• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat

Karakteristik sosial ekonomi masyarakat adalah sikap yang melekat pada masing-masing individu masyarakat. Sehingga karakteristik ekonomi masyarakat tersebut menjadi salah satu unsur yang dapat mempengaruhi pola pikir dan aktivitas responden terhadap pemanfaatan Daun Sang. Oleh karena itu untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi responden di Dusun Aras Napal dalam mempengaruhi pemanfaatan Daun Sang, maka digunakan lembar kuisioner, wawancara dan observasi di daerah pengamatan yaitu pada Kawasan Hutan Sekundur.

Kemudian wawancara kepada responden untuk memperoleh informasi dan data yang diperlukan disajikan pada Gambar 1. Secara umum masyarakat Aras Napal Kiri didiami oleh mayoritas beretnis Jawa. Disamping itu juga terdapat masyarakat dengan etnis Batak Tapanuli, Batak Karo, dan Melayu. Sedangkan di Dusun Aras Napal Kanan di huni oleh masyarakat dengan mayoritas etnis Batak Tapanuli. Adapun masyarakat di sekitar hutan Aras Napal Kanan terdiri atas warga pendatang yang berasal dari luar daerah. Hal ini dapat diketahui dengan adanya beberapa suku yang ada di Aras Napal Kanan ini yaitu Batak dan Melayu.

Adapun karakteristik responden terdiri dari umur, pendidikan, pendapatan, mata pencaharian dan lamanya masyarakat bermukim. Untuk memperjelas karakteristik responden yang dimaksud, maka disajikan tabel mengenai data-data responden.

1. Umur Responden

Diketahui tingkat umur berdasarkan 30 responden di Dusun Aras Napal Kanan dan Dusun Aras Napal Kiri diperoleh kriteria umur mulai dari umur 24 - 63 tahun, yang telah di wawancarai mengenai tanggapan mereka terhadap pemanfaatan Daun Sang. Klasifikasi umur responden akan di aplikasikan dengan skala likert berdasarkan kelas interval yaitu dengan kriteria interpretasi terdiri dari sangat muda, muda, sedang, tua dan sangat tua. Klasifikasi responden berdasarkan kelompok umur disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Variabel Tingkat umur

(Tahun) Skor Jumlah responden Persentase (%) Total skor Umur 24 – 31 32 - 39 40 - 47 48 - 58 > 59 1 2 3 4 5 2 5 6 7 10 6,7 16,7 20 23,3 33,3 2 10 18 28 50 Total 30 100 108

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa jumlah total skor pada tingkat umur responden sebesar 108, termasuk dalam kriteria interpertasi “Sangat tua”. Pada Tabel 2 diketahui dari 30 responden yang diwawancarai, 10 di antaranya sudah berumur > 59 tahun dengan persentase 33,3%. Kriteria umur tersebut merupakan tingkat umur yang tidak berproduktif lagi untuk melakukan pengambilan serta pemanfaatan secara rutin dalam kapasitas yang besar. Hal tersebut dikarenakan Daun Sang yang semakin sulit dijumpai dan hidup pada daerah-daerah yang curam serta sulit untuk dijangkau.

Walaupun demikian mereka menyatakan akan tetap memanfaatkan Daun Sang secukupnya saja karena himpitan ekonomi keluarga. Bahkan beberapa di antara mereka memberikan upah kepada warga lain, mulai dari pengambilan Daun Sang hingga pemasangan atap dihargai sebesar Rp 1.000 perlembar.

Sedangkan untuk tingkat umur 24-30 tahun merupakan umur responden termuda. Kelompok responden tersebut merupakan masyarakat pendatang atau masyarakat yang baru berumah tangga, sehingga belum mengetahui kondisi Wilayah Sekundur dan hanya menggunakan Daun Sang secukupnya saja.

2. Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan responden di asumsikan dapat mempengaruhi pola pikir dan sikap masyarakat terhadap pemanfaatan Daun Sang. Tingkat pendidikan mayarakat Dusun Aras Napal beragam yaitu mulai dari yang tidak bersekolah, SD, SMP, SMA, Hingga Universitas. Klasifikasi tingkat pendidikan responden akan di aplikasikan dengan skala likert berdasarkan kelas interval yaitu dengan kriteria interpretasi terdiri dari sangat rendah, rendah, menengah, tinggi dan sangat tinggi. Klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Variabel Tingkat Pendidikan Skor Jumlah

responden

Persentase (%)

Total skor Pendidikan Tidak sekolah

SD SMP/SLTP SMA Universitas 1 2 3 4 5 4 12 11 2 1 13,3 40 36,7 6,7 3,3 4 24 33 8 5 Total 30 100 74

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa jumlah total skor pada tingkat pendidikan responden sebesar 74, termasuk dalam kriteria interpertasi “tinggi”. Pada Tabel 3 diketahui hanya 4 dari kelompok responden yang tidak bersekolah. Berdasarkan 30

responden yang diwawancarai kebanyakan kelompok responden hanya bersekolah hingga tingkat SD saja, yang terdiri dari 12 responden dengan persentase 40%.

Hal tersebut dikarenakan sulitnya akses keluar-masuk dari Dusun Aras Napal menuju sekolah. Untuk sarana pendidikan Dusun Aras Napal hanya memiliki Sekolah Dasar, sehingga untuk melanjutkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, masyarakat sekitar harus rela untuk pergi ke luar daerah. Kemudian harus menempuh perjalanan yang cukup jauh lalu menyeberangi sungai dengan rakit (getek), sedangkan perahu jarang beroperasi. Dan mereka lebih memilih menggunakan getek untuk menyeberangi sungai daripada perahu, karena dengan menggunakan getek hanya dikenakan biaya sebesar Rp 500 perorang sedangkan dengan perahu sebesar Rp 10.000 perorang. Minimnya pendapatan keluarga menyebabkan mereka tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

3. Tingkat Pendapatan Responden

Pendapatan masyarakat merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan terjadinya pemanfaatan Daun Sang di Dusun Aras Napal. Berdasarkan data 30 responden diperoleh tingkat pendapatan yaitu mulai dari Rp 300.000 – 1.400.000 perbulan. Klasifikasi tingkat pendapatan responden akan di aplikasikan dengan skala likert berdasarkan kelas interval yaitu dengan kriteria interpretasi terdiri dari sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendapatan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Variabel Tingkat Pendapatan Skor Jumlah

responden Persentase (%) Total skor Pendapatan Rp 300.000 – 500.000 Rp 510.000 – 700.000 Rp 710.000 - 900.000 Rp 910.000 - 1.200.000 > Rp 1.200.000 1 2 3 4 5 1 12 11 4 2 3,3 40 36,7 13,3 6,7 1 24 33 16 10 Total 30 100 84

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa jumlah total skor pada tingkat pendapatan responden sebesar 84, termasuk dalam kriteria interpertasi “tinggi”. Jika dilihat pada tabel 4 diketahui bahwa hanya 1 responden yang memiliki pendapatan Rp 300.000 – 500.000 perbulan. Sedangkan kelompok responden lainnya memiliki pendapatan yang berkisar dari Rp 510.000 – 1.400.000 perbulan. Akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi aktivitas masyarakat dalam melakukan pemanfaatan Daun Sang. Mereka menyatakan bahwa hal tersebut dikarenakan jumlah pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran perbulan, bahkan cenderung jumlah pengeluaran lebih besar daripada jumlah pendapatan. Kelompok responden menyatakan bahwa jumlah pengeluaran rata-rata perbulan berkisar dari Rp 800.000 – 1.000.000 perbulan.

Berdasarkan pernyataan kelompok responden, mereka menyatakan bahwa dengan adanya Daun Sang sangat membantu untuk menutupi kebutuhan keluarga sehari-hari yaitu untuk membeli kebutuhan pangan, pakaian, rokok, uang saku anak, biaya sekolah, transportasi dan biaya tak terduga lainnya.

