• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Tambah

Proses pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup menyebabkan adanya nilai tambah pada rumput laut tersebut. Oleh karena itu harga jual produk olahan rumput laut yang berupa jus dan sirup akan menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput laut yang belum mengalami pengolahan. Besarnya nilai tambah pengolahan rumput laut dan distribusi margin dari pemanfaatan faktor-faktor produksi dalam pengolahan dapat diketahui dengan melakukan analisis nilai tambah. Dasar perhitungan nilai tambah yang digunakan adalah per satuan bahan baku utama yang dalam hal ini adalah satu kilogram rumput laut. Hasil perhitungan nilai tambah pengolahan rumput laut menjadi jus dan sirup dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Perhitungan nilai tambah pengolahan jus dan sirup

No Variabel Jus Sirup

Output, Input, Harga

1 Output yang dihasilkan (kg/produksi) 76.56 17.60

2 Bahan baku yang digunakan

(kg/produksi) 10.00 20.00

3 Tenaga kerja (jam/produksi) 4.00 4.00

4 Faktor konversi 7.66 0.88

5 Koefisien tenaga kerja 0.40 0.20

6 Harga output (Rp/kg) 17241.38 45454.55

7 Upah rata - rata tenaga kerja (Rp/jam) 10 444.87 6 330.23 Pendapatan dan Keuntungan

8 Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) 14 286.00 14 286.00 9 Sumbangan input lain (Rp/kg output) 101 934.13 23 844.80

10 Nilai output (Rp/kg) 132 000.00 40 000.00

11 a. Nilai tambah (Rp/kg) 15 779.87 1 869.20

b.Rasio nilai tambah 11.95 4.67

12 a.Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) 4 177.95 1 266.05

b.Bagian tenaga kerja (%) 26.48 67.73

13 a.Keuntungan (Rp/kg) 11 601.92 603.15

b.Tingkat keuntungan (%) 73.52 32.27

14 Margin (Rp) 117 714.00 25 714.00

a.Pendapatan tenaga kerja 3.55 4.92

b.Sumbangan input lain 86.59 92.73

c.Keuntungan perusahaan 9.86 2.35

Jumlah rumput laut yang diolah dalam satu kali produksi jus adalah 10 kilogram rumput laut basah. Pada pengolahan sirup jumlah rumput laut yang diolah adalah 20 kilogram rumput laut basah per produksi. Pengolahan jus rumput

22

laut memiliki faktor konversi sebesar 766 persen yang berarti pada setiap penggunaan satu kilogram bahan baku rumput laut akan menghasilkan jus sebanyak 7.66 kilogram. Sirup rumput laut memiliki faktor konversi sebesar 88 persen yang berarti pada setiap penggunaan bahan baku rumput laut satu kilogram akan menghasilkan sirup sebanyak 0.88 kilogram. Pada setiap periode produksi dapat dihasilkan output berupa jus sebanyak 76.56 kilogram dan sirup sebanyak 17.60 kilogram. Hasil tersebut didapat dari konversi volume (mililiter) ke dalam massa (kilogram) dengan cara menimbang menggunakan timbangan digital. Faktor konversi diperoleh dari pembagian antara output yang dihasilkan dengan bahan baku yang digunakan.

Harga bahan baku rumput laut kering sebesar Rp100 000 per kilogram. Satu kilogram rumput laut kering akan menghasilkan sekitar tujuh kilogram rumput laut basah, sehingga harga rata-rata dari hasil konversi rumput laut kering ke dalam rumput laut basah adalah Rp14 286 per kilogram. Harga yang dibayarkan pemilik usaha kepada petani relatif tetap setiap tahunnya. Pasokan rumput laut selalu memenuhi permintaan dari pemilik usaha.

Tenaga kerja yang dihitung merupakan semua tenaga kerja yang berperan langsung dalam proses produksi jus dan sirup. Proses produksi pada usaha ini tenaga kerja yang digunakan berjumlah empat orang yang semuanya berperan dalam proses produksi jus dan sirup. Jumlah jam kerja per hari yang diterapkan oleh pemilik usaha kepada tenaga kerjanya selama delapan jam per hari. Selama delapan jam tersebut tenaga kerja dapat memproduksi jus dan sirup sehingga pada masing-masing produksi membutuhkan empat jam per produksi. Jumlah hari kerja pada kedua pengolahan rata-rata 25 hari kerja dalam satu bulan sehingga jumlah jam kerja pada kedua produk per tahun adalah 2 400 jam.

