• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Benih Ikan Patin PGFF Kegiatan pembenihan ikan patin siam di PGFF menghadapi beberapa sumber risiko produksi yang telah menghambat jalannya usaha. Risiko produksi akan mempengaruhi tingkat produksi benih yang dihasilkan. Adanya risiko produksi pada pembenihan ikan patin ditunjukkan dengan adanya variasi atau fluktuasi Mortality Rate (MR) yang diperoleh. Fluktuasi tingkat mortalitas dipengaruhi oleh akumulasi kematian benih ikan patin akibat adanya sumber risiko selama proses produksi berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung dan wawancara yang dilakukan kepada pengelola PGFF, maka terdapat empat sumber risiko produksi yang dihadapi PGFF, yaitu risiko kematian benih karena kanibalisme, kematian benih karena kualitas air, kematian benih karena terserang penyakit dan kematian benih yang disebabkan oleh kesalahan manusia (human error).

Sumber risiko kanibalisme

Telur ikan patin yang berada di dalam akuarium menetas setelah 24 jam. Fase pertama yang dialami benih ikan patin siam setelah telur ikan menetas adalah fase larva. Larva ikan patin setelah menetas tidak perlu diberi pakan karena alat pencernaan ikan belum terbentuk sempurna. Larva yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa yolk suck yang digunakan sebagai sumber energi. Larva ikan patin mulai membutuhkan makanan dari luar setelah cadangan makanannya habis. Larva yang berumur dua hari dan tiga hari di PGFF diberi pakan alami berupa telur Artemia sp. yang telahdi kultur (ditetaskan). Benih ikan patin pada hari ke-4 sampai hari ke-21 di PGFF diberikan pakan berupa cacing sutera (Tubifex sp.).

Pakan artemia untuk larva ikan patin yang berumur dua hari diberikan setiap satu jam sekali. Pemberian pakan yang seharusnya setiap satu jam sekali sering terlambat dilaksanakan oleh pekerja PGFF karena tidak ada penjadwalan yang tepat. Pemberian pakan untuk benih ikan patin dilakukan oleh pekerja PGFF secara bergantian. Jumlah pakan yang diberikan untuk benih ikan patin sebanyak hasil panen artemia dari hasil kultur. Artemia yang dihasilkan dalam sekali kurtur adalah setengah baskom. Hasil kultur artemia yang telah dipanen akan dimasukkan dalam ember dan ditambahkan air, kemudian baru diberikan untuk ikan dalam akuarium. Pekerja di PGFF tidak menentukan jumlah takaran artemia yang diberikan, pekerja hanya menggunakan gelas untuk menuangkan pakan

atremia kedalam akuarium. Pemberian pakan artemia untuk setiap akuarium sering berbeda-beda jumlahnya. Pemberian pakan artemia untuk larva ikan patin oleh pekerja PGFF dilakukan secara ad libitum (secukupnya) hingga larva terlihat kenyang.

Ikan patin pada saat larva akan bersifat omnivora. Larva ikan patin bersifat kanibal saat berumur dua hari sampai tiga hari. Adanya larva ikan patin yang bersifat kanibal dapat diketahui dari adanya sisa bagian tubuh ikan yang tidak termakan habis. Ciri-ciri larva ikan patin di PGFF yang sering ditemukan di dalam akuarium seperti adanya ikan mati dengan bagian tubuh yang terkoyak

33 menunjukkan adanya kanibalisme pada larva. Larva yang mulai tumbuh memiliki gigi yang tajam dan memiliki patil. Ketika makanan yang diberikan dirasa kurang larva atau benih yang bersifat omnivora akan berusaha mencari makanan apa saja yang terdapat di dalam akuarium. Ikan yang sehat dan aktif akan berusaha untuk memakan ikan yang lemah, sehingga akan terjadi kegiatan memakan ikan lain. Ikan yang aktif akan menggigit ikan lemah dengan giginya yang tajam. Ketika ikan lemah masuk kedalam mulut ikat yang aktif, ikan aktif yang sedang memakan akan terkena patil dari ikan lemah yang dimakan sehingga kedua ikan tersebut akan mati. Kematian yang terjadi akibat adanya risiko kanibalisme di PGFF menjadi risiko yang dapat menyebabkan kematian pada larva atau benih ikan patin. Kematian benih karena kanibalisme menyebabkan dua kematian larva atau benih setiap kali terjadi. Itulah yang menyebabkan tingginya tingkat kematian larva dan benih ikan patin di PGFF.

