Hasil
Daya Kecambah Benih (%)
Hasil analisis data rataan daya kecambah benih serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 8 dan 9.
Data daya kecambah benih pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rataan Daya Kecambah Benih (%) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas Radiasi Rataan
R0 R1 R2
V1 (Ciherang) 96.33a 93.00a 92.33a 93.88 V2 (Cibogo) 94.67a 82.33a 89.33a 88.77 V3 (Sarinah) 36.33b 34.33b 29.67b 33.44
Rataan 75.77 69.88 70.44
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan.
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter daya kecambah benih, dimana daya kecambah benih tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (75.77 %) dan terendah pada perlakuan R1 (69.88 %).
Dari tabel 3 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap parameter daya kecambah benih, dimana daya kecambah benih tertinggi terdapat pada varietas V1 (93.88 %) dan terendah pada varietas V3 (33.44 %).
Dari tabel 3 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara radiasi dan varietas berbeda nyata terhadap daya kecambah benih, dimana daya kecambah benih tertinggi terdapat pada perlakuan R0V1 (96.33 %) dan terendah pada perlakuan R2V3 (29.67 %).
Histogram rataan daya kecambah benih ketiga radiasi pada tiga varietas dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Rataan Daya Kecambah Benih (%) dengan Perlakuan Radiasi dan Varietas.
Saat Muncul Kecambah (hari)
Hasil analisis data rataan saat muncul kecambah serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 10 dan 11.
Data saat muncul kecambah pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rataan Saat Muncul Kecambah (hari) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas Radiasi Rataan
R0 R1 R2
V1 (Ciherang) 2.00 3.00 3.00 2.67
V2 (Cibogo) 2.00 3.00 3.00 2.67
V3 (Sarinah) 2.00 2.67 3.00 2.56
Rataan 2.00b 2.89a 3.00a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan.
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter saat muncul kecambah, dimana saat muncul kecambah tercepat terdapat pada perlakuan R0 (2 hari) dan terlama pada perlakuan R2 (3 hari).
Dari tabel 4 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas belum berbeda nyata terhadap parameter saat muncul kecambah, dimana saat muncul kecambah tercepat terdapat pada varietas V3 ( 2.56 hari) dan terlama pada varietas V1 dan V2 (2.67 hari).
Dari tabel 4 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara radiasi dan varietas belum berbeda nyata terhadap saat muncul kecambah, dimana saat muncul kecambah tercepat terdapat pada perlakuan R0V1, R0V2 dan R0V3 (2 hari) dan terlama pada perlakuan R1V1, R1V2, R2V1, R2V2, dan R2V3 (3 hari).
Grafik rataan saat muncul kecambah terhadap perlakuan radiasi dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik Rataan Saat Muncul Kecambah (hari) terhadap Perlakuan Radiasi.
Tinggi Kecambah (cm)
Hasil analisis data rataan tinggi kecambah serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 12 dan 13.
Data tinggi kecambah pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Rataan Tinggi Kecambah (cm) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas Radiasi Rataan
R0 R1 R2
V1 (Ciherang) 14.02b 12.93b 13.98a 13.64
V2 (Cibogo) 16.13a 14.61a 14.83a 15.19
V3 (Sarinah) 15.76a 15.74a 10.00b 13.83
Rataan 15.30 14.42 12.93
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan.
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi kecambah, dimana kecambah tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (15.30 cm) dan terendah pada perlakuan R2 (12.93 cm).
Dari tabel 5 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas belum berbeda nyata terhadap parameter tinggi kecambah, dimana kecambah tertinggi terdapat pada varietas V2 (15.19 cm) dan terendah pada varietas V1 (13.64 cm).
Dari tabel 5 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara radiasi dan varietas berbeda nyata terhadap tinggi kecambah, dimana kecambah tertinggi terdapat pada perlakuan R0V2 (16.13 cm) dan terendah pada perlakuan R2V3 (10 cm).
Histogram rataan tinggi kecambah ketiga radiasi pada tiga varietas dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Rataan Tinggi Kecambah (cm) dengan Perlakuan Radiasi dan Varietas.
Panjang Akar Kecambah (cm)
Hasil analisis data rataan panjang akar kecambah serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 14 dan 15.
Data panjang akar kecambah pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Rataan Panjang Akar Kecambah (cm) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
R0 R1 R2
V1 (Ciherang) 2.55 2.59 2.60 2.58
V2 (Cibogo) 2.52 2.61 2.61 2.58
V3 (Sarinah) 2.79 2.67 2.45 2.63
Rataan 2.62 2.62 2.55
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan.
