan per bulan dengan merek susu formula
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 19.307 8 .013
N of Valid Cases 113
Sumber: data diolah (2015)
Tabulasi Silang Pengeluaran untuk Susu per Bulan dengan Merek Susu Formula
Peubah karakteristik responden yang ketiga diuji adalah antara pengeluaran untuk susu per bulan dengan merek susu yang biasa dikonsumsi oleh anak responden. Secara lengkap hasil tabulasi silang antara pengeluaran untuk susu per bulan dengan merek susu formula bisa dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Hasil tabulasi silang pengeluaran untuk susu per bulan dengan merek susu formula
Pengeluaran untuk Susu
Merek Susu yang dikonsumsi Anak
Total (%)
SGM (%) Bebelac (%) Dancow (%) Lainnya (%)
<100 000 2 0 0 1 3
100 001-300 000 13 4 11 9 37
300 001-500 000 12 10 3 8 33
>500 000 3 7 4 13 27
Total 30 21 18 31 100
Sumber: data diolah (2015)
Responden susu SGM dan Dancow mayoritas mengeluarkan biaya untuk membeli susu setiap bulannya adalah sekitar Rp 100 001-Rp 300 000 yang masuk dalam kategori pengeluaran rendah, sedangkan responden susu Bebelac mengeluarkan biaya Rp 300 000-Rp 500 000 setiap bulannya yang masuk dalam kategori pengeluaran tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan frekuensi bahwa mayoritas responden dengan pendapatan relatif rendah juga mengalokasikan sedikit biaya untuk konsumsi susu anaknya, yaitu SGM dan Dancow, sedangkan responden yang berpenghasilan cukup tinggi mengalokasikan lebih banyak biaya untuk membeli merek susu Bebelac. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji khi kuadrat pengeluaran untuk susu per bulan dengan merek susu formula pada Tabel 15 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengeluaran untuk susu per bulan dengan merek susu formula.
Tabel 15 Hasil uji khi kuadrat pengeluaran untuk susu per bulan dengan merek susu formula
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 33.813 15 .004
N of Valid Cases 113
Sumber: data diolah (2015)
Tabulasi Silang Pengeluaran untuk Susu per Bulan dengan Volume Produk Peubah karakteristik responden yang ketiga diuji adalah antara pengeluaran untuk susu per bulan dengan volume produk susu yang biasa
19 dikonsumsi oleh anak responden. Secara lengkap hasil tabulasi silang antara pengeluaran untuk susu per bulan dengan volume produk dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Hasil tabulasi silang antara pengeluaran untuk susu per bulan dengan volume produk
Pengeluaran untuk Susu
Volume produk
Total (%) <400 gram (%) 400-750 gram (%) >750 gram (%)
<100 000 0 3 0 3
100 001-300 000 3 8 26 37
300 001-500 000 2 11 20 33
>500 000 1 3 23 27
Total 6 25 69 100
Sumber: data diolah (2015)
Hasil tabulasi silang pada Tabel 16 menunjukkan bahwa produk susu formula dengan volume <400 gram dan >750 gram banyak dibeli oleh konsumen dengan pengeluaran untuk susu perbulan adalah Rp 100 001-Rp 300 000 dan untuk volume antara 400-750 gram mayoritas dibeli oleh konsumen dengan pengeluaran untuk susu perbulan sebanyak Rp 300 001-Rp 500 001. Berdasarkan survey di lapangan, kebanyakan responden memilih volume tertentu karena menyesuaikan kebutuhan anak responden. Tidak semua anak responden mengonsumsi susu dengan jumlah yang sama setiap harinya, sehingga pembelian disesuaikan dengan kebutuhan anak. Dari hasil uji khi kuadrat pengeluaran untuk susu per bulan dengan volume produk susu formula diperoleh hasil bahwa nilai khi kuadrat 13.652 dan taraf nyata 0.034 di mana nilai tersebut kurang dari alpha 0.05 seperti pada Tabel 17 sehingga diperoleh informasi bahwa pengeluaran untuk susu per bulan memiliki korelasi dengan volume produk susu formula.