Sumber risiko kualitas air

Kualitas air didefinisikan sebagai faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang derajat kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisme akuatik lainnya. Kualitas air diketahui berdasarkan beberapa parameter seperti kandungan oksigen terlarut di dalam air atau Dissolved Oxigen (DO), kandungan NH3 di dalam air, nilai pH dan suhu air akuarium yang digunakan sebagai media hidup ikan. Parameter kualitas air akuarium pemeliharaan benih ikan patin di PGFF dibandingkan dengan nilai standar parameter yang telah ditetapkan oleh Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) (Tabel 5).

Tabel 5 menunjukkan parameter kualitas air akuarium saat pemeliharaan benih ikan patin di PGFF sebelum dilakukan penyifonan dan pergantian air. Kandungan oksigen terlarut dalam air, pH dan nilai NH3 masih berada dalam kisaran optimal, tetapi kandungan NO2 berada dibawah parameter kualitas air yang baik untuk pemeliharaan benih ikan patin. Suhu air yang terukur adalah sebesar 29−30 °C masih merupakan suhu air yang stabil. Kandungan NH3 atau amonia yang tinggi di dalam air akuarium dapat mempengaruhi kualitas air. Kandungan NH3 yang tinggi dapat disebabkan oleh padat tebar larva yang tinggi, pakan yang membusuk di dasar akuarium, dan kotoran ikan yang menumpuk. Kualitas air yang buruk dapat menyebabkan ikan menjadi sakit, stress dan pertumbuhannya terhambat.

Penggantian air akuarium di PGFF dapat menyebabkan perubahan kualitas air, yang ditandai oleh adanya perubahan suhu yang drastis, perubahan pH air dan perubahan kandungan oksigen dalam air. Suhu air dalam akuarium menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena perubahan suhu drastis dalam waktu

Tabel 5 Parameter kualitas air pemeliharaan larva di Pasir Gaok Fish Farm

Keterangan DO (mg l-1) pH NH3 (mg l-1) NO2 (mg l-1) Suhu (°C) Aktual a 4.6 6.04 < 0.001 2.612 29−30 Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI)b > 3−8 6−8.5 < 0.2 < 0.01 27−31 a

sumber: Laboratutorium Lingkungan Akuakultur Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor (2014); b BPPI (2013)

34

singkat dapat menyebabkan kematian mendadak pada ikan. Terjadinya perubahan suhu yang drastis pada air di akuarium dapat menyebabkan ikan menjadi lemas. Selain itu suhu ruangan tempat akuarium berada atau suhu dari hatchery juga harus dijaga agar tetap stabil. Kualitas air yang buruk dapat menyebabkan kematian pada larva dan benih ikan. Suhu air ideal yang ditentukan oleh PGFF untuk pemeliharaan benih ikan patin dalam akuarium adalah 2830 °C dan untuk suhu ruangan adalah sebesar 2832°C.

Kualitas air juga dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan pH air. Nilai pH ideal yang sesuai untuk hidup ikan patin adalah 7, yang merupakan air dengan pH netral. Perubahan nilai pH air pada akuarium sering terjadi di PGFF setelah dilakukan pergantian air. Air akuarium yang baru dialirkan bersifat asam dengan pH 5.5-6.5, dan untuk menetralkannya biasanya air akuarium di PGFF akan diberi kapur tohor. Perubahan kualitas air dengan adanya perubahan suhu dan perubahan pH air yang kurang sesuai untuk benih ikan patin dapat menyebabkan ikan menjadi lemas dan perlu penanganan yang baik. Ciri-ciri yang sering muncul pada ikan adalah ikan banyak yang terapung di permukaan air akuarium namun masih dalam keadaan hidup, terlihat bahwa ikan menjadi lemah dan kurang aktif bergerak. Selain itu, sering ditemukan ikan yang berenang berputar-putar tanpa arah yang jelas hingga akhirnya berhenti berenang dan terapung sesaat di permukaan dalam keadaan lemas. Benih ikan patin dalam keadaan lemas setelah dilakukan pergantian air dan masih dalam kondisi hidup (Gambar 17).