Koefisien tenaga kerja merupakan pembagian antara tenaga kerja dengan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Koefisien tenaga kerja menunjukkan bahwa dalam mengolah satu kilogram bahan baku berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan satuan jam per produksi sehingga koefisien tenaga merupakan berapa jam yang dibutuhkan untuk mengolah satu kilogram bahan baku. Koefisien tenaga kerja pada jus sebesar 0.4 yang artinya untuk mengolah satu kilogram bahan baku dibutuhkan waktu selama 0.4 jam. Koefisien tenaga kerja pada sirup sebesar 0.2 yang artinya untuk mengolah satu kilogram bahan baku dibutuhkan waktu selama 0.2 jam. Kebutuhan jumlah jam kerja pada jus dua kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah jam kerja pada sirup karena proses produksi yang lebih lama sehingga membutuhkan waktu yang lebih pada setiap tahapan proses produksinya.

Upah rata-rata tenaga kerja yang diberikan dalam mengolah jus dan sirup berbeda. Upah rata-rata dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan upah yang diterima oleh tenaga kerja dalam satu bulan dibagi dengan jumlah hari kerja kemudian dibagi kembali dengan jumlah jam per produksi. Upah rata-rata tenaga kerja pada jus sebesar Rp10 444.87 per jam atau Rp12 533 844 per tahun. Upah rata-rata pada sirup sebesar Rp6 330.23 per jam atau Rp7 596 276 per tahun. Perbedaan jumlah upah rata-rata pada jus dan sirup dipengaruhi oleh kapasitas produksi. Kapasitas produksi jus lebih besar dibandingkan dengan kapasitas produksi sirup. Perhitungan upah rata-rata tenaga kerja yang dihitung melalui perhitungan proporsi upah tenaga kerja dengan mengalikan hasil proporsi volume

23 penjualan dengan jumlah upah per tahun. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Sumbangan input lain

Sumbangan input lain merupakan pembagian total sumbangan input lain dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Sumbangan input lain pada setiap pengolahan rumput laut memiliki nilai yang berbeda tergantung dari jumlah komponen-komponen lain yang digunakan selama proses produksi. Komponen dalam perhitungan sumbangan input lain pada pengolahan jus dan sirup terdiri atas bahan pendukung, bahan pengemas, listrik, dan penyusutan peralatan. Total sumbangan input lain pada jus adalah sebesar Rp1 019 341.30 per produksi atau Rp305 802 390 per tahun sedangkan per input bahan baku sebesar Rp101 934.13 per kilogram. Sumbangan input lain yang digunakan pada sirup adalah sebesar Rp476 896 per produksi atau Rp143 068 800 per tahun sedangkan per input bahan baku sebesar Rp23 844.80 per kilogram. Perhitungan sumbangan input lain pada pengolahan jus dan sirup secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9 Sumbangan input lain pengolahan jus

No Uraian Satuan Volume Harga

(Rp/satuan) Total (Rp) 1 Bahan baku pendukung

Gula Kg 6.00 11 000 66 000.00 CMC powder Kg 0.20 200 000 40 000.00 Asam sitrat Kg 0.066 40 000 2 640.00 Natrium benzoat Kg 0.066 242 424 15 999.98 Perisa L 0.015 260 000 3 900.00 2 Bahan pengemas Botol Unit 264 1 000 264 000.00 Lakban Unit 2 13 000 26 000.00 Kardus Unit 11 3 000 33 000.00 Stiker Unit 264 2 143 565 752.00 3 Listrik 722.11 4 Penyusutan peralatan 1 327.20

Total biaya per produksi (Rp) 1 019 341.30

Total biaya per produksi (Rp/kilogram input bahan) 101 934.13 Sumbangan input lain yang digunakan pada jus dengan penggunaan bahan baku 10 kilogram per periode produksi atau 3 000 kilogram per tahun yaitu bahan pendukung berupa gula, perisa, asam sitrat, natrium benzoat, CMC powder dan bahan pengemas berupa botol, lakban, kardus, dan stiker membutuhkan biaya sebesar Rp1 017 291.98 per produksi atau Rp305 187 594 per tahun sedangkan sumbangan input lainnya seperti penggunaan listrik dan penyusutan peralatan membutuhkan biaya sebesar Rp2 049.31 per produksi atau Rp614 793 per tahun.

