• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kabupaten Karo

Kabupaten Karo merupakan dataran tinggi Karo dengan ibukota Kabanjahe yang terletak 77 km dari kota Medan, ibukota Propinsi Sumatera Utara. Luas daerah Kabupaten Karo sekitar 2.127,25 kilometer persegi yang terbentang di dataran tinggi dengan ketinggian 120 sampai 1600 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 kilometer persegi atau 212.725 Ha atau 2,97 % dari luas Daerah Tingkat I Sumatera Utara, memilikiki 351.368 orang jumlah penduduk yang tersebar di 17 Keamatan dan 248 desa. Secara geografis terletak di antara 2o50‘ Lintang Utara sampai 3o19‘ Lintang Utara dan 97o55’ Bujur Timur sampai dengan 98o38’ Bujur Timur.

Batas-batas wilayah Karo adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Danau Toba

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi Daerah Istimewa Aceh)

Topografi Kabupaten Karo

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 120 sampai dengan 1600 meter di atas permukaan laut dengan perbandingan luas sebagai berikut :

- Daerah ketinggian 120 sampai dengan 200 meter diatas permukaan laut seluas 9.550 Ha (4,49%)

- Daerah ketinggian 200 sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut seluas 11.373 Ha (5,35%)

- Daerah ketinggian 500 sampai dengan 1000 meter diatas pemukaan laut seluas 79.215 Ha (37,24%)

- Daerah ketinggian 1000 sampai dengan 1400 meter dari permukaan laut seluas 112.587 Ha (52,92%)

Tabel 1. Ketinggian wilayah berdasarkan kecamatan di Kabupaten Karo No. Kecamatan Ketinggian

1. Mardinding 120 - 1000 2. Laubaleng 150 - 900 3. Tigabinanga 560 - 800 4. Juhar 650 - 1000 5. Munte 700 - 1250 6. Kutabuluh 550 - 1050 7. Payung 700 - 1350 8. Tiganderket 700 - 1350 9. Simpang Empat 850 - 1450 10. Naman Teran 850 - 1450 11. Merdeka 850 - 1450 12. Kabanjahe 850 - 1300 13. Berastagi 1225 - 1550 14. Tigapanah 1150 - 1500 15. Dolatrakyat 1150 - 1500 16. Merek 940 - 1600 17. Barusjahe 1175 - 1500 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo

Iklim di Kabupaten Karo

Di Kabupaten Karo seperti daerah lainnya di Indonesia hanya terdapat dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama biasanya pada bulan Agustus s/d bulan Januari dan musim hujan kedua biasanya pada bulan Maret s/d bulan Mei serta musim kemarau pada bulan April s/d September dan bulan Februari. Kabupaten Karo merupakan Daerah Hulu Sungai (DHS) dan daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu, Sub Daerah Aliran Sungai

Laubiang. Menurut kemiringan lereng, daerah Kabupaten Karo sebagian besar mempunyai kemiringan diatas 40% yang memiliki luas 75.145 Ha atau sebesar 35,52% dari luas kabupaten. Menurut Dirjen Tata Guna Tanah, daerah pada ketinggian 0-500 meter dari permukaan laut layak diusahakan untuk tanaman beriklim tropis, untuk daerah 500-1000 meter dari permukaan laut sesuai untuk tanaman yang beriklim subtropis, sedangkan daerah yang berada pada ketinggian lebih dari 1000 meter dari permukaan laut sesuai untuk tanaman yang beriklim temperate yaitu tanaman hortikultura.