Gambar 17 Ikan yang lemas akibat perubahan kualitas air Sumber risiko penyakit

Penyakit pada budidaya ikan patin dapat digolongkan menjadi 2, yaitu penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi. Penyakit infeksi (parasit) disebabkan oleh organisme yang bersifat patogen, seperti virus, bakteri, jamur dan protozoa. Penyakit non-infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme yang bukan patogen, misalnya penyakit yang muncul karena pakan yang kurang baik, kualitas air yang jelek, keracunan, kelainan tubuh karna faktor genetik dan kepadatan tinggi (Mahyuddin 2010). Tindakan yang dilakukan oleh PGFF untuk mengurangi kematian mendadak pada benih adalah dengan memberikan tetraxiline pada masa larva ke akuarium agar dapat mencegah munculnya bakteri dan tidak menularkan berbagai penyakit pada ikan.

Penyakit sebagai salah satu sumber risiko produksi yang dihadapi oleh usaha PGFF. Penyakit yang menyerang benih ikan patin di PGFF sering dikenal dengan penyakit bercak merah. Penyakit bercak merah yang menyerang benih ikan patin di PGFF disebabkan oleh adanya bakteri Aeromonas sp. yang menyebabkan ikan sakit dan mati. Bakteri Aerosomonas sp. tidak dapat dilihat

35 dengan kasat mata, namun jika bakteri ini menyerang ikan dapat diketahui dengan melihat bagian insang benih tersebut berwarna merah. Penyakit ini sering terjadi jika dalam pemberian pakan cacing yang telah selesai dicacah cacing tidak dibersihkan secara baik atau kondisi cacing yang didapat berasal dari sungai yang tercemar limbah berbahaya.

Kematian pada benih ikan patin yang terserang penyakit di PGFF sering muncul karena penanganan yang kurang baik, kepadatan ikan yang terlalu tinggi sehingga penyebaran penyakit akan semakin cepat, dan kualitas air yang buruk. Benih yang terserang penyakit di PGFF menunjukkan ciri-ciri antara lain terjadinya kematian ikan yang mendadak dan dalam jumlah banyak. Selain itu juga adanya gejala penyakit yang ditunjukkan oleh ikan patin, yaitu ikan berenang secara tidak normal, hilangnya nafsu makan pada ikan dan ditemukannya luka- luka pada tubuh ikan. Benih ikan yang yang terserang penyakit akan mati dan terapung diatas permukaan air. Benih ikan yang mati lama kelamaan akan tenggelam dan ketika melakukan penyifonan kotoran sisa dari pakan ikan, benih yang mati tersebut akan terbawa bersama sisa makan. Kematian benih karena penyakit ditunjukkan pada Gambar 18.

Penyakit yang sering menyerang benih ikan adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, salah satunya adalah bakteri Aeromonas.

Aeromonas adalah jenis bakteri yang bersifat metropolitan, oksidasif, anaerobik fakultatif, dapat memfermentasi gula, gram negatif, tidak membentuk spora, bentuk akar, dan merupakan penghuni asli lingkungan perairan. Bakteri ini ditemukan di air payau, air tawar, muara, dan lautan, yang banyak dijumpai pada musim hangat. Aeromonas hydrophila merupakan salah satu jenis bakteri yang menyerang ikan air tawar. Ikan yang terserang biasanya mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Infeksi bakteri Aeromonas hydrophila dapat menyebabkan kematian pada benih ikan.

Aeromonas hydrophila adalah bakteri berbentuk akar, motil, dengan diameter 0.31 µm dan panjang 13.5 µm. pada fase spora biasanya tidak mempunyai kapsul dan tumbuh optimum pada suhu 28 °C tetapi juga dapat tumbuh pada suhu ekstrem 4 °C dan 37 °C. Penjangkitan penyakit biasanya berhubungan dengan perubahan kondisi lingkungan, stress, overcrowding

(populasi padat), suhu tinggi, perubahan suhu secara mendadak, penanganan yang kasar, transfer ikan, rendahnya oksigen yang terlarut, rendahnya persediaaan makanan, dan infeksi fungi atau parasit, berpengaruh pada perubahan fisiologis dan menambah kerentanan terhadap infeksi. (Hayes 2000)

Penyakit lainnya yang sering ditemukan pada benih adalah penyakit yang bernama barble. Barble yaitu penyakit ini biasanya terjadi pada benih yang

36

berukuran diatas dua cm dengan ciri-ciri pada bagian mata terdapat pembengkakan dan benih mengambang diatas permukaan air, penyakit ini sering terjadi akibat keterlambatan dalam pergantian air. Jenis penyakit lainnya yang juga sering menyerang benih ikan patin adalah jamur seperti White spot, jamur ini sering terjadi diakibatkan perubahan kualitas air, dapat juga terjadi akibat air didalam tandon tercampur dengan air hujan. Penyakit ini dapat dicegah dengan obat-obatan yang terdapat ditoko-toko ikan tetapi jika penyakit sudah menyebar luas pada benih patin siam biasanya akan sangat sulit untuk disembuhkan dan ikan akan mati dalam jumlah banyak.

Sumber risiko kesalahan manusia (human error)

Sumber risiko human error yang terjadi di PGFF merupakan kematian benih yang terjadi karena kesalahan para karyawan yang bekerja. Risiko pada kematian benih yang berada di dalam akuarium sejak menjadi larva hingga menjadi benih siap panen. Kesalahan yang banyak dijumpai menyebabkan benih ikan mati secara langsung adalah karyawan PGFF tidak memberikan pakan ikan untuk larva dan benih secara tepat waktu, biasanya para pekerja sering telat memberikan makan, khususnya pada saat malam hari. Pemberian pakan tepat waktu khususnya pada masa larva menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Pemberian pakan artemia untuk larva harus dilaksanakan setiap satu jam sekali pada saat larva berumur satu hari, namun karena adanya keterlambatan pemberian pakan maka dapat menyebabkan kematian pada ikan.

Benih yang berumur empat hari diberikan pakan cacing sutera dan dalam satu hari diberikan pakan hampir 5 kali sehari. Cacing sutera seharusnya di potong-potong halus sehingga benih dapat memakannya dengan mudah, namun karyawan PGFF sering memberikan pakan cacing yang masih kurang halus, sehingga cacing yang tidak termakan menjadi endapan di dasar akuarium yang menyebabkan air keruh. Karyawan PGFF yang sering telat melakukan penyifonan untuk membersihkan kotoran yang tersisa di akuarium. Hal itu dapat mempengaruhi kualitas air akuarium dan dapat menyebabkan kematian pada benih ikan patin. Kegiatan penyifonan dan penggantian air akuarium harus dilakukan secara teratur, karena kebersihan air akuarium sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup benih dalam akuarium agar selalu dalam keadaan baik. Pengecekan kualitas air perlu dilakukan oleh karyawan dengan melihat nilai pH dan suhu air akuarium di PGFF agar memenuhi syarat hidup benih ikan patin.

Penggunaan peralatan dalam kegiatan produksi benih ikan patin siam di PGFF seharusnya telah dikuasi oleh seluruh karyawan, namun hanya satu orang saja yang mempunyai kemampuan dalam memperbaiki dan memasang aerator, jadi ada pegawai yang tidak mengetahui bagaimana memperbaiki aerator yang mati. Salain itu dalam hatchery seharusnya listrik harus tetap menyala karena aerator yang digunakan untuk menjaga kadar oksigen yang terpasang di akuarium harus terus menyala, namun ketika mati listrik terjadi dan karyawan PGFF sempat membiarkannya beberapa saat tidak langsung memperbaikinya, maka dapat menyebabkan kandungan oksigen dalam air akan menjadi rendah dan ikan manjadi lemas dan ikan dapat mati mendadak karena kekurangan oksigen. Seharusnya karyawan sigap dan langsung menyalakan jenset untuk menyalakan aerator kembali.

37 Pekerja yang belum terlalu memahami teknik budidaya ikan patin menjadikan perlakuan yang diberikan pada ikan masih sangat kurang, sehingga sering kali perlakuan yang diberikan masih seenaknya saja, tidak sesuai dengan standar SOP yang berlaku. Pekerja di PGFF sebaiknya mengikuti pelatihan pembudidayaan benih ikan yang baik dan yang benar, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dari para karyawan. Kematian benih yang sering terjadi karena kesalahan pekerja terlihat dalam penanganan benih ikan yang berada di akuarium kurang diperhatikan pengelolaannya. Kematian benih akibat kesalahan pekerja (human erorr) ditunjukkan oleh Gambar 19.