4. Tingkat Mata Pencaharian Responden

Sebagian besar masyarakat Aras Napal berprofesi sebagai petani. Kebun masyarakat ditanami dengan tanaman kakao, sawit dan tanaman semusim yaitu jagung, padi yang mendominasi lahan dusun yang berdekatan dengan hutan. Dan hanya

beberapa di antaranya yang mempunyai pekerjaan sampingan seperti berjualan dan beternak. Sepuluh tahun lalu Aras Napal dan Desa Bukit Mas terkenal sebagai daerah penghasil jeruk Pantai Buaya. Namun karena serangan penyakit, kini tanaman jeruk Pantai Buaya tidak ditemukan lagi. Dan masyarakat disekitar juga sudah mulai kurang memanfaatkan hasil hutan akibat banjir bandang pada tahun 2006 yang lalu.

Klasifikasi mata pencaharian responden akan di aplikasikan dengan skala likert berdasarkan kelas interval yaitu dengan kriteria interpretasi terdiri dari pekerjaan tetap dan pekerjaan sampingan. Klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 4

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Variabel Pekerjaan Skor Jumlah

responden Persentase (%) Total skor Mata pencaharian Bertani Wira Swasta 1 2 25 5 83,3 16,7 25 10 Total 30 100 35

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa jumlah total skor pada mata pencaharian responden sebesar 35, termasuk dalam kriteria interpertasi memiliki “pekerjaan tetap”. Pada Tabel 5 secara umum mata pencaharian masyarakat Dusun Aras Napal adalah bertani. Hal tersebut dikarenakan mereka tidak punya keahlian lain selain bercocok tanam. Kelompok responden menyatakan bahwa hak kepemilikan tanah yang ada di Dusun Aras Napal berasal dari tanah garapan, dimana tanah yang telah digarap harus disahkan terlebih dahulu dengan SK Desa, lalu tanah hak milik dibeli dan disahkan dengan surat. Sekarang tanah hak milik sudah disahkan dengan SK Camat.

Kelompok responden menyatakan hasil dari bercocok tanam tidak cukup membantu untuk menutupi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Berdasarkan

pernyataan tersebut hal ini menunjukkan semakin banyak peluang masyarakat Dusun Aras Napal untuk tetap memanfaatkan Daun Sang.

5. Lamanya Masyarakat Bermukim

Masyarakat Aras Napal bermukim di Dusun Aras Napal sejak tahun 1980. Berdasarkan data dari 30 responden yang diwawancarai lamanya mereka bermukim mulai dari 2 – 26 tahun. Klasifikasi lama bermukim responden akan di aplikasikan dengan skala likert berdasarkan kelas interval yaitu dengan kriteria interpretasi terdiri dari sangat baru bermukim, baru bermukim, sedang, lama dan sangat lama. Klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendapatan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bermukim Variabel Lama bermukim Skor Jumlah

responden Persentase (%) Total skor Lama bermukim 1 – 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19 > 19 1 2 3 4 5 1 5 11 9 4 3,3 16,7 36,7 30 13,3 1 10 33 36 20 Total 30 100 100

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa jumlah total skor pada lamanya masyarakat bermukim sebesar 100, termasuk dalam kriteria interpertasi “sangat lama”. Berdasarkan 30 responden sebagian besar di antaranya sudah bermukim di Aras Napal 10 – 26 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama masyarakat bermukim di Dusun Aras Napal maka akan semakin besar peluang masyarakat untuk melakukan pemanfaatan Daun Sang. Hal ini ditandai dengan semakin sulitnya dijumpai populasi Daun Sang di Kawasan Hutan Sekundur, dan berdasarkan hasil pengamatan di Dusun Aras Napal cukup banyak masyarakat yang hingga kini masih menggunakan Daun Sang sebagai bahan kontruksi bangunan.