Infrastruktur

Infrastruktur sangat diperlukan untuk meningkatkan sumber daya manusia, maupun sumber daya alam yang nantinya sangat menentukan pengembangan komoditi hortikultura di Tanah Karo. Infrastruktur ini berupa sarana perhubungan, pendidikan, kesehatan, lembaga pemasaran, listrik, dan sumber air. Kabupaten Karo yang terdiri dari 17 kecamatan dihubungkan oleh jalan penghubung sepanjang 1.060,20 km yang terdiri dari jalan beraspal 534,40 km, jalan berbatu 185,50 km, jalan berkerikil 47,3, dan jalan tanah sepanjang 292,7 km. Sarana penghubung antar daerah dilakukan oleh angkutan umum ataupun angkutan pribadi. Kelebihan bobot angkutan seringkali membuat jalan di Kabupaten Karo rusak terutama truk-truk pengangkut komoditi hortikultura, untuk itu perlunya dilakukan pengawasan terhadap bobot truk yang melampaui daya tahan jalan. Selain sarana perhubungan, Kabupaten Karo juga telah memili sarana komunikasi, listrik, pendidikan, dan air bersih, namun untuk sarana air bersih Kabupaten Karo masih memiliki Kendala dalam menyalurkannya, hal ini dikarenakan daerah Karo yang terletak di dataran tinggi dan jauh dari mata air. Untuk sektor pertanian

sarana yang tersedia di Kabupaten Karo ialah koperasi desa dan eksportir tanaman hortikultura yang sangat membantu petani dalam memasarkan hasil pertaniannya.

Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi terletak pada ketinggian 1400 meter dari atas permukaan laut dengan luas wilayah 30,5 km2 dan jumlah penduduk 15.652 jiwa. Secara administratif batas- batas wilayah Kecamatan Berastagi ialah,

Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang Sebelah Timur : Kecamatan Kabanjahe Sebelah Selatan : Kecamatan Simpang empat

Sebelah Barat ; Kecamatan Tigapanah dan Barusjahe

Secara administratif Kecamatan Berastagi terdiri dari 9 desa, yaitu Gurusinga, Raya, Runah Berastagi, Tambak Lau Mulgap I, Tambak Lau Mulgap II, Gundaling I, Gundaling II, Sempajaya, Doulu.

• Analisis Kesesuaian Lahan

Berdasarkan data penggunaan lahan di Kecamatan Berastagi, lebih dari setengah luas wilayahnya merupakan lahan kering (1517 ha) yang sebagian besar digunakan untuk tanaman hortikultura, lahan basah (177 ha), bangunan/ pekarangan (1009,5 ha), hal ini menunjukkan potensi untuk pekembangan komoditi hortikultura cukup luas.Berdasarkan data kesesuaian lahan, tanaman hortikultura yang sesuai di Kecamatan Berastagi ialah Wortel, kubis, tomat, selada, bawang prei, daun sop, arcis, bunga kol, markisa, biwa, kesemak, terung belanda, jeruk, asparagus, kentang, labu jipang, lobak. Namun berdasarkan data luas panen yang di peroleh dari PPK Kecamatan Berastagi petani di daerah ini

tidak hanya menanam tanaman bersasarkan kesesuaian lahan saja seperti cabe, petsai, buncis, hal ini di karenakan permintaan pasar untuk ketiga komoditi ini cukup tinggi, sehingga petani mulai beralih menanamnya.

Tabel 2. Data luas panen, produksi, dan produktivitas komoditi Hortikultura No. Jenis Tanaman Luas Panen

(Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ton/Ha) 1. Bawang Daun 174 3.306 19 2. Kol 161 5.635 25 3. Wortel 150 4.200 28 4. Kentang 148 2.664 18 5. Tomat 137 2.877 21 6. Cabe 132 1.188 9 7. Petsai 131 2.882 22 8. Jeruk 102 750 7,3 9. Buncis 88 1.144 13 10. Lobak 48 1.536 32 11. Markisah 5 28 5,6

Sumber : PPK Kecamatan Berastagi • Teknik Tanah dan Air

Sumber daya alam pertanian pertanian di Kecamatan Berastagi cukup luas, lebih dari setengah wilayah Kecamatan Berastagi merupakan lahan kering yang digunakan untuk menanam tanaman hortikultura. Dalam pengelolaan sumberdaya alamnya petani menggunakan traktor untuk lahan yang datar dan miring, sedangkan untuk daerah yang curam petani mengunakan cangkul. Untuk mengairi lahan pertanian hortikulturanya petani sangat mengharapkan air hujan, hal ini di karenakan kondisi wilayah yang berada di dataran tinggi, sehingga tidak memungkinkan adanya irigasi teknis untuk mengairi lahan hortikultura.

