• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Sekolah

Laboratorium Sekolah (Labschool) Pendidikan Karakter Institut Pertanian Bogor-Indonesian Singapore Friendship Association (IPB-ISFA) merupakan pendidikan usia dini yang ditujukan bagi anak usia 2-6 tahun. Lokasi sekolah ini berada di jalan Cikabuyutan No. 1 RT 04, RW 05, Baranang Siang, Bogor. Labschool Pendidikan Karakter IPB-ISFA dikelola oleh Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, bekerja sama dengan Indonesian Singapore Friendship Association (ISFA) dan

Indonesian Heritage Foundation (IHF).

Labschool Pendidikan Karakter IPB-ISFA memiliki 54 siswa, 1 orang kepala sekolah, 7 orang guru, 2 orang asisten guru, dan 2 orang staf administrasi. Sekolah ini menggunakan metode pembelajaran terkini dengan mengintegrasikan

contextual, integrated and hand-on learning, yang terangkum dalam Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (PHBK) dengan 9 pilar karakter sebagai strategi utama.

Program utama yang ditawarkan oleh Labschool Pendidikan Karakter IPB-ISFA adalah Playgroup A (usia 2-3 tahun), Playgroup B (usia 3-4 tahun), Kinder (TK) A dan B (usia 4-6 tahun), dan Daycare (penitipan anak bagi siswa yang bersekolah di Labschool Pendidikan Karakter IPB-ISFA). Selain itu, sekolah ini memiliki program pendukung yaitu konsultasi tumbuh kembang anak, konsultasi minat dan bakat anak, konsultasi anak berkebutuhan khusus, konsultasi pengasuhan anak/parenting, konsultasi keluarga, seminar dan pelatihan guru, serta

fieldtrip, home visit, dan guest teacher.

Kegiatan belajar mengajar untuk Playgroup diselenggarakan tiga kali dalam seminggu dengan waktu belajar pukul 08.00-11.00 WIB, sedangkan untuk TK diselenggarakan senin-jumat yaitu pukul 08.00-11.30 WIB dan daycare

diselenggarakan senin-jumat pukul 07.30-16.30 WIB. Fasilitas yang dimiliki oleh sekolah antara lain ruang kepala sekolah, ruang guru, front office, 5 ruang kelas,

10

ruang daycare, mushola, UKS, dapur, toilet guru, toilet siswa, playground indoor,

playground outdoor, perpustakaan, area sepeda (bicycle track), pos satpam, dan tempat parkir. Iuran bulanan sekolah (SPP) untuk TK sebesar Rp 550 000 dan Playgroup sebesar Rp 350 000.

Fasilitas tambahan yang diberikan bagi siswa-siswi yang mengikuti

daycare adalah pemberian makan siang dan snack sore dari sekolah. Menu makan siang yang diberikan terdiri dari makanan pokok, lauk dan sayur, sedangkan snack

yang biasa diberikan adalah buah, snack industri atau kue-kue manis. Contoh menu makan siang yang diberikan berupa nasi 1 centong, sup yang berisi wortel, brokoli, dan baso ikan sebanyak ½ mangkuk, dan omelette isi jamur dan keju 1 buah. Contoh snack sore yang diberikan di sekolah adalah 1 potong buah melon dan 1 bungkus kecil biskuit kemasan.

Karakteristik Keluarga Besar keluarga

Ukuran keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil yang beranggotakan < 4 orang, keluarga sedang yang beranggotakan 5-6 orang dan keluarga besar 7 orang (BKKBN 1998). Sebanyak 65% keluarga contoh penelitian memiliki jumlah anggota keluarga ≤4 orang (keluarga kecil), sisanya sebanyak 35% contoh penelitian memiliki jumlah anggota keluarga 5-6 orang (keluarga sedang).

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga n %

Kecil (4 orang) 13 65

Sedang (5-6 orang) 7 35

Besar (≥7 orang) 0 0

Total 20 100

Penelitian yang dilakukan oleh Megiyawati (2004) menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu 83.3% keluarga anak usia 1-6 tahun termasuk dalam kategori keluarga kecil (≤4 orang). Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Menurut Suhardjo (1989), jumlah anggota keluarga memiliki andil dalam permasalahan gizi. Jika jumlah anggota keluarga sedikit, maka keluarga akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Sebaliknya, jika jumlah anggota keluarga banyak, maka keluarga akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota keluarga.

