• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP responden

dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Terdapat tujuh

variabel penjelas (independen) yang diduga akan mempengaruhi besarnya nilai

WTP (variabel dependen), yaitu keinginan untuk memperbaiki kualitas udara

(KMU), tingkat pendidikan (TP), rata-rata pengeluaran untuk bahan bakar (PB),

tingkat pendapatan (PD), jmlah tanggungan (JT), jenis pekerjaan (JP), dan durasi

terkena kemacetan (DR). Analisis regresi linier berganda meliputi pengujian

hipotesis untuk mengetahui berapa besar dan nyata pengaruh faktor-faktor

tersebut terhadap besarnya nilai WTP. Hasil analisis nilai WTP responden dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Nilai WTP Responden Pengguna Jalan Jenderal Sudirman

Variabel Koefisien T Sig Keterangan

Constant 6319,334 1,532 ,129 (-)

KMU 9,044 ,007 ,994 Tidak Berpengaruh Nyata

TP 3502,699 2,646 ,010 Berpengaruh Nyata*

PB -,003 -2,357 ,021 Berpengaruh Nyata*

PD ,001 3,416 ,001 Berpengaruh Nyata*

JT -304,421 -,675 ,502 Tidak Berpengaruh Nyata

JP 1285,909 ,892 ,375 Tidak Berpengaruh Nyata

DR 157,797 7,369 ,000 Berpengaruh Nyata**

R2 62,5%

F-Statistik 21,921 0,000

Sumber : Data Primer setelah diolah (2011) Keterangan : ** Pada taraf kepercayaan 99 persen

* Pada taraf kepercayaan 95 persen

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diketahui bahwa model

yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup baik. Hal ini dapat ditunjukkan dari

71 responden dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas dalam model sebesar

62,5% sedangkan sisanya sebesar 37,5% dijelaskan oleh variabel-variabel lain

diluar model. Fungsi besarnya nilai WTP responden yang dihasilkan dari analisis

regresi linier berganda ditunjukkan oleh model sebagai berikut :

WTP = 6.319,334 + 3.502,699 TP – 0,003 PB + 0,001 PD + 157,797 DR

Berdasarkan model tersebut diketahui bahwa variabel-variabel penjelas

yang berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai WTP responden adalah sebagai

berikut :

1) Tingkat pendidikan

Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai Sig sebesar 0,010 menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan responden signifikan pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda positif yaitu sebesar 3.502,699. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu

level tingkat pendidikan maka diduga nilai WTP responden akan meningkat

sebesar Rp 3.502,699. Hal ini karena responden yang memiliki tingkat

pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih menghargai waktu dan

memiliki kesadaran akan pentingnya waktu sehingga lebih cenderung ingin

membayar lebih tinggi agar jalan yang dilalui lancar. Selain itu responden

yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki kesadaran terhadap

lingkungan yang tinggi sehingga lebih mengetahui pentingnya menjaga

lingkungan agar terbebas dari polusi yang membahayakan bagi kesehatan

sehingga untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang lebih baik diperlukan

peran aktif dan partisipasi pengguna jalan dengan memberikan kesediaan

72 yang dapat mengurangi kemacetan dan menciptakan kualitas udara yang

lebih baik di kota Jakarta.

2) Rata-rata pengeluaran untuk bahan bakar

Variabel rata-rata pengeluaran untuk bahan bakar memiliki nilai Sig sebesar 0,021 menunjukkan bahwa variabel rata-rata pengeluaran untuk bahan bakar responden signifikan pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 0,003. Hal tersebut menunjukkan

bahwa setiap kenaikan pengeluaran bahan bakar sebesar satu juta rupiah

maka diduga nilai WTP responden akan menurun sebesar Rp 3.000. Hal ini

karena peningkatan pengeluaran responden akan mengurangi alokasi dana

WTP responden akibat adanya penambahan pengeluaran untuk membeli

bahan bakar.

3) Tingkat pendapatan

Variabel tingkat pendapatan memiliki nilai Sig sebesar 0,001 menunjukkan bahwa variabel tingkat pendapatan responden signifikan pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda positif yaitu sebesar 0,001. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan tingkat

pendapatan sebesar satu juta rupiah maka diduga nilai WTP responden akan

meningkat sebesar Rp 1.000. Hal ini karena responden yang memiliki

pendapatan lebih tinggi akan bersedia membayar lebih besar untuk ikut serta

dalam upaya perbaikan lingkungan sehingga dapat memperoleh kondisi

73 4) Durasi terkena kemacetan

Variabel durasi terkena kemacetan memiliki nilai Sig sebesar 0,000 menunjukkan bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf kepercayaan (α) 1%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda positif yaitu sebesar 157,797.

Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan durasi terkena kemacetan

sebesar satu menit maka diduga nilai WTP responden akan meningkat

sebesar Rp 157,797. Hal ini karena semakin lama responden terkena

kemacetan maka responden akan bersedia membayar lebih besar agar dapat

mengurangi kemacetan dan menciptakan kualitas udara yang lebih baik.

Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai WTP

responden adalah keinginan untuk memperbaiki kualitas udara, jumlah

tanggungan, dan jenis pekerjaan. Variabel keinginan untuk memperbaiki kualitas

udara, jumlah tanggungan, dan jenis pekerjaan tidak berpengaruh nyata karena

masing-masing memiliki nilai Sig yang lebih besar dari taraf kepercayaan (α) 20%, yaitu sebesar 0,994, 0,502, dan 0,375. Variabel keinginan untuk

memperbaiki kualitas udara tidak berpengaruh nyata karena responden yang

digunakan dalam penelitian ini adalah para pengguna jalan yang menggunakan

mobil pribadi, sehingga secara ekonomi mereka dapat dikatakan mampu dan lebih

banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan ber-AC seperti di dalam

kendaraan, di kantor maupun di rumah sehingga suhu udara yang lebih tinggi

tidak terlalu berpengaruh bagi mereka. Variabel jumlah tanggungan tidak

berpengaruh nyata karena responden rata-rata memiliki penghasilan yang besar

sehingga banyak atau sedikitnya jumlah tanggungan tidak berpengaruh terhadap

74 responden dengan pekerjaan yang mengharuskannya menggunakan kendaraan

belum tentu memiliki nilai WTP yang lebih besar dibandingkan dengan responden

yang pekerjaannya tidak mengharuskan untuk menggunakan kendaraan.

Pengujian parameter dalam analisis regresi berganda dilakukan untuk

mengetahui pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen yang

dapat diketahui dengan uji statistik t (parsial) dan uji statistik F (simultan). Hasil

uji statistik t dan uji statistik F dapat dilihat dalam Tabel 5.

1) Uji Statistik t

Pengaruh parsial setiap variabel independen dapat diketahui dengan melihat

signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing variabel

independen tersebut. Jika nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel maka

variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya. Namun,

apabila telah diketaui nilai Sig dari hasil analisis regresi berganda maka untuk mengetahui apakah variabel tersebut nyata atau tidaknya dengan

melihat dari nilai Sig yang harus lebih kecil dari nilai α. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa empat variabel penjelas berpengaruh nyata dan tiga

variabel tidak berpengaruh nyata karena nilai Sig yang lebih besar dari nilai α. Variabel tingkat pendidikan, rata-rata pengeluaran untuk bahan bakar, dan tingkat pendapatan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, rata-rata pengeluaran untuk bahan

bakar, dan tingkat pendapatan responden 95% secara parsial berpengaruh

nyata terhadap nilai WTP responden. Variabel durasi terkena kemacetan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 1%, menunjukkan bahwa lamanya durasi terkena kemacetan 99% secara parsial berpengaruh nyata

75 terhadap nilai WTP responden. Variabel keinginan untuk memperbaiki

kualitas udara, jumlah tanggungan, dan jenis pekerjaan secara parsial tidak

berpengaruh nyata karena nilai Sig ketiga variabel tersebut lebih besar dari taraf kepercayaan (α) 15%.

2) Uji Statistik F

Uji statistik F merupakan pengujian model regresi secara keseluruhan,

dimana semua koefisien yang terlibat secara simultan memberikan pengaruh

nyata terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil analisis regresi linier

berganda yang dapat dilihat pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai Fhitung

sebesar 21,921 dengan nilai Sig sebesar 0,000 menunjukkan bahwa variabel- variabel penjelas dalam model secara bersama-sama (simultan) berpengaruh

nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf (α) 15%. 3) Uji Multikolinear

Berdasarkan hasil anlisis regresi linier berganda tidak ditemukan adanya

pelanggaran asumsi regresi multikolinearitas. Hal tersebut dapat dilihat dari

nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel independennya. Jika nilai VIF tidak lebih dari 10 maka model dapat

dikatakan terbebas dari multikolinearitas. Nilai masing-masing variabel

independen pada model memiliki nilai kurang dari 10 untuk semua variabel

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas dalam model.

4) Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil Uji Levene. Jika nilai Sig lebih besar dari nilai α maka model tersebut homogen atau tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model. Berdasarkan Uji Levene diperoleh bahwa

76 nilai Sig sebesar 0,563 lebih besar dari nilai α=5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang dihasilkan tidak terdapat

heteroskedastisitas.

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukan bahwa model yang

dihasilkan baik dan tidak terdapat pelanggaran asumsi regresi linier berganda

yaitu multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi yang dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda yang Menunjukkan Tidak Adanya Pelanggaran Asumsi dalam Model

Variabel Constant KMU TP PB PD JT JP DR

VIF - 1,534 1,867 1,339 1,633 1,394 1,492 1,369

Uji Levene

F df1 df2 Sig

0,785 5 94 0,563

Sumber : Data Primer setelah diolah (2011)

6.2. Estimasi Nilai WTP Pengguna Jalan untuk Menentukan Besarnya Nilai ERP

Nilai WTP responden terhadap upaya pengurangan polusi dan perbaikan

kualitas udara melalui kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) diestimasi dengan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) melalui survei langsung terhadap masyarakat pengguna jalan. Hasil pelaksanaan CVM adalah sebagai

berikut :

1) Membangun Pasar Hipotetik

Responden diberikan situasi hipotetik yang menggambarkan kondisi

lingkungan DKI Jakarta yang mengalami penurunan akibat peningkatan

polusi udara dan kemacetan yang semakin parah sehingga menimbulkan

berbagai masalah yang erat kaitannya dengan sektor lingkungan, sosial, dan

77 transportasi darat untuk mengatasi kemacetan, inefisiensi BBM, dan

mengurangi polusi, yaitu kebijakan ERP dengan pengaplikasian instrumen

ekonomi berupa road pricing atau pengenaan biaya secara langsung terhadap pengguna jalan karena melewati ruas jalan tertentu untuk

mengendalikan laju penggunaan kendaraan pribadi sehingga tercapai tujuan

transportasi berkelanjutan yang dapat mengurangi kemacetan dan

menciptakan kualitas udara yang lebih baik di kota Jakarta. Dengan

demikian, responden memperoleh gambaran tentang situasi hipotetik yang

dibangun dalam upaya mengurangi polusi.

2) Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP

Penawaran mengenai besarnya nilai WTP diperoleh melalui survei dengan

wawancara langsung. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk

mendapatkan nilai penawaran adalah bidding game atau metode tawar- menawar dimana responden ditawarkan sebuah nilai tawaran yang dimulai

dari nilai terkecil hingga nilai terbesar sehingga mencapai nilai WTP

maksimum yang sanggup dibayarkan responden. Teknik ini dilakukan

dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar sejumlah

uang tertentu dengan nilai titik awal (starting point) sebesar Rp 15.000. Nilai starting point tersebut diperoleh berdasarkan nilai rata-rata pengguna jalan untuk membayar jockey 3 in 1. Jika responden bersedia membayar sebesar nilai starting point maka besarnya nilai yang ditawarkan dinaikkan sampai ke tingkat maksimum yang bersedia dibayarkan oleh responden.

78 3) Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP

Dugaan nilai rata-rata WTP responden diperoleh berdasarkan data distribusi

WTP responden dan menggunakan rumus. Distribusi nilai WTP responden

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Nilai WTP Responden

No Kelas WTP Frekuensi Frekuensi

Relatif Jumlah 1 15.000 30 0,30 4.500 2 20.000 29 0,29 5.800 3 25.000 22 0,22 5.500 4 30.000 8 0,08 2.400 5 35.000 4 0,04 1.400 6 50.000 7 0,07 3.500 Total 100 1 23.100

Sumber : Data Primer setelah diolah (2011)

Kelas WTP responden diperoleh dengan menentukan nilai terkecil sampai

nilai terbesar WTP yang bersedia dibayarkan oleh responden. Berdasarkan

Tabel 7 besarnya nilai WTP responden mulai dari Rp 15.000 – Rp 50.000. Hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai rata-rata WTP (EWTP) sebesar Rp

23.100. Nilai rata-rata WTP responden tersebut dapat dijadikan acuan dalam

penetapan tarif dalam kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) sehingga tujuan untuk mengendalikan laju penggunaan kendaraan pribadi sebagai

penyebab kemacetan lalu lintas, inefisiensi energi, dan peningkatan polusi

dapat tercapai.