24

Tabel 10 Sumbangan input lain pengolahan sirup

No Uraian Satuan Volume Harga

(Rp/satuan) Total (Rp)

1 Bahan baku pendukung

Gula Kg 6.00 11 000 66 000.00 CMC powder Kg 0.60 200 000 120 000.00 Asam sitrat Kg 0.014 40 000 560.00 Natrium benzoat Kg 0.014 242 424 3 393.94 Perisa L 0.045 260 000 11 700.00 2 Bahan pengemas Botol Unit 40 3 000 120 000.00 Lakban Unit 2 13 000 26 000.00 Kardus Unit 2 4 000 8 000.00 Stiker Unit 40 3 000 120 000.00 3 Listrik 437.65 4 Penyusutan peralatan 804.42

Total biaya per produksi (Rp) 476 896.00

Total biaya per produksi (Rp/kg input bahan) 23 844.80 Pengolahan sirup dengan penggunaan input bahan baku rata-rata 20 kilogram per produksi atau 6 000 kilogram per tahun. Sumbangan input lain yang digunakan adalah bahan pendukung berupa gula, perisa, asam sitrat, natrium benzoat, CMC powder, dan bahan pengemas berupa botol, lakban, kardus, dan stiker membutuhkan biaya sebesar Rp475 653.94 per produksi atau Rp142 696 182 per tahun. Sumbangan input lainnya seperti penggunaan listrik dan penyusutan peralatan membutuhkan biaya sebesar Rp1 242.10 per produksi atau Rp372 630 per tahun.

Bahan Pendukung

Bahan pendukung merupakan bahan tambahan yang digunakan dalam melakukan proses produksi. Bahan pendukung yang digunakan pada jus berupa CMC powder, gula, asam sitrat, natrium benzoat, dan perisa. CMC powder dilarutkan dalam 50 liter air dengan merendamnya selama satu malam. Satu kali produksi jus membutuhkan sebanyak 200 gram dengan harga CMC powder Rp200 000 per kilogram. Gula yang digunakan sebanyak enam kilogram per produksi dengan harga Rp11 000 per kilogram. Asam sitrat yang digunakan sebanyak 0.066 kilogram per produksi dengan harga Rp40 000 per kilogram. Natrium benzoat yang digunakan sama dengan penggunaan asam sitrat yaitu 0.066 kilogram per produksi dengan harga Rp242 242 per kilogram. Perisa yang digunakan sebanyak 0.015 kilogram per produksi dengan harga Rp260 000 per kilogram sehingga jumlah biaya yang dibutuhkan untuk membeli bahan pendukung adalah sebesar Rp128 539.98 per produksi atau Rp38 561 994 per tahun.

Bahan pendukung yang digunakan pada pengolahan sirup sama dengan bahan pendukung yang digunakan pada pengolahan jus. CMC powder yang digunakan dalam satu kali produksi adalah 0.6 kilogram dengan harga Rp200 000 per kilogram. Gula yang digunakan adalah enam kilogram per produksi dengan

25 harga Rp11 000 per kilogram. Asam sitrat yang digunakan sebanyak 0.014 per produksi dengan harga Rp40 000 per kilogram. Natrium benzoat yang digunakan adalah sebesar 0.014 kilogram per produksi dengan harga Rp242 242 per kilogram. Perisa yang digunakan adalah 0.45 kilogram per produksi dengan harga Rp260 000 per kilogram. Perbedaan penggunaan bahan pendukung antara pengolahan jus dan sirup adalah takaran pada masing-masing bahan pendukung yang digunakan. Bahan pendukung pada sirup lebih tinggi dibandingkan dengan jus. Jumlah biaya yang dibutuhkan untuk bahan pendukung pada sirup sebesar Rp201 653.94 per produksi atau Rp60 496 182 per tahun.

Bahan Kemasan

Bahan-bahan kemasan merupakan perlengkapan yang harus disediakan dalam proses produksi sebagai bahan tambahan dalam kegiatan produksi. Bahan pengemasan yang digunakan pada jus berupa botol, stiker, kardus, dan lakban. Botol yang digunakan untuk mengemas jus berukuran 250 ml sebanyak 264 botol per produksi dengan harga Rp1 000 per botol. Stiker yang digunakan sebanyak jumlah botol yang digunakan yaitu 264 stiker per produksi dengan harga Rp2 143 per stiker. Kardus yang digunakan sebanyak 11 kardus per produksi dengan kapasitas 24 botol per kardus dengan harga Rp3 000 per kardus. Lakban yang dibutuhkan adalah dua unit per produksi dengan harga Rp13 000 per unit, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk bahan kemasan adalah Rp888 752 per produksi atau Rp266 625 600 per tahun.