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi belum berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar kecambah, dimana panjang akar kecambah tertinggi terdapat pada perlakuan R0 dan R1 (2.62 cm) dan terendah pada perlakuan R2 (2.55 cm).
Dari tabel 6 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas belum berbeda nyata terhadap parameter panjang akar kecambah, dimana panjang akar kecambah tertinggi terdapat pada varietas V3 (2.63 cm) dan terendah pada varietas V1 dan V2 (2.58 cm).
Dari tabel 6 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara radiasi dan varietas belum berbeda nyata terhadap panjang akar kecambah, dimana panjang akar kecambah tertinggi terdapat pada perlakuan R0V3 (2.79 cm) dan terendah pada perlakuan R2V3 (2.45 cm).
Tinggi Tanaman (cm)
Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman pada 20, 40 dan 60 Hari Setelah Pindah Tanam (HSPT) dapat dilihat dari lampiran 16 s/d 21.
Dari sidik ragam dapat dilihat bahwa pada Radiasi tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 20
HSPT dan 40 HSPT, tetapi tidak berbeda nyata pada 60 HSPT dan Interaksi antara Radiasi dengan Varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 40 HSPT.
Rataan tinggi tanaman pada perlakuan radiasi dan varietas pada 20 s/d 60 HSPT dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Rataan Tinggi Tanaman (cm) pada Perlakuan Radiasi, Varietas dan Interaksi antara radiasi dan varietas dari 20 s/d 60 HSPT
Tinggi tanaman pada umur tanaman (cm)
20 HSPT 40 HSPT 60 HSPT radiasi R0 (0 kRad) 47.46 83.55 98.37 R1(10 kRad) 47.28 83.2 100.02 R2 (20 kRad) 44.66 77.68 103.62 varietas V1 (Ciherang) 45.41b 78.1b 100.98 V2 (Cibogo) 45.37b 80.46a 100.44 V3 (Sarinah) 48.61a 85.87a 100.60 R0V1 45.33 80.68 98.19 R0V2 46.21 82.68 95.22 R0V3 50.84 87.3 101.72 R1V1 45.89 75.95 103.68 R1V2 46.19 82.61 98.53 R1V3 49.77 91.06 98.85 R2V1 45.03 77.67 101.07 R2V2 43.73 76.11 107.57 R2V3 45.23 79.27 102.91
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan.
Grafik pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 20, 40 dan 60 HSPT dari tiga dosis radiasi dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm) pada Perlakuan Radiasi
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa untuk tinggi tanaman 20 HSPT tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (47.46 cm) dan terendah pada R2 (44.66 cm). Untuk 40 HSPT tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (83.55 cm) dan terendah pada R2 (77.68 cm). Sedangkan tinggi tanaman tertinggi untuk 60 HSPT terdapat pada perlakuan R2 (103.62 cm) dan terendah pada R0 (98.37 cm).
Grafik pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 20, 40 dan 60 HSPT dari tiga varietas dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm) Pada Perlakuan Varietas
Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa untuk tinggi tanaman 20 HSPT tertinggi terdapat pada varietas V3 (48.61 cm) dan terendah pada varietas V2 (45.37 cm) . Untuk tinggi tanaman 40 HSPT tertinggi terdapat pada varietas V3 (85.87 cm) dan terendah pada varietas V1 (78.1 cm). Sedangkan untuk tinggi tanaman 60 HSPT tertinggi terdapat pada varietas V1 (100.98 cm) dan terendah pada varietas V2 (100.44 cm).
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi belum berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, dimana tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan R2 (103.62 cm) dan terendah pada perlakuan R0 (98.37 cm).
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa varietas belum berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada umur 60 HSPT dan berpengaruh nyata pada 20 dan 40 HSPT, dimana jumlah anakan tertinggi terdapat pada varietas V1 (100.98 cm) dan terendah pada varietas V2 (100.44 cm).
Dari tabel 7 selanjutnya dapat dilihat interaksi antara radiasi dan varietas belum berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 20 dan 60 HSPT dan berpengaruh nyata pada 40 HSPT, dimana jumlah anakan tertinggi terdapat pada perlakuan R2V2 (107.57 cm) dan terendah pada perlakuan R0V2 (95.22 cm).
Histogram rataan tinggi tanaman ketiga radiasi pada tiga varietas dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Rataan Tinggi Tanaman (cm) dengan perlakuan Radiasi dan Varietas.