4) Memperkirakan kurva WTP

Pendugaan kurva WTP respoden dapat dilakukan dengan menggunakan

jumlah kumulatif dari jumlah responden yang menjawab suatu nilai WTP.

Asumsinya adalah individu yang bersedia membayar suatu nilai WTP

79 kecil. Kurva yang menggambarkan penawaran WTP dapat dilihat pada

Gambar 11.

Sumber : Data Primer setelah diolah (2011)

Gambar 11. Kurva Penawaran WTP

5) Menjumlahkan Data untuk Menentukan Total WTP

Nilai total (TWTP) responden dihitung berdasarkan data distribusi WTP

responden dan dengan menggunakan rumus. Nilai WTP pada setiap kelas

dikalikan dengan frekuensi relatif (ni/N) kemudian dikalikan dengan

populasi dari tiap kelas WTP. Selanjutnya hasil perkalian tersebut

dijumlahkan sehingga didapatkan total WTP (TWTP) responden. Hasil

perhitungan total WTP dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Total WTP Masyarakat Pengguna Jalan Jenderal Sudirman No Kelas

WTP Frekuensi

Frekuensi

Relatif Populasi Jumlah WTP 1 15.000 30 0,30 2.760.828 41.412.420.000 2 20.000 29 0,29 2.668.800 53.376.008.000 3 25.000 22 0,22 2.024.607 50.615.180.000 4 30.000 8 0,08 736.221 22.086.624.000 5 35.000 4 0,04 368.110 12.883.864.000 6 50.000 7 0,07 644.193 32.209.660.000 Total 100 1 9.202.760 212.583.756.000

80 Berdasarkan perhitungan pada Tabel 8 diperoleh bahwa nilai total WTP

responden pengguna Jalan Jenderal Sudirman sebesar Rp

212.583.756.000/tahun, dimana populasinya merupakan jumlah kendaraan

yang memasuki wilayah Sudirman yang didasarkan pada data volume lalu

lintas Jalan Sudirman arah Blok M dan Semanggi yang diperoleh dari Dinas

Perhubungan (untuk peak pagi dan peak sore) dan data primer (untuk peak

siang). Kendaraan yang digunakan untuk perhitungan merupakan kendaraan

berat meliputi truk dan kendaraan ringan meliputi mobil pribadi dengan

asumsi bahwa : 1) ERP berlaku mulai pukul 06.00-19.00, 2) ERP berlaku

pada hari aktif yaitu Senin-Jumat, dan 3) survei kendaraan dilakukan pada

saat jam diberlakukannya 3 in 1 dan pada saat 3 in 1 tidak berlaku. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan diperoleh bahwa total volume

lalu lintas Jalan Sudirman untuk peak pagi sebesar 18.112 kendaraan dan untuk peak sore sebesar 12.362 kendaraan. Berdasarkan data primer diperoleh bahwa total kendaraan yang memasuki wilayah Sudirman pada

peak siang sebesar 9.538 kendaraan, sehingga perkiraan total kendaraan yang memasuki wilayah Sudirman per harinya sebesar 40.012 unit

kendaraan. Jumlah kendaraan yang memasuki wilayah Sudirman per tahun

diperoleh dengan mengalikan jumlah kendaraan per hari dengan hari aktif,

yaitu Senin-Jumat (1 tahun = 230 hari aktif). Dengan demikian, perkiraan

total kendaraan yang memasuki wilayah Sudirman per tahun sebesar

9.202.760 unit kendaraan. Nilai total WTP ini menggambarkan kesediaan

pengguna jalan untuk membayar dalam rangka memperbaiki kondisi

81 polusi udara, kemacetan, dan efisiensi energi. Namun, nilai total WTP

tersebut tidak dapat dijadikan acuan karena nilainya yang tidak seragam.