Bahan-bahan yang digunakan untuk mengemas pada sirup sama dengan bahan kemasan yang digunakan pada pengolahan jus yaitu botol, stiker, kardus, dan lakban namun ada perbedaan dalam segi ukuran dan harga. Botol yang digunakan pada pengolahan sirup berukuran 350 ml. Satu kali produksi sirup membutuhkan botol sebanyak 40 botol dengan harga Rp3 000 per botol. Stiker yang digunakan sesuai dengan jumlah botol yaitu 40 stiker dengan harga Rp3 000 per stiker. Kardus yang digunakan dalam satu kali produksi adalah dua kardus dengan kapasitas 20 botol per kardus dengan harga Rp4 000 per kardus. Lakban yang dibutuhkan adalah dua unit dengan harga Rp13 000 per unit sehingga biaya yang dibutuhkan untuk bahan kemasan adalah Rp274 000 per produksi. Biaya kemasan pada jus lebih tinggi dibandingkan dengan biaya kemasan pada sirup. Listrik

Listrik merupakan salah satu fasilitas yang harus ada dalam proses produksi jus dan sirup. Listrik digunakan untuk menjalankan blender sebagai alat penghalus rumput laut. Pemilik harus menanggung beban berupa biaya atas penggunaan listrik tersebut. Biaya listrik termasuk biaya yang harus diperhitungkan karena penggunaannya berpengaruh pada pengolahan jus dan pengolahan sirup. Biaya total dari penggunaan listrik adalah Rp70 000 per bulan. Listrik digunakan dalam proses produksi seluruh output yang dihasilkan oleh WPIU. Biaya rata-rata penggunaan listrik pada pengolahan jus sebesar Rp722.11 per produksi atau Rp18 052.75 per bulan sedangkan pada pengolahan sirup biaya yang dibutuhkan sebesar Rp437.65 per produksi atau Rp10 941.25 per bulan.

26

Penyusutan peralatan

Penyusutan peralatan merupakan biaya yang harus dibebankan pada kegiatan produksi. Penyusutan peralatan menjadi beban pemilik usaha sehingga harus diperhitungkan di dalam sumbangan input lain. Peralatan yang digunakan pada pengolahan jus dan pengolahan sirup relatif sama. Rata-rata umur ekonomis peralatan yang digunakan adalah 3.5 tahun. Peralatan yang digunakan pada pengolahan jus dan pengolahan sirup juga digunakan pada pengolahan produk lainnya seperti jus belimbing, jus jambu, jus wortel, dan sirup belimbing sehingga biaya penyusutan yang dibebankan pada pengolahan jus dan pengolahan sirup tidak terlalu tinggi. Berdasarkan perhitungan penyusutan peralatan pada Lampiran 2 menunujukkan bahwa alat-alat yang memiliki nilai cukup besar menyebabkan penyusutannya juga besar.

Besarnya biaya penyusutan pada jus adalah Rp1 327.2 per produksi atau Rp398 160 per tahun sedangkan pada sirup adalah Rp804.42 per produksi atau Rp241 326 per tahun. Biaya penyusutan pada jus lebih besar dibandingkan dengan sirup karena volume penjualan atau nilai proporsi volume penjualan terhadap semua jumlah biaya penyusutan peralatan lebih tinggi dibandingkan dengan volume penjualan atau proporsi penjualan sirup. Besarnya nilai proporsi penjualan jus adalah 25.79 persen sedangkan nilai proporsi penjualan sirup sebesar 15.63 persen dan 58.58 persen pada pengolahan lainnya.

Nilai output merupakan nilai yang diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga output. Besarnya nilai output pada pengolahan jus adalah sebesar Rp132 000 per kilogram yang artinya setiap melakukan pengolahan satu kilogram bahan baku rumput laut akan menghasilkan jus senilai Rp132 000 per kilogram. Nilai output pada pengolahan sirup sebesar Rp40 000 per kilogram yang artinya setiap melakukan pengolahan satu kilogram bahan baku rumput laut akan menghasilkan sirup senilai Rp40 000 per kilogram. Nilai output pada jus lebih besar dibandingkan dengan sirup karena jus memiliki nilai faktor konversi bahan baku terhadap output yang dihasilkan yang jauh lebih tinggi yaitu 6.6 atau 660 persen sedangkan pada pengolahan sirup hanya 0.7 atau 70 persen.