• Bidang Bangunan Pertanian dan Lingkungan

Bangunan pertanian yang mendukung petani hortikultura di Kecamatan Berastagi ialah rumah kaca yang biasa di tanam dengan bunga-bungaan, pabrik

sirup yang mengolah buah markisah, terong belanda, dan jeruk, selain itu juga sudah banyak tersedia gudang-gudang penyimpanan hasil komoditi hortikultura. • Mesin-mesin Pengolahan Hasil Pertanian

Dalam penanganan hasil pertanian hortikultura petani masih mengandalkan tenaga manusia, petani masih belum memakai alat sortasi. Sudah ada produk hortikultura yang yang diolah menjadi produk olahan sirup seperti buah markisah, terong belanda, dan jeruk.

• Energi dan Listrik Pertanian

Petani hortikultura di kecamatan ini belum banyak memanfaatkan energi dan listrik pertanian, hal ini di karenakan pemahaman petani mengenai energi dan listrik pertanian sangat minim.

• Perbengkelan

Belum ada bengkel-bengkel khusus pertanian di Kecamatan ini, petani biasanya memperbaiki peralatan/mesin pertaniannya di bengkel mobil dan membeli suku cadangnya di ibukota propinsi.

• Sistem dan Manajemen Keteknikan Pertanian

Pemahaman petani mengenai sistem dan manajemen dalam bertani tanaman hortikultura sangat minim, dalam hal ini petani pada umumnya hanya memikirkan keuntungan saja dan hanya sedikit petani yang dapat memperhitungkan permintaan pasar.

Kecamatan Merek

Kecamatan Merek terletak pada ketinggian 1192 meter dari atas permukaan laut dengan luas wilayah 125,51 km2 dan jumlah penduduk 43.337 jiwa. Secara administratif batas- batas wilayah Kecamatan merek ialah :

Sebelah Utara : Kecamatan Tigapanah Sebelah Timur : Kabupaten Dairi Sebelah Selatan : Kecamatan Juhar Sebelah Barat : Kabupaten Simalungun

Kabupaten Merek merupakan salah satu kawasan agropolitan di Sumatera Utara hal ini ddukung oleh posisi Kecamatan merek yang sangat strategis yang merupakan pintu masuk antara 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Karo, Kabupaten Simalungun, Dan Kabupaten Dairi. Kecamatan Merek terdiri dari 19 desa, yaitu Kodon-kodon, Sibolangit, Tongging, Pangambatan, Nagalingga, Pancur Batu, Pertibitembe, Pertibi Lama, Merek, Situnggaling, Negeri Tongging, Garingging, Bandar Tongging, Mulia Rakyat, Dokan, Regaji, Suka Mandi, Nagara, Ajinembah.

• Analisis Kesesuaian Lahan

Berdasarkan data penggunaan lahan di Kecamatan Merek, hampir dari setengah luas wilayahnya merupakan lahan kering (5801 ha) yang sebagian besar digunakan untuk tanaman hortikultura, lahan basah (332ha), bangunan/pekarangan (63 ha), hal ini menunjukkan potensi untuk pekembangan komoditi hortikultura cukup luas. Berdasarkan data kesesuaian lahan, tanaman hortikultura yang sesuai di Kecamatan Merek ialah : asparagus, kentang, bawang prei, labu jipang, lobak, bunga kol, kesemak, terung belanda. Namun berdasarkan data luas panen yang di peroleh dari PPK Kecamatan Merek petani di daerah ini tidak hanya menanam tanaman bersasarkan kesesuaian lahan saja hal ini di karenakan permintaan pasar untuk komoditi lain cukup tinggi, sehingga petani mulai berlomba-lomba menanamnya.