Persepsi dan Pemanfaatan Daun Sang

Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan hasil hutan dianggap sangat penting guna mengetahui sikap dan prilaku masyarakat sekitar hutan, dalam memanfaatkan hasil hutan dengan bijaksana. Menurut (Wibowo, 1988 dalam Rahmawaty dkk. 2006) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan persepsi seseorang terhadap suatu objek adalah faktor pengalaman. Masyarakat Dusun Aras napal merupakan sebuah dusun yang berbatasan langsung dengan Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) oleh karena itu, mereka setiap harinya akan berinteraksi langsung dengan kawasan hutan yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan adanya interaksi ini maka masyarakat memiliki pengalaman-pengalaman tentang kawasan hutan, hal tersebut menjadi peluang yang cukup besar bagi masyarakat Dusun Aras Napal dalam memanfaatkan Daun Sang, sehingga mereka dapat memberikan persepsi mereka terhadap hutan serta pemanfaatan Daun Sang yang mereka lakukan.

Tanggapan masyarakat terhadap pemanfaatan Daun Sang beraneka ragam, beberapa di antaranya kurang setuju jika mereka dikatakan menggunakan Daun Sang dalam kapasitas yang berlebihan dan merupakan penyebab berkurangnya populasi Daun Sang. Sikap tersebut dapat ditandai berdasarkan hasil pengamatan bahwa sekarang hanya beberapa di antara masyarakat Dusun Aras Napal yang masih memanfaatkan Daun Sang sebagai material bangunan rumah. Menurut (Indriyani, dkk. 2009) bahwa tumbuhan Daun Sang (Salo) memiliki penyebaran yang terbatas pada karakteristik habitat tertentu. Kondisi tersebut sangat rawan bagi kelestarian tumbuhan Daun Sang dimasa yang akan datang, adanya pemanfaatan Daun Sang oleh masyarakat dapat menjadi gangguan yang juga turut mempercepat kepunahan Daun Sang. Akan tetapi beberapa di antara kelompok responden juga menyatakan mereka setuju bahwa secara

keseluruhan masyarakat Dusun Aras Napal pernah memanfaatkan Daun Sang dalam kapasitas yang cukup besar ketika merintis di Aras Napal pada tahun 1980.

Pemanfaatan Daun Sang oleh masyarakat Dusun Aras Napal sudah dilakukan sejak tahun 1980-an, hingga sekarang dapat ditemui beberapa di antaranya yang masih menggunakan Daun Sang sebagai bahan kontruksi bangunan. Mereka menyatakan sudah terbiasa menggunakan Daun Sang, Daun Sang memiliki karakteristik daun yang ukurannya panjang dan lebar serta kuat, karena daunnya tidak mudah robek, hal inilah yang menjadikan Daun Sang banyak dimanfaatkan sebagai material bangunan bagi masyarakat dan dapat digunakan hingga 4-6 tahun, sampai saat ini mereka menyatakan belum ada solusi pemanfaatan alternatif dari pihak TNGL. Karena kurangnya pengawasan terhadap pelestarian Daun Sang sehingga masyarakat lebih leluasa memanfaatkan Daun Sang hingga sekarang.

Berdasarkan pernyataan kelompok responden, mereka menyatakan bahwa pemanfaatan yang mereka lakukan dikarenakan kurangnya pendapatan kemudian pemanfaatan tersebut didukung juga dengan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai status Daun Sang sebagai Tanaman langka dan dilindungi. Hal ini ditandai dengan tidak pernah dilakukan kegiatan penyuluhan khusus mengenai Daun Sang. Padahal menurut (Rahmawaty, dkk. 2006) bahwa pengetahuan yang berasal dari kegiatan penyuluhan merupakan dari pendidikan non-formal. Oleh sebab itu dapat dikemukankan bahwa pendidikan non-formal kelompok responden Dusun Aras Napal juga ikut menentukan persepsi yang mereka sampaikan.