Nilai tambah merupakan selisih nilai output dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain. Nilai tambah yang dihasilkan pada jus sebesar Rp15 779.87 per kilogram bahan baku sedangkan nilai tambah yang dihasilkan pada sirup sebesar Rp1 869.20 per kilogram bahan baku. Perhitungan nilai tambah tersebut dapat diketahui rasio nilai tambah, yaitu dengan membagi nilai tambah dengan nilai output atau dapat disebut juga bahwa rasio nilai tambah merupakan persentase nilai tambah terhadap nilai output. Besarnya rasio nilai tambah pada jus adalah 11.95 persen yang menunjukkan bahwa dari nilai output Rp132 000 per kilogram terdapat 11.95 persen nilai tambah dari output jus dan besarnya rasio nilai tambah pada sirup adalah 4.67 persen menunjukkan bahwa dari nilai output Rp40 000 per kilogram terdapat 4.67 persen nilai tambah dari output sirup. Perbedaan nilai tambah pada masing-masing pengolahan rumput laut tersebut disebabkan oleh perbedaan besarnya nilai output dan sumbangan input lainnya. Nilai tambah pada jus lebih besar karena selisih nilai output terhadap jumlah sumbangan input lain dan harga bahan baku yang lebih besar dibandingkan dengan sirup.

Imbalan tenaga kerja merupakan hasil perkalian antara koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Imbalan tenaga kerja adalah pendapatan yang

27 diperoleh tenaga kerja dari setiap pengolahan satu kilogram bahan baku. Imbalan tenaga kerja pada kegiatan pengolahan jus adalah Rp4 177.95 per kilogram bahan baku sehingga bagian tenaga kerja dalam jus sebesar 26.48 persen. Imbalan tenaga kerja pada kegiatan pengolahan sirup sebesar Rp1 266.05 per kilogram bahan baku sehingga bagian tenaga kerja dalam sirup sebesar 67.73 persen. Imbalan tenaga kerja jus lebih besar dibandingkan dengan sirup karena jumlah koefisien tenaga kerja dan upah rata-rata tenaga kerja pada jus lebih besar dibandingkan dengan sirup.

Keuntungan merupakan selisih antara nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja sehingga dapat disebut juga sebagai nilai tambah bersih karena sudah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Keuntungan yang diperoleh pada kegiatan pengolahan jus sebesar Rp11 601.92 per kilogram bahan baku, sedangkan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pengolahan sirup sebesar Rp603.15 per kilogram bahan baku. Hasil tersebut dapat menunjukkan tingkat keuntungan pada kedua pengolahan. Tingkat keuntungan pada jus adalah 73.52 persen sedangkan pada sirup adalah 32.27 persen. Nilai keuntungan menunjukkan besarnya imbalan yang diterima oleh pemilik usaha atas usaha pengolahan rumput laut.

Besarnya kontribusi faktor-faktor produksi dapat ditunjukkan melalui margin yang diperoleh dari hasil pengurangan nilai output dengan harga bahan baku. Kontribusi faktor-faktor produksi tersebut terdiri dari pendapatan untuk tenaga kerja, sumbangan input lain, dan tingkat keuntungan. Berdasarkan perhitungan, margin pada jus adalah Rp117 714 per kilogram dan pada sirup sebesar Rp25 714 per kilogram. Margin parda jus sebesar Rp117 714 per kilogram didistribusikan untuk masing-masing faktor produksi yaitu 3.55 persen untuk tenaga kerja, 86.59 persen untuk sumbangan input lain, dan 9.86 persen untuk keuntungan perusahaan. Margin pada sirup sebesar Rp25 714 per kilogram didistribusikan untuk masing-masing faktor produksi yaitu 4.92 persen untuk tenaga kerja, 92.73 persen untuk sumbangan input lain, dan 2.35 persen untuk keuntungan perusahaan. Proporsi tenaga kerja dan keuntungan perusahaan terhadap nilai tambah dapat menunjukkan apakah usaha tersebut usaha padat karya atau padat modal. Margin yang didistribusikan pada pengolahan jus untuk keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan margin untuk tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan jus pada usaha tersebut merupakan kegiatan padat modal yang artinya dalam melakukan kegiatan pengolahannya dibutuhkan lebih banyak modal dibandingkan dengan tenaga kerja. Pendistribusian margin pada pengolahan sirup terhadap tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan sirup pada usaha tersebut merupakan kegiatan usaha padat karya yang artinya dalam melakukan kegiatan pengolahannya dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan dengan modal. Pada kedua jenis olahan tersebut, proporsi distribusi margin pada faktor-faktor produksi pada sumbangan input lain sangat besar dibandingkan dengan dua faktor lainnya yaitu tenaga kerja dan keuntungan perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan sumbangan input lain memiliki kontribusi yang sangat besar yaitu sekitar 85 persen dari seluruh nilai margin.