Berikut ini akan disajikan data luas panen serta produktivitas komoditi hortikultura di Kecamatan Merek.

Tabel 3. Data luas panen, produksi, dan produktivitas komoditi Hortikultura No. Jenis Tanaman Luas Panen

(Ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/Ha) 1. Jeruk 732 45.423 62,0 2. Kentang 307 5.833 19,0 3. Cabe 247 1.727 7,0 4. Tomat 223 4.648 20,8 5. Buncis 109 1.199 11,0 6. Kol 107 3.852 36,0 7. Terong Belanda 64 374 5,8 8. Bawang Merah 63 567 9,0 9. Petsai 55 1.210 22,0 10. Wortel 34 884 26,0 11. Markisah 20 383 19,2 12. Lobak 9 288 32,0 13. Bawang Putih 5 335 67,0

Sumber : PPK Kecamatan Merek • Teknik Tanah dan Air

Sumber daya alam pertanian pertanian di Kecamatan Merek cukup luas, lebih dari setengah wilayah Kecamatan Merek merupakan lahan kering yang digunakan untuk menanam tanaman hortikultura. Dalam pengelolaan sumberdaya alamnya petani menggunakan traktor untuk lahan yang datar dan miring, sedangkan untuk daerah yang curam petani mengunakan cangkul. Untuk mengairi lahan pertanian hortikulturanya petani sangat mengharapkan air hujan, hal ini di karenakan kondisi wilayah yang berada di dataran tinggi, sehingga tidak memungkinkan adanya iigasi teknis untuk mengairi lahan hortikultura.

• Bidang Bangunan Pertanian dan Lingkungan

Bangunan pertanian yang mendukung petani hortikultura di Kecamatan Merek masih sebatas gudang penyimpanan, belum ada petani yang menggunakan

lahan tertutup seperti rumah kaca, selain itu di kecamatan Merek juga belum ada pabrik pengolahan hasi tanaman hortikultura.

• Mesin-mesin Pengolahan Hasil Pertanian

Dalam penanganan hasil pertanian hortikultura petani masih mengandalkan tenaga manusia, petani masih belum memakai alat atau mesin yang bisa mempermudah kerja petani dalam penanganan hasil panan tanaman hortikultura.

• Energi dan Listrik Pertanian

Petani hortikultura di kecamatan ini belum banyak memanfaatkan energi dan listrik pertanian, hal ini di karenakan pemahaman petani mengenai energi dan listrik pertanian sangat minim.

• Perbengkelan

Belum ada bengkel-bengkel khusus pertanian di Kecamatan ini, petani biasanya memperbaiki peralatan/mesin pertaniannya di bengkel mobil dan membeli suku cadangnya di ibukota propinsi, bahkan bengkel mobil pun masih sangat minim di Kecamatan Merek.

• Sistem dan Manajemen Keteknikan Pertanian

Pemahaman petani mengenai sistem dan manajemen dalam bertani tanaman hortikultura sangat minim, dalam hal ini petani pada umumnya hanya memikirkan keuntungan saja hanya sedikit petani yang dapat memperhitungkan permintaan pasar.

Penentuan Komoditi Unggulan Hortikultura

Sebagai wilayah sentra pertanian di Sumatera Utara, pengembangan pertanian Kabupaten Karo sangat bergantung pada keunggulan komparatif wilayahnya yaitu sumberdaya lahan sebagai penunjang utama produksi pertaniannya. Untuk menentukan apakah komoditi unggul, ada beberapa indikator yang perlu dipertimbangkan, yaitu luas lahan yang digunakan untuk menanam tanaman hortikultura cukup luas yang menandakan bahwa keinginan petani untuk menanamnya cukup tinggi sehingga menjadikan komoditi ini primadona di kalangan petani. Selain itu permintaan pasar yang tinggi untuk komoditi hortikultura juga juga bisa dijadikan indikator penentuan unggul terutama untuk pasar ekspor.

