• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakteri asam laktat memiliki peranan yang penting pada kehidupan manusia, karena kemampuannya untuk menghasilkan makanan fermentasi

maupun kemampuannya untuk hidup di dalam saluran pencernaan (Kim et al. 2006). Penelitian bakteri asam laktat yang memiliki sifat probiotik

untuk kesehatan telah banyak dilakukan, contohnya adalah penelitian Hatakka et al. (2001) mengenai manfaat probiotik pada penyakit gangguan

saluran pencernaan.

Persyaratan BAL bersifat probiotik (FAO dan WHO 2006) adalah sebagai berikut: 1) tahan terhadap asam, terutama asam lambung yang memiliki pH antar 1,5-2,0 sewaktu tidak makan dan pH 4,0-5,0 sehabis makan, sehingga mampu bertahan dan hidup lama ketika melalui lambung dan usus, 2) stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama berada pada bagian usus kecil. Empedu disekresikan ke dalam usus untuk membantu absorbsi lemak dan asam empedu yang terkonjugasi dan diserap dari usus kecil, 3) memproduksi senyawa antimikrob seperti asam laktat, hidrogen peroksida dan bakteriosin, 4) mampu menempel pada sel usus manusia, faktor penempelan oleh probiotik merupakan syarat untuk pengkolonisasian, aktivitas antagonis terhadap patogen, pengaturan sistem daya tahan tubuh dan mempercepat penyembuhan infeksi, 5) tumbuh baik dan berkembang dalam saluran pencernaan, 6) koagregasi membentuk lingkungan mikroflora normal dan seimbang, koagregasi juga mencerminkan kemampuan interaksi antar kultur untuk saling menempel dan 7) aman digunakan oleh manusia.

Ketahanan Hidup Isolat BAL pada pH Lambung (pH 2,0) dan pH Usus (pH 7,2)

Toleransi terhadap asam lambung merupakan syarat penting suatu isolat untuk dapat menjadi probiotik. Hal ini disebabkan bila isolat tersebut masuk ke dalam saluran pencernaan manusia, salah satu kondisi yang yang akan

9 mengganggu ketahanan hidupnya adalah pada saat di lambung, yang memiliki pH

1,5-2,0 sehingga bakteri asam laktat harus mampu bertahan hidup (FAO dan WHO 2006). Hasil sekresi dari lambung dikenal dengan istilah getah

lambung, yaitu cairan jernih berwarna kuning pucat yang mengandung HCl 0,2-0,5% dengan pH sekitar 1,5 (bila lambung dalam kondisi benar-benar kosong). Getah lambung terdiri atas air (97-99%), musin (lendir) serta garam anorganik, enzim pencernaan (pepsin serta renin) dan lipase. Guerra et al. (2012) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar dari lambung adalah 15 menit hingga 3 jam sehingga isolat yang diseleksi untuk digunakan sebagai probiotik harus mampu bertahan dalam keadaan asam lambung selama 3 jam. Hasil uji ketahanan ketiga isolat BAL pada kondisi pH lambung (pH 2,0) dan pH usus (pH 7,2) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Ketahanan hidup isolat BAL asal bekasam pada pH lambung (pH 2,0) dan pH usus (pH 7,2) selama 3 jam

Kode isolat pH 2,0 pH 7,2 Populasi awal (log cfu/mL) Populasi akhir (log cfu/mL) Ketahanan hidup (%) Populasi awal (log cfu/mL) Populasi akhir (log cfu/mL) Ketahanan hidup (%) SK(5) 10,39 8,49 81,66±0,05 10,39 9,17 88,25±0,02 BP(10) 9,56 9,47 99,02±0,02 9,39 8,32 88,55±0,02 NS(9) 9,29 7,40 71,97±0,02 9,33 8,40 90,09±0,02