Umur Orang Tua

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa persentase umur ayah terbesar adalah pada kategori dewasa madya (31-50 tahun) yaitu sebesar 89.5%, sisanya sebesar 5.3% masing-masing pada kategori dewasa muda (20-30 tahun) dan dewasa lanjut (>50 tahun). Persentase terbesar kategori umur ibu juga terdapat pada kategori dewasa madya yaitu sebesar 90%, sisanya sebesar 10% ada pada kategori dewasa muda. Rata-rata umur ayah adalah 37 tahun 2 bulan dan rata-rata usia ibu adalah 35 tahun 10 bulan.

11

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan umur orang tua

Umur (tahun) Ayah Ibu

n % n %

Remaja (13-19 tahun) 0 0 0 0 Dewasa Muda (20-30 tahun) 1 5.3 2 10 Dewasa Madya (31-50 tahun) 17 89.5 18 90 Dewasa Lanjut (>50 tahun) 1 5.3 0 0

Total 19 100 20 100

Rata-rata 37.1± 6.2 35.9±5.7 Hasil serupa ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Megiyawati (2004) di daerah Tasikmalaya, usia orang tua pada contoh anak usia 1-6 tahun paling banyak ada pada kategori dewasa madya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariefiani (2009), ibu berusia muda terkadang lebih memerhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya, sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan kurang terpenuhi. Selain itu, ibu baru memiliki sedikit pengalaman sehingga dalam pengasuhan terkadang mengikuti saran dari orangtua terdahulu. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 1998).

Pendidikan Orang Tua

Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ayah contoh paling banyak adalah pada S1 dan S2 masing-masing sebesar 36.8%, sedangkan sebesar 60% ibu contoh tingkat pendidikannya tamat S1. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ayah dan ibu contoh sudah cukup baik.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua Tingkat pendidikan orang tua Ayah Ibu

n % n % SD 0 0 0 0 SMP 0 0 0 0 SMA/sederajat 2 10.5 3 15 D3 1 5.3 0 0 S1 7 36.8 12 60 S2 7 36.8 4 20 S3 2 10.5 1 5 Total 19 100,0 20 100,0

Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat mencerminkan kondisi sosial seseorang. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi (Suhardjo 1996). Orang yang berpendidikan tinggi juga cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1989).

Pekerjaan Orang Tua

Tabel 5 menunjukkan sebagian besar ayah contoh bekerja sebagai pegawai swasta (68.4%), sedangkan sisanya bekerja sebagai PNS/ABRI (15.8%), jasa

12

(10.5%), wirausaha (5,3%), dan tidak ada ayah contoh yang tidak bekerja. Sebagian besar ibu contoh merupakan pegawai swasta (35%), dan lainnya bekerja sebagai PNS/ABRI (15%), wirausaha (10%), jasa (15%), dan ibu rumah tangga (25%).

Tabel 5 Sebaran jenis pekerjaan orang tua contoh

Jenis Pekerjaan Ayah Ibu

n % n %

PNS/ABRI 3 15.8 3 15

Wirausaha 1 5.3 2 10

Jasa 2 10.5 3 15

Swasta 13 68.4 7 35

Tidak bekerja/ibu rumah tangga 0 0 5 25

Total 19 100,0 20 100,0

Pekerjaan memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi dan memiliki keterkaitan dengan faktor lain, seperti kesehatan (Suhardjo 1989). Adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, pendapatan keluarga setiap bulan relatif terjamin. Jika keluarga tidak memiliki pekerjaan tetap, maka pendapatan keluarga setiap bulannya juga tidak dapat dipastikan (Khomsan 2004).

Tingkat Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang menunjukkan status sosial ekonomi keluarga. Seluruh keluarga contoh pada penelitian ini memiliki pendapatan perbulan diatas upah minimum Kota Bogor tahun 2014 (>Rp 2 352 350). Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan keluarga contoh berada pada interval Rp 4 000 000-Rp 14 600 000/bulan (50%). Rata-rata pendapatan keluarga contoh sebesar Rp 16 625 000 ± Rp 9 200 794/bulan. Nilai terendah pendapatan keluarga adalah Rp 4 000 000 dan nilai tertinggi adalah Rp 36 000 000.