Berdasarkan hasil analisis, kesesuaian lahan, luas panen, dan produktivitas tanaman hortikultura di Kecamatan Berastagi, maka komoditi hortikultura diatas dapat dikelompokkan menjadi komoditi unggulan, komoditi berpotensi unggulan. Adapun komoditi yang termasuk komoditi unggulan ialah bawang daun, kol, dan wortel. Untuk komoditi yang berpotensi unggulan ialah kentang, tomat, cabe, petsai, jeruk, buncis, lobak, markisa.

Berdasarkan hasil analisis, kesesuaian lahan, luas panen, dan produktivitas tanaman hortikultura di atas, maka komoditi hortikultura di Kecamatan Merek dapat di kelompok menjadi komoditi unggulan, komoditi berpotensi unggulan, dan komodita tidak unggul. Adapun komoditi yang termasuk komoditi unggulan ialah jeruk, kentang, cabe, tomat, terong belanda. Untuk komoditi yang berpotensi unggulan ialah buncis, kol, markisa. Dan untuk komoditi tidak unggul ialah bawang merah, petsai, wortel, bawang putih.

Tanaman markisa dan terong belanda di kategorikan berpotensi unggulan dikarenakan kedua tanaman ini belum dijadikan tanaman prioritas oleh sebagian besar petani di Tanah Karo. Mayoritas petani di Tanah Karo menjadikan komoditi ini pilihan kedua pada lahan tumpang sari, biasanya tanaman ini di tumpang sarikan dengan tanaman kopi ataupun jeruk, namun dengan sudah adanya pabrik pengolahan sirup di Tanah Karo ada kemungkinan komoditi ini menjadi komoditi unggulan nantinya. Studi yang dilakukan Bambang Winarso, menunjukkan bahwa sebelum tahun 2004 produksi markisa di Sumatera Utara khususnya Kabupaten Karo paling tinggi di Indonesia. Namun demikian minat petani untuk memperluas atau bahkan mempertahankan luas tanaman markisa terus menurun hingga sekarang.

Bunga-bungaan dikategorikan berpotensi unggulan dikarenakan komoditi ini bukanlah tanaman pangan, dan modal untuk membudidayakannya cukup tinggi. Selain itu, konsumen dari komoditi ini biasanya adalah golongan menengah keatas, namun seiring dengan adanya perubahan gaya hidup dan pola pikir masyarakat, maka ada kemungkinan komoditi ini nantinya menjadi komoditi unggulan. Komodii diatas dikategorikan tidak unggul dikarenakan keinginan petani untuk menanamnya sangat rendah, permintaan konsumen untuk komoditi ini juga masih sangat rendah untuk di daerah Tanah Karo hal ini dikarenakan permintaan untuk komoditi ini lebih banyak dari daerah lain seperti Simalungun dan Tapanuli.

Evaluasi aspek

Didalam pengembangan komoditi unggulan hortikultura ada beberapa aspek yang cukup penting untuk dievaluasi, yaitu aspek teknis, aspek sosial dan

ekonomi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang petani sampel, yang di bagi atas 2 bagian yaitu, 25 orang untuk Kecamatan Merek dan 25 orang untuk Kecamatan Berastagi. Aspek teknis merupakan salah satu aspek yang menyangkut peralatan dan teknologi yang digunakan para petani dalam mengusahakan lahan hortikulturanya, sehingga dari sini kita dapat mengetahui sejauh mana para petani menggunakan aplikasi dari keteknikan pertanian dalam mengusahakan lahan hortikulturanya. Secara umum peralatan yang digunakan para petani dalam mengusahakan tanaman hortikultura di Kecamatan Berastagi dan Merek masih mengandalkan tenaga manusia, terkecuali dalam pengolahan tanahnya petani sudah mulai tergantung pada traktor dalam pengolahan tanahnya, hal ini dapat terlihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2 . Frekuensi metode pengolahan tanah di Kecamatan Merek Ada pun para petani yang masih mengandalkan buruh harian dalam pengolahan tanahnya dikarenakan petani tersebut memiliki lahan kemiringannya cukup curam, sehingga tidak mungkin untuk menggunakan traktor.

