IV. METODE PENELITIAN
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh, dikumpulkan, dan dianalisis secara kualitatif
dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan
48
4.4.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari WTP Pengguna Jalan
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai ERP dilihat dari faktor-
faktor yang mempengaruhi nilai WTP pengguna jalan Sudirman. Hal tersebut
dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda. Persamaan regresi
besarnya nilai ERP dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
WTP = β0 + β1KMUi + β2TPi - β3PBi + β4PDi - β5JTi + β6JPi + β7DMi + εi
dimana :
WTP = Nilai WTP responden (Rp)
KMU = Keinginan untuk memperbaiki kualitas udara (bernilai 1 jika “sama sekali tidak ingin”, bernilai 2 jika “tidak ingin”, bernilai 3 jika “ingin”, bernilai 4 jika “sangat ingin”)
TP = Tingkat pendidikan (bernilai 1 jika “SLTA”, bernilai 2 jika “D3/S1”, bernilai 3 jika “S2/S3”)
PB = Rata-rata pengeluaran untuk bahan bakar (Rp)
PD = Tingkat Pendapatan (Rp)
JT = Jumlah Tanggungan (orang)
JP = Jenis Pekerjaan (bernilai 1 untuk pekerjaan yang harus
menggunakan kendaraan, bernilai 0 untuk pekerjaan yang tidak
harus menggunakan kendaraan)
DR = Durasi terkena kemacetan (menit)
i = Responden ke-i (i = 1, 2, ..., n)
ε = Galat
Besarnya nilai WTP akan mencerminkan besarnya nilai ERP yang sesuai
49 penilaian terhadap kualitas udara, tingkat pendidikan, rata-rata pengeluaran untuk
bahan bakar, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, jenis pekerjaan, dan durasi
terkena kemacetan dari masing-masing responden. Variabel-variabel tersebut
diduga mempengaruhi nilai yang bersedia responden bayarkan sebagai nilai ERP
dalam upaya memperbaiki kualitas udara dan mengatasi kemacetan di Jakarta.
Variabel yang diduga akan memiliki koefisien bernilai positif yaitu
keinginan untuk memperbaiki suhu udara, tingkat pendidikan, tingat pendapatan,
jenis pekerjaan, dan durasi terkena kemacetan. Dihipotesiskan bahwa semakin
tinggi keinginan responden untuk memperbaiki suhu udara maka diduga akan
mempengaruhi responden dalam memberikan nilai kesediaan membayar (WTP)
yang lebih tinggi. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam memberikan nilai
kesediaan membayar (WTP) yang lebih tinggi. Dihipotesiskan bahwa semakin
tinggi tingkat pendapatan responden maka diduga akan mempengaruhi responden
dalam memberikan nilai kesediaan membayar (WTP) yang lebih tinggi.
Dihipotesiskan bahwa semakin pekerjaan tersebut membutuhkan kendaraan maka
diduga akan mempengaruhi responden dalam memberikan nilai kesediaan
membayar (WTP) yang lebih tinggi. Dihipotesiskan bahwa semakin lama
responden terkena kemacetan maka diduga akan mempengaruhi responden dalam
memberikan nilai kesediaan membayar (WTP) yang lebih tinggi.
Variabel yang diduga akan memiliki koefisien bernilai negatif yaitu rata-
rata pengeluaran untuk bahan bakar dan jumlah tanggungan. Dihipotesiskan
bahwa semakin besar pengeluaran responden untuk membeli bahan bakar maka
50 membayar (WTP) yang lebih rendah. Dihipotesiskan bahwa semakin banyak
jumlah tanggungan maka diduga akan mempengaruhi responden dalam
memberikan nilai kesediaan membayar (WTP) yang lebih rendah.
4.4.2 Estimasi Nilai WTP Pengguna Jalan untuk Menentukan Besarnya Nilai ERP
Nilai WTP dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan CVM.