Tabel 17 Hasil uji khi kuadrat pengeluaran untuk susu per bulan dengan volume produk susu formula
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 13.652 6 .034
N of Valid Cases 113
Sumber: data diolah (2015)
Analisis PLS
Analisis SEM dengan menggunakan Partial Least Square digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel laten serta variabel laten dengan indikator konstruknya. Terdapat tiga buah variabel laten (konstruk) pada penelitian ini yaitu Perceived Quality (PQ), Brand Trust (BT) dan Keputusan Pembelian (KP). Pada analisis SEM dengan menggunakan SmartPLS akan dilakukan dua evaluasi model yaitu analisis evaluasi model pengukuran (Outer Model) dan analisis evaluasi model struktural (Inner Model).
Outer model menunjukan variabel manifest merepresentasikan variabel laten untuk diukur. Evaluasi outer model dapat terlihat dari nilai loading factor
20
pada masing-masing indikator. Jika loading factor di atas 0.7, maka ukuran reflektif indikator dengan latennya dapat dikatakan tinggi. Sedangkan inner model
menunjukan kekuatan estimasi antar variabel laten atau konstruk. Analisis Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)
Evaluasi model pengukuran terlebih dahulu dilakukan pada tahap evaluasi
convergent validity yang meliputi pengukuran nilai validitas (loading factor dan nilai AVE) serta pengukuran nilai realibilitas (composite realibility). Langkah pertama adalah melakukan eliminasi indikator dengan melihat nilai loading factor
yang kurang dari 0.7. Menurut Ghozali dan Latan (2015), suatu Indikator dikatakan mempunyai realibilitas yang baik jika nilainya lebih besar dari 0.7. Setelah dilakukan eliminasi indikator dengan melihat nilai loading factor, lalu dilihat lagi apakah masih terdapat indikator yang nilai loading factor-nya dibawah 0.7. Jika masih terdapat loading factor di bawah 0.7, maka dilakukan run ulang kembali sampai hasil seluruh loading factor untuk tiap indikator lebih besar dari 0.7. Model awal penelitian seluruh merek dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 2 Model Akhir Merek SGM
Pada merek SGM diperoleh hasil bahwa brand trust (BT) dapat dipengaruhi oleh perceived quality (PQ) sebesar 0.816. Hal tersebut berarti bahwa
perceived quality pada merek SGM mempengaruhi penciptaan kepercayaan merek pada konsumen yang sejalan dengan penelitian Azizi (2014) yang menyatakan bahwa adanya pengaruh antara perceived quality dengan brand trust. Perceived quality direfleksikan oleh lima indikator utama yang mampu secara konsisten menggambarkan persepsi konsumen terhadap kualitas susu merek SGM. Selain itu juga diperoleh hasil bahwa keputusan pembelian (KP) dipengaruhi oleh brand trust (BT) sebesar 0.659, sama halnya dengan hasil penelitian Ferrinadewi (2004). Keputusan pembelian (KP) dipengaruhi oleh perceived quality (PQ) dengan nilai lebih kecil dari yang lain yaitu sebesar 0.174. Dapat disimpulkan keputusan pembelian konsumen tercipta dari perceived quality itu sendiri atau melalui brand trust, akan tetapi terciptanya keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh
21 kepercayan konsumen terhadap merek SGM jika dilihat dari nilai hasil pengolahan data.
Gambar 3 Model Akhir Merek Bebelac
Berdasarkan hasil pengolahan data untuk merek Bebelac diperoleh hasil bahwa perceived quality (PQ) dapat memengaruhi brand trust (BT) sebesar 0.649,
brand trust (BT) dapat memengaruhi keputusan pembelian (KP) sebesar 0.460 dan keputusan pembelian (KP) dapat dipengaruhi oleh perceived quality (PQ) sebesar 0.267. Nilai keputusan pembelian (KP) terhadap perceived quality (PQ) mendapatkan nilai terkecil yang kemungkinan terjadinya karena konsumen yang memutuskan suatu pembelian bukan hanya berdasarkan persepsinya terhadap kualitas, melainkan kepercayaan konsumen terhadap merek Bebelac yang memang sudah tinggi.
22
Pada merek Dancow diperoleh hasil bahwa brand trust (BT) dapat dipengaruhi oleh perceived quality (PQ) sebesar 0.665. Selain itu juga diperoleh hasil bahwa keputusan pembelian (KP) dipengaruhi oleh brand trust (BT) sebesar 0.698. Keputusan pembelian (KP) dipengaruhi oleh perceived quality dengan nilai sangat kecil yaitu 0.071. Hal ini terjadi karena sebelum memutuskan untuk membeli susu Dancow, konsumen harus sudah memiliki kepercayaan terhadap merek, tidak hanya sekedar dari persepsi konsumen mengenai produk susu Dancow itu sendiri.
Gambar 5 Model Akhir Merek selain TBI
Berdasarkan survey di lapangan, merek selain TBI terdiri dari merek Morinaga, Frisian Flag, Nestle, Nutrilon, Pediasure, Lactogen, Nutrilon serta S26-Wyeth. Hasil dari olah data menunjukkan bahwa perceived quality (PQ) dapat memengaruhi brand trust (BT) sebesar 0.616, brand trust (BT) dapat memengaruhi keputusan pembelian (KP) sebesar 0.593 dan keputusan pembelian (KP) dapat dipengaruhi oleh perceived quality (PQ) sebesar 0.163. Keputusan Pembelian (KP) hanya direfleksikan oleh dua indikator utama yang mampu secara konsisten menggambarkan keputusan konsumen dalam melakukan pembelian susu dengan merek selain TBI.
Tabel 18 Nilai loading factor variabel Brand Trust (BT)
Brand Indikator Deskripsi Loading Factor SGM BT4 Merek menjamin kepuasan konsumen 0.938
BT7 Merek dapat diandalkan 0.883
BT6 Merek merupakan brand yang konsisten 0.840 BT3 Merek tidak pernah mengecewakan 0.831 BT8 Merek berusaha memberikan yang terbaik 0.786 BT2 Konsumen percaya pada merek 0.762 Bebelac BT3 Merek tidak pernah mengecewakan 0.845 BT7 Merek dapat diandalkan 0.826
23 Lanjutan Tabel 18 Nilai loading factor variabel Brand Trust (BT)
Brand Indikator Deskripsi Loading Factor
Bebelac BT6 Merek merupakan brand yang konsisten 0.731 BT5 Merek memberikan informasi yang benar 0.709 Dancow BT4 Merek menjamin kepuasan konsumen 0.864
BT7 Merek dapat diandalkan 0.855
BT5 Merek memberikan informasi yang benar 0.825 BT3 Merek tidak pernah mengecewakan 0.749 BT6 Merek merupakan brand yang konsisten 0.702 Lainnya BT4 Merek menjamin kepuasan konsumen 0.844 BT3 Merek tidak pernah mengecewakan 0.838 BT8 Merek berusaha memberikan yang terbaik 0.797 BT6 Merek merupakan brand yang konsisten 0.765
BT7 Merek dapat diandalkan 0.743
Sumber: data diolah (2015)
Berdasarkan Tabel 18 diperoleh bahwa variabel brand trust (BT) pada susu formula merek SGM mampu direfleksikan dengan jumlah indikator terbanyak yaitu sebanyak enam indikator dibandingkan dengan merek Bebelac dan Dancow yang masing-masing hanya direfleksikan dengan empat dan lima indikator. Selain itu, pada variabel brand trust merek SGM diketahui bahwa indikator BT7 memiliki nilai loading factor tertinggi (0.938). Sejalan dengan posisi TBI susu formula bahwa susu merek SGM menempati peringkat pertama.
