• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Daging Sapi Segar

Nilai pH dan daya mengikat air (DMA) merupakan peubah yang digunakan untuk mengukur kualitas fisik daging sapi segar. Nilai pH dan DMA pada daging sapi segar yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Kualitas Fisik Daging Sapi Segar

Peubah Nilai

pH 5,45 ± 0,00

DMA (%) 41,46 ± 3,98

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan bahwa nilai pH daging sapi segar yang digunakan mencapai 5,45. Hasil tersebut sesuai dengan pH daging ultimat menurut Soeparno (2005) yaitu 5,4-5,8. Nilai pH daging ultimat adalah nilai pH yang dicapai setelah glikogen otot menjadi habis atau setelah enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada pH rendah atau setelah glikogen tidak lagi sensitif terhadap serangan-serangan enzim glikolitik (Lawrie, 1995). Nilai pH yang rendah pada daging dipengaruhi oleh penimbunan asam laktat dimana mekanisme pembentukan asam laktat yang terdapat di dalam daging dimulai pada saat hewan mati.

Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan daging atau suatu sistem untuk mengikat semua atau sebagian komponen air yang terdapat didalamnya serta air yang ditambahkan (Honikel, 2004). Pengukuran DMA dilakukan dengan pengukuran area basah yang dihasilkan ketika daging ditekan dengan beban tertentu. Area basah terbentuk karena adanya pelepasan H2O dari daging. Nilai DMA dihitung berdasarkan persentase H2O yang keluar dari daging. Semakin kecil pesentase H2O yang keluar maka daya mengikat air semakin besar. Nilai DMA daging sapi segar yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 41,46% ± 3,98. Nilai tersebut diperoleh karena daging masih dalam keadaan segar (belum diberi perlakuan apapun) dan hanya mengalami pemotongan saja. Nilai DMA ini dipengaruhi oleh nilai pH, pH yang lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik akan meningkatkan daya mengikat air. Titik isoelektrik daging adalah 5,5 (Lawrie, 1995). Mekanisme daya mengikat air terpusat pada kemampuan protein myofibrilar untuk mengikat air dan

21 faktor yang mempengaruhi antara lain penurunan pH, kekuatan ion dan oksidasi (Huff-Lonergan dan Lonergan, 2005).

Daging mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption). Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolekuler pertama, kedua air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4%, dimana lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Ketiga adalah lapisan molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, besarnya kira-kira 10%. Denaturasi protein tidak akan mempengaruhi perubahan molekul pada air terikat (lapisan pertama dan kedua), sedang air bebas yang berada diantara molekul akan menurun pada saat protein daging mengalami denaturasi (Abustam, 2009).

Kualitas Fisik Sosis Nilai pH

Salah satu faktor pada bahan pangan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah pH, yaitu suatu nilai yang menunjukkan keasaman atau kebasaan. Penurunan pH merupakan salah satu prinsip pengawetan pangan untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH netral, dan pH 6,0 – 8,0 merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan kapang dan kamir dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah dengan kisaran pH 3,0 – 6,0 (Buckle et al., 1987). Pengaruh pemberian substrat antimikroba Lactobacillus plantarum (1A5) dan lama penyimpanan terhadap nilai pH sosis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Substrat dan Lama Penyimpanan Terhadap pH Sosis pada Penyimpanan Suhu Ruang

Keterangan : Tanda huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaaan yang nyata (P<0,05)

Perakuan

Lama penyimpanan

Rata-rata

0jam 9jam 18jam

Kontrol 6,01±0,08 6,09±0,13 6,23±0,04 6,11±0,11a

Ditambah pengawet

substrat antimikroba 5,69±0,32 5,82±0,39 5,99±0,21 5,84±0,15

b

22 Hasil perhitungan sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian substrat memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH sosis. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa pemberian substrat menurunkan pH dengan rataan 6,11 menjadi 5,84 sehingga nilainya berada dibawah pH netral yang merupakan kondisi optimum pertumbuhan mikroba. Penurunan pH disebabkan adanya asam organik yang terkandung dalam substrat. Asam-asam organik sebagai hasil produksi bakteri asam laktat sering digunakan sebagai acidulants (bahan pengasam) yang dapat menurunkan pH, sehingga pertumbuhan mikroba berbahaya pada produk akan terhambat (Winarno, 1997).