Tabel 6 Sebaran pendapatan keluarga

Besar Pendapatan (Rp/bulan) n % Rp 4 000 000-Rp 14 600 000 10 50 Rp 14 700 000-Rp 25 300 000 7 35

>Rp 25 300 000 3 15

Total 20 100

Rata-rata Rp 16 625 000 ± Rp 9 200 794 Pendapatan keluarga mempunyai peran penting dalam keluarga terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup seseorang. Perbaikan pendapatan ekonomi akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Hal tersebut tidak selamanya benar, sebab terpenuhinya makanan pada keluarga sangat tergantung pada berbagai faktor lain yang turut menentukan. Tingkat pendapatan berkaitan dengan konsumsi pangan dalam suatu keluarga. Pada umumnya, jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung membaik pula (Suhardjo 1989).

13

Perilaku Gizi Ibu

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo 2007). Hasil penelitian menyunjukkan bahwa ibu contoh sebesar 45% memiliki pengetahuan gizi yang cukup, sisanya sebesar 35% pengetahuan gizinya baik dan 20% pengetahuan gizinya kurang. Rata-rata nilai pengetahuan gizi ibu adalah 79±15.8. nilai terendah pengetahuan gizi ibu adalah 50 dan nilai paling tinggi adalah 100. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran akan bersifat sementara dan tidak berlangsung lama (Notoatmodjo 2007).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu

Kategori Pengetahuan gizi ibu

n % Kurang (<66.7%) 4 20 Sedang (66.7-83.4%) 9 45 Baik (>83.4%) 7 35 Total 20 100 Rata-rata 79±15.8

Sikap Gizi merupakan kecenderungan seseorang untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan yang diajukan terkait gizi. Tabel 8 menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik sama banyaknya dengan ibu yang memiliki sikap gizi baik (35%). Sisanya sebesar 30% menunjukkan sikap gizi sedang, dan 35% memiliki sikap gizinya kurang. Rata-rata sikap ibu memiliki nilai 74.5±10.9. nilai paling tinggi adalah 90 dan nilai paling rendah adalah 60. Semakin tinggi nilai sikap gizi menunjukkan semakin positif sikap gizi ibu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap juga merupakan kesiapan atau penghayatan terhadap objek tertentu, namun masih merupakan reaksi tertutup yang belum bisa dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo 2007)

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan sikap gizi ibu

Kategori Sikap gizi ibu

n % Kurang (<70%) 7 35 Sedang (70-80%) 6 30 Baik (>80%) 7 35 Total 20 100 Rata-rata 74.5±10.9 Persentase praktik gizi ibu contoh paling tinggi pada kategori kurang yaitu sebesar 50%, hanya 10% yang praktik gizinya baik dan sisanya sebesar 40% ibu contoh praktik gizi sedang. Rata-rata nilai praktik gizi ibu adalah 70.1±8.6. nilai terendah adalah 58.8 dan nilai tertinggi praktik gizi ibu adalah 91.2.

14

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan praktik gizi ibu

Kategori Praktik gizi ibu

n % Kurang (<69.6%) 7 35 Sedang (69.6-80.3%) 6 30 Baik (>80.3%) 7 35 Total 20 100 Rata-rata 70.1±8.6 Praktik merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu. Perilaku gizi dicerminkan oleh tindakan-tindakan berkaitan dengan upaya peningkatan status gizi dan pemenuhan kebutuhan gizi. Perilaku diawali oleh adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor lingkungan. Kemudian pengalaman dan faktor lingkungan tersebut diketahui, dipersepsi dan diyakini sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terwujud dalam bentuk praktik (Notoatmodjo 2010).

Pola Asuh Makan

Pola asuh makan meliputi siapa orang yang menyiapkan makan, praktik pemberian makan (menyuapi atau tidak), pengawasan ibu ketika tidak disuapi, penentu jadwal makan dan ketetapan jadwal makan (Khomsan et al. 2013). Selain itu, pola asuh makan juga diukur melalui cara menghidangkan makanan, situasi makan, cara memberi makan, memperkenalkan makanan baru, respon jika menolak makanan baru, dan apakah anak menghabiskan makanan (Khomsan et al. 2013). Tabel 10 menunjukkan bahwa 50% pola asuh makan ibu terhadap anak sudah dalam kategori baik. Sisanya sebesar 30% dan 20% berturut-turut masuk dalam kategori sedang dan kurang. Rata-rata nilai pola asuh makan adalah 75.5±13.9. nilai terendah adalah 43.3 dan nilai tertinggi adalah 93.3.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh makan