Untuk pemberantasan hama para petani di Kecamatan Berastagi dan Kecamatan merek biasanya menggunakan alat penyemprot hama. Alat penyemprot yang digunakan petani di kedua kecamatan ini terdiri dari 2 tipe yaitu tipe pompa yang digerakkan dengan tangan dan tipe pompa yang menggunakan bahan bakar minyak, namun untuk tipe pompa yang menggunakan bahan bakar minyak masih di gunakan oleh sebagian keil petani saja dikarenakan harganya yang relatif mahal. Khusus untuk tanaman jeruk sudah ada petani yang yang telah menggunakan teknologi penangkap lalat buah, dimana teknologi ini sangat membantu petani dalam mengurangi penggunaan pestisida.

Dalam penanganan pasca panen, yang meliputi penyortiran dan pengepakan para petani masih sangat mengandalkan kinerja dari tenaga manusia, para petani di kedua kecamatan ini belum ada yang memiliki alat sortir. Pada umumnya penanganan pascapanen produk hortikultura di Tanah Karo masih

dalam keadaan segar terutama buah-buahan, dengan artian produk hortikultura tersebut belum berubah bentuk menjadi bahan olahan, hal ini yang nantinya akan menjadi masalah bagi petani apabila terjadi surplus pada saat panen produk hortikultura yang menyebabkan harga jual menjadi sangat rendah dan membuat petani rugi. Di Kabupaten Karo hanya buah markisa, terong belanda, dan jeruk yang keluar dari Tanah Karo sudah menjadi bentuk olahan yaitu sirup hal ini dikarenakan sudah adanya pabrik pengolahan buah tersebut menjadi sirup, selebihnya produk hortikultura yang ada di olah di luar kota.

Aspek sosial menyangkut pola pikir masyarakat terhadap komoditi hortikultura yang diusahakannya, sedangkan aspek ekonomi meliputi ukuran kesejahteraan suatu kelompok masyarakat. Pola pikir masyarakat karo yang memiliki keteguhan hati yang kuat berpengaruh terhadap komoditi hortikultura yang diusahakannya. Jika mereka sudah meyakini komoditi yang ingin di tanamnya maka mereka pasti akan menanamnya, tanpa berpikir panjang akan hasilnya ke depan, atau dengan kata lain pola pikir masyarakat karo cenderung berspekulasi. Penduduk di Kecamatan Berastagi tersebar di 9 desa, jumlah penduduk 43337 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 1421 jiwa/km2, sedangkan Kecamatan Merek memiliki 19 desa dengan jumlah penduduk 15652 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 1247 jiwa/km2. Hal ini menunjukkan, bahwa tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Berastagi lebih besar dibandingkan Kecamatan Merek. Penduduk yang mendiami Kecamatan Berastagi didominasi oleh suku Karo, sedangkan Kecamatan Merek di dominasi oleh suku Karo dan Simalungun, hal ini dikarenakan wilayah Kecamatan Merek berbatasan langsung dengan Kecamatan Simalungun sehingga interaksi antara kedua

Kecamatan ini menyebabkan terjadinya akulturasi suku dan budaya. Penduduk yang mendiami kedua Kecamatan ini sebagian besar hidup sebagai petani, sedangkan sisanya bekerja di sektor perdagangan, imdustri, buruh, PNS, TNI/ Polri. Pada gambar 3 dan 4 terlihat bahwa sebagian besar petani masih dalam usia produktif mengusahakan pertanian hortikulturanya. Mayoritas petani berada pada rata-rata umur 31-40 tahun dan 41-50 tahun.

Gambar 3 . Frekuensi umur petani di Kecamatan Berastagi

Sedangkan rata-rata tingkat pendidikan di Kecamatan Berastagi dan Merek menunjukkan bahwa masyarakat rata-rata sudah mengenyam bangku sekolah dan program pemerintah wajib belajar 9 tahun sudah sangat baik di kedua kecamatan ini. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 5. Frekuensi pendidikan petani di Kecamatan Berastagi

Gambar 6 . Frekuensi pendidikan petani di Kecamatan Merek

Petani hortikulura lebih banyak mengharapkan bantuan berupa modal sebagai hal yang utama yaitu sebesar 54% dean subsidi harga pupuk ataupun

pestisida dari pemerintah sebesar 38% yang diikuti bantuan penyuluhan sebesar 4% dan bantuan lainnya juga sebesar 4%., Petani sangat mengharapkan bantuan modal dikarenakan petani di Kabupaten Karo pada umumnya hanya memiliki lahan saja, sehingga untuk memulai mengusahakan lahannya dibutuhkan modal untuk membeli pupuk, bibit, pestisida, dan biaya-biaya lainnya. Selama ini petani petani Karo memperoleh modal dari bank- bank perkreditan yang ada, dan itu pun biasanya modal yang diperoleh sangat terbatas, untuk itu petani sangat mengharapkan modal dari pemerintah dengan bunga yang rendah. Petani juga mengharapkan subsidi harga pupuk dan pestisida dikarenakan harga pupuk yang selalu naik, yang membuat petani merugi dan sering kali gagal panen. Sedikitnya petani yang mengharapkan bantuan penyuluhan menunjukkan petani di Tanah Karo lebih mengandalkan pengalaman- pengalaman dari leluhur mereka daripada teori-teori yang diberikan para penyuluh. Namun ada juga petani yang mengharapkan bantuan penyuluhan untuk dapat memberikan masukan- masukan dalam membedakan pupuk palsu dengan asli yang sering beredar di Tanah Karo. Selain ini petani juga mengharapkan harga jual yang selalu stabil.

Secara umum Kecamatan Berastagi mengalami ketimpangan dengan Kecamatan Merek. Kecamatan Berastagi yang relatif bersifat kekotaan dapat terlihat kontras jika dibandingkan dengan keadaan eksisting di Kecamatan Merek. Karakteristik daerah yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan potensi dan perkembangan wilayah. Untuk itu pengembangan perdesaan perlu dilakukan dengan basis pembangunan pada pertanian yang berkelanjutan. Hal ini disebabkan aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat perdesaan sebagian besar pada sektor pertanian.

Pengembangan wilayah dapat berjalan lebih cepat jika terdapat interaksi dengan wilayah lainnya berjalan dengan lancar. Salah satu penunjang pengembangan wilayah dan pembentukan struktur interaksi antar wilayah adalah jalan. Jalan merupakan sarana pendukung yang penting yang membuka isolasi suatu lokasi dengan lokasi lainnya, yang akan membawa manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, sehingga Mosher (1965) menyatakan bahwa sarana transportasi merupakan salah satu syarat pokok dalam pembangunan pertanian. Status dan kondisi jalan di Kecamatan Berastagi dan Merek dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah.

Tabel 4. Panjang jalan di Kecamatan Berastagi menurut jenisnya

No. Desa/ Kelurahan Jenis Jalan (km) Jumlah

Aspal Diperkeras Tanah Setapak

1. Gurusinga 9 0 0 0 9

2. Raya 1 0 0 0 1

3. Rumah Beratagi 0,9 0 0 0 0,9

4. Tambak Laut Mulgap II 1 0 0 0 1

5. Gundaling II 1,5 0 0 0 1,5

6. Gundaling I 1 0 0 0 1

7. Tambak Laut Mulgap I 1 0 0 0 1

8. Sempajaya 3 0 0 0 3

9. Doulu 3,5 0,5 0 0 3,5

Sumber : Kantor Camat Kecamatan Berastagi

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa kondisi jalan di Kecamatan Berastagi cukup baik, hampir seluruh jalan yang ada sudah diaspal, salah satu faktor penyebab jalan di Kecamatan ini bagus dikarenakan Keamatan Berastagi merupakan salah satu objek wisata yang cukup terkenal di daerah Sumatera Utara

Dokumen terkait