Gambar 19 Kematian benih akibat kesalahan manusia (human error)

Beberapa sumber risiko produksi seperti kualitas induk, kualitas pakan, cuaca, dan hama yang sering dihadapi usaha pembenihan ikan, namun di PGFF tidak dikategorikan sebagai sumber risiko produksi krusial yang dihadapi oleh PGFF, dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Kualitas induk yang digunakan akan mempengaruhi hasil produksi benih. Jika kualitas indukan buruk/jelek maka dapat menyebabkan jumlah telur yang dihasilkan sedikit dengan derajat penetasan yang rendah, dan menyebabkan benih memiliki kualitas yang buruk. Benih dengan kualitas buruk biasanya pertumbuhannya lambat, geraknya pasif, dan rentan mati. PGFF menggunakan indukan dengan kualitas baik yaitu dengan melakukan seleksi induk untuk memilih induk yang sudah matang gonad. Induk yang sudah digunakan untuk penyuntikan pada suatu periode akan di istirahatkan selama dua sampai tiga bulan hingga bisa dipijahkan kembali. Induk yang digunakan harus memenuhi Kriteria indukan yang sudah cukup umur, sehat, aktif bergerak, dan yang sudah matang gonad.

2. Kualitas pakan tidak dikategorikan menjadi sebuah sumber risiko yang dihadapi PGFF, karena pakan yang diberikan untuk larva dan benih di PGFF sudah memiliki kualitas yang baik. Pemberian Naupauli artemia sp. untuk larva saat berumur 1−2 hari setelah metetas memiliki kandungan protein yang tinggi. Pemberian pakan untuk larva pada hari ke 3 yaitu diberikan cacing sutera yang diperoleh dari penjual yang mengantarkan ke Pasirgaok. Cacing Sutera memiliki kandungan protein sebesar 57 persen. Pada hari ke 18 benih ikan patin yang telah berukuran ¾ inci diberi pakan pelet sebagai pakan tambahan untuk mengurangi jumlah cacing yang dibutuhkan.

3. Cuaca tidak dimasukkan ke dalam faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya risiko produksi di PGFF, karena cuaca tidak memberikan dampak langsung pada kematian benih, akan tetapi cuaca menyebabkan risiko pada kualitas air yang ditunjukan dengan adanya perubahan suhu drastis ketika dingin saat hujan ataupun ketika panas saat kemarau, dan hal tersebut terkait dengan kemampuan para karyawan PGFF dalam mengatasi perubahan cuaca yang terjadi.

38

4. Hama bersifat sebagai predator yang memangsa, sebagai organisme pengganggu yang merusak dan kompetitor. Hama dapat menyerang ikan bila berada pada lingkungan pemeliharaan. Hama tidak pernah ditemukan secara langsung menyerang benih yang berada di akuarium pada PGFF, jadi hama bukan termasuk risiko produksi PGFF. Menurut Susanto (2009), hama lebih banyak dialami oleh usaha pembesaran, karena usaha pembesaran ikan patin dilaksanakan pada alam terbuka, sementara untuk usaha pembenihan dilaksanakan dalam kolam atau bak tertutup (akuarium).

Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi Benih Ikan Patin PGFF

Analisis probabilitas terhadap sumber-sumber risiko produksi merupakan data hasil wawancara dengan pengelola dan karyawan di PGFF berdasarkan data produksi benih ikan patin siam pada tahun 2013, sejak bulan Januari hingga bulan Desember 2013. Nilai persentase kematian benih ikan patin dari sumber risiko produksi yang terjadi di PGFF berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola (Lampiran 2). Analisis probabilitas diperoleh dengan metode analisis z-score yang dihitung dengan menggunakan Microsoft excel. Penentuan batas nilai yang digunakan dalam perhitungan analisis probabilitas berdasarkan perkiraan perhitungan yang dilakukan oleh peneliti dengan mengacu pada pengalaman pemilik usaha pada periode terdahulu. Pada Tabel 6 ditampilkan nilai probabilitas sumber risiko produksi di PGFF.