Jumlah Anakan per Tanaman (anakan)
Dari hasil pengamatan sidik ragam dari jumlah anakan pada 20, 40 dan 60 Hari Setelah Pindah Tanam (HSPT) dapat dilihat pada lampiran 22 s/d 27.
Dari sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan Radiasi berbeda nyata
terhadap jumlah anakan pada 40 HSPT dan 60 HSPT dan tidak berbeda nyata pada 20 HSPT. Varietas berbeda nyata terhadap jumlah anakan pada 20 HSPT tetapi tidak berbeda nyata pada 40 HSPT dan 60 HSPT, dan Interaksi antara radiasi dengan varietas tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan.
Rataan jumlah anakan pada perlakuan radiasi dan varietas pada 20 s/d 60 HSPT dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Rataan Jumlah Anakan (anakan) pada Perlakuan Radiasi, Varietas dan Interaksi antara radiasi dan varietas 20 s/d 60 HSPT.
Jumlah anakan pada umur tanaman (anakan)
20 HSPT 40 HSPT 60 HSPT radiasi R0 (0 kRad) 9.66 35.73a 42.13a R1(10 kRad) 8.71 35.33a 42.29a R2 (20 kRad) 7.04 32.13b 40.04b varietas V1 (Ciherang) 8.86a 34.75 41.75 V2 (Cibogo) 9.75a 35.13 42.27 V3 (Sarinah) 6.8b 33.31 40.44 R0V1 9.93 37.33 43.33 R0V2 11.73 35.93 42.27 R0V3 7.33 33.93 40.8 R1V1 9.2 36.07 43.13 R1V2 9.67 35.33 42.07 R1V3 7.27 34.6 41.67 R2V1 7.47 30.87 38.8 R2V2 7.87 34.13 42.47 R2V3 5.8 31.4 38.87
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan
Grafik pertumbuhan jumlah anakan pada umur 20, 40 dan 60 HSPT dari tiga dosis radiasi dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Jumlah Anakan (anakan) pada Perlakuan Radiasi
Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa jumlah anakan 20 HSPT tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (9.66 anakan) dan terendah pada perlakuan R2 (7.04 anakan). Untuk jumlah anakan 40 HSPT tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (35.73 anakan) dan terendah pada perlakuan R2 (32.13 anakan). Sedangkan jumlah anakan 60 HSPT tertinggi terapat pada perlakuan R1 (42.29 anakan) dan terendah pada perlakuan R0 (40.04 anakan).
Grafik pertumbuhan jumlah anakan pada umur 20, 40 dan 60 HSPT dari tiga varietas dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Grafik pertumbuhan Jumlah Anakan (anakan) pada Perlakuan Varietas
Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa untuk jumlah anakan 20 HSPT tertinggi terdapat pada varietas V2 (9.75 anakan) dan terendah pada varietas V3 (6.8 anakan). Untuk jumlah anakan 40 HSPT tertinggi terdapat pada varietas V2 (35.13 anakan) dan terendah pada varietas V3 (33.31 anakan). Sedangkan jumlah anakan 60 HSPT
tertinggi terapat pada varietas V1 (41.75 anakan) dan terendah pada varietas V3 (40.44 anakan).
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi belum berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan umur 20 HSPT dan berpengaruh nyata pada 40 HSPT dan 60 HSPT, dimana jumlah anakan tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (42.29 anakan) dan terendah pada perlakuan R2 (40.04 anakan).
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa varietas belum berbeda nyata terhadap parameter jumlah anakan pada umur 40 dan 60 HSPT dan berpengaruh nyata pada 20 HSPT, dimana jumlah anakan tertinggi terdapat pada varietas V2 (42.27 anakan) dan terendah pada varietas V3 (40.44 anakan).
Dari tabel 8 selanjutnya dapat dilihat interaksi antara radiasi dan varietas belum berbeda nyata terhadap jumlah anakan, dimana jumlah anakan tertinggi terdapat pada perlakuan R0V1 (43.33 anakan) dan terendah pada perlakuan R2V1 (38.8 anakan).
Histogram rataan jumlah anakan ketiga radiasi pada tiga varietas dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Rataan Jumlah Anakan (anakan) dengan perlakuan Radiasi dan Varietas.
Jumlah Anakan Maksimum (anakan)
Hasil analisis data rataan jumlah anakan maksimum serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 28 dan 29.