Pada merek susu formula diketahui bahwa indikator yang dimiliki oleh semua merek yang masuk dalam TBI maupun diluar TBI adalah BT3, BT6 dan BT7. Pada merek Bebelac, indikator BT3 menempati urutan pertama, berbeda dengan merek SGM dan Dancow yang berada pada urutan keempat. Hal ini karena konsumen Bebelac mayoritas sudah tidak pernah merasa dikecewakan oleh merek Bebelac. Indikator kepercayaan merek yang dimiliki konsumen yaitu indikator BT7 menyatakan bahwa konsumen dapat mengandalkan ketiga top brand tersebut pada urutan yang sama. Konsumen susu SGM dan Dancow merasa dijamin kepuasannya, dibuktikan dari nilai loading factor tertinggi pada setiap mereknya. Berdasarkan olah data, hal ini terjadi karena perusahaan susu SGM dan Dancow memiliki komposisi produk yang sudah sesuai dengan standar angka kecukupan gizi (AKG) yang ditetapkan oleh pemerintah. Begitupun juga dengan merek selain TBI yang indikator merek menjamin kepuasan konsumen (BT4) berada pada urutan pertama.
Tabel 19 Nilai loading factor variabel Perceived Quality (PQ) dan Keputusan Pembelian (KP)
Brand Indikator Deskripsi Loading Factor
SGM PQ13 Izin Depkes RI 0.797
PQ11 Komposisi sesuai AKG 0.784
PQ12 Sertifikasi halal 0.762
PQ5 Produk aman dikonsumsi 0.752
24
Lanjutan Tabel 19 Nilai loading factor variabel Perceived Quality (PQ) dan Keputusan Pembelian (KP)
Brand Indikator Deskripsi Loading Factor
KP1 Pembelian merupakan keputusan tepat 0.889 KP4 Melakukan pembelian ulang 0.878 KP2 Membeli karena terbiasa mengonsumsi 0.871
Bebelac PQ1 Rasa disukai anak 0.871
PQ6 Kejelasan masa kadaluarsa 0.856
PQ2 Harga sesuai kualitas 0.786
PQ8 Desain kemasan produk menarik 0.763 KP4 Melakukan pembelian ulang 0.878 KP1 Pembelian merupakan keputusan tepat 0.889
KP2 Membeli karena terbiasa mengonsumsi 0.871 Dancow PQ10 Tambahan AA dan DHA 0.944
PQ11 Komposisi sesuai AKG 0.830
PQ14 Kejelasan cara penyajian 0.780 KP1 Pembelian merupakan keputusan tepat 0.889 KP3 Merekomendasikan ke orang lain 0.838
Lainnya PQ13 Izin Depkes RI 0.847
PQ12 Sertifikasi halal 0.784
PQ7 Produk mudah diperoleh 0.759
PQ14 Kejelasan cara penyajian 0.734 KP1 Pembelian merupakan keputusan tepat 0.875
KP4 Melakukan pembelian ulang 0.838
Sumber: data diolah (2015)
Hasil pengolahan data yang ada pada Tabel 19 bahwa indikator pembelian merupakan keputusan yang tepat (KP1) merupakan indikator yang secara konsisten ada pada seluruh merek susu formula. Hal tersebut berarti bahwa seorang konsumen dalam memutuskan pembeliannya sudah merasa mantap memilih produk susu formula dengan merek tertentu yang biasa konsumen beli. Kemantapan pada keputusan pembelian tersebut juga terjadi karena beberapa hal, contohnya yang terjadi pada merek SGM. Konsumen susu SGM mempertimbangan lima indikator utama perceived quality, antara lain izin Depkes RI, komposisi sesuai AKG, sertifikasi halal, produk aman dikonsumsi dan harga