Daun Sang penyebarannya sangat terbatas dan di Indonesia salah satunya dapat dijumpai pada Kawasan Hutan Sekundur di Taman Nasional Gunung Leuser, (Whitmore, 1972 dalam Priatna, 2001). Berdasarkan dari hasil wawancara dan

pengamatan dilapangan masyarakat Aras Napal mengenal 2 (dua) jenis Daun Sang yaitu Daun Sang Minyak (Johannesteijsmannia lanceolata) dan Daun Sang Gajah (Johannesteijsmannia altifrons) yang disajikan pada Gambar 2. Akan tetapi berdasarkan dari pihak Unit Manajemen leuser menyatakan bahwa hingga saat ini pada Kawasan Hutan Sekundur TNGL hanya terdapat jenis Johannesteijsmannia altifrons saja. Dikarenakan belum adanya penelitian dan pengamatan yang lebih spesifik mengenai kedua jenis tumbuhan unik tersebut.

(a) (b)

Gambar 2. (a) Daun Sang Minyak, (b) Daun Sang Gajah

Berdasarkan hasil pengamatan dan pernyataan penduduk setempat pada Kawasan Hutan Sekundur, dijumpai Daun Sang Minyak pada Gambar 2 (a) dan Daun Sang Gajah pada Gambar 2 (b), jika dilihat kedua jenis tumbuhan tersebut merupakan jenis tumbuhan yang sama yaitu diduga jenis Johannesteijsmannia altifrons. Menurut (Indriyani, dkk. 2009) diketahui bahwa individu Daun Sang (Salo) ditemukan tumbuh didaerah lereng bukit dan tidak ditemukan dipunggung bukit. Tingkat kemiringan lereng bukit yang menjadi lokasi tempat tumbuhnya Daun Sang memiliki kemiringan ≥ 45%. Pada Kawasan Hutan Sekundur Taman Nasional Gunung Leuser ke 2 (dua) jenis Daun Sang tersebut hidup di bawah naungan pohon Damar (Shorea multiflora), Meranti Batu (Shorea dasyphylla) dan Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq).

Sejauh ini masyarakat Dusun Aras Napal memanfaatkan Daun Sang hanya daunnya saja. (Chan, 2007) secara umum Daun Johannesteijsmannia banyak digunakan oleh orang asli dan masyarakat lokal sebagai atap bangunan, yang mana dapat membantu untuk beberapa tahun kedepan. Tanaman ini juga digunakan sebagai hiasan dan seni taman. Di Kelantan buah dari Johannesteijsmannia altifrons digunakan sebagai obat herbal oleh masyarakat Cina.

Kelompok responden menyatakan untuk buah dan bunga Daun Sang sulit untuk ditemui mereka menyatakan bahwa hewan seperti tupai, tikus dan monyet menyukai buah Daun Sang. (Priatna, 2001) menyatakan bahwa secara umum, Johannesteijsmannia tergolong jenis palem yang pertumbuhannya lambat. Yaitu bahwa setiap jenis memiliki musim berbunga dan berbuah yang berbeda, misalnya Johannesteijsmania altifrons

biasa berbunga pada bulan Januari. Pola pemencaran biji atau buahnya yang berukuran cukup besar (diameter 4-6 cm), juga belum diketahui dengan jelas sampai saat ini. Namun besar kemungkinan yang menjadi agen pemencar biji atau buahnya adalah hewan pengerat seperti tikus atau tupai. (Chan, 2009) Perbungaan Johannesteijsmannia lanceolata berlangsung selama 2 minggu, dan produksi buah Johannesteijsmania lanceolata pembiakan dari bunga ke buah mengambil masa 14–15 bulan, dengan penghasilan buah matang yang sangat rendah (2-6 biji per musim buah). (Rahman, 2010). Buah yang masak bagi Johannesteijsmannia altifrons adalah berwarna perang, seperti gabus dan dipenuhi banyak benjolan sedangkan buah bagi Johannesteijsmannia lanceolata berbentuk seperti buah mata kucing.