Tabel 6 menunjukkan bahwa urutan nilai probabilitas kematian benih patin di PGFF dari yang terbesar ke yang terkecil adalah kanibalisme, penyakit, kualitas air dan human error. Nilai batas normal setiap periode (per bulan) benih mati dari masing-masing sumber risiko yang ditetapkan di PGFF berdasarkan hasil

Tabel 6 Probabilitas sumber risiko produksi PGFF

Bulan Tahun 2013 Kanibalisme (ekor) Kualitas air (ekor) Penyakit (ekor) Human Error (ekor) Januari 544600 389000 389000 233400 Februari 279600 233000 279600 139800 Maret 435600 217800 508200 290400 April 295200 196800 295200 196800 Mei 321840 214560 393360 262240 Juni 142875 85725 200025 142875 Juli - - - - Agustus 197500 158000 276500 158000 September 364000 260000 390000 286000 Oktober 276000 184000 322000 138000 November 501000 417500 534400 217100 Desember 585300 487750 585300 292650 Total 3943515 2843920 4163516 2365844 Rata-Rata 358501 258538 378501 215077 Batas Normal (x) 275000 150000 300000 125000 Standard deviasi 142530.6305 121825.728 121044.161 63000.89413 Nilai Z -0.5858 -0.890930 -0.648536 -1.429769 Pembulatan Nilai Z -0.59 -0.89 -0.65 -1.43 Z pada Tabel 0.278 0.187 0.258 0.076 Probabilitas Risiko (%) 27.80 18.70 25.80 7.60

39 wawancara yaitu kanibalisme sebesar 275 000 ekor, kualitas air sebesar 150 000 ekor, penyakit sebesar 300 000 ekor dan human error sebesar125 000 ekor.Sumber risiko kanibalisme mempunyai probabilitas terbesar yaitu sebesar 27.80 persen dan probabilitas terendah adalah sumber risiko human errorsebesar 7.60 persen.

Berdasarkan pengalaman terdahulu dari pengusaha, diketahui bahwa batas normal larva dan benih yang mati akibat kanibalisme sebanyak 275 ribu ekor tiap periode. Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi menggunakan nilai standar adalah sebesar -0.59. Tanda negatif pada nilai Z menunjukkan bahwa risiko terhadap risiko kanibalisme melebihi batas normal yang sudah ditentukan, atau nilai 0.47 berada di sebelah kiri dari nilai rata-rata pada kurva distribusi normal. Berarti kemungkinan terjadinya kematian benih yang diakibatkan oleh kanibalisme yang melebihi batas normal 275 ribu ekor benih adalah sebesar 27.80 persen.

Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko penyakit adalah -0.65 dan jika dipetakkan pada tabel distribusi Z menunjukkan nilai 0.258, yang menunjukkan tinggat probabilitas risikonya sebesar 25.80 persen. Batas normal yang ditetapkan dari kematian benih akibat penyakit adalah sebesar 300 ribu ekor benih, dan tanda negatif pada nilai Z menunjukkan bahwa risiko berada di sebelah kiri nilai rata- rata kurva distribusi normal. Berarti bahwa kemungkinan terjadinya kematian benih akibat penyakit yang melebihi batas normal 300 ribu ekor benih adalah sebesar 25.80 persen.

Probabilitas kematian benih ikan patin akibat dari sumber risiko kualitas air sebesar 18.70 persen, berada pada tingkat ketiga. Nilai Z yang diperoleh dari sumber risiko kualitas air adalah sebesar -0.89 dengan batas normal sebesar 150 ribu ekor benih setiap periodenya. Nilai Z yang bertanda negatif menunjukan bahwa nilai tersebut berada disebelah kiri dari nilai rata-rata kurva distribusi normal. Nilai tersebut menjelaskan bahwa risiko kematian benih yang bersumber dari kualitas air dapat melebihi batas normal 150 ribu ekor.

Nilai Z yang diperoleh dari sumber risiko human error adalah sebesar -1.43 dengan batas normal kematian benih akibat human error sebesar 125 ribu ekor benih tiap periodenya. Pemetakan pada tabel Z menunjukkan nilai Z adalah

Dokumen terkait