• Tidak ada hasil yang ditemukan

Scanning elektron mikroskop (SEM)

SEM dimaksud untuk mengetahui porositas yang terbentuk akibat pemeraman serat sawit dengan NaOH, yaitu berupa rongga primer maupun sekunder secara detail, sangat berguna karena mampu memberi informasi jauh lebih detil daripada sekadar analisis mikroskopis. SEM sanggup memperbesar image puluha n ribu kali sehingga struktur dalam serat terlihat dengan jelas termasuk porositas (Lelono & Isnawati 2007).

A B

pl pr pl pr

Gambar 9 Penampang dinding sel serat sawit dengan SEM

A. Serat sawit pada perbesaran 1.000 x. B. Serat sawit diperam NaOH perbesaran 1.000x. pl = parenkim longitudinal, pr = parenkim jari-jari pecah terbentuk lokus- lok us

Serat sawit mengandung selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel berikatan dengan lignin dan hemiselulosa membentuk suatu lignoselulosa. Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap dinding sel serat sawit jelas sekali terlihat dengan menggunakan scanning electron microscopy (SEM) disajikan pada Gambar 9A dan 9B. Pada Gambar 9A serat sawit tanpa pemeraman dengan NaOH terlihat jaringa n dasar terjalin dengan pita parenkim longitudinal dan dengan parenkim jari- jari, pembuluh tertutup oleh tilosis. Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka aktivitas alkali akan lebih kuat dalam memutuskan ikatan antara lignin dengan hemiselulosa dan selulosa dinding sel serat sawit berupa rongga primer maupun sekunder. Pada Gambar 9B dengan bantuan scanning electron microscope (SEM) jelas terlihat prubahan porositas yang terbentuk akibat pemeraman serat sawit dengan NaOH yaitu perubahan rongga primer maupun sekunder yang pecah menjadi tidak kelihatan, yang terbe ntuk ada lah berupa lok us- lokus berarti sebagian dinding sel larut dan terjadi perubahan struktur dinding sel yang berperan untuk melonggarkan dan memecah ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa.

Penga ruh konsentras i NaO H dan lama pe meraman terhadap kandungan bahan kering serat sawit

Respon perlakuan menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar per- lakuan, tapi masing- masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0.01) antara

konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan bahan kering dan protein kasar serat sawit seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabe l 6 Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan bahan kering dan protein kasar

Konsentrasi NaOH (A)

Lama pemeraman (B) Rataan

6 jam 12 jam 24 jam

Kandungan bahan kering

2.5% 92.31±0.08 91.49±0.08 90.62±0.91 91.47±0.86a 5% 91.69±0.57 91.69±0.57 85.64±3.25 89.45±3.41 7.5% ab 90.47±2.60 85.74±1.67 84.90±2.87 87.04±3.28 Rataan b 91.49±1.46A 89.42±3.06AB 87.05±3.42B 89.32 Kandungan protein kasar

2.5% 4.35±0.06AB 4.08±0.14C 4.48±0.13A 5% 4.19±0.11BC 3.99±0.11C 3.52±0.01DE 7.5% 3.69±0.21D 3.22±0.06F 3.30±0.04EF

Keterangan: Superskrip dengan huruf kapital yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.01). Superskrip dengan huruf kec il yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Percobaan pemeraman serat sawit dengan NaOH memperlihatkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi NaOH dan semakin lama diperam terjadi penurunan bahan kering serat sawit. Serat sawit setelah diperam dilakukan pencucian sehingga menyebabkan berkurangnya bahan kering karena pencucian dan perlakuan NaOH. Hal ini menyebabkan turunnya persentase bahan kering serat sawit-NaOH. Hal ini sesuai dengan pendapat Arisoy (1998) yang menyatakan bahwa perlakuan alkali diharapkan berperan dalam melonggarkan ikatan hidrogen pada kristal selulosa dan silika jerami sehingga senyawa ini akan mudah terlarut. Pada pemeraman dengan NaOH akan terjadi penurunan bahan kering sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti sebelumnya (Moss et al. 1990). Konsentrasi NaOH sangat mempengaruhi persentase bahan kering yang dihasilkan. Konsentrasi NaOH 2.5% (91.47%±0.86) nyata lebih tinggi menghasilkan bahan kering daripada konsentrasi NaOH 7.5% (87.04%±3.28

)

. Secara umum konsentrasi NaOH 2.5% dapat digunakan pada penelitian tahap selanjutnya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahan kering yang dihasilkan tinggi kemudian konsentrasi NaOH lebih rendah, bahan yang hilang akibat pencucian sedikit.