Masyarakat Dusun Aras Napal Memanfaatkan Daun Sang untuk berbagai kebutuhan yaitu mereka biasnya menggunakan Daun Sang sebagai bahan kontruksi bangunan, kandang ternak, kamar mandi dan gubuk di ladang. Berdasarkan pernyataan

salah seorang responden untuk membangun rumah yang beratapkan Daun Sang, diperlukan 2100 lembar Daun Sang dengan ukuran rumah 6 x 7 meter. Pemanfaaatan Daun Sang dapat digunakan hingga 4-6 tahun, jika Daun Sang disusun dengan rapat dan jumlah daun tidak banyak hanya dapat bertahan hingga 2-3 tahun saja. Pada Gambar 3. Disajikan Jenis-jenis pemanfaatan Daun Sang yang digunakann oleh masyarakat Dusun Aras Napal.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 3. (a) Gubuk ladang, (b) kamar mandi, (c) dinding rumah, (d) atap dan dinding rumah dari daun sang, (e) kadang ternak

Berdasarkan pemgamatan penelitian masyarakat yang lebih banyak memanfaatkan Daun Sang adalah Masyarakat di Dusun Aras Napal Kiri. Beberapa di antara mereka hanya menggunakan Daun Sang seperlunya saja. Akan tetapi masih terdapat kelompok responden yang memanfaatkan Daun Sang dalam kapasitas yang cukup besar, intensitas peemanfaatan Daun Sang dapat dilihat pada Tabel 8. Jenis Daun

Sang yang sering digunakan oleh masyarakat adalah jenis Daun Sang Minyak, mereka menyatakan Daun Sang Minyak lebih banyak dan lebih mudah ditemui di sekitar Kawasan Hutan Sekundur daripada Daun Sang Gajah dan dikarenakan Daun Sang Minyak lebih awet digunakan sebagai bahan kontruksi bangunan.

Analisis Data

a. Analisis persepsi masyarakat dan intensitas pemanfaatan Daun Sang 1. Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan Daun Sang

Persepsi masyarakat Dusun Aras Napal berdasarkan pemahaman dan tanggapan mereka terhadap pemanfaatan Daun Sang, hal tersebut terlihat berdasarkan jawaban responden dari hasil wawancara dan kuisioner, yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Interpretasi Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Daun Sang Variabel Persepsi Responden Skor Jumlah responden Persentase (%) Total skor Persepsi terhadap pemanfaatan Daun Sang Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1 2 5 11 9 3 6,6 16,7 36,7 30 10 10 20 33 18 3 Total 30 100 84

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa jumlah total skor persepsi masyarkat terhadap pemanfaatan Daun Sang sebesar 84, termasuk dalam kriteria interpertasi “setuju”. Beberapa kelompok responden menyatakan bahwa mereka sangat tergantung terhadap Daun Sang, bagi mereka Daun Sang sangat awet digunakan sebagai bahan kontruksi bangunan dan mereka sudah terbiasa menggunakan Daun Sang, oleh karena itu sampai saat ini mereka belum mau memanfaatkan alternatif lain selain Daun Sang.

Selain itu kelompok responden menyatakan bahwa selama ini tidak ada pengawasan yang efektif dari pihak TNGL terhadap Daun Sang, hal tersebut ditandai

dengan masih dapat ditemui beberapa masyarakat Dusun Aras Napal yang masih memanfaatkan Daun Sang dan tidak takut untuk memanfaatkan Daun Sang secara berlebihan. Mereka menyatakan bahwa selama ini tidak pernah ada himbauan serta penyuluhan mengenai status Daun Sang. Sehingga banyak di antara mereka yang tidak mengetahui Daun Sang merupakan tanaman yang langka dan di lindungi dan harus dilestarikan. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai status Daun Sang merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan berkurangnya populasi Daun Sang, karena secara tidak langsung masyarakat akan beranggapan bahwa Daun Sang bukan merupakan tanaman yang penting sehingga tidak perlu dijaga kelestariannya. Oleh karena itu hingga sekarang pemanfaatan Daun Sang tetap dilakukan bahkan dalam kapasitas yang cukup besar.