Data jumlah anakan maksimum pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Rataan Jumlah Anakan Maksimum (anakan) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas R0 RadiasiR1 R2 Rataan
V1 (Ciherang) 43.33 43.13 38.80 41.75
V2 (Cibogo) 42.27 42.07 42.47 42.27
V3 (Sarinah) 40.80 41.67 38.87 40.44
Rataan 42.13a 42.29a 40.04b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan.
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan maksimum, dimana jumlah anakan maksimum tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (42.13 anakan) dan terendah pada perlakuan R2 (40.04 anakan).
Grafik rataan jumlah anakan maksimum terhadap perlakuan radiasi dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 10. Grafik Rataan Jumlah Anakan Maksimum (anakan) Terhadap Perlakuan Radiasi.
Dari tabel 9 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas belum berbeda nyata terhadap parameter jumlah anakan maksimum, dimana jumlah anakan maksimum tertinggi terdapat pada varietas V2 (42.27 anakan) dan terendah pada varietas V3 (40.44 anakan).
Dari tabel 9 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara radiasi dan varietas belum berbeda nyata terhadap jumlah anakan maksimum, dimana jumlah anakan maksimum tertinggi terdapat pada perlakuan R0V1 (43.33 anakan) dan terendah pada perlakuan R2V1 (38.80 anakan).
Jumlah Anakan Produktif (anakan)
Hasil analisis data rataan jumlah anakan produktif serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 30 dan 31.
Data jumlah anakan produktif pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Rataan Jumlah Anakan Produktif (anakan) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas Radiasi Rataan
R0 R1 R2
V1 (Ciherang) 24.13a 12.93a 9.33a 15.46
V2 (Cibogo) 23.87a 12.07a 7.60b 14.51
V3 (Sarinah) 20.47b 10.20a 11.13a 13.93
Rataan 22.82 11.73 9.35
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan. Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan produktif, dimana jumlah anakan produktif tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (22.82 anakan) dan terendah pada perlakuan R2 (9.35 anakan).
Dari tabel 10 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas belum berbeda nyata terhadap parameter jumlah anakan produktif, dimana jumlah anakan produktif
tertinggi terdapat pada varietas V1 (15.46 anakan) dan terendah pada varietas V3 (13.93 anakan).
Dari tabel 10 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara radiasi dan varietas berbeda nyata terhadap jumlah anakan produktif, dimana jumlah anakan produktif tertinggi terdapat pada perlakuan R0V1 (24.13 anakan) dan terendah pada perlakuan R2V2 (7.60 anakan).
Histogram rataan jumlah anakan produktif ketiga radiasi pada tiga varietas dapat dilihat pada gambar 11.
Gambar 11. Rataan Jumlah Anakan Produktif (anakan) dengan Perlakuan Radiasi dan Varietas.
Jumlah Malai per Tanaman (tangkai)
Hasil analisis data rataan jumlah malai per tanaman serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 32 dan 33.
Data jumlah malai per tanaman pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat dari tabel 11.
Tabel 11. Rataan Jumlah Malai per Tanaman (tangkai) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas Radiasi Rataan
R0 R1 R2
V1 (Ciherang) 24.13a 24.87a 25.73b 24.91
V2 (Cibogo) 23.87a 27.13a 25.33b 25.44
V3 (Sarinah) 20.47b 27.60a 30.53a 26.20
Rataan 22.82 26.53 27.19
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan. Dari tabel 11 dapat dilihat perlakuan radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah malai. Dimana jumlah malai tertinggi terdapat pada perlakuan R2 (27.19 tangkai) dan terendah pada perlakuan R0 (22.82 tangkai).
Dari tabel 11 dapat dilihat perlakuan varietas belum berbeda nyata terhadap parameter jumlah malai. Dimana jumlah malai tertinggi terdapat pada varietas V3 (26.20 tangkai) dan terendah pada varietas V1 (24.91 tangkai).
Dari tabel 11 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara radiasi dan varietas berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah malai. Dimana jumlah malai tertinggi terdapat pada perlakuan R2V3 (30.53 tangkai) dan terendah pada perlakuan R0V3 (20.47 tangkai).
Histogram rataan jumlah malai dari ketiga radiasi pada tiga varietas dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 12. Rataan Jumlah Malai per Tanaman (tangkai) dengan Perlakuan Radiasi dan Varietas.
Panjang Malai per Tanaman (cm)
Hasil analisis data rataan panjang malai per tanaman serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 34 dan 35.