Bakteri Lactobacillus yang diisolasi dari daging segar memiliki kemampuan mensekresikan substansi tertentu yang bersifat antimikroba. Substansi tersebut adalah diasetil, hidrogen peroksida, asam-asam organik dan bakteriosin (Goriss dan Bennik, 1994). Pembentukan asam organik terjadi melalui proses fermentasi glukosa yang terdiri dari dua tahap yaitu (1) pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang karbon atom hidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi dibandingkan glukosa. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama sehingga membentuk asam piruvat; (2) tahap kedua, asam piruvat bertindak sebagai penerima hidrogen, sehingga asam piruvat yang direduksi oleh NADH2 menghasilkan asam laktat dan senyawa lain seperti asam asetat, CO2 dan etanol (Fardiaz, 1992).

Rendahnya nilai pH tidak dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, karena lama penyimpanan tidak dapat menambah kandungan asam organik yang terdapat dalam sosis. Lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH sosis seperti tertera pada Tabel 4. Hal ini disebabkan sosis disimpan pada suhu ruang yang memiliki temperatur tidak stabil. Temperatur lingkungan (penyimpanan) mempunyai hubungan yang erat dengan penurunan pH daging. Selama penyimpanan sosis mengalami kenaikan nilai pH, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ruban et al. (2008) yang menyatakan bahwa lama penyimpanan menyebabkan kenaikan nilai pH pada sosis. Kenaikan pH sosis diduga karena timbulnya senyawa yang bersifat basa seperti amonia, H2S, indol dan amin selama penyimpanan (Siagian, 2002).

23 Komponen utama substrat antimikroba yang berperan adalah asam organik, hal ini ditunjukkan oleh nilai pH substrat yang rendah yaitu sebesar 4,16. Kandungan asam organik dipengaruhi oleh jumlah dan jenis asam laktat yang digunakan. Hasil penelitian Nur (2005) menunjukkan bahwa isolat L. casei mampu membentuk asam laktat, asam asetat, asam butirat, dan asam propionat, sedangkan isolat L. fersantum

hanya membentuk asam laktat dan asam asetat. Efektivitas asam organik tergantung pada tipe asam yang digunakan, konsentrasi dan metode penerapannya. Efisiensi juga dipengaruhi oleh temperatur, pH, aw, O2, garam dan antimikroba lain (Roller, 2003).

Daya Serap Air

Daya serap air mengindikasikan kemampuan bahan dalam menyerap air yang dipengaruhi ikatan protein dalam produk. Semakin rendah nilainya, semakin rendah daya serapnya sehingga rentan terhadap pertumbuhan mikroba. Pengaruh pemberian substrat antimikroba Lactobacillus plantarum (1A5) dan lama penyimpanan terhadap daya serap air sosis dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Penyimpanan Terhadap Daya Serap Air pada Penyimpanan Suhu Ruang

Perlakuan

Lama penyimpanan

Rata-rata

0jam 9jam 18jam

Kontrol 0,87±0,58 (g/g) 0,48±0,03 0,52±0,10 0,62±0,21 Ditambah pengawet substrat antimikroba 0,55±0,20 0,43±0,03 0,28±0.08 0,42±0,13 Rata-rata 0,71 ±0,22 0,46 ±0,04 0,40 ±0,16

Hasil perhitungan sidik ragam seperti pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian substrat dan lama penyimpanan tidak mempengaruhi daya serap air sosis. Daya serap air sosis yang ditambah substrat antimikroba tidak berbeda nyata dengan sosis yang tidak ditambah substrat antimikroba. Nilai pH sosis seperti yang telah dibahas sebelumnya menunjukkan nilai yang berbeda, sedangkan menurut Soeparno (2005) daya serap air dipengaruhi oleh pH. Hal ini disebabkan sosis yang tidak ditambah substrat antimikroba memiliki nilai pH yang jauh lebih tinggi dari titik isoelektrik atau mendekati pH netral yaitu sebesar 6,16. Menurut

24 Soeparno (2005) daya serap air akan meningkat pada nilai pH yang lebih tinggi dan lebih rendah dari titik isoelektrik. Daya serap air sendiri selain dipengaruhi nilai pH juga dipengaruhi oleh proses pemasakan atau pemanasan (Soeparno, 2005).