Hasil pada Tabel 1 menunjukkan bahwa ketiga isolat BAL yang diuji mampu bertahan hidup dengan baik pada pH 2,0. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan bakteri awal berkisar pada 109-1010 cfu/ml dan ketiga BAL setelah pengujian pH 2,0 mampu mempertahankan populasinya berkisar antara 107 cfu/ml hingga 109 cfu/mL. Svensson (1999) menyatakan bahwa efek probiotik dapat dipertahankan jika makanan pembawa mengandung minimal organisme probiotik 106-108 cfu/mL. Hasil penelitian diperoleh jumlah bakteri awal memenuhi persyaratan tersebut. Mitsuoka (1990) menyatakan bahwa pemilihan isolat bakteri asam laktat kandidat probiotik didasarkan pada kemampuan tumbuhnya pada pH 2,0 dan kemampuan mempertahankan populasinya minimal 105 cfu/mL selama 3 jam. Waktu inkubasi selama 3 jam disesuaikan dengan waktu transit makanan dalam lambung manusia sesuai Guerra et al. (2012), yaitu berkisar antara 15 menit hingga 3 jam. Hasil penelitian diperoleh bahwa ketahanan hidup ketiga BAL telah memenuhi persyaratan sesuai Mitsuoka (1990).

Sebagian besar mikroorganisme akan mati dan rusak dengan adanya pengaruh pH yang rendah dan kondisi asam klorida di dalam lambung. Waktu transit dari makanan masuk ke mulut sampai lambung pada manusia, minimal sekitar 90 menit dan efek bakterisidal asam akan terjadi pada pH rendah (asam) (Kimoto-Nira et al. 2007). Bakteri yang terpapar asam kuat mengakibatkan membran sel bakteri tersebut akan rusak sehingga beberapa komponen intraseluler akan keluar dari sel, di antaranya ion Mg, Ca, K, asam nukleat dan protein sehingga sel bakteri akan mengalami kematian. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan populasi isolat BAL yang ditumbuhkan pada kondisi pH 2,0 (Hutkins dan Nannen 1993).

Menurut Hutkins dan Nannen (1993), BAL yang tahan terhadap kondisi asam disebabkan oleh kemampuan BAL tersebut untuk mempertahankan pH

10

sitoplasma lebih basa daripada pH ekstraseluler. Mekanisme pengaturan pH sitoplasma agar lebih basa adalah sel harus memiliki pertahanan terhadap aliran proton, yaitu melalui membran sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri terdiri dari 2 fosfolipid (lipid bilayer) yang masing-masing permukaannya melekat protein dan glikoprotein. Lipid bilayer bersifat semipermiabel yang akan membatasi pergerakan senyawa yang keluar masuk antara sitoplasma dengan lingkungan luar. Karakteristik dan permeabilitas membran sitoplasma dipengaruhi oleh keragaman komposisi asam lemak penyusun membran sitoplasma dan hal ini sangat beragam di antara spesies bakteri, selain itu komposisi dan struktur protein yang berbeda pada membran sitoplasma juga berpengaruh terhadap karakteristik dan permeabilitasnya. Keragaman asam lemak dan protein pada membran sitoplasma ini diduga mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri terhadap pH rendah.

Mekanisme bakteri untuk mengatur pH internalnya adalah melalui translokasi proton oleh enzim ATP-ase. Enzim yang terikat pada membran sel bertindak sebagai pompa yang akan memindahkan ion dan reaksinya bersifat

reversible. Enzim tersebut juga akan mengkatalisis gerakan proton menyeberangi

membran sel sebagai akibat dari hidrolisis dan sintesis ATP (Hutkins dan Nannen 1993). Hasil Tabel 1 menunjukkan bahwa ketiga isolat BAL

yang diuji dapat melewati saluran lambung yang bersifat asam.

Chou dan Weimer (1999) menyatakan bahwa enzim dapat mempengaruhi pertumbuhan dari bakteri asam laktat pada pH rendah. Enzim yang mempengaruhi ketahanan bakteri asam laktat pada pH rendah adalah enzim protease. Enzim protease yang semakin tinggi dalam suatu isolat dapat meningkatkan ketahanannya pada kondisi asam. Salah satu enzim protease, yaitu aminopeptidase dapat mempengaruhi adaptasi dan pertumbuhan dari isolat bakteri asam laktat pada kondisi asam. De Angelis et al. (2001) melaporkan bahwa enzim protease dibutuhkan oleh bakteri asam laktat untuk pertumbuhan dan menghasilkan asam dalam proses pembuatan produk fermentasi.

Mekanisme lain untuk pengaturan pH internal BAL agar dapat bertahan hidup pada pH rendah adalah arginin deiminasi (ADI). Arginin deiminasi (ADI) merupakan suatu mekanisme homeostatis terhadap kondisi pH rendah yang dimiliki beberapa BAL seperti L. casei dan L. sanfranciscensis. Kedua bakteri tersebut dapat mengkatabolisme arginin menjadi ornithin, amonia, dan CO2. Amonia (NH4) akan meningkatkan pH internal sitoplasma. Hal ini menjadikan kedua bakteri tersebut dapat menyesuaikan hidupnya pada kondisi pH yang rendah. Sistem ADI ini dikendalikan oleh gen arcA, arcB, arcC, dan arcT, sehingga BAL yang tidak mempunyai gen tersebut, tidak memiliki mekanisme homeostatis sistem arginin deiminasi untuk bertahan pada pH rendah. Gen arc pada setiap spesies BAL berbeda (Cotter dan Hill 2003). Hal tersebut diduga yang mempengaruhi perbedaan hasil pengujian ketahanan BAL pada pH 2,0. BP(10) memiliki ketahanan hidup yang paling tinggi dibandingkan dengan SK(5) dan NS(9). Hal ini diduga karena BP(10) memiliki gen arc yang lebih beragam dibandingkan dua isolat lainnya.

Pengujian pada pH 7,2 selama 3 jam juga dilakukan untuk melihat ketahanan isolat bakteri asam laktat asal bekasam dalam usus halus yang memiliki pH hampir mendekati netral. Keseluruhan isolat dapat tumbuh dengan tingkat kematian kurang dari 2 log cfu/mL sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh isolat

11 merupakan isolat yang tahan pada kondisi usus (pH 7,2). Hal ini terjadi karena menurut Yang et al.(2001), sifat bakteri asam laktat cenderung tumbuh pada kisaran pH mendekati netral.

Hasil pengujian ketahanan bakteri asam laktat dalam media dengan pH 2,0 dan 7,2 selama 3 jam menunjukkan bahwa ketiga isolat bakteri asam laktat asal bekasam (SK(5), BP(10), dan NS(9)) memiliki ketahanan hidup yang tinggi (≥50%) terhadap pH lambung dan pH usus. Ketahanan hidup BAL yang tinggi tersebut menjadi landasan untuk dilakukannya pengujian selanjutnya, yaitu pengujian ketahanan hidup isolat BAL terhadap kondisi usus pada pH 7,2 dengan kandungan garam empedu 0,5% selama 4 jam sesuai Argyri et al. (2013).

Ketahanan Hidup Isolat BAL pada pH Usus (pH 7,2) dengan garam empedu 0,5%

Bakteri asam laktat sebagai isolat probiotik untuk dapat bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan harus mampu melewati berbagai kondisi lingkungan yang akan mengganggu ketahanan hidupnya, salah satunya adalah pada saat bakteri memasuki bagian atas saluran usus yang merupakan tempat empedu disekresikan ke dalam usus. Cairan empedu merupakan campuran dari asam empedu, kolesterol, asam lemak, fosfolipid, pigmen empedu, dan sejumlah xenobiotik terdetoksifikasi. Sekresi pankreas juga mengandung serangkaian enzim pencernaan, yaitu tempat enzim yang bersifat lipolitik diaktifkan oleh karakteristik aktif dari empedu. Kombinasi tersebut bersifat bakterisidal bagi mikroorganisme komensal dalam tubuh manusia kecuali bagi beberapa genus penghuni usus yang tahan garam empedu (Hill 1995).

Ketiga isolat BAL yang diuji pada pH 2,0 memiliki ketahanan hidup lebih dari 50%, yaitu antara 71,97%-99,02% sehingga dilakukan penyeleksian lanjutan menggunakan garam empedu 0,5% selama 4 jam. Menurut Argyri et al. (2013), waktu inkubasi terpapar garam empedu 0,5% selama 4 jam tersebut dilakukan karena merefleksikan dengan penyerapan makanan di usus kecil. Hasil pengujian ketahanan isolat bakteri asam laktat terhadap garam empedu 0,5% dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Ketahanan hidup isolat BAL asal bekasam pada pH usus (pH 7,2) dengan garam empedu 0,5% selama 4 jam

