• Tidak ada hasil yang ditemukan

Titik Impas Hasil Produksi, Harga Jual dan Biaya Produksi Usahatani Sukun

Menurut Wasis (1992) menyatakan bahwa titik impas(Break Event Point) adalah kondisi yang menggambarkan dimana hasil usahatani yang diperoleh tidak menghasilkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian, dapat diketahui dengan menghitung BEP Pendapatan, BEP Produksi dan BEP Harga dengan rumus sebagai berikut :

BEP Pendapatan :

pendapatantidaktetap Biaya 1 Tetap Biaya BEP Produksi : arga Pendapatan BEP BEP Harga : Produksi talBiaya Produksi otal

Kriteria : - Bila BEP > 1, maka usaha dinyatakan melampaui titik impas - Bila BEP < 1, maka usaha dinyatakan tidak melampaui titik impas - Bila BEP = 1, maka usaha dinyatakan impas (tidak rugi/untung)

Tabel 20. Nilai Rata-rata BEP Pendapatan, BEP Produksi dan BEP Harga dari Usahatani Sukun Per Ha/Tahun di Desa Bantan

No Uraian Jumlah Per Ha

1 Biaya Tetap (Rp) 492.841,26

2 Biaya Variabel (Rp) 3.896.120,74

3 Pendapatan (Rp) 13.228.078,96

4 Total Biaya Produksi (Rp) 4.375.548,54

5 Total Produksi (buah) 15.315,17

6 Biaya Variabel Per Unit 345,95

7 BEP Pendapatan (Rp) 479.424,36

8 BEP Produksi (buah) 445,27

9 BEP Harga (Rp) 383,00

10 Harga Jual (Rp) 1.107,69

Dari Tabel 20 diperoleh BEP Pendapatan per Ha sebesar Rp. 479.424,36 artinya usahatani sukun tersebut telah melampaui titik impas karena pendapatan petani lebih besar dari BEP Pendapatan, dimana pendapatan yang diperoleh petani sebesar Rp. 13.228.078,96 setidaknya petani mempunyai pendapatan yang lebih tinggi agar tidak rugi yaitu dengan melakukan usaha ekstensifikasi, atau dengan kata lain pendapatan yang diperoleh jauh lebih tinggi dari BEP Pendapatan. Sementara BEP Produksi per Ha mencapai 445,27 buah, artinya usahatani sukun tersebut telah melampaui titik impas karena total produksi lebih besar dari BEP Produksi dimana total produksi yang diperoleh petani sebesar 15.315,17 buah setidaknya jika ingin memperoleh produksi yang lebih besar maka dapat dilakukan pemeliharaan tanaman sukun secara intensif. BEP Harga usahatani sukun per Ha sebesar Rp. 383,00 artinya usahatani sukun tersebut telah melampaui titik impas karena harga jual sukun lebih besar dari BEP Harga dimana harga jual sukun yang diterima petani di daerah penelitian mencapai Rp. 1.107,69/buah. Total biaya produksi per Ha di daerah penelitian sebesar Rp. 4.375.548,54. Biaya tetap sebesar Rp. 492.841,26 dan biaya variabel sebesar Rp. 3.896.120,74. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa jumlah hasil produksi, harga jual hasil produksi dan biaya produksi serta pendapatan usahatani sukun telah melampaui titik impas dapat diterima.

Pengaruh Faktor Input Produksi (pupuk, tenaga kerja dan luas lahan) Terhadap Produksi

Produksi usahatani sukun merupakan total hasil panen. Dari hasil produksi dapat diperoleh produksi. Untuk melihat pengaruh faktor input produksi dapat

Tabel 21. Pengaruh Faktor input produksi terhadap produksi di Desa Bantan

Variabel Koefisien t-hitung T-tabel Signifikan

Intercept 254,768

Pupuk 1,736 2,572 2,26 0,030 *Nyata

Tenaga kerja 15,068 0,717 2,26 0,492 *Tidak nyata

Luas lahan 14.129,665 2,407 2,26 0,039 *Nyata

Multiple R 0,953

R Square 0,909

F-hitung 29,884

Signifikan F 0,000

F-tabel ( = 0.05) 3,86

Sumber : Data diolah dari lampiran 18

Dari Tabel 21 dapat dilihat nilai R2 sebesar 0,909. Koefisien determinasi menunjukkan informasi bahwa 90,9 % variabel produksi dapat dijelaskan oleh variabel pupuk (X1), tenaga kerja (X2) dan luas lahan (X3), atau dengan kata lain sebesar 90,9 % ketiga variabel tersebut mempengaruhi produksi. Sedangkan sisanya sebesar 9,1 % dipengaruhi faktor lain.