Absorpsi air adalah kemampuan daging menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (Soeparno, 2005). Lama penyimpanan 0, 9 dan 18 jam juga tidak berpengaruh terhadap daya serap air sosis karena daya serap air dipengaruhi oleh nilai pH, pelayuan dan pemasakan atau pemanasan (Soeparno, 2005).

Nilai aw

Aktifitas air (aw) adalah rasio tekanan uap air pada kondisi kesetimbangan produk pangan dengan tekanan uap air jenuh pada temperatur yang sama. Nilai aw menggambarkan tingkat keterikatan air pada sistem pangan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Aktifitas air (aw) menunjukkan jumlah air bebas di dalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Nilai aw dapat dijadikan indikator untuk memprediksi stabilitas dan keamanan produk pangan. Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Pada umumnya bakteri tumbuh pada nilai aw 0,91 – 0,95, khamir 0,88, jamur 0,70 dan batas terendah untuk semua mikroorganisme adalah 0,60 (Vulkov, 2006). Bahan pangan dengan kadar air tinggi (nilai aw: 0,95 –

0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme (Buckle et al., 1987). Pengaruh pemberian substrat antimikroba Lactobacillus plantarum (1A5) dan lama penyimpanan terhadap nilai aw sosis dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Penyimpanan Terhadap aw Sosis pada Penyimpanan Suhu Ruang

Perlakuan

Lama penyimpanan

Rata-rata

0jam 9jam 18jam

Kontrol 0,93±0,006 0,96±0,003 0,94±0,008 0,94±0,014

Ditambah pengawet

substrat antimikroba 0,92±0,011 0,95±0,003 0,94±0,003 0,94±0,014

Rata-rata 0,93±0,004a 0,96±0,003c 0,94±0,004b

Keterangan : Tanda huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaaan yang nyata (P<0,05).

25 Hasil perhitungan sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan sangat nyata berpengaruh terhadap nilai aw sosis (P<0,01), sedangkan pemberian substrat tidak berpengaruh terhadap nilai aw sosis. Nilai aw berkaitan dengan nilai kadar air bahan pangan yang digambarkan dengan grafik isoterm sorpsi air.

Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa pada lama penyimpanan 0 jam berbeda nyata dengan lama penyimpanan 9 jam dan lama penyimpanan 18 jam. Lama penyimpanan 9 jam berbeda nyata dengan lama penyimpanan 18 jam. Dalam hal ini pada jam ke 9 aw mengalami kenaikan dan mengalami sedikit penurunan pada jam ke 18. Nilai aw pada makanan dapat berubah sesuai dengan fungsi waktu dan tidak lepas dari pengaruh temperatur, tekanan udara dan komposisi makanan itu sendiri (Schmidt, 2004). Nilai aw sangat dipengaruhi oleh kelembaban ruangan (Vulkov, 2006), pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab (RH tinggi) akan mudah menyerap air sehingga nilai aktivitas air (aw) meningkat. Naik turunnya nilai aw pada lama penyimpanan dipengaruhi perbedaan kelembaban ruangan selama penyimpanan 18 jam. Temperatur menjadi faktor penting dalam menentukan besarnya nilai aw, dimana menurut Schmidt (2004) perubahan temperatur 10˚C dapat

menurunkan aw dari 0,03 menjadi 0,02 (tergantung karakteristik produk).

Kekenyalan

Kekenyalan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas fisik produk emulsi dalam hal ini adalah sosis. Pengaruh pemberian substrat antimikroba

Lactobacillus plantarum (1A5) dan lama penyimpanan terhadap kekenyalan sosis dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Penyimpanan Terhadap Kekenyalan Sosis pada Penyimpanan Suhu Ruang

Perlakuan

Lama penyimpanan

Rata-rata

0jam 9jam 18jam

Kontrol 71,04 ±5,71 % 74,10±4,52 61,82±12,67 69,25±6,73 Ditambah pengawet substrat antimikroba 74,49±7,79 61,53±12,87 65,92±7,10 67,32±6,59 Rata-rata 72,77 ±2,45 68,42±9,46 63,87 ±2,90

26 Hasil perhitungan sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian substrat dan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kekenyalan sosis. Nilai kekenyalan sosis yang diperoleh dalam hal ini adalah besarnya persentase sosis ketika ditekan untuk kembali keposisi semula berkisar 61,53% sampai 74,49%. Faktor utama yang mempengaruhi kekenyalan pada produk emulsi adalah adanya bahan pengisi yang digunakan, karena adanya kandungan amilosa dan amilopektin yang menyebabkan terbentuknya gel. Tepung selain mengikat air, saat dipanaskan juga akan mempunyai sifat kenyal seperti gelatin. Tapioka mengandung pati yang mampu membentuk gel dengan menyerap air dan menahannya sehingga produk menjadi lebih empuk. Tapioka terdiri dari 17% amilosa dan 83% amilopektin. Semakin tinggi amilosa, pati menjadi lebih kering dan akan kurang lengket serta cenderung menyerap air lebih banyak (Syarif, 2004).

Kekenyalan yang sama disebabkan penggunaan STPP dan penambahan air dengan konsentrasi yang sama pada setiap perlakuan. Menurut Vulkov (2006) kekenyalan juga dipengaruhi oleh nilai aw , makanan dengan aw yang tinggi akan menghasilkan tekstur yang basah dan juicy, sebaliknya makanan dengan nilai aw

rendah menghasilkan tekstur yang keras dan kering.

Kualitas Kimia Sosis Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam berbagai taraf produksi dan pengawetan pangan (Schmidt, 2004). Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet bahan makanan. Kandungan air yang tinggi menyebabkan daya tahan bahan rendah. Sebagian air dalam bahan harus dikurangi untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan pangan dengan berbagai cara tergantung dari jenis bahan (Winarno, 1997). Kadar air sosis sangat erat hubungannya dengan jumlah air yang ditambahkan pada proses pembuatan sosis serta kemampuan pengikatan air oleh protein. Pengaruh pemberian substrat antimikroba Lactobacillus plantarum (1A5) dan lama penyimpanan terhadap kadar air sosis dapat dilihat pada Tabel 8.

27 Tabel 8. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Air Sosis pada Penyimpanan Suhu Ruang

Berdasarkan hasil pengukuran seperti tercantum pada Tabel 8 diperoleh kadar air sosis sekitar 58,88% sampai 60,65% sehingga kadar air yang terkandung dalam sosis masih sesuai dengan SNI. SNI (1995) mensyaratkan bahwa syarat mutu sosis mengandung air maksimal 67% dari beratnya. Hasil perhitungan sidik ragam menunjukkan perlakuan pemberian substrat dan lama penyimpanan tidak berpengaruh terhadap nilai kadar air sosis. Hal ini disebabkan kadar air sosis dipengaruhi oleh penambahan air kedalam produk sosis, air yang ditambahkan pada semua perlakuan adalah sama. Sosis disimpan dalam plastik polyethilen yang telah disealer, sehingga memperkecil pengaruh suhu lingkungan terhadap kandungan air sosis selama penyimpanan. Menurut Putu (2001) kemasan dengan mempergunakan kantong plastik hampa udara merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri, memperpanjang umur penyimpanan daging dan merupakan kesempatan untuk terjadinya proses pengempukan (ageing) yang lebih efektif. Pemberian substrat tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air sosis, karena saat perendaman masih terdapat selongsong, meskipun pada bagian ujung terbuka.

Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida menunjukkan terjadinya suatu reaksi oksidasi yang terjadi pada minyak atau lemak yang dipanaskan dan adanya kontak minyak dengan udara. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan salah satu indikator dan peringatan bahwa produk sebentar lagi akan berbau tengik dan mengalami kerusakan (Winarno, 1997). Pengaruh pemberian substrat antimikroba Lactobacillus plantarum

Perlakuan

Lama penyimpanan

Rata-rata

0jam 9jam 18jam

Kontrol 60,65 ±1,73 % bb 58,88 ±2,14 59,20 ±1,94 59,58± 0,95 Ditambah pengawet substrat antimikroba 59,91 ±1,12 60,37 ±1,60 59,62 ±1,47 59,97 ± 0,34 Rata-rata 60,28 ± 0,53 59,62 ±1,05 59,41 ±0,29

28 (1A5) dan lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida sosis dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Penyimpanan Terhadap Bilangan Peroksida Sosis pada Penyimpanan Suhu Ruang

Keterangan: ttd = tidak terdeteksi

Hasil pengamatan terhadap bilangan peroksida diperoleh bahwa senyawa hasil oksidasi tidak terdeteksi. Sampai penyimpanan 18 jam, sosis yang diamati tidak mempunyai derajat ketengikan yang dapat diukur dengan bilangan peroksida. Hal ini disebabkan selama penyimpanan sosis menggunakan pembungkus berupa selongsong dan disealer dalam plastik sehingga tidak mengalami kontak langsung dengan udara. Menurut Winarno (1997) proses oksidasi melibatkan udara sekitar, sehingga produk menjadi rusak dan berbau.

Menurut Winarno (1997) proses ketengikan disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida.

Uji Mutu Hedonik

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental(sensation) jika alat indra mendapat rangsangan atau

stimulus (Wagiyono, 2003). Uji organoleptik merupakan pengujian yang sangat penting dalam pengembangan suatu produk terutama produk pangan, karena sangat menentukan penerimaan konsumen terhadap produk tersebut.

Perlakuan

Lama penyimpanan

0jam 9jam 18jam

Kontrol ttd ttd ttd

Ditambah pengawet

29 Uji skoring digunakan untuk mengetahui skor dari parameter warna, tekstur maupun kekenyalan berdasarkan penilaian panelis. Uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka melainkan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik buruk dan bersifat spesifik seperti empuk keras pada daging. Kemudian data penilaian yang diperoleh ditransformasi kedalam skala numerik (Soekarto, 1990).

Hasil uji kruskal-wallis menunjukkan perlakuan pemberian substrat dan lama penyimpanan mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap aroma, rasa, dan warna sosis (P<0,01). Menurut Fardiaz (1992), mikroorganisme memiliki berbagai enzim yang dapat memecah komponen-komponen makanan menjadi senyawa sederhana yang mengakibatkan perubahan-perubahan sifat makanan, seperti warna, bau, rasa dan tekstur. Adapun terhadap parameter kekenyalan dan lendir tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pemberian substrat maupun lama penyimpanan.

Tabel 10. Nilai Rataan Uji Mutu Hedonik pada Sosis dengan Penambahan Substrat dan Lama Penyimpanan yang Berbeda.

Perlakuan

Parameter

Aroma * rasa* warna* kekenyalan Lendir

Kontrol 0 jam 2,1ab 2,1ab 2,3ab 2,2 1,0 Kontrol 9 jam 2,2ab 2,0b 2,8a 1,9 1,1 Kontrol 18 jam 1,9b 2,0b 2,1b 2,2 1,1 +substrat 0 jam 2,6a 2,8a 2,5ab 2,4 1,1 +substrat 9 jam 2,3ab 2,5ab 2,6ab 2,0 1,0 +substrat 18 jam 2,4ab 2,3ab 2,4ab 2,1 1,0

Keterangan: *superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

Aroma : 1: sangat aroma khas daging, 2: aroma khas daging, 3: tidak aroma khas daging, 4: agak bau busuk, 5: bau busuk

Rasa : 1: sangat rasa khas sosis, 2: rasa khas sosis, 3: tidak rasa khas sosis, 4: rasa asam, 5: sangat rasa asam