Kode isolat Populasi awal (log cfu/mL) Populasi pada garam empedu 0,5% (log cfu/mL) Ketahanan hidup (%) SK(5) 10,39 9,18 88,25±0,04 BP(10) 9,56 8,37 87,69±0,01 NS(9) 9,29 8,28 80,54±0,00

Hasil yang diperoleh pada pengujian garam empedu pada Tabel 2 menunjukkan bahwa ketahanan ketiga isolat bakteri tersebut dikatakan tinggi, yaitu lebih dari 50% (80,54%-88,25%) dengan penurunan koloni tidak lebih dari 2

12

log cfu/mL. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mitsuoka (1990) bahwa ketahanan hidup bakteri kandidat probiotik dikatakan tinggi bila penurunannya tidak lebih dari 2 log cfu/mL.

Mekanisme penghambatan garam empedu terhadap pertumbuhan bakteri disebabkan karena garam empedu memiliki struktuk amphipatic sehingga mampu melarutkan atau memecah semua substansi sel yang mengandung lipid. Dinding sel bakteri dan membran sel bakteri mengandung lipid sehingga masuknya garam empedu ke dalam dinding sel dan membran sel akan menyebabkan dinding sel dan membran sel menjadi rusak dan kehilangan fungsinya sebagai pelindung bakteri dan filter. Apabila bakteri mengalami kerusakan atau kehilangan fungsi pada dinding selnya, maka akan mengakibatkan bakteri cenderung tidak mampu bertahan terhadap tekanan osmotik sehingga menyebabkan terjadinya lisis atau pengeluaran isi sel yang berakibat kematian sel (Hill 1995).

Bakteri asam laktat (BAL) mempunyai ketahanan hidup pada kondisi garam empedu disebabkan oleh beberapa spesies BAL mampu mendekonjugasi garam empedu dengan menggunakan asam amino taurin sebagai akseptor elektron atau selain itu juga sebagian besar galur BAL mempunyai enzim Bile Salt Hydrolase (BSH) yang diatur oleh gen bsh (Vinderola dan Reinheimer 2003). Begley et al. (2006) melaporkan bahwa enzim BSH menguraikan asam empedu terkonjugasi menjadi asam empedu tidak terkonjugasi dan melepaskan asam amino glisin atau taurin.

Proses dekonjugasi ini terjadi karena bakteri memproduksi enzim Bile Salt

Hydrolase (BSH) yang dapat menghidrolisis atau memutuskan ikatan C-24 N-acyl

amida yang terbentuk diantara asam empedu dan asam amino pada garam empedu terkonjugasi. Proses dari dekonjugasi menghasilkan garam empedu terdekonjugasi (unconjugated bile salt) yang memiliki tingkat solubilitas atau kelarutannya di dalam pH fisiologis lebih rendah, sehingga garam empedu terdekonjugasi lebih hidrofobik, kurang ionik, dan secara pasif dapat langsung diabsorpsi oleh mukosa usus kembali ke hati melalui peredaran darah. Garam empedu terdekonjugasi memiliki kemampuan antimikroba yang rendah, sehingga tidak terlalu membahayakan kehidupan bakteri asam laktat (Begley et al. 2006). Chou dan Weimer (1999) juga melakukan eksperimen mengenai ketahanan hidup BAL terhadap garam empedu. Hasilnya menunjukkan bahwa variasi spesies dan galur berpengaruh terhadap kemampuannya untuk bertahan hidup pada kondisi media yang mengandung garam empedu.

Argyri et al. (2013) menguji fermented olives yang mengandung

Lactobacillus pentosus B281, L. pentosus E97, L. pentosus E104, L. pentosus

E108, L. plantarum B282, L. plantarum E10, L. plantarum E69, L. paracasei subsp. paracasei E93, dan L. paracasei subsp. paracasei E94 yang sebelumnya memiliki ketahanan hidup lebih dari 50% terhadap pH 2,0 ternyata mampu bertahan hidup pada kondisi garam empedu 0,5% selama 4 jam dengan ketahanan hidup dari 94%-100%. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan hidup setiap bakteri berbeda-beda pada kondisi garam empedu.