Pola asuh makan contoh n %

Kurang (<60%) 4 20

Sedang (60-76.7%) 6 30

Baik (>76.7%) 10 50

Total 20 100

Rata-rata 75.5±13.9

Pemberian makanan bergizi untuk anak wajib dianjurkan memalui peran ibu dan pengasuhnya. Penelitian yang dilakukan oleh Ogunba (2006) menunjukkan bahwa perilaku pemberian makan kepada anak yang baik akan meningkatkan konsumsi pangan anak dan jangka panjangnya akan meningkatkan status gizi anak. Pemberian makan yang baik akan membentuk kebiasaan makan yang baik pula. Menurut Hastuti (2008) anak yang mendapatkan kualitas pengasuhan yang baik berpeluang lebih besar memiliki angka kesakitan yang rendah dan status gizinya relatif baik.

15

Karakteristik Anak Usia Pra Sekolah

Hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 11 menunjukkan bahwa contoh sebanyak 55% tersebar dalam rentang umur 54-72 bulan, sisanya sebanyak 45% masuk kedalam rentang umur 36-53 bulan. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasan makan individu dan kecukupan gizi. Contoh adalah anak usia pra sekolah berkisar dari usia 3-6 tahun, dimana anak-anak sedang mengalami fase pertumbuhan yang pesat pertama kali (growth spurt)

(Yuliana 2007). Pertumbuhan anak yang pesat pada masa ini meliputi pertambahan berat badan, tinggi badan, dan perkembangan pada organ-organ vital anak, sehingga diperlukan asupan energi dan zat gizi yang cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak-anak pada masa ini masih perlu pendampingan oleh orang tua terutama ibu dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi untuk menjamin terpenuhinya kecukupan energi dan zat gizi anak.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan umur

Umur (bulan) n %

36-53 bulan 9 45

54-72 bulan 11 55

Total 20 100

Jumlah siswa Labschool pendidikan Karakter IPB-ISFA yang menjadi contoh pada penelitian ini berjumlah 20 orang. Contoh terdiri dari 6 orang laki-laki (30%) dan 14 orang perempuan (70%). Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin n %

laki-laki 6 30

perempuan 14 70

Total 20 100

Status Gizi Anak Usia Pra Sekolah

Status gizi adalah kondisi kesehatan tubuh individu sebagai hasil dari konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan (Gibson 2005). Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan metode pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung terdiri dari empat cara, yaitu pengukuran antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik. Sementara itu, pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan cara survei konsumsi, faktor ekologi dan statistik vital (Supariasa, Bakri&Fajar 2002).

Metode yang paling umum digunakan oleh masyarakat adalah pengukuran antropometri yaitu pengukuran tinggi badan dan berat badan. Antropometri merupakan metode yang tepat dan akurat karena dapat dibakukan. Selain itu, antropometri merupakan indikator yang cukup sensitif untuk mengukur status gizi

16

individu karena sudah ada standar yang jelas. Metode ini memiliki keunggulan diantaranya aman, mudah, prosedurnya sederhana, dan relatif murah.

Pengukuran status gizi melalui metode antropomentri pada anak-anak dapat menggunakan tiga indikator, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator BB/U mencerminkan keadaan status gizi saat ini (WHO 1995). Data pada tabel 13 menunjukkan bahwa 80% contoh mempunyai status gizi BB/U normal, sebesar 20% sisanya mempunyai status gizi lebih

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan indikator status gizi BB/U

Status gizi n % Buruk (z <-3 SD) 0 0 Kurang (-3 SD≤ z <-2 SD) 0 0 Normal (-2 SD≤ z ≤2 SD) 16 80 Lebih (z > 2 SD) 4 20 Total 20 100

Pertumbuhan anak tidak hanya berdasarkan berat badan saja, tetapi juga dilihat dari tinggi badannya (WHO 1995). Tidak ada contoh dalam penelitian ini yang mengalami status gizi stunted, seluruh contoh berdasarkan TB/U status gizinya normal. Menurut Hurlock (1980) anak dengan tingkat kecerdasan tinggi, cenderung memiliki tinggi badan lebih tinggi pada masa kanak-kanak dibandingkan dengan anak yang memiliki kecerdasan dibawah rata-rata.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan indikator status gizi TB/U