Warna : 1: sangat cerah, 2: cerah, 3: agak gelap, 4: gelap, 5: sangat gelap

Kekenyalan : 1: sangat kenyal, 2: kenyal, 3: agak kenyal, 4: tidak kenyal, 5: sangat tidak kenyal Lendir : 1: tidak berlendir, 2: agak berlendir, 3: sedikit berlendir, 4: berlendir, 5: sangat Berlendir

30

Aroma

Hasil nilai rataan dan modus yang diperoleh panelis menyatakan aroma khas daging dan tidak beraroma khas daging. Berdasarkan nilai modus terlihat bahwa perlakuan pemberian substrat selama penyimpanan sangat mempengaruhi aroma sosis, dimana pemberian 100% substrat menyebabkan aroma sosis menjadi tidak beraroma khas daging. Sampai penyimpanan 18 jam sosis dengan penambahan substrat menunjukkan aroma yang tidak berbeda. Menurut Winarno (1997) aroma produk daging dapat dipengaruhi oleh jenis, lama dan temperatur pemasakan, selain itu aroma produk olahan daging juga dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan dan pemasakan produk olahan daging.

Rasa

Faktor yang mempengaruhi rasa yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno,1997). Seperti halnya aroma, perlakuan pemberian substrat selama penyimpanan juga mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap rasa sosis yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan penelitian Ruban et al., (2008) yang menyatakan bahwa lama penyimpanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasa sosis. Berdasarkan nilai rataan panelis menyatakan rasa khas sosis dan rasa tidak khas sosis (untuk perlakuan 0 jam). Secara umum sosis masih mempunyai rasa khas sosis, karena adanya selongsong sehingga rasa MRS-B tidak terserap seluruhnya. Pemberian substrat dapat mempertahankan rasa sosis seperti kontrol pada 0 jam sampai 18 jam penyimpanan.

Warna

Warna dalam pangan mempunyai peranan penting, warna merupakan alat sensori pertama yang dapat langsung dilihat oleh panelis. Warna adalah total impresi yang dilihat oleh mata, dan dipengaruhi oleh kondisi pemandangan. Juga terdapat perbedaan yang jelas diantara individu dalam persepsi tentang warna. Struktur dan tekstur otot yang dipandang juga mempengaruhi refleksi dan absorpsi cahaya (Abustam, 2009).

Hasil uji kruskal-wallis menunjukkan perlakuan pemberian substrat selama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penilaian panelis terhadap parameter warna. Pemberian substrat sangat mempengaruhi warna sosis

31 yang dihasilkan karena pengaruh media spesifik bakteri asam laktat yang digunakan yaitu MRS-B. MRS-B mempunyai warna khas merah bata, sehingga memberikan pengaruh warna pada produk. Nilai rataan dan modus yang diperoleh menunjukan warna dengan kisaran dari cerah sampai agak gelap.

Kekenyalan

Kekenyalan merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu produk emulsi seperti sosis. Pemberian substrat selama penyimpanan tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kekenyalan sosis. Hal ini disebabkan faktor utama yang mempengaruhi kekenyalan adalah bahan pengisi yang digunakan. Nilai modus dan rataan yang diperoleh panelis menyatakan kenyal terhadap produk sosis secara keseluruhan sampai penyimpanan 18 jam.

Lendir

Salah satu tanda terjadinya kerusakan pada produk pangan adalah terbentuknya lendir. Lendir ini disebabkan adanya aktifitas mikroba yang terdapat pada bahan pangan. Pembentukan lendir pada produk-produk daging, ikan, dan sayuran, yang antara lain disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama oleh Lactobacillus, misalnya L. Viredences yng membentuk lendir berwarna hijau), Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta

(Siagian, 2002).

Hasil uji kruskal-wallis menghasilkan perlakuan pemberian substrat selama penyimpanan tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pembentukan lendir. Nilai modus dan rataan yang diperoleh tidak adanya lendir baik dengan perlakuan pemberian substrat maupun perlakuan lama simpan. Hal ini berarti pada jam ke 18 dengan penyimpanan suhu ruang, sosis belum mengalami pembentukan lendir.

32

Dokumen terkait