Respon lama pemeraman terhadap persentase bahan kering serat sawit menurun seiring dengan semakin lamanya pemeraman. Lama pemeraman 6 jam memberikan persentase bahan kering (91.49% ±1.46) yang lebih tinggi dibandingkan de ngan lama pemeraman 24 jam (87.05% ± 3.42). Persentase bahan kering yang dihasilkan dengan lama pemeraman 24 jam lebih rendah dari 6 dan 12 jam, tapi bahan yang hilang akibat pencucian sama dengan lama pemeraman 6 jam. Berdasarkan kenyataan tersebut lama pemeraman 24 jam dapat digunakan pada penelitian selanjutnya (Rahman et al 2007).

Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman te rhadap Kandungan Protein Kasar Se rat Sawit

Percobaan konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan protein kasar serat sawit menunjukkan interaksi antara konsentrasi NaOH dan lama pemeraman (P<0.01) seperti disajikan pada Tabe l 5. Pada percobaan ini terlihat bahwa kandungan protein kasar tertinggi adalah pada perlakuan NaOH 2.5%, 24 jam yaitu 4.48% diikuti oleh NaOH 2.5%, 6 jam tetapi antara ke duanya tidak terdapat perbedaan yang nyata. Dibandingkan dengan serat sawit yang tidak diperlakukan ternyata terdapat peningkatan protein kasar dari 3.93% vs 4.48% pada perlakuan NaOH 7.5% 24 jam (peningkatan 13.99%). Protein juga mengalami hidrolisis pada pH alkalis yang menghasilkan suatu campuran asam amino bebas. Asam amino tersebut akan ikut tercuci waktu pencucian serat sawit yang terlihat dari adanya sedikit penurunan kandungan protein kasar dibandingkan dengan serat sawit yang tidak dipemeraman (dari 3.93% menjadi 3.22%). Asam amino merupakan monomer yang menyusun polimer-polimer pada protein. Asam amino dapat mengalami proses hidrolisis yang menghasilkan hidrolisat protein. Pada hidrolisis dalam suasana basa, asam–asam amino akan mengalami rasemasi (kehilangan kegiatan optik) (Schumm 1992). Hidrolisis dapat menyebabkan perubahan sifat suatu senyawa kimia akibat dari perenggangan ikatan senyawa kimia. Hasil dari hidrolisat tergantung dari jenis substrat atau senyawa yang akan dihidrolisis, bahan pelarut hidrolisis, dan kondisi sekeliling (Mulyono 2001). Perlakuan NaOH pada serat sawit ternyata dapat menurunkan kandungan protein kasar sesuai menurut penelitian Vadiveloo et al. (2009) dan Arysoi (1998), dimana kandungan protein kasar sekam padi lebih

rendah diba ndingka n pada jerami padi atau seperti residu pe ngolahan minyak kelapa sawit dan serat sawit di Malaysia (Vadiveloo & Fadel 1992). Perlakuan SS-NaOH dapat menyebabkan kehilangan bahan organik dan dapat diasumsikan bahwa tidak merubah bentuk komponen anti nutrisi furfural dan phenolik dari degradasi lignin.

Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman terhadap Kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF) Serat Sawit

Neutral detergent fiber adalah zat makanan yang tidak larut dalam detergent neutral, merupakan bagian terbesar dari dinding sel tanaman. Bahan ini terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, silica dan beberapa protein fibrosa (Van Soest 1994). Hasil analisis kandungan NDF serat sawit yang direndam dalam larutan NaOH sesuai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi NaOH dan lama pemeraman berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap penurunan kandungan NDF. Berbeda sangat nyatanya konsentrasi NaOH terhadap kandungan NDF disebabkan berbedanya kemampuan NaOH untuk memutuskan ikatan lignoselulosa dan lingo- hemiselulosa serta melarutkan sebagian lignin, silika dan hemiselulosa. Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka aktivitas alkali akan lebih kuat dalam memutuskan ikatan ligno-selulosa dan ligno hemiselulosa dan makin banyak lignin, silika dan hemiselulosa yang larut.