Tahap-tahap yang dilakukan dalam CVM meliputi (Hanley dan Spash, 1993):
1) Membuat Pasar Hipotetik
Dasar pembentukan pasar hipotetik dalam penelitian ini adalah kemacetan
yang semakin parah dan peningkatan polusi udara di kota Jakarta. Dalam
upaya mengatasi kemacetan, inefsiensi energi dan mengurangi polusi di
Jakarta diterapkan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) dibeberapa ruas jalan protokol di Jakarta, maka diperlukan anggaran biaya yang cukup
sarana untuk mengatur penggunaan kendaraan agar upaya mengatasi
kemacetan, inefsiensi energi dan mengurangi polusi di Jakarta dapat
dilakukan. Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan salah satu
instrumen ekonomi yaitu pengenaan biaya secara langsung terhadap
pengguna jalan (road pricing) untuk mencapai tujuan transportasi yang berkelanjutan. Pasar hipotetik yang ditawarkan dibentuk dalam skenario
sebagai berikut:
Skenario Pasar Hipotetik
”Kemacetan di DKI Jakarta semakin sulit diatasi sehingga menimbulkan berbagai masalah yang erat kaitannya dengan sektor lingkungan, sosial, dan
51 kebijakan dalam hal manajemen transportasi darat untuk mengatasi
kemacetan, inefisensi energi, dan mengurangi polusi. Kebijakan tersebut
berupa Electronic Road Pricing (ERP), yaitu pengenaan biaya secara langsung terhadap pengguna jalan karenamelewati ruas jalan tertentu untuk
mengendalikan laju penggunaan kendaraan pribadi sebagai penyebab
kemacetan lalu lintas, inefisiesi energi, dan peningkatan polusi di DKI
Jakarta. Besarnya nilai ERP yang akan diberlakukan dapat dilihat dari
besarnya kemampuan untuk membayar (WTP) responden atas fasilitas jalan
raya yang telah digunakan. WTP tersebut mencerminkan besarnya nilai ERP
yang harus dibayar oleh individu pengguna jalan yang sesuai untuk
diberlakukan pada ruas jalan tertentu. Dalam prosesnya dibutuhkan peran
aktif dan partisipasi dari masyarakat sebagai pengguna jalan. Oleh karena
itu diperlukan suatu instrumen ekonomi, yaitu road pricing untuk mencapai tujuan transportasi berkelanjutan yang dapat mengurangi kemacetan dan
menciptakan kualitas udara yang lebih baik di kota Jakarta”.
Responden dapat mengetahui gambaran tentang situasi hipotetik mengenai
rencana penerapan ERP melalui skenario yang telah dibuat. Alat survei yang
digunakan berupa kuisioner yang memberikan deskripsi kepada seluruh
responden tentang alasan mengapa ERP tersebut perlu diimplementasikan
dan bagaimana mekanisme dari kebijakan tersebut.
2) Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP
Penawaran mengenai besarnya nilai WTP diperoleh melalui survei dengan
wawancara langsung. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan nilai
52 kepada responden apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu
dengan nilai titik awal (starting point) sebesar Rp 15.000. Nilai starting point tersebut diperoleh berdasarkan nilai rata-rata pengguna jalan untuk membayar jockey 3 in 1. Jika responden bersedia membayar sebesar nilai
starting point maka besarnya nilai yang ditawarkan dinaikkan sampai ke tingkat maksimum yang bersedia dibayarkan oleh responden. Nilai
maksimum tersebut menjadi nilai WTP responden.
3) Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP
WTPi dapat diduga dengan melakukan nilai rata-rata dari penjumlahan
keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Dugaan rataan
WTPdibagi dengan rumus :
EWTP =
n i WiPfi 1 dimana :EWTP = Dugaan rataan WTP
Wi = Nilai WTP ke-i
Pfi = Frekuensi Relatif
n = Jumlah responden
i = Responden ke-i yang bersedia melakukan pembayaran jasa
lingkungan
4) Memperkirakan Kurva WTP
Pendugaan kurva akan dilakukan dengan mengunakan persamaan sebagai
berikut :
WTP = f (KMU, TP, PB, PD, JT, JP, DM)
53 WTP = Nilai WTP responden (Rp)
KMU = Keinginan untuk memperbaiki kualitas udara (bernilai 1 jika “sangat ingin”, bernilai 2 jika “ingin”, bernilai 3 jika “tidak ingin”, bernilai 4 jika “sama sekali tidak ingin”)
TP = Tingkat pendidikan (bernilai 1 jika “SLTA”, bernilai 2 jika “D3/S1”, bernilai 3 jika “S2/S3”)
PB = Rata-rata pengeluaran untuk bahan bakar (Rp)
PD = Tingkat Pendapatan (Rp)
JT = Jumlah Tanggungan (orang)
JP = Jenis Pekerjaan (bernilai 1 untuk pekerjaan yang harus
menggunakan kendaraan, bernilai 0 untuk pekerjaan yang tidak
harus menggunakan kendaraan)
DR = Durasi terkena kemacetan (menit)
Kurva WTP dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan sejumlah
variabel independen yang berhubungan dengan mutu lingkungan. Perkiraan
kurva WTP dapat juga diperkirakan dengan menggunakan jumlah kumulatif
dari jumlah responden yang menjawab suatu nilai WTP. Asumsinya adalah
individu yang bersedia membayar suatu nilai WTP tertentu maka akan
bersedia pula membayar suatu nilai WTP yang lebih kecil.
5) Menjumlahkan Data
Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran
dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Setelah menduga
nilai tengah WTP maka dapat di duga nilai WTP dari pengguna jalan
54 TWTP =
n i N ni WTPi 1 dimana : TWTP = Total WTPWTPi = WTP individu sampel ke-i
ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP
N = Jumlah sampel
P = Jumlah populasi
i = Responden ke-i yang bersedia membayar pembayaran jasa
lingkungan
6) Mengevaluasi Penggunaan CVM
Pada tahap ini dilakukan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah
berhasil. Pada tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat
keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Untuk mengevaluasi pelaksanaan
model CVM dilihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTP.
4.4.3. Estimasi Jumlah Kendaraan dan Emisi yang Berkurang
Penurunan jumlah kendaraan dan emisi yang berkurang diestimasi dengan
melakukan analisis secara kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dan
data primer yang diperoleh di lapangan. Perkiraan jumlah kendaraan yang dapat
berkurang akibat pemberlakuan ERP diperkirakan dengan menggunakan jumlah
kumulatif dari jumlah responden yang memberikan suatu nilai WTP dengan
asumsi responden yang bersedia membayar suatu nilai WTP tertentu maka akan
mampu pula untuk membayar suatu nilai WTP yang lebih kecil. Nilai mean WTP mencerminkan nilai ERP yang sesuai untuk diberlakukan, sehingga responden
55 yang memiliki nilai WTP dibawah nilai mean WTP tidak dapat memasuki zona ERP sehingga jumlah kendaraan yang berkurang dapat diperoleh dengan
menggunakan pendekatan WTP tersebut. Sedangkan untuk jumlah emisi yang
berkurang dianalisis secara kuantitatif dengan data sekunder dari lembaga terkait.
4.4.4. Analisis Dampak Lingkungan
Dampak lingkungan dari penerapan Electronic Road Pricing (ERP) dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Dampak lingkungan yang
dianalisis terkait dengan kondisi lingkungan, kondisi sosial, dan kondisi ekonomi
dari pemberlakuan ERP.
4.4.5. Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan yang tepat dalam mengelola sistem pemanfaatan
keuangan yang dihasilkan dari pemberlakuan ERP dijabarkan secara deskriptif
kualitatif. Rekomendasi kebijakan ini terkait pula dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya nilai ERP sehingga kebijakan yang diterapkan dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.
4.5. Pengujian Parameter
Dalam melakukan analisis menggunakan regresi linier berganda, asumsi-
asumsi dasar harus terpenuhi jika hal ini tidak terpenuhi akan berakibat pengujian
yang dilakukan menjadi tidak efisien dan kesimpulan yang didapat menjadi bias,
sehingga perlu dilakukan pengujian parameter agar sesuai dengan kriteria
56
4.5.1. Uji Statistika
Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi
kriteria statistika. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari koefisien
determinasi (R2), uji t, dan uji F.
4.5.1.1 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi merupakan suatu nilai statistik yang dapat
digunakan untuk mengukur ketepatan atau kecocokan suatu garis regresi dan
dapat pula digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas (x)
terhadap variasi variabel (Y) dari suatu persamaan regresi (Firdaus, 2004). Uji ini
dilakukan dalam pelaksanaan CVM. Berhasil tidaknya pelaksanaan CVM dilihat
berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dari OLS (Ordinary Least Square) WTP.
Menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993),
merekomendasikan 15% sebagai batas minimum dari R2 yang realibel. Nilai R2 lebih rendah dari 0,15 dapat dikatakan tidak reliable. Sedangkan nilai R2 yang tinggi dapat menunjukkan tingkat realibilitas penggunaan CVM.
4.5.1.2 Uji Statistik t
Uji statistik t merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui seberapa
jauh masing-masing variabel bebas (Xi) berpengaruh terhadap variabel tidak
bebasnya (Yi). Prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997) adalah sebagai
berikut:
H0 : βi = 0 H1 : βi≠ 0
57 t hit(n-k) = i s i
0 dimana :βi = koefisien regresi ke-i yang diduga
sβi = standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga
Jika t-hitung < t-tabel (α/2, n-k), maka H0 diterima, artinya variabel (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Yi).
Jika t-hitung > t-tabel (α/2, n-k), maka H0 ditolak, artinya variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Yi).
4.5.1.3 Uji Statistik F
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (Xi)
secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Prosedur
pengujiannya (Ramanathan, 1997) sebagai berikut :
H0 : β1 = β2 = ... = β5 = 0 H1 : minimal ada satu βi ≠ 0
F hit = ) 1 ( / ) 1 /( n k JKG k JKK dimana :
JKK = Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
JKG = Jumlah kuadrat galat
n = Jumlah sampel
k = Jumlah peubah
Jika Fhit < Ftabel, maka H0 diterima, artinya variabel (Xi) secara serentak tidak
58 Jika Fhit > Ftabel, maka H0 ditolak, artinya variabel (Xi) secara serentak
berpengaruh nyata terhadap (Yi).
4.5.2. Uji Ekonometrika
Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi
pula kriteria ekonometrika. Berdasarkan kriteria ekonometrika, model harus
sesuai dengan asumsi klasik, yaitu terbebas dari gejala multikolinearitas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Pada penelitian ini hanya melakukan uji
multikolinearitas dan heteroskedastisitas, sedangkan untuk uji autokorelasi tidak
dilakukan karena data yang digunakan bukan data time series.
4.5.2.1 Uji Multikolinear
Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi
multicollinearity, yaitu terjadinya kolerasi yang kuat antar variabel-variabel bebasnya. Multicollinearty dalam sebuah model dapat dideteksi dengan membandingkan besarnya koefisien determinasi (R2) dengan koefisien
determinasi parsial antar dua variabel bebas (r2). Hal ini dapat dibuat suatu
matriks koefisien determinasi parsial antar variabel bebasnya (Ramanathan,
1997).
Multicollinearity dapat dianggap bukan merupakan suatu masalah apabila koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas tidak melebihi nilai
koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara
simultan. Namun multicollinearity dianggap sebagai masalah serius jika koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas melebihi atau sama dengan nilai
59 koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara
simultan, atau secara matematis dapat dituliskan dalam pertidaksamaan berikut :
r2λi, λj > R2λi, …, λj
Masalah multicollinearity dapat dilihat langsung melalui output komputer dimana apabila VIF < 10 maka tidak ada masalah multicollinearity.
4.5.2.2 Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran
atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Dalam analisis regresi
linier berganda data penelitian yang baik harus mempunyai sebaran data yang
homogen dan metode yang digunakan untuk mengujinya adalah Uji Levene (Levene Test). Rumus Uji Levene (Levene Test) adalah sebagai berikut (Aunuddin, 2005) :
dimana :
L = Nilai Levene hitung
X = Nilai data residual
= Rata-rata data residual
N = Jumlah sampel
K = Jumlah kelompok
Nilai Levene hitung yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan
60 alpha 5 %. Jika nilai Levene hitung < Levene Tabel atau nilai Sig > 5%, maka data regresi sederhana atau regresi berganda mempunyai ragam yang homogen.
Dan sebaliknya jika nilai Levene hitung > Levene Tabel atau nilai Sig < 5 % maka data regresi regresi sederhana atau regresi berganda mempunyai ragam yang tidak
61
V. GAMBARAN UMUM LOKASI