Data panjang malai per tanaman pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Rataan Panjang Malai Per Tanaman (cm) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
R0 R1 R2
V1 (Ciherang) 24.76 23.21 24.06 24.01a
V2 (Cibogo) 24.63 23.20 23.75 23.86a
V3 (Sarinah) 25.17 23.83 24.62 24.54b
Rataan 24.85a 23.41c 24.14b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan. Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter panjang malai, dimana panjang malai tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (24.85 cm) dan terendah pada perlakuan R1 (23.41 cm).
Grafik rataan panjang malai terhadap perlakuan radiasi dapat dilihat pada gambar 13.
Gambar 13. Grafik Rataan Panjang Malai per Tanaman (cm) pada Perlakuan Radiasi.
Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap parameter panjang malai, dimana panjang malai tertinggi terdapat pada varietas V3 (24.54 cm) dan terendah pada varietas V2 (23.86 cm).
Histogram rataan panjang malai terhadap varietas dapat dilihat pada gambar 14.
Gambar 14. Histogram Rataan Panjang Malai per Tanaman (cm) terhadap Varietas.
Dari tabel 12 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara radiasi dan varietas belum berbeda nyata terhadap parameter panjang malai, dimana panjang malai tertinggi terdapat pada perlakuan R0V3 (25.17 cm) dan terendah pada perlakuan R1V2 (23.20 cm).
Jumlah Gabah Berisi per Malai (butir)
Hasil analisis data rataan jumlah gabah berisi per malai serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 36 dan 37.
Data jumlah gabah berisi per malai pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Rataan Jumlah Gabah Berisi per Malai (butir) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas R0 RadiasiR1 R2 Rataan
V1 (Ciherang) 151.32 91.87 82.99 108.72a
V2 (Cibogo) 151.56 74.36 77.40 101.10b
V3 (Sarinah) 155.73 107.05 97.43 120.07a
Rataan 152.87a 91.09b 85.94b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan. Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata
pada perlakuan R0 (152.87 butir) dan terendah pada perlakuan R2 (85.94 butir).
Grafik rataan jumlah gabah berisi terhadap perlakuan radiasi dapat dilihat pada gambar 15.
Gambar 15. Grafik Rataan Jumlah Gabah Berisi per Tanaman (cm) pada Perlakuan Radiasi.
Dari tabel 13 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap parameter jumlah gabah berisi, dimana jumlah gabah berisi tertinggi terdapat pada varietas V3 (120.07 butir) dan terendah pada varietas V2
(101.10 butir).
Histogram rataan jumlah gabah berisi terhadap varietas dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Rataan Jumlah Gabah Berisi per Malai (butir) terhadap Varietas.
Dari tabel 13 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi radiasi dan varietas belum berbeda nyata terhadap jumlah gabah berisi, dimana jumlah gabah berisi tertinggi terdapat pada perlakuan R0V3 (155.73 butir) dan terendah terdapat pada perlakuan R1V2 (74.36 butir).
Jumlah Gabah Hampa per Malai (butir)
Hasil analisis data rataan jumlah gabah hampa per malai serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 38 dan 39.
Data jumlah gabah hampa per malai pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Rataan Jumlah Gabah Hampa per Malai (butir) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas Radiasi Rataan
R0 R1 R2
V1 (Ciherang) 13.11 26.50 47.55 29.05
V2 (Cibogo) 13.57 38.03 42.59 31.39
V3 (Sarinah) 14.85 29.48 45.10 29.81
Rataan 13.84b 31.33a 45.08a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan.
Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah gabah hampa, dimana jumlah gabah hampa tertinggi terdapat pada perlakuan R2 (45.08 butir) dan terendah pada perlakuan R0 (13.84 butir).
Grafik rataan jumlah gabah hampa terhadap perlakuan radiasi dapat dilihat pada gambar 17.
Gambar 17. Grafik Rataan Jumlah Gabah Hampa per Malai (butir) terhadap Perlakuan Radiasi.
Dari tabel 14 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas belum berbeda nyata terhadap parameter jumlah gabah hampa, dimana jumlah gabah hampa tertinggi terdapat pada varietas V2 (31.39 butir) dan terendah pada varietas V1 (29.05 butir).
Dari tabel 14 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi radiasi dan varietas belum berbeda nyata terhadap jumlah gabah hampa, dimana jumlah gabah hampa tertinggi terdapat pada perlakuan R2V1 (47.55 butir) dan terendah terdapat pada perlakuan R0V1 (13.11 butir).