Lin et al. (2006) menguji yoghurt yang mengandung L. acidophilus dan

Bifidobacteria yang sebelumnya tahan terhadap pH 2,0 ternyata mampu bertahan

hidup pada kondisi garam empedu 0,3%. Populasi awal pengujian, yaitu sebesar 108 cfu/mL dan hasil akhir penurunan populasinya, yaitu sebesar 1-2 log cfu/mL serta mencapai populasi akhir pada media garam empedu 0,3% sebesar 106-107

13 cfu/mL. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh, yaitu populasi bakteri akhir setelah terpapar garam empedu mengalami penurunan sebesar 1 log cfu/mL.

Charteris et al. (1998) menyatakan bahwa ketahanan atau toleransi terhadap garam empedu dianggap sebagai karakteristik penting dari strain bakteri probiotik yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup, tumbuh, dan mengerahkan aksi mereka dalam perjalanan gastrointestinal. Hasil ketahanan terhadap pH rendah (pH 2,0) dan garam empedu 0,5% menunjukkan bahwa ketiga isolat bakteri asal bekasam yang diuji, yaitu SK(5), BP(10), dan NS(9) memiliki kemampuan sebagai kandidat probiotik, namun harus dilakukan uji pendukung, meliputi uji koagregasi, uji penempelan di usus, dan uji in vivo.

Aktivitas Antimikrob

Havenaar dan Huis (1992) menyataka bahwa dalam pengembangan galur probiotik baru, perlu dilakukan seleksi secara in vitro yang meliputi sensitivitas terhadap pH rendah, cairan lambung, asam empedu, pankreas dan kemampuannya yang akan mengganggu ketahanan hidup pertumbuhan mikroba patogen lain. Berdasarkan fungsinya sebagai probiotik, kemampuan aktivitas antimikrob terhadap bakteri patogen menjadi sangat penting. Hal ini karena BAL yang mempunyai aktivitas antimikrob terhadap bakteri patogen, khususnya bakteri enteropatogen, bermanfaat bagi kesehatan manusia. Hasil pengujian aktivitas antimikrob ketiga isolat BAL (Lampiran 1-3) menunjukkan bahwa semua isolat BAL tersebut mempunyai aktivitas antimikrob yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, Gram-negatif maupun Gram-positif. Hasil pengujian aktivitas antimikrob isolat BAL asal bekasam SK(5), BP(10), dan NS(9) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pengujian aktivitas antimikrob isolat BAL asal bekasam SK(5), BP(10), dan NS(9)

Bakteri uji Rataan diameter zona hambat (mm) SK(5) BP(10) NS(9)

EPEC 7,00±0,71 7,00±0,71 6,00±0,71

S. aureus 9,00±0,00 9,00±0,00 7,00±0,71

S. typhimurium ATCC 14028 8,00±0,71 6,00±0,00 6,00±0,00

Semua isolat BAL yang diuji, yaitu SK(5), BP(10), dan NS(9) memiliki aktivitas antimikrob yang dapat menghambat pertumbuhan EPEC, S. aureus, dan

S. typhimurium ATCC 14028. Aktivitas antimikrob ditunjukkan dengan

terbentuknya zona hambat (Lampiran 4) melalui pengujian dengan metode difusi agar. Besaran diameter zona hambat dikategorikan oleh Pan et al. (2009), yaitu aktivitas antimikrob rendah bila diameter zona hambat 0-3 mm, aktivitas antimikrob sedang bila diameter zona hambat lebih dari 3-6 mm, dan aktivitas antimikrob tinggi bila diameter zona hambat lebih dari 6 mm. Ketiga isolat BAL memiliki aktivitas antimikrob yang tinggi terhadap bakteri patogen makanan yang

14

diuji, kecuali BP(10) dan NS(9) terhadap S. typhimurium ATCC 14028 (aktivitas antimikrob sedang) serta NS(9) terhadap EPEC (aktivitas antimikrob sedang).

Aktivitas antimikrob setiap isolat BAL yang berbeda terhadap spesies bakteri patogen yang berbeda disebabkan oleh komponen antimikrob yang dihasilkan oleh setiap isolat yang juga berbeda, jenis mikroorganisme uji, jenis dan konsentrasi asam, dan waku kontak (Vinderola dan Reinheimer 2003). Hasil pengujian (Tabel 3) menunjukkan bahwa penghambatan supernatan BAL terhadap bakteri Gram-positif lebih tinggi dibandingkan bakteri Gram-negatif. Hal tersebut disebabkan adanya komponen lipopolisakarida yang mengelilingi membran sel bakteri Gram-negatif dan dapat berfungsi sebagai barier mekanis serta mencegah masuknya asam ke dalam sel. Bakteri Gram-negatif juga mampu secara cepat melakukan metabolisme asam dan mencegah akumulasinya dalam sel (Doores 1983).

Aktivitas antimikrob setiap isolat BAL yang berbeda terhadap spesies bakteri patogen yang berbeda disebabkan oleh komponen antimikrob yang dihasilkan oleh setiap isolat yang juga berbeda (Vinderola dan Reinheimer 2003). Hasil penelitian Desniar (2012) melaporkan bahwa zat antimikrob yang diproduksi oleh SK(5) adalah bakteriosin, H2O2, dan asam-asam organik. Asam-asam organik yang mendominasi adalah Asam-asam laktat dan Asam-asam asetat.

Terbentuknya asam laktat dan asam organik oleh BAL dapat menyebabkan penurunan pH, akibatnya mikroba yang tidak tahan terhadap kondisi pH yang relatif rendah akan terhambat. Akumulasi produk akhir asam yang rendah pH-nya menghasilkan penghambatan yang luas terhadap positif maupun Gram-negatif. Efek penghambatan dari asam organik terutama berhubungan dengan jumlah asam yang tidak terdisosiasi. Asam yang tidak terdisosiasi dapat berdifusi secara pasif ke dalam membran sel. Asam tersebut di dalam sel terdisosiasi menjadi proton dan anion lalu mempengaruhi pH di dalamnya (Theron dan Lues 2011).

Mekanisme penghambatan asam laktat terhadap sel bakteri karena asam laktat mempunyai sifat hidrofobik, sehingga memudahkan difusi dalam bentuk proton ke dalam sel melalui membran sel. Akibatnya pH intraseluler lebih tinggi dibandingkan dengan pH ekstraseluler. Selanjutnya, di dalam sel, asam laktat terdisosiasi dan menurunkan pH intraseluler dengan melepaskan proton. Pelepasan proton atau ion hidrogen dapat mengganggu fungsi metabolik seperti translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif, sehingga menyebabkan sel bakteri tersebut terhambat pertumbuhannya (Bogaert dan Naidu 2000).

Supernatan bebas sel yang mengandung senyawa antimikrob yang digunakan dalam pengujian ini sebagian besar terdiri atas asam laktat hasil fermentasi gula yang diproduksi oleh isolat asal BAL. Hal tersebut berdasarkan hasil identifikasi biokimiawi awal diketahui bahwa semua isolat asal BAL yang digunakan dalam penelitian ini (Tabel 4) tidak menghasilkan gas dari fermentasi glukosa atau bersifat homofermentatif. Theron dan Lues (2011) menyatakan bahwa produk akhir fermentasinya diduga adalah asam laktat. Supernatan bebas sel yang digunakan untuk pengujian aktivitas atimikrob berasal dari kultur kerja yang diinkubasi selama 20 jam. Menurut Desniar (2012), produksi asam laktat dari BAL asal bekasam meningkat dengan tajam dari awal pertumbuhan sampai jam ke-16 dan jam ke-20 inkubasi. Produksi metabolit penghasil antimikrob (asam laktat) inilah yang berperan untuk menghasilkan aktivitas antimikrob.

15 Jumlah dari asam laktat yang dihasilkan berpengaruh terhadap aktivitas antimkirob yang dihasilkan.

Ketiga isolat BAL memiliki aktivitas penghambatan yang berbeda-beda terhadap bakteri patogen. Hal ini sesuai dengan hasil peneliti lainnya yang menyatakan bahwa penghambatan BAL terhadap bakteri patogen bersifat spesifik tergantung dari spesies dan galur BAL tersebut. Kemampuan BAL dalam menghasilkan senyawa antimikrob juga dilaporkan oleh beberapa peneliti. Pan et

al. (2009) melaporkan bahwa L. acidophilus NIT mampu menghambat E. coli

CTCCAB 206316 dan S. typhimurium CTCCM90030 lebih baik dibandingkan dengan Clostridium difficile DSM 1296. Bao et al. (2010) melaporkan juga bahwa walaupun termasuk dalam satu spesies, galur L. fermentum IMAU60092 dan

L. fermentum FG mampu menghambat bakteri patogen Gram-positif seperti S. aureus AC12465, dan L. monocytogenes C53-3, serta Gram-negatif seperti S. typhimurium S50333 dan E. coli O157 882364, namun galur L. fermentum

IMAU60145 hanya mampu menghambat bakteri patogen Gram-positif S. aureus AC12465.