Walaupun demikian berdasarkan pernyataan responden, mereka setuju untuk mengikuti kegiatan penyuluhan mengenai pelestarian Daun Sang dan program alternatif lain untuk dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan semakin tingginya respon masyarakat terhadap keberadaan Daun Sang, maka akan semakin sedikit peluang masyarakat untuk tetap memanfaatkan Daun Sang. Hal tersebut ditandai berdasarkan hasil pengamatan di Dusun Aras Napal Kanan hanya terdapat 2 responden yang masih menggunakan Daun Sang untuk atap dan dinding rumah mereka, sedangkan di Dusun Aras Napal Kiri terdapat 7 orang dan selebih menggunakan Daun Sang untuk kamar mandi, kandang ternak dan gubuk diladang.

2. Intensitas pemanfaatan Daun Sang

Masyarakat Dusun Aras Napal memanfaatkan Daun Sang sejak tahun 1980 hingga kini masih dapat ditemui pemanfaatan terhadapa Daun Sang. Hal tersebut

ditandai berdasarkan pengamatan serta jawaban-jawaban responden dari hasil wawancara dan kuisioner, yang sajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Interpretasi Intensitas Pemanfaatan Daun Sang Variabel Persepsi Responden Skor Jumlah responden Persentase (%) Total skor Intensitas pemanfaatan Daun Sang Sangat sering Sering Sedang Jarang Tidak pernah 5 4 3 2 1 1 2 8 12 7 3,3 6,7 26,7 40 23,3 5 8 24 24 7 Total 30 100 68

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa jumlah total skor intensitas pemanfaatan Daun Sang oleh masyarakat Dusun Aras Napal sebesar 68, termasuk dalam kriteria interpertasi “sering”. Beberapa kelompok responden menyatakan memanfaatkan Daun Sang secara rutin. Hal tersebut mereka lakukan karena sudah terbiasa menggunakan Daun Sang dan bagi mereka sulit untuk menemukan alternatif yang memiliki karakteristik daun yang ukurannya panjang dan lebar serta kuat seperti Daun Sang.

Berdasarkan pernyataan kelompok responden, mereka menyatakan daun dari Daun Sang tidak mudah robek dan sangat awet digunakan sebagai bahan kontruksi rumah mereka dan dapat digunakan hingga 4-6 tahun. Daun Sang yang sering mereka gunakan adalah Daun Sang Minyak karena menurut mereka Daun Sang Minyak lebih awet dan penyebarannya lebih banyak daripada Daun Sang Gajah. Sejauh ini masyarakat memanfaatkan Daun Sang hanya daunnya saja, sedangkan untuk buah dan bunganya sulit untuk ditemui, dan mereka menyatakan biasanya buah Daun Sang sering dimakan oleh hewan-hewan seperti tikus, tupai, dan monyet.

b. Analisis Regresi

Untuk mengetahui besarnya keeratan hubungan antara variabel terikat yaitu pemanfaatan Daun Sang terhadap variabel bebas yaitu umur, pendidikan, pendapatan, persepsi, penyuluhan, pemahaman status Daun Sang dan mata pencaharian dan lama bermukim, maka digunakan angka R square atau koefiesien determinasiyang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Model Ringkasan Regresi Linear Berganda Model R (Koefisien korelasi) R Square (Koefiien determinasi) Adjusted R.Square (Penyesuaian R Square) (Estimasi Standar eror) 1 .894a .799 .722 .53528

Sumber:Hasil pengolahan data pada SPSS 16,00

Berdasarkan Tabel 9 R adalah koefisien korelasi yang menunjukkan hubungan variabel bebas yaitu sebesar 89% sedangkan R kuadrat merupakan koefesien determinan sebesar 0,799 yang artinya bahwa pengaruh pemanfaatan Daun Sang oleh masyarakat Dusun Aras Napal terhadap variabel bebas dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam model regresi yaitu pendapatan (X3), penyuluhan (X5),

Dokumen terkait