6) Mengevaluasi Penggunaan CVM

Penggunaan CVM dalam penelitian ini dievaluasi dengan melihat nilai R2

yang diperoleh dari hasil analisis regresi linier berganda. Penelitian yang

berkaitan dengan benda-benda lingkungan dapat mentolerir nilai R2 sampai

dengan 15%, hal ini karena penelitian tentang lingkungan berhubungan

dengan perilaku manusia sehingga nilai R2 tidak harus besar. Nilia R2 yang

diperoleh dari hasil analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini

sebesar 62,7% sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pelaksanaan CVM

dalam penelitian ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya.

6.3. Estimasi Jumlah Kendaraan dan Emisi yang Berkurang

Kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) merupakan suatu kebijakan berupa pengenaan biaya secara langsung terhadap pengguna jalan karena

melewati ruas jalan tertentu untuk mengendalikan laju penggunaan kendaraan

pribadi. Mekanismenya adalah setiap kendaraan yang melewati ruas jalan tertentu

akan dikenai biaya dengan harga yang tidak murah. Hal ini dimaksudkan agar

para pengguna kendaraan pribadi mau beralih untuk menggunakan transportasi

masal.

Manfaat yang bisa diperoleh dari pemberlakuan ERP antara lain

mengurangi kemacetan, sumber pendapatan baru dari lalu lintas, mempermudah

penerapan pembatasan lalu lintas, peralihan moda kendaraan pribadi ke angkutan

82 polusi udara yang berasal dari asap kendaraan, dan minimalisasi kerugian

ekonomi akibat kemacetan lalu lintas.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kebijakan ERP dapat

mengurangi penggunaan kendaraan pribadi karena ketidakmampuan pengguna

jalan untuk membayar tarif yang diberlakukan dalam ERP. Dalam penelitian ini

diasumsikan bahwa nilai mean WTP mencerminkan harga ERP yang sesuai untuk diberlakukan sehingga responden pengguna jalan yang memiliki nilai WTP

dibawah nilai mean WTP tidak dapat memasuki zona ERP agar tujuan untuk mengurangi laju penggunaan kendaraan pribadi dapat tercapai. Hasil perhitungan

jumlah kendaraan yang dapat berkurang akibat pemberlakuan ERP dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9. Total Kendaraan yang Berkurang Akibat Pemberlakuan ERP No Kelas WTP Frekuensi Frekuensi

Relatif Populasi

1 15.000 30 0,30 2.760.828

2 20.000 29 0,29 2.668.800

Jumlah Kendaraan yang Tidak Dapat Memasuki Zona ERP 5.429.628

Sumber : Data Primer setelah diolah (2011)

Berdasarkan perhitungan pada Tabel 9 tarif ERP yang sesuai untuk

diberlakukan adalah sebesar nilai mean WTP yaitu Rp 23.100. Apabila tarif sebesar Rp 23.100 ini diberlakukan maka responden pengguna jalan yang tidak

mampu membayar nilai tersebut adalah responden dengan kelas WTP sebesar Rp

15.000 dan Rp 20.000. Jumlah frekuensi relatif responden yang tidak dapat

memasuki zona ERP sebesar 0,59 (59%) artinya pemberlakuan ERP dengan tarif

Rp 23.100 akan mengurangi jumlah kendaraan sebesar 59% dari total jumlah

kendaraan yang menggunakan Jalan Jenderal Sudirman. Total populasi yang

83 Dengan demikian, jumlah kendaraan yang dapat berkurang akibat pemberlakuan

ERP adalah sebesar 5.429.628 unit kendaraan/tahun atau 59% dari total populasi

(Tabel 9).

Dampak lain yang bisa diperoleh dari penerapan ERP adalah peningkatan

kualitas lingkungan karena dapat mengurangi polusi udara, dan mengurangi polusi

bunyi dan getaran. Apabila jumlah kendaraan berkurang maka polusi udara pun

akan berkurang. Berdasarkan data car free day (hari bebas kendaraan bermotor) yang diperoleh dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI

Jakarta diketahui bahwa terjadi pengurangan kadar polusi udara yang sangat

signifikan antara hari kerja dan hari bebas kendaraan bermotor. Hari Bebas

Kendaraan Bermotor (HBKB) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Kegiatan ini juga menjadi ajang

promosi sarana transportasi alternatif selain kendaraan pribadi dan promosi upaya-

upaya perbaikan dan peningkatan kualitas sarana–sarana alternatif tersebut.

Pelaksanaan HBKB ini dapat mengurangi pencemaran udara di lokasi

pelaksanaan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

membatasi penggunaan kendaraan pribadi untuk memperoleh kualitas udara yang

lebih baik. Tujuan HBKB ialah memberikan pendidikan pada masyarakat terkait

pentingnya manfaat udara segar dan bersih. Tujuan lainnya adalah untuk

mengubah ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan bermotor sehingga

masyarakat dapat beralih ke angkutan umum, bersepeda, atau bahkan berjalan

kaki. Berikut ini merupakan data perbandingan konsentrasi pencemar untuk

parameter PM10, CO, NO dan THC pada hari bebas kendaraan bermotor dan hari

84

Tabel 10. Data Car Free Day tahun 2010

Parameter HBKB Hari

Kerja Penurunan % Satuan

Debu (PM10) 62,42 103,77 41,35 40% µg/m3

Carbon monoksida (CO) 1,37 4,28 2,90 68% mg/m3

Nitrogen monoksida (NO) 19,16 88,91 69,74 78% µg/m3

Total Hidrokarbon (THC) 3,89 5,20 1,31 25% µg/m3

Sumber : Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta

Tabel 10 menunjukkan bahwa penerapan hari bebas kendaraan bermotor

dapat mengurangi konsentrasi pencemar untuk parameter PM10, CO, NO, dan

THC apabila dibandingkan dengan hari kerja. Penurunan konsentrasi pencemar

rata-rata untuk parameter PM10, CO, NO, dan THC pada tahun 2010 masing-

masing sebesar 41,35 µg/m3 (40%), 2,90 µg/m3 (68%), 69,74 µg/m3 (78%), dan

1,31 µg/m3 (25%). Berdasarkan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengurangan jumlah kendaraan bermotor dapat mengurangi tingkat polusi udara

yang berasal dari kendaraan bermotor.

Penerapan kebijakan ERP dapat menyebabkan pengurangan jumlah

kendaraan yang dapat memasuki zona ERP, dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa pengurangan jumlah kendaraan bermotor dapat mengurangi konsentrasi

emisi di sekitar wilayah Sudirman. Asumsinya apabila ERP diterapkan maka

kondisi pengurangan emisinya akan mendekati rata-rata HBKB, sehingga semakin

berkurang jumlah kendaraan yang dapat memasuki zona ERP, maka kondisi

lingkungan akan semakin baik. Namun perlu ditunjang dengan pembatasan emisi

yang ketat.

6.4. Analisis Dampak Lingkungan dari Pemberlakuan ERP

Pemberlakuan ERP akan memberikan dampak bagi lingkungan, baik

85 penelitian ini terkait dengan kondisi lingkungan, kondisi sosial, dan kondisi

ekonomi dari pemberlakuan ERP.

6.4.1. Kondisi Lingkungan

Electronic Road Pricing (ERP) merupakan salah satu kebijakan pemerintah di bidang transportasi untuk mengatasi kemacetan dan membatasi

jumlah penggunaan kendaraan pribadi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan

efektivitas dalam perjalanan. Kemacetan menimbulkan berbagai masalah yang

sangat erat kaitannya dengan lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Kemacetan

berdampak besar bagi lingkungan karena jumlah emisi yang dikeluarkan ke udara

lebih tinggi akibat mesin yang menyala lebih lama.

Selain itu pembangunan fisik kota yang ditandai dengan berdirinya pusat-

pusat industri disertai dengan melonjaknya produksi kendaraan bermotor

mengakibatkan kepadatan lalu lintas semakin meningkat pula dan menghasilkan

produksi sampingan berupa emisi gas buang kendaraan bermotor yang merupakan

salah satu sumber pencemaran udara. Berbagai upaya yang dilakukan untuk

mengurangi kepadatan lalu lintas di Jakarta tidak akan efektif tanpa kebijakan

mengurangi jumlah pengguna kendaraan. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor

ini tidak diimbangi dengan peningkatan lebar jalan, sehingga kemacetan pun

semakin sulit untuk diatasi dan polusi udara semakin meningkat. Pencemaran

udara ini akan menyebabkan perubahan lingkungan udara akibat masuknya zat

pencemar ke dalam udara.

Masalah polusi yang diakibatkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor

dapat menyebabkan penurunan kualitas udara dan daya dukung lingkungan.

86 manusia. Zat-zat pencemar berbahaya yang bersumber dari emisi kendaraan

bermotor antara lain nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), timbal (Pb),

Dokumen terkait