Status Gizi n %

Stunted (z < -2 SD) 0 0

Normal (z ≥ -2 SD) 20 100

Total 20 100

Indikator BB/TB dianggap indeks yang paling baik untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka panjang, karena tidak hanya memberikan gambaran status gizi saat ini, tetapi juga memberikan gambaran proporsi relatif terhadap tinggi badan (WHO 1995). Sebanyak 95% contoh penelitian juga memiliki status gizi normal berdasarkan indikator BB/TB. Hanya satu orang (5%) yang mempunyai status gizi kurus.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan indikator status gizi BB/TB

Status Gizi n % Sangat Kurus (<-3 SD) 0 0 Kurus (-3 SD≤ z <-2 SD) 1 5 Normal (-2 SD≤ z ≤2 SD) 19 95 Gemuk (z > 2 SD) 0 0 Total 20 100

Hasil pengukuran status gizi berdasrkan ketiga indikator memiliki hasil yang berbeda. Hal ini diduga karena setiap indikator memiliki keunggulan masing-masing. Indikator BB/U dapat mengukur status gizi saat ini (jangka pendek) dan sangat dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi status gizi secara langsung yaitu konsumsi, aktivitas fisik dan status kesehatan. Indikator TB/U dan

17

BB/TB dapat melihat kondisi status gizi jangka panjang. Status gizi contoh rata-rata ada dalam kategori normal menurut semua indikator, namun status gizi contoh rata-rata terdapat pada batas atas kategori normal. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan meningkatnya status gizi lebih dan obesitas pada anak apabila pola konsumsi anak-anak lebih daripada kebutuhannya, sehingga pada jangka panjang akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit degeneratif lebih dini pada anak.

Konsumsi Pangan Anak Usia Pra Sekolah

Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi individu atau sekelompok individu pada waktu tertentu. Dari segi aspek gizi, tujuan konsumsi pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tubuh. Konsumsi pangan contoh secara kuantitatif didapatkan dengan metode

estimated food record selama 7 hari. Estimated food record yang dilakukan mencakup jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi contoh, baik makanan utama maupun makanan selingan (snack).

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi, protein. Lemak, dan karbohidrat

Kategori Energi Protein Lemak Karbohidrat n % n % n % n % Defisit berat (< 70%) 3 15 1 5 2 10 3 15 Defisit sedang (70-79%) 2 10 0 0 3 15 5 25 Defisit ringan (80-89%) 2 10 0 0 3 15 2 10 Normal (90-119%) 12 60 5 25 10 50 9 45 Lebih (>120%) 1 5 14 70 2 10 1 5 Total 20 100 20 100 20 100 20 100 Tingkat kecukupan energi contoh paling besar dalam kategori normal yaitu 60%, sedangkan contoh yang tergolong tingkat kecukupan energi berlebih sebanyak 5%. Makanan yang menjadi sumber utama energi pada anak usia pra sekolah yang menjadi contoh pada penelitian ini adalah susu yang dikonsumsi rata-rata lebih dari 3 kali sehari. Tingkat kecukupan protein yang berlebih paling banyak terjadi yaitu sebesar 70%, sisanya sebanyak 25% contoh tergolong normal dan 5 % mengalami defisit berat. Tingkat kecukupan protein yang berlebih disebabkan oleh tingginya konsumsi susu pada contoh. Sumber protein lain yang sering dikonsumsi antara lain telur, daging ayam, dan sosis. Tingkat kecukupan lemak contoh paling banyak masuk ke dalam golongan normal (50%), sedangkan yang mengalami tingkat kecukupan lemak yang berlebih hanya 10%. Makanan yang dikonsumsi contoh rata-rata dimasak dengan cara digoreng sehingga minyak menjadi bahan utama yang berkontribusi terhadap kecukupan lemak. Tingkat kecukupan karbohidrat paling banyak adalah pada golongan normal (45%). Sumber karbohidrat yang banyak dikonsumsi adalah nasi, roti, keripik kentang, kentang, dan biskuit.