Berdasarkan perhintungan nilai tambah yang dilakukan, dapat dilihat persamaan dan perbedaan antara hasil yang diperoleh dari penelitian ini dengan terdahulu pada penelitian Ramaijon (2002) mengenai analisis pendapatan dan nilai tambah pada industri kecil tapioka dengan menggunakan metode analisis yang

28

sama yaitu analisis nilai tambah metode Hayami, diperoleh kesimpulan rata-rata margin adalah 128.2 per kilogram yang terdiri atas pendapatan tenaga kerja 53.82 persen, sumbangan input lain 23.06 persen, dan keuntungan perusahaan 23.21 persen. Proporsi distribusi margin untuk tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini merupakan kegiatan usaha padat karya. Perbedaan pada hasil penelitian ini adalah proporsi margin pada pengolahan jus untuk keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja. Jadi, pengolahan jus merupakan kegiatan usaha padat modal. Persamaan hasil penelitian Ramaijon (2002) dengan penelitian ini yaitu pada pengolahan sirup. Pengolahan sirup merupakan kegiatan usaha padat karya karena proporsi margin untuk tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan keuntungan perusahaan.

Implikasi Manajerial

Hasil perhitungan nilai tambah pada pengolahan jus dan sirup menggunakan metode Hayami menunjukkan bahwa nilai tambah yang dihasilkan pada pengolahan jus lebih besar dibandingkan dengan pengolahan sirup. Nilai tambah yang dihasilkan pada jus sebesar Rp15 779.87 sedangkan nilai tambah pada sirup sebesar Rp1 869.20. Besarnya nilai tambah tersebut dipengaruhi oleh besarnya nilai output, harga bahan baku, dan sumbangan input lain yang terdiri dari bahan pendukung, bahan pengemas, listrik, serta penyusutan peralatan. Jika perusahaan ingin meningkatkan nilai tambahnya dengan nilai output tetap maka perusahaan harus meminimisasi biaya produksi yaitu pada sumbangan input lain dan bahan baku. Sebaliknya, jika jumlah sumbangan input lain dan harga bahan baku tetap maka untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan harus melakukan peningkatan pada nilai output.

Besarnya nilai tambah akan mempengaruhi besarnya keuntungan yang diterima oleh perusahaan. Keuntungan yang diterima oleh perusahaan pada pengolahan jus sebesar Rp11 601.92 atau sekitar sepuluh kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan sirup. Keuntungan tersebut dapat ditingkatkan dengan melakukan peningkatan pada nilai tambah. Besarnya keuntungan juga dipengaruhi oleh besarnya imbalan tenaga kerja yang diperoleh dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja. Semakin besar imbalan tenaga kerja yang ditanggung perusahaan dengan nilai output tetap maka keuntungan yang diterima perusahaan semakin rendah. Jadi, selain dengan meningkatkan nilai tambah, cara lain untuk meningkatkan keuntungan adalah dengan mengurangi imbalan tenaga kerja. Persentase keuntungan terhadap nilai tambah yang dihasilkan akan meningkat jika jumlah keuntungan yang diterima oleh perusahaan semakin meningkat.

Hasil nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan tersebut dapat dikembangkan oleh para pelaku usaha pengolahan rumput lainnya. Persediaan bahan baku yang cukup melimpah menjadi salah satu faktor penting dalam pengolahan rumput laut. Pelaku usaha dapat meningkatkan keuntungannya dengan kelebihan ketersediaan tersebut dengan mengurangi biaya terhadap bahan bakunya. Pada WPIU bahan baku yang diperoleh berasal dari daerah Bitung Timur sehingga jarak untuk mendapatkannya cukup jauh. Hal ini menyebabkan

Dokumen terkait