Uji Serempak

Dari hasil uji serempak (F-test) diperoleh nilai F-hitung sebesar 29,884 sedangkan nilai F-tabel pada taraf kepercayaan 95 % adalah 3,86. Hal ini menunjukkan bahwa nilai f-hitung lebih besar dari nilai f-tabel (hitung > F-tabel) berarti secara serempak terdapat pengaruh nyata antara pupuk, tenaga kerja dan luas lahan terhadap produksi (Y) usahatani sukun (Hipotesis H1diterima). Hal ini berarti pupuk, tenaga kerja dan luas lahan yang dimiliki petani sukun menentukan nilai produksi yang diperoleh petani di daerah penelitian.

Uji Parsial

Dari hasil uji parsial (t-test) diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,572 sedangkan nilai t-tabel pada taraf kepercayaan 95 % adalah 2,26. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai t-hitung berada di luar daerah penerimaan H0(t-tabel < t-hitung) berarti secara parsial variabel pupuk (X1) memiliki pengaruh nyata terhadap produksi pada usahatani sukun di daerah penelitian (Hipotesis H1

diterima). Hal ini disebabkan dosis pupuk yang diberikan petani sesuai dengan keadaan tanaman, sehingga menunjukkan dampak secara langsung terhadap peningkatan produksi sukun.

Dari uji parsial (t-test) diperoleh nilai t-hitung sebesar 0,717 sedangkan nilai t-tabel pada taraf kepercayaan 95 % adalah 2,26. Hal ini menunjukkan bahwa t-hitung berada di dalam daerah penerimaan H0 (t-tabel > t-hitung) berarti secara parsial variabel tenaga kerja (X2) tidak memiliki pengaruh nyata terhadap produksi pada usahatani sukun di daerah penelitian (Hipotesis H0 diterima). Hal ini disebabkan penggunaan tenaga kerja yang sedikit karena hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.

Dari uji parsial (t-test) diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,407 sedangkan nilai t-tabel pada taraf kepercayaan 95 % adalah 2,26. Hal ini menunjukkan bahwa t-hitung berada di luar daerah penerimaan H0 (t-tabel < t-hitung) berarti secara parsial variabel luas lahan (X3) memiliki pengaruh nyata terhadap produksi pada usahatani sukun di daerah penelitian (Hipotesis H1 diterima). Hal ini disebabkan bahwa penggunaan lahan dengan skala kecil pada usahatani sukun di daerah penelitian dapat meningkatkan produksi sukun.

Dari Tabel 21. diperoleh persamaan perhitungan sebagai berikut : Persamaan regresi : Y = 254,768 + 1,736X1+ 15,068X2+ 14.129,665X3+ µ Dimana : Y = Produksi (Buah)

Nilai 254,768 adalah titik potong garis regresi tersebut dengan sumbu tegak Y. Nilai 1,736 merupakan nilai koefisien regresi variabel X1, yang menunjukkan bahwa setiap adanya kenaikan jumlah pupuk sebesar 1 satuan, maka akan menambah produksi sebesar 1,736 satuan.

Nilai 15,068 merupakan koefisien regresi variabel X2, yang menunjukkan bahwa setiap adanya kenaikan tenaga kerja sebesar 1 satuan, maka akan menambah produksi sebesar 15,068 satuan.

Nilai 14.129,665 merupakan koefisien regresi variabel X3, yang menunjukkan bahwa setiap adanya kenaikan luas lahan sebesar 1 satuan, maka akan menambah produksi sebesar 14.129,665 satuan.

Tingkat Kelayakan Usahatani Sukun

Analisis kelayakan usahatani sukun dilakukan untuk mengetahui kelayakan usahatani sukun yang dijalankan oleh petani. Untuk mengetahui kelayakan usahatani sukun di daerah penelitian dianalisis dengan menggunakan kriteria kelayakan Net B/C (Benefit Cost Ratio) dikenal sebagai perbandingan antara keuntungan dan biaya, dan IRR (Internal Rate of Return) yaitu perbandingan dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Adapun rumus untuk menghitung nilai Net B/C adalah sebagai berikut :

Net B/C =

 

 

 

 

    n t t t t n t t t t i B C i C B 0 0 1 1 0 0   t t t t C B untuk B C untuk

Tingkat kelayakan usahatani sukun dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 22. Perbandingan antara Keuntungan Rata-rata dan Biaya Produksi

Rata-rata dari Usahatani Sukun Per Petani di Desa Bantan

N0 Uarian Jumlah Per Petani

1 Keuntungan (Rp) 103.831,10

2 Biaya Produksi (Rp) 42.841,98

3 Net B/C (unit) 24,00

4 IRR (%) 5,92

Sumber : Data diolah dari Lampiran 16

Dari Tabel 22 dapat diketahui tingkat kelayakan suatu usaha untuk dilaksanakan. Sesuai dengan kriteria apabila nilai Net B/C > 1 maka usaha tersebut layak untuk dikembangkan. Untuk usahatani sukun yang terdapat didaerah penelitian diperoleh nilai Net B/C adalah 24,00 artinya dengan biaya Rp.1 akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 24,00 per petani. Untuk mengetahui kelayakanInternal Rate of Return(IRR) dapat diketahui dengan menghitung nilai IRR. Nilai IRR dari usahatani sukun > suku bunga yaitu sebesar 5, 92% > 5,5 % per petani maka dapat dikatakan bahwa usahatani sukun di daerah penelitian menguntungkan dan layak untuk diusahakan, hal ini disebabkan bahwa tanaman sukun mudah untuk dibudidayakan mulai dari penanaman dan perawatannya, bahkan tanaman sukun hanya dibiarkan tumbuh seadanya masih mampu berproduksi dengan baik, serta jarang terserang hama dan penyakit yang membahayakan, sehingga hal ini memungkinkan sukun untuk dikembangkan. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan usahatani sukun di daerah penelitian adalah usaha yang menguntungkan atau layak untuk diusahakan dapat diterima.

Titik Impas Hasil Produksi, Harga Jual dan Biaya Produksi Usaha Pengolahan Sukun

tidak mengalami kerugian, dapat diketahui dengan menghitung BEP Pendapatan, BEP Produksi dan BEP Harga dengan rumus sebagai berikut :

BEP Pendapatan :

pendapatantidaktetap Biaya 1 Tetap Biaya BEP Produksi : arga Pendapatan BEP BEP Harga : Produksi talBiaya Produksi otal

Kriteria : - Bila BEP > 1, maka usaha dinyatakan melampaui titik impas - Bila BEP < 1, maka usaha dinyatakan tidak melampaui titik impas - Bila BEP = 1, maka usaha dinyatakan impas (tidak rugi/untung) (Wasis, 1992).

Tabel 23. Nilai Rata-rata BEP Pendapatan, BEP Produksi dan BEP Harga Per Bulan dari Usaha Pengolahan Sukun di Desa Bengkel

No Uraian Jumlah

1 Biaya Tetap (Rp) 28.579,57

2 Biaya Variabel (Rp) 5.078.061,55

3 Pendapatan (Rp) 4.133.546,38

4 Total Biaya Produksi (Rp) 5.106.641,12

5 Total Produksi (kg) 381,09

6 Biaya Variabel Per Unit 13.460,67

7 BEP Pendapatan (Rp) 28.577,62

8 BEP Produksi (kg) 10,82

9 BEP Harga (Rp/kg) 13.337,99

10 Harga Jual (Rp/kg) 24.031,30

Sumber : Data diolah dari Lampiran 76

Dari Tabel 23 diperoleh BEP Pendapatan Rp. 28.577,62 artinya usaha pengolahan sukun tersebut telah melampaui titik impas karena pendapatan pengolah lebih besar dari BEP pendapatan dimana pendapatan yang diperoleh pengolah sebesar Rp. 4.133.546,38 di daerah penelitian. Hal ini disebabkan penerimaan yang diperoleh pengolah dapat menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan sehingga tidak mengalami kerugian. Sementara BEP Produksi

mencapai 10,82 kg, artinya usaha pengolahan sukun tersebut telah melampaui titik impas karena total produksi lebih besar dari BEP Produksi dimana total produksi yang diperoleh pengolah sebesar 381,09 kg. Hal ini disebabkan bahwa pengolahan sukun yang dilakukan telah efisien sehingga produksi yang diperoleh jauh lebih besar. BEP Harga usaha pengolahan sukun sebesar Rp. 13.337,99/kg artinya usaha pengolahan sukun tersebut telah melampaui titik impas karena harga jual keripik sukun lebih besar dari BEP Harga dimana harga jual sukun yang diterima pengolah di daerah penelitian mencapai Rp. 24.031,30/kg sehingga tidak mengalami kerugian. Total biaya produksi yang dikeluarkan pengolah sebesar Rp. 5.106.641,12 dimana biaya tetap sebesar Rp. 28.579,57 sedangkan biaya variabel sebesar Rp. 5.078.061,55. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa jumlah, harga jual hasil dan biaya pengolahan serta pendapatan usaha pengolahan sukun telah melampaui titik impas dapat diterima.

Peningkatan Nilai Tambah (Value Added) Produk dari Usaha Pengolahan Sukun

Pengertian nilai tambah untuk pengolahan ini yaitu pendapatan bersih dikurangi dengan total nilai bahan baku dan bahan penunjang. Dimana nilai bahan baku diperoleh dari perkalian antara banyaknya bahan baku dikali dengan harga beli bahan baku, sedangkan untuk nilai bahan penunjang diperoleh dari hasil perkalian antara banyaknya bahan penunjang yang digunakan dikali dengan harga bahan penunjang.

Tabel 24. Rata-rata Nilai Tambah Usaha Pengolahan Keripik Sukun Per Bulan di Desa Bengkel

No Uraian Jumlah

1 NP 9.142.312,50

2 NBB: - Bahan Baku Utama

-Tenaga Kerja 3.254.210,94704.212,50

3 NBP 62.968,75

NT = NP (NBB+NBP) 5.120.920,31

Sumber: Data diolah dari lampiran 78

Keterangan :

NT = Nilai Tambah(Rp/kg)

NP = Nilai Produk Hasil Olahan (Rp/kg) NBB = Nilai Bahan Baku (Rp/kg)

NBP = Nilai Bahan Penunjang yang digunakan dalam proses produksi (Rp/kg) Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai tambah usaha pengolahan keripik sukun sebanyak Rp. 5.120.920,31/kg dengan produksi rata-rata keripik sukun 192,94 kg/hari, 2.417,63 kg/bulan dan 29.011,50 kg/tahun.

Menurut teori Suryana (1990) yang menyatakan bahwa nilai tambah tinggi bila NP>NBB+NBP dan jika NP<NBB+NBP maka nilai tambah rendah. Semakin besar nilai tambah maka kegiatan pengolahan akan semakin baik. Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa rata-rata nilai tambah pengolahan keripik sukun adalah Rp. 5.120.920,31/kg, nilai produk hasil olahan Rp. 9.142.312,50/kg, nilai bahan baku Rp. 3.254.210,94, nilai tenaga kerja Rp. 704.212,50 dan nilai bahan penunjang Rp. 62.968,75 artinya bahwa nilai produk dari pengolahan keripik sukun ini lebih besar dari nilai bahan baku ditambah nilai bahan penunjang (NP>NBB+NBP) sehingga usaha pengolahan keripik sukun ini memberikan nilai tambah dalam proses pengolahan.

Analisis Tingkat Kelayakan Usaha Pengolahan Keripik Sukun

Analisis kelayakan usaha pengolahan sukun dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha pengolahan sukun yang dijalankan oleh petani. Untuk

mengetahui kelayakan usaha pengolahan sukun di daerah penelitian dianalisis dengan menggunakan kriteria kelayakan Net B/C (Benefit Cost Ratio) dikenal sebagai perbandingan antara keuntungan dan biaya, dan IRR (Internal Rate of Return) yaitu perbandingan dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Adapun rumus untuk menghitung Net B/C adalah sebagai berikut :

Net B/C =

 

 

 

 

    n t t t t n t t t t i B C i C B 0 0 1 1 0 0   t t t t C B untuk B C untuk

Tingkat kelayakan usaha pengolahan sukun dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 25. Perbandingan antara Keuntungan Rata-rata dan Biaya Produksi Rata-rata dari Usaha Pengolahan Sukun Per Hari, Per Bulan dan Per Tahun di Desa Bengkel Tahun 2008

N0 Uarian Rp/Hari Rp/Bulan Rp/Tahun

1 Keuntungan 404.440,12 4.133.546,38 36.145.064,25

2 Biaya Produksi 512.669,26 5.106.641,12 74.737.185,75

3 Net B/C (unit) 22,76

4 IRR (%) 18,20

Sumber : Data diolah dari Lampiran 77

Dari Tabel 25 dapat diketahui tingkat kelayakan suatu usaha untuk dilaksanakan. Sesuai dengan kriteria apabila nilai Net B/C > 1 maka usaha tersebut layak untuk dikembangkan. Untuk usaha pengolahan sukun yang terdapat di daerah penelitian diperoleh nilai Net B/C adalah 22,76 artinya dengan biaya Rp. 1 akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 22,76. Untuk mengetahui kelayakan

Internal Rate of Return(IRR) dapat diketahui dengan menghitung nilai IRR. Nilai IRR yang diperoleh di daerah penelitian mencapai 18,20 % dimana suku bunga yang berlaku sebesar 5,5 %, maka IRR > suku bunga.dengan demikian usaha pengolahan sukun di daerah penelitian menguntungkan dan layak untuk

telah melakukan cara pengolahan yang tepat, baik pada tata laksana pembuatan keripik sukun maupun dalam meminimalisasikan biaya yang akan dikeluarkan sehingga dapat memperoleh keuntungan yang besar setiap bulannya.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan usaha pengolahan sukun di daerah penelitian adalah usaha yang menguntungkan atau layak untuk diusahakan dapat diterima.

Dokumen terkait