Tingkat kecukupan energi, protein, dan zat gizi mikro dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, kondisi fisiologis, dan konsumsi pangan yang

18

menyebabkan perbedaan daya terima terhadap makanan. Menurut Khomsan et al

(2013), anak usia pra sekolah sudah mampu memilih makanan yang ingin dikonsumsinya meskipun belum mempunyai alasan mengapa memilih makanan tersebut. mereka cenderung memilih sesuai keinginan dan kesukaan mereka. Menurut Khomsan (2004), anak usia pra sekolah sering kali sedang mengalami fase sulit makan. Masalah konsumsi pangan yang kurang baik tersebut apabila berkelanjutan dapat menggangu asupan energi dan zat gizi anak sehingga dapat menggangu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

Tabel 17 Sebaran tingkat kecukupan vitamin dan mineral contoh

Kategori Kalsium Zat besi Natrium Vit. A Vit. C n % n % n % n % n % Kurang (< 77%) 5 25 4 20 3 15 3 15 6 30 Cukup (>=77%) 15 75 16 80 17 85 17 85 14 70 Total 20 100 20 100 20 100 20 100 20 100 Tingkat kecukupan mineral seperti kalsium, zat besi dan natrium contoh sebagian besar masuk dalam golongan cukup yaitu bertutut-turut 75%, 85% dan 80%. Sumber utama mineral yang dikonsumsi contoh adalah susu dan olahannnya, serta pangan hewani lain seperti ayam, telur, dan ikan laut. Kalsium memiliki peran penting pada masa pertumbuhan.Kalsium juga memiliki peranan penting dalam tubuh diantaranya dalam proses pembekuan darah, kontraksi otot dan fungsi syaraf (Soeditama 2008). Zat besi merupakan mineral yang penting untuk mencegah anemia pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Semba et al.

(2010) menyatakan bahwa anak dengan usia 6 sampai 59 bulan merupakan usia yang paling berisiko tinggi terkena anemia, sehingga asupan zat besi penting untuk dipenuhi sesuai kebutuhan. Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang menjaga agar cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Selain itu, natrium berperan dalam menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh, transmisi saraf, kontraksi otot, absorpsi glukosa, dam sebagai alat angkut zat-zat gizi lain melalui membran, terutama melalui dinding usus sebagai pompa natrium. Konsumsi natrium perlu dibatasi agar tidak melebihi dari kebutuhan karena efek jangka panjangnya akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit hipertensi (Almatsier 2005).

Tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C contoh, sebanyak 85% contoh masuk kedalam golongan cukup vitamin A dan 70% contoh masuk golongan cukup. Sumber utama vitamin yang dikonsumsi oleh contoh adalah buah-buahan dan sayuran. Buah-buahan yang sering dikonsumsi adalah apel, jeruk, dan pisang. Sementara itu, sayuran yang sering dikonsumsi adalah wortel dan brokoli. Vitamin A berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Fungsi utama vitamin A antara lain dalam penglihatan normal pada cahaya remang, diferensiasi sel, kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, serta pencegahan kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2005). Menurut WHO (1991) dalam Almatsier (2005) di antara anak-anak prasekolah diseluruh dunia diperkirakan terdapat 6-7 juta kasus baru xeroftalmia tiap tahun. Diperkirakan pada satu waktu sebanyak tiga juta anak-anak buta karena kekurangan vitamin A dan sebanyak 20-40 juta menderita kekurangan vitamin A pada tingkat ringan vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang

19

mempunyai kemampuan kuat untuk reduksi dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidrolasi. Carr dan Frei (1999) menyebutkan bahwa dengan peningkatan konsumsi vitamin C dapat menurunkan resiko penyakit kronik seperti kanker, kadiovaskular dan katarak melalui mekanisme antioksidan.

Konsumsi Snack dan Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Frekuensi dan Jumlah Jenis Snack yang dikonsumsi

Terdapat banyak pengelompokan terhadap jenis snack. Widayanti (1989) membagi makanan kudapan menjadi dua kelompok berdasarkan cara pembuatannya, yaitu kudapan tradisional dan kudapan buatan pabrik. Boon, Sadek dan Kasim (2012) pada penelitiannya mengelompokkan snack menjadi dua kelompok yaitu makanan dan minuman. Pada penelitian ini, snack dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu buah-buahan, snack tradisional dan snack industri, minuman, dan puding/agar-agar. Tabel 18 menunjukkan rata-rata energi dan zat

Dokumen terkait