Karakterisasi Isolat Bakteri Asam Laktat (BAL) dari Bekasam (SK(5), BP(10), dan NS(9))

Karakterisasi isolat BAL SK(5), BP(10), dan NS(9) bertujuan untuk mengetahui karakter dari isolat BAL yang memiliki sifat sebagai kandidat probiotik. Uji karakterisasi yang dilakukan antara lain uji pewarnaan Gram, uji fermentasi glukosa, uji katalase, dan uji motilitas. Hasil uji karakterisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Isolat BAL SK(5), BP(10), dan NS(9) (Tabel 4) memiliki karakter Gram-positif berbentuk batang, homofermentatif, tidak motil, dan katalase negatif. Hasil ini sesuai dengan Mozzi et al. (2010) dan Klaenhammer et al. (2011) yang menyatakan bahwa bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, katalase negatif, dan tidak motil. Mozzi et al. (2010) menyatakan bahwa bakteri asam laktat termasuk di dalamnya bakteri homofermentatif yang memproduksi sebagian besar utamanya adalah asam laktat, dan heterofermentatif yang selain memproduksi asam laktat juga memproduksi variasi yang luas dari produk fermentasi seperti asam asetat, etanol, gas karbon dioksida, dan asam format. Ketiadaan gelembung gas pada uji fermentasi glukosa menunjukkan bahwa ketiga isolat BAL tidak menghasilkan gas karbon dioksida dalam jumlah yang besar. Menurut Hayward (1957), ketiadaan gas yang terbentuk pada ketiga isolat BAL menunjukkan bahwa isolat tersebut diduga merupakan bakteri homofermentatif.

Ketiga isolat BAL tidak memiliki katalase (Tabel 4). Hal ini sesuai Klaenhammer et al. (2011) bahwa BAL tidak memiliki enzim katalase untuk memecah peroksida (H2O2). Peroksida pada BAL merupakan salah satu metabolit yang berfungsi sebagai penghasil antimikrob. Ketiga isolat BAL yang diuji menunjukkan tidak motil (Tabel 4). Hasil tersebut sesuai Klaenhammer et al. (2011) bahwa BAL tidak memiliki alat gerak untuk bergerak.

16

Tabel 4 Hasil uji karakterisasi isolat BAL SK(5), BP(10), dan NS(9) Kode

Isolat

Hasil Uji

Pewarnaan Gram Fermentasi Glukosa Motilitas Katalase

SK(5) Positif (+), ungu, batang Negatif (-) Tidak motil Negatif

(-)

BP(10) Positif (+), ungu, batang Negatif (-) Tidak motil Negatif

(-)

NS(9) Positif (+), ungu, batang Negatif (-) Tidak motil Negatif

(-)

Karakterisasi berdasarkan morfologi masih diragukan keakuratannya, namun hal ini merupakan karakteristik kunci dalam taksonomi bakteri, yaitu dalam hal pendeskripsian genus BAL. Bakteri asam laktat (BAL) dapat dibagi menjadi sel berbentuk batang (Lactobacillus dan Carnobacterium) dan kokus (semua genus yang lain). Satu pengecualian, yaitu Weissella yang merupakan genus pertama dalam grup BAL dengan definisi dapat meliputi kokus dan batang. Lebih jauh pembelahan sel dalam dua bagian tegak lurus dalam satu plane, yang menimbulkan bentuk tetrat, dan ini digunakan dalam pembedaan kokus. Genus pembentuk tetrat adalah Aerococcus, Pediococcus, dan Tetragenococcus (Axelsson 2004 diacu dalam Desniar 2012).

Identifikasi Isolat Bakteri Asam Laktat (BAL) dari Bekasam dengan API KIT 50 CHL

Identifikasi isolat dilanjutkan dengan melihat sifat fisiologinya dalam

Dokumen terkait