Tabe l 7 Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan NDF dan ADF (% BK)

Konsentrasi NaOH (A)

Lama pemeraman (B)

6 jam 12 jam 24 jam

Kandungan NDF 2.5% 90.94±0.03A 90.83±0.11A 88.67±0.16B 5% 88.46±0.42B 88.05±0.14B 87.71±1.05 7.5% BC 87.05±0.31C 86.89±0.21C 86.74±0.01 Kandungan ADF C 2.5% 67.65±0.03A 67.85±0.14A 62.50±0.21E 5% 65.53±0.03B 63.88±0.23 60.56±0.66 C 7.5% G 65.46±0.03B 63.13±0.21D 61.29±0.17F Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjuk-kan perbedaan

Reaksi katalisis dari selulosa dengan alkali halide disajika n pada Gambar 10. Fengel dan Wegener (1995), menyatakan bahwa alkali dapat menyebabkan perubahan struktur dinding sel yang berperan untuk melonggarkan ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa reaksi penyabunan oleh NaOH aka n membuat hemiselulosa, lignin dan silika sebagian menjadi larut. Hal ini dapat disebabka n lebih kuatnya kemampuan NaOH dalam memutus ikatan lignoselulosa, ligno hemiselulosa serta melarutkan lignin, silika dan hemiselulosa. Skema reaksi kata- lisis alkali dari selulosa dengan alkil halide diperlihatkan pada Gambar 10.

Cell OH + NaOH Cell O- Na+ + H2

Cell O

O

-

Na+ + Cl R Cell O R + NaCl Gambar 10 Skema reaksi katalisis alkali dari selulosa dengan alkil halida

Lama pemeraman juga memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan NDF. Hal ini disebabkan semakin lamanya pemeraman maka kesempatan NaOH semakin lama dalam memutuskan ikatan ligno- hemiselulosa. Uji lanjut DMRT terhadap lama pemeraman memperlihatkan bahwa lama pemeraman 24 jam, mengandung NDF paling rendah dibandingkan dengan lama pemeraman 6 jam dan 12 jam. Hal ini disebabkan semakin lama pemeraman yang dilakukan, maka aktivitas alkali akan lebih lama dalam memutuska n ikatan ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa dan makin banyak lignin, silika dan hemiselulosa yang larut, sehingga ka ndungan NDF makin turun. Kandungan NDF yang tinggi diperoleh pada serat sawit yang diperam dalam larutan NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 6 jam walaupun tidak berbeda dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan masih rendahnya kemampuan alkali dalam merenggangkan ikatan ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa, sehingga dinding sel masih dilindungi oleh ikatan lignin yang kuat. Hal ini membuat larutan NaOH memerluka n wakt u yang lebih lama lagi untuk dapat mendegradasi dinding sel. Perlakuan serat sawit dengan NaOH 7.5%, 12 jam mengandung NDF 86.74%, menurun 9.8% dari serat sawit yang tidak diperlakukan (NDF 96.50%).

Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman te rhadap Kandungan Acid Detergen Fibe r (AD F) Serat Sawit

Acid detergent fiber merupakan zat makanan yang tidak larut dalam detergent asam, terdiri atas selulosa, lignin dan silika (Van Soest 1994). Hasil analisis rataan kandungan ADF serat sawit yang diperam dalam larutan NaOH dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil analisis keragaman menunjukka n interaksi antara konsentrasi NaOH dengan lama pemeraman sangat nyata (P<0.01) terhadap penurunan kandungan ADF. Hal ini disebabkan berbedanya konsentrasi NaOH dan lama pe meraman yang diperlakuka n. Berdasarkan uji DMRT diperoleh bahwa kandungan ADF serat sawit yang diperam dalam larutan NaOH 5.0% dengan lama pemeraman 24 jam menghasilkan kandungan ADF terendah (60.56%), sehingga bila dibandingkan dengan perlakuan di atas (A2B3) maka terlihat penurunan kandungan ADF sebesar 11.% dibandingkan dengan serat sawit yang tidak mendapat perlakuan (kandungan ADF nya 71.56%). Rendahnya kandungan ADF pada konsentrasi NaOH 5.0 % lama pemeraman 24 jam dikarenakan berbedanya lama pemeraman dan konsentrasi NaOH yang digunakan, semakin lama pemeraman dilakukan maka aktivitas alkali akan lebih besar dