• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi

Identifikasi terhadap sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada kegiatan budidaya temulawak yang dilakukan oleh Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) dilakukan dengan mengikuti alur kegiatan yang dilaksanakan pembudidaya untuk menghasilkan temulawak yang siap untuk diproses lebih lanjut. Alur kegiatan budidaya temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Alur kegiatan budidaya temulawak UKBB Sumber : Kebun Unit Konsevasi Budidaya Biofarmaka (UKBB), 2011

Penanaman temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) menggunakan pola tanam dan ditanam di beberapa petak lahan yang berbeda-beda. Luas setiap petak lahan budidaya temulawak masing-masing 75,33m2 dengan jumlah petak lahan adalah 12 petak. Lubang tanam berukuran 30cm x 30cm, dengan kedalaman sekitar 50cm, jarak antar lubang 60cm x 60cm. Satu lubang tanam membutuhkan bibit dengan berat 100 gram dan rata-rata akan menghasilkan 1,5 kilogram temulawak. Temulawak yang ditanam di awal bulan

Persiapan lahan Jarak tanam Pembibitan Penanaman Pemeliharaan Pengendalian organisme pengganggu tanaman Panen Seleksi bibit

35

Maret tahun berjalan akan dipanen pada bulan Maret tahun berikutnya karena tanaman temulawak rata-rata berumur 12 bulan. Setelah dipanen, lahan budidaya temulawak akan langsung dipersiapkan untuk ditanam kembali dengan tanaman temulawak yang baru. Pola pemanenan dilakukan dengan cara pemanenan satu petak lahan untuk setiap bulan sehingga dalam satu tahun dilakukan 12 kali panen.

Risiko produksi temulawak yang terjadi secara umum di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka berupa kematian tanaman temulawak yang dibudidayakan. Kematian temulawak yang dibudidayakan menyebabkan penurunan jumlah produksi temulawak sehingga target produksi temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) tidak tercapai. Jumlah kegagalan produksi temulawak selama periode Maret 2012 hingga Februari 2013 dapat dilihat pada tabel 6

Tabel 6 Jumlah kegagalan produksi temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB)

Bulan panen Target (Kg) Realisasi (Kg) Kegagalan (Kg) Kegagalan (lubang tanam) Maret 2013 352,5 250 102,5 68 April 2013 352,5 235 117,5 78 Mei 2013 352,5 200 152,5 102 Juni 2013 352,5 275 77,5 52 Juli 2013 352,5 240 112,5 75 Agustus 2013 352,5 210 142,5 95 September 2013 352,5 235 117,5 78 Oktober 2013 352,5 190 162,5 108 Nopember 2013 352,5 150 202,5 135 Desember 2013 352,5 145 207,5 138 Januari 2014 352,5 187 165,5 110 Februari 2014 352,5 165 187,5 125

Sumber : Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB), 2013

Dari Tabel 6 dapat diketahui jumlah kegagalan produksi selama periode panen Maret 2013 hingga Februari 2014. Jumlah kegagalan produksi setiap bulannya diperoleh dari selisih antara target produksi dengan realisasi produksi. Setelah diperoleh jumlah kegagalan produksi dalam kilogram, maka jumlah tersebut dikonversikan dalam satuan lubang tanam dengan asumsi per lubang tanam akan menghasilkan 1,5 kilogram temulawak.

Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung terhadap proses budidaya temulawak di lokasi penelitian serta wawancara yang dilakukan dengan karyawan, maka dapat diketahui faktor utama keberhasilan budidaya temulawak, sumber kegagalan, serta pengelolaan yang sudah dilakukan oleh Kebun Unit Konservasi

Budidaya Biofarmaka (UKBB). Setelah itu, dilakukan pembobotan dari masing- masing sumber kegagalan.

Pembobotan dilakukan untuk mengetahui besarnya risiko terhadap penanggulangan sumber kegagalan yang sudah dilakukan. Setelah mengetahui besarnya risiko terhadap penanggulangan sumber kegagalan yang sudah dilakukan oleh Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) maka dapat disimpulkan tiga faktor utama risiko yang terdapat pada budidaya temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) yaitu faktor risiko kesalahan dalam melakukan seleksi bibit temulawak, faktor risiko organisme pengganggu tanaman (OPT), dan faktor risiko musim hujan. Pembobotan yang dilakukan menggunakan skala angka 1 sampai 5. Dimana angka 1 menunjukkan metode pencegahan sudah dapat menanggulangi sumber kegagalan, angka 2 menunjukkan metode pencegahan cukup dapat menanggulangi sumber kegagalan, angka 3 menunjukkan metode pencegahan dapat menanggulangi sumber kegagalan, angka 4 menunjukkan metode pencegahan diperkirakan dapat menanggulangi sumber kegagalan, dan angka 5 menunjukkan metode pencegahan kurang diyakini dapat menanggulangi sumber kegagalan. Hasil pembobotan dari masing-masing faktor risiko dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh total pembobotan sebesar 40 dimana nilai tersebut akan digunakan untuk menghitung besarnya persentase dari masing-masing sumber risiko. Persentase dari sumber risiko kesalahan dalam melakukan seleksi bibit sebesar 15 persen, sumber risiko organisme pengganggu tanaman sebesar 50 persen, dan sumber risiko musim hujan sebesar 35 persen. Persentase dari masing-masing sumber risiko dapat dihitung jumlah kematian temulawak dari setiap sumber risiko yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah kematian temulawak untuk setiap sumber risiko

Bulan tanam Jumlah tanaman temulawak yang dibudidayakan (Batang/tahun) Kematian tanaman Faktor seleksi bibit (Batang/tahun) Faktor organisme pengganggu tanaman (Batang/tahun) Faktor Musim Hujan (Batang/tahun) Maret 235 10 34 24 April 235 12 39 27 Mei 235 15 51 36 Juni 235 8 26 18 Juli 235 11 38 26 Agustus 235 14 48 33 September 235 12 39 27 Oktober 235 16 54 38 Nopember 235 20 68 47 Desember 235 21 69 48 Januari 235 17 55 39 Februari 235 19 63 44

37

Beberapa faktor yang menjadi sumber risiko pada kegiatan budidaya temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka adalah sebagai berikut :

1. Kesalahan dalam melakukan seleksi bibit temulawak

Tahap awal dari alur kegiatan budidaya temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) adalah melakukan seleksi bibit. Seleksi yang dilakukan terhadap bibit temulawak merupakan salah satu kegiatan penting dan menentukan keberhasilan dari budidaya yang dilaksanakan. Hal ini dikarenakan bibit temulawak yang akan ditanam harus memenuhi beberapa kriteria atau persyaratan tertentu agar proses budidaya selanjutnya dapat memberikan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, seleksi bibit merupakan proses yang harus dilakukan dan menjadi salah satu tahapan penting yang nantinya akan menentukan hasil produksi dalam kegiatan budidaya temulawak.

Seleksi bibit temulawak yang umumnya dilakukan meliputi pemeriksaan terhadap kondisi visual rimpang dan kecukupan umur. Pemeriksaan visual meliputi pemeriksaan kondisi rimpang induk atau rimpang anakan. Bibit yang berasal dari rimpang induk yang ukurannya besar dapat dibagi menjadi 2 atau 4 bagian dengan cara memotong (membelah). Benih yang berasal dari rimpang anakan berukuran besar dapat dilakukan pemotongan, ukuran benih disarankan 100 g/potong benih, setiap benih diusahakan mempunyai 2 sampai 3 mata tunas. Benih yang telah dipotong diusahakan ditaburi abu sekam, untuk mencegah terjadinya infeksi organisme pengganggu tanaman. Umur juga menjadi aspek yang perlu diperhatikan, dimana rimpang indukan atau rimpang anakan yang akan dijadikan bibit temulawak harus berumur minimal 9 bulan.

Kejadian berisiko terkait dengan kesalahan tenaga kerja dalam melakukan seleksi bibit temulawak yang pernah terjadi di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKKB) adalah tenaga kerja luput memeriksa kondisi rimpang anakan dan rimpang indukan dimana ternyata rimpang anakan dan rimpang indukan tersebut belum cukup umur untuk dijadikan bibit dan belum tumbuh mata tunas. Hal tersebut mengakibatkan bibit yang ditanam dari hasil proses pembibitan banyak yang tidak tumbuh atau tingkat pertumbuhannya rendah.

Faktor kesalahan dalam melakukan seleksi bibit ini juga berpengaruh pada budidaya jamur tiram putih oleh Ginting (2009) dan budidaya tanaman hias

Dipladenia Crimson oleh Sofiani (2011), dimana faktor kesalahan dalam

melakukan seleksi bibit akan mempengaruhi kualitas dan tingkat mortalitas yang terjadi. Kualitas bibit tanaman berpengaruh terhadap kualitas hasil perbanyakan tanaman. Kualitas bibit tanaman yang kurang baik dapat menyebabkan kualitas hasil perbanyakan rendah, rentan terhadap serangan organisme pengganggu tanaman.

Dari hasil pembobotan yang terdapat pada Lampiran 1, dapat diketahui bahwa sumber risiko kesalahan dalam melakukan seleksi bibit temulawak memperoleh nilai bobot sebesar 6. Nilai bobot tersebut akan dibagi dengan total keseluruhan bobot dari ketiga sumber risiko yaitu sebesar 40 sehingga diperoleh persentase kematian tanaman temulawak yang disebabkan oleh faktor kesalahan dalam melakukan seleksi bibit temulawak yaitu sebesar 15 persen. Jumlah kematian tanaman temulawak akibat kesalahan dalam melakukan seleksi bibit mengalami fluktuasi setiap bulannya. Kematian terbesar tanaman temulawak

terjadi pada bulan Nopember sebesar 20 tanaman dan Desember sebesar 21 tanaman.

2. Musim Hujan

Musim hujan merupakan salah satu sumber risiko produksi yang sangat dirasakan dampaknya secara umum oleh tenaga kerja di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB). Hal tersebut dikarenakan musim hujan akan mempengaruhi produksi temulawak yang dihasilkan. Musim hujan dengan intensitas tinggi akan mempengaruhi kegiatan budidaya temulawak seperti pada proses persiapan lahan budidaya temulawak, pembibitan temulawak, penanaman temulawak, pemeliharaan temulawak, serta proses panen temulawak.

Bibit temulawak akan ditanam pada awal musim hujan dan pemanenan dilakukan diakhir masa pertumbuhan temulawak yakni pada musim kemarau. Tetapi, bila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama, maka sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya. Produksi temulawak dalam menghasilkan rimpang pada musim hujan dapat berkurang hingga 30% dari produksi rimpang temulawak secara keseluruhan. Berdasarkan data produksi temulawak di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka dari bulan Maret 2012 hingga Februari 2013, diketahui bahwa musim hujan pada kurun waktu tersebut terjadi pada bulan Oktober 2012 hingga Februari 2013.

Kondisi penurunan produksi akibat musim hujan sudah tentu akan merugikan bagi kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) dari sisi produksi, karena hal tersebut mengakibatkan produktivitas temulawak akan mengalami penurunan yang signifikan. Akan tetapi, karena musim hujan terjadi terkait dengan siklus alam, maka terjadinya kondisi tersebut memang tidak bisa dihindari dan akan berulang setiap tahunnya, sehingga Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) hanya dapat berusaha agar penurunan produksi temulawak tidak melebihi batas normal dengan melakukan upaya-upaya tertentu. Faktor musim hujan ini juga merupakan sumber risiko di risiko produksi daun potong oleh Safitri (2008), budidaya jamur tiram putih oleh Ginting (2009), tanaman anggrek Phalaenopsis oleh Wisdya (2009), budidaya tanaman hias Dipladenia Crimson oleh Sofiani (2011), dan budidaya sayuran hidroponik oleh Purwanti (2011). Jumlah kematian terbesar tanaman temulawak terjadi pada bulan Nopember sebesar 47 tanaman dan Desember sebesar 48 tanaman. Kematian tanaman temulawak akibat faktor musim hujan lebih besar dari faktor kesalahan dalam melakukan seleksi bibit temulawak. Hal ini disebabkan oleh faktor cuaca merupakan sumber risiko produksi yang cukup sulit untuk diprediksi kapan terjadinya karena merupakan proses yang bersumber dari alam.

3. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Orgnaisme pengganggu tanaman pada budidaya temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) berupa hama dan penyakit. Hama adalah penyakit yang dapat bersifat sebagai pengganggu atau pemangsa yang berasal dari sekitar lokasi budidaya. Ada tiga jenis OPT yang sering menyerang tanaman temulawak yaitu Ralstonia solanacearum menyebabkan penyakit layu

39

bakteri, M. Coeruleifrons dan E.Figurans yang menyebabkan rimpang keropos, dan Kutu perisai yang menyebabkan permukaan rimpang menjadi kusam karena ditutupi oleh kutu-kutu yang permukaannya berwarna cokelat atau putih. Penyakit layu yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum menyebabkan gejala pada daun-daun bawah layu dan menguning, pada bagian pangkal batang agak basah, dan jika akar rimpang dipotong akan mengeluarkan cairan lendir berwarna seperti susu.

Kematian tanaman temulawak yang disebabkan organisme pengganggu tanaman (OPT) berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga kerja di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) terjadi setiap bulan selama periode produksi Maret 2012 hingga Februari 2013. Hal tersebut menunjukkan frekuensi terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) tersebut menjadi indikasi yang menyatakan bahwa sumber risiko produksi organisme pengganggu tanaman (OPT) perlu segera mendapat penanganan untuk mengurangi frekuensi terjadinya risiko tersebut. Jumlah kematian terbesar terjadi pada bulan Nopember sebesar 68 tanaman dan Desember sebesar 69 tanaman. Faktor organisme pengganggu tanaman merupakan faktor yang menyebabkan jumlah kematian tanaman temulawak terbanyak.

Analisis Probabilitas Risiko Produksi

Sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada budidaya temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka telah diidentifikasi. Hasil identifikasi yang dilakukan memberikan informasi bahwa pada usaha tersebut terdapat tiga faktor yang menjadi sumber risiko produksi. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan analisis probabilitas terhadap masing-masing sumber risiko produksi tersebut untuk mengetahui seberapa besar probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada budidaya temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB).

Probabilitas dari masing-masing sumber risiko produksi perlu dilakukan untuk mengetahui mana saja sumber risiko produksi yang kemungkinan terjadinya besar dan mana sumber risiko produksi yang kemungkinan terjadinya kecil, sehingga kemudian dapat ditentukan prioritas dari masing-masing sumber risiko produksi tersebut. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis probabilitas terhadap sumber-sumber risiko ini adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan manajer produksi dan tenaga kerja di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) serta data produksi temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) pada bulan Maret 2012 hingga bulan Februari 2013. Sementara itu, penentuan jumlah, kondisi, serta batas yang digunakan untuk perhitungan analisis probabilitas berdasarkan perkiraan perhitungan yang dilakukan oleh tenaga kerja dengan mengacu pada pengalaman- pengalaman pada periode-periode produksi terdahulu.

Pada Tabel 8 dapat dilihat perbandingan tingkat probabilitas terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi. Berdasarkan urutannya, probabilitas sumber risiko musim hujan memiliki tingkat probabilitas terbesar, yaitu sebesar 26,8 persen. Batas normal kematian tanaman akibat musim hujan yang ditentukan adalah sebanyak 28 batang setiap bulannya berdasarkan pengalaman pada periode produksi terdahulu.

Musim hujan adalah sumber risiko produksi yang bersumber dari faktor alam, sehingga terjadinya sumber risiko produksi tersebut tidak dapat dihindari. Musim hujan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman temulawak dalam menghasilkan simplisia basah, sehingga secara otomatis simplisia temulawak yang dihasilkan akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, diperlukan upaya- upaya untuk dapat mencegah penurunan produksi temulawak ke tingkat yang lebih tinggi.

Nilai z untuk sumber risiko musim hujan yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode nilai standar adalah sebesar -0,62. Nilai z yang bertanda negatif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kiri dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z untuk sumber risiko musim hujan tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai sebesar 0,268. Nilai 0,268 tersebut menunjukkan bahwa probabilitas kematian tanaman temulawak akibat musim hujan melebihi 0,268 atau 26,8 persen.

Tabel 8 Perbandingan probabilitas risiko dari sumber risiko produksi (904 m2)

Bulan tanam tahun 2012- 2013 Bulan panen tahun 2013- 2014

Jumlah temulawak yang mati (batang/tahun) Total Musim hujan Organisme pengganggu tanaman Kesalahan seleksi bibit Maret Maret 24 34 10 68 April April 27 39 12 78 Mei Mei 36 51 15 102 Juni Juni 18 26 8 52 Juli Juli 26 38 11 75 Agustus Agustus 33 48 14 95 September September 27 39 12 78 Oktober Oktober 38 54 16 108 Nopember Nopember 47 68 20 135 Desember Desember 48 69 21 138 Januari Januari 39 55 17 111 Februari Februari 44 63 19 126 Rata-rata 33,9 48,56 14,57 St.Deviasi 9,63 13,76 4,13 X 28 35 10 Z -0,62 -0,99 -1,11 Z tabel 0,268 0,161 0,133 Probabilitas 26,8% 16,1% 13,3%

Probabilitas risiko yang memiliki tingkat probabilitas terbesar kedua adalah probabilitas sumber risiko organisme pengganggu tanaman dengan tingkat probabilitas sebesar 26,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya penurunan produksi akibat pengaruh organisme pengganggu tanaman

41

melebihi batas yang ditentukan adalah sebesar 16,1 persen. Batas normal penurunan produksi temulawak yang ditentukan oleh kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) akibat organisme pengganggu tanaman adalah sebanyak 35 batang. Besarnya probabilitas risiko kematian tanaman temulawak melebihi batas normal yang ditentukan diantaranya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tenaga kerja terhadap jenis-jenis organisme pengganggu tanaman serta cara menangani organisme pengganggu tanaman.

Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi organisme pengganggu tanaman sebesar -0,99. Nilai z yang bertanda negatif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kiri dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai 0,161. Nilai tersebut berarti probabilitas kematian tanaman temulawak akibat organisme pengganggu tanaman melebihi 35 batang adalah sebesar 0,161 atau 16,1 persen.

Probabilitas risiko terkecil berasal dari sumber risiko produksi kesalahan dalam melakukan seleksi bibit. Kematian tanaman temulawak akibat kesalahan dalam melakukan seleksi bibit memiliki tingkat probabilitas risiko sebesar 13,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya penurunan produksi akibat pengaruh terjadinya kesalahan dalam melukan seleksi bibit melebihi batas yang ditentukan adalah 10 batang temulawak.

Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi kesalahan dalam melakukan seleksi bibit dengan metode nilai standar adalah sebesar -1,11. Nilai z yang bertanda negatif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kiri dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai 0,133. Nilai tersebut menunjukkan penurunan produksi tanaman temulawak akibat pengaruh musim hujan melebihi 0,133 atau 13,3 persen.

Analisis Dampak Risiko Produksi

Sumber-sumber risiko produksi yang teridentifikasi dalam kegiatan budidaya tanaman temulawak di kebun Unit Budidaya Biofarmaka (UKBB) akan memberikan dampak kerugian apabila terjadi di tengah pelaksanaan produksi. Dampak kerugian yang diakibatkan terjadinya sumber-sumber risiko produksi tersebut dapat dihitung dengan satuan mata uang seperti rupiah, sehingga jika terjadi risiko produksi yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi tersebut kerugian yang diderita dapat diperkirakan. Berdasarkan kerugian yang diperkirakan tentu tidak tepat sama dengan kondisi sebenarnya jika risiko produksi tersebut terjadi, maka dilakukan penetapan besarnya kerugian dengan suatu tingkat keyakinan.

Perhitungan dampak risiko produksi pada usaha budidaya tanaman temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) dilakukan dengan menggunakan metode value at risk (VaR). Pada perhitungan dampak risiko produksi di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) ditentukan tingkat keyakinan yang digunakan sebesar 95 persen dan sisanya error

sebesar 5 persen. Harga jual temulawak adalah Rp 10.000 perkilogram. Perhitungan terhadap dampak risiko dilakukan terhadap masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha budidaya temulawak untuk mengetahui perkiraan kerugian yang akan diderita dalam satuan rupiah. Data yang akan digunakan dalam perhitungan ini adalah data primer serta hasil wawancara berupa perkiraan kematian tanaman dan kehilangan potensi produksi yang terjadi akibat sumber risiko produksi yang telah diidentifikasi. Hasil perhitungan dampak dari masing-masing sumber risiko dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Dampak risiko dari masing-masing sumber risiko produksi

Bulan tanam

Jumlah temulawak yang mati (batang/tahun) Musim Hujan Organisme

pengganggu tanaman Kesalahan seleksi bibit Maret 358.750 512.500 153.750 April 411.250 587.500 176.250 Mei 533.750 762.500 228.750 Juni 271.250 387.500 116.250 Juli 393.750 562.500 168.750 Agustus 498.750 712.500 213.750 September 411.250 587.500 176.250 Oktober 568.750 812.500 243.750 Nopember 708.750 1.012.500 303.750 Desember 726.250 1.037.500 311.250 Januari 579.250 827.500 248.250 Februari 656.250 937.500 281.250 Rata-rata 647.850 925.500 277.650 St.Deviasi 72.264,62 103.235,17 30.970,55 Z 1,645 1,645 1,645 VaR 701.013 1.001.447 300.434

Berdasarkan Tabel 9, dampak risiko dari masing-masing sumber risiko pada budidaya temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) secara berurutan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil diperkirakan yaitu akibat organisme pengganggu tanaman sebesar Rp 1.001.447, musim hujan sebesar Rp 701.013, dan kesalahan dalam melakukan seleksi bibit temulawak sebesar 300.434. Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi organisme pengganggu tanaman dengan metode Value at Risk menghasilkan nilai sebesar Rp 1.001.447. Nilai Value at Risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat organisme pengganggu tanaman adalah sebesar Rp 1.001.447, tetapi ada 5 persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut.

Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi kesalahan dalam melakukan seleksi bibit yang dilakukan dengan metode value at risk menghasilkan nilai sebesar Rp 300.434 dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai

value at risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat pengaruh musim hujan adalah sebesar Rp 300.434 tetapi ada 5 persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut.

43

Dampak yang ditimbulkan dari masing-masing sumber risiko produksi memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai dari perhitungan dampak risiko yang dilakukan akan semakin bermakna ketika di plotkan pada peta risiko, sehingga dapat ditentukan strategi penanganan risiko yang sesuai. Nilai kerugian dari dampak organisme pengganggu tanaman menggambarkan bahwa penurunan produksi akibat organisme pengganggu tanaman adalah yang paling berpengaruh terhadap penerimaan kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB). Akan tetapi, dampak yang diberikan oleh sumber risiko produksi lainnya harus tetap diperhatikan dengan serius walaupun nilai kerugian dari dampak terjadinya sumber risiko produksi tersebut lebih kecil. Hasil dari perhitungan probabiltias risiko dari masing-masing sumber risiko produksi untuk mnggambarkan bagaimana status dan prioritas masing-masing sumber risiko produksi serta posisinya pada peta risiko.

Pemetaan Risiko Produksi

Probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha budidaya tanaman temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) telah dianalisis dan dihitung nilainya. Urutan proses selanjutnya yang akan dilakukan sebelum merumuskan strategi penanganan risiko adalah melakukan pengukuran risiko. Pengukuran risiko yang dilakukan akan menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko dari beberapa sumber risiko produksi yang telah diidentifikasi dan dianalisis sebelumnya. Nilai dari status risiko diperoleh dari perkalian antara probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi. Status risiko dari masing-masing sumber risiko produksi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Status risiko dari sumber risiko produksi

No Sumber Risiko Produksi Probabilitas (%) Dampak(Rp) Status Risiko 1. Kesalahan seleksi bibit 13,3 300.434 39.958

2. Musim Hujan 26,8 701.013 187.872

3. Organisme Pengganggu

Tanaman 16,1 1.001.447 161.233

Pada Tabel 10 dapat dilihat bagaimana tingkatan risiko dari tiga sumber risiko produksi pada usaha budidaya temulawak di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB). Berdasarkan status risiko tersebut dapat diketahui urutan risiko dari yang paling besar hingga yang paling kecil. Musim hujan merupakan sumber risiko produksi dengan risiko terbesar diikuti dengan

organisme pengganggu tanaman dan kesalahan dalam melakukan seleksi bibit. Status risiko hanya menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko

Dokumen terkait