Persentase Gabah Hampa per Malai (%)
Hasil analisis data rataan persentase gabah hampa per malai serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 40 dan 41.
Data rataan persentase gabah hampa per malai pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15. Rataan Persentase Gabah Hampa per Malai (%) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas R0 RadiasiR1 R2 Rataan
V1 (Ciherang) 7.92 27.41 37.17 24.16
V2 (Cibogo) 8.16 30.90 34.74 24.60
V3 (Sarinah) 8.74 22.12 33.56 21.47
Rataan 8.27b 26.81a 35.15a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan. Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter persentase gabah hampa, dimana persentase gabah hampa tertinggi terdapat pada perlakuan R2 (35.13 %) dan terendah pada perlakuan R0 (8.27 %).
Grafik rataan persentase gabah hampa terhadap perlakuan radiasi dapat dilihat pada gambar 18.
Gambar 18. Grafik Rataan Persentase Gabah Hampa per Malai (butir) terhadap Perlakuan Radiasi.
Dari tabel 15 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas belum berbeda nyata terhadap parameter persentase gabah hampa, dimana persentase gabah hampa
tertinggi terdapat pada varietas V2 (24.60 %) dan terendah pada varietas V3 (21.47 %).
Dari tabel 15 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi radiasi dan varietas belum berbeda nyata terhadap persentase gabah hampa, dimana persentase gabah hampa tertinggi terdapat pada perlakuan R2V1 (37.17 %) dan terendah terdapat pada perlakuan R0V1 (7.92 %).
Bobot 1000 butir (g)
Hasil analisis data rataan bobot seribu butir serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 42 dan 43.
Data rataan bobot 1000 butir pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 16. Rataan Bobot Seribu Butir (g) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas R0 RadiasiR1 R2 Rataan
V1 (Ciherang) 30.53 23.22 21.69 25.14
V2 (Cibogo) 30.68 20.35 21.08 24.03
V3 (Sarinah) 29.34 21.47 19.35 23.38
Rataan 30.18a 21.68b 20.70b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan. Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata
terhadap parameter bobot 1000 butir, dimana bobot 1000 butir tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (30.18 g) dan terendah pada perlakun R2 (20.70 g).
Grafik rataan bobot 1000 butir terhadap perlakuan radiasi dapat dilihat pada gambar 19.
Gambar 19. Grafik Rataan Bobot 1000 butir (g) terhadap Perlakuan Radiasi Dari tabel 16 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas belum berbeda nyata terhadap parameter bobot 1000 butir, dimana bobot 1000 butir tertinggi terdapat pada varietas V1 (25.14 g) dan terendah pada varietas V3 (23.38 g).
Dari tabel 16 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi radiasi dan varietas belum berbeda nyata terhadap bobot 1000 butir, dimana bobot 1000 butir tertinggi terdapat pada perlakuan R0V2 (30.68 g) dan terendah terdapat pada perlakuan R2V3 (19.35 g).
Produksi per Tanaman Sampel (g)
Hasil analisis data produksi per tanaman sampel serta analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 44 dan 45.
Data produksi per tanaman sampel pada perlakuan radiasi dan varietas dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17. Rataan Produksi per Tanaman Sampel (g) pada Perlakuan Radiasi dan Varietas
Varietas R0 RadiasiR1 R2 Rataan
V1 (Ciherang) 66.33 41.93 35.40 47.88a
V2 (Cibogo) 67.67 33.27 29.47 43.47b
V3(Sarinah) 74.20 40.67 42.20 52.35a
Rataan 69.4a 38.62b 35.69b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 % berdasarkan uji Duncan. Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa perlakuan radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter produksi per tanaman sampel, dimana produksi per tanaman sampel tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (69.4 g) dan terendah pada perlakuan R2 (35.69 g).
Grafik rataan produksi per tanaman sampel terhadap perlakuan radiasi dapat dilihat pada gambar 20.
Gambar 20. Grafik Rataan Produksi per Tanaman Sampel (g) terhadap Perlakuan Radiasi
Dari tabel 17 dapat dilihat juga bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap parameter produksi per tanaman sampel, dimana produksi per tanaman
sampel tertinggi terdapat pada varietas V3 (52.35 g) dan terendah pada varietas V2 (43.47 g).
Histogram rataan produksi per tanaman sampel terhadap varietas dapat dilihat pada gambar 21.
Gambar 21. Histogram Rataan Produksi per Tanaman Sampel (g) terhadap Varietas.
Dari tabel 17 selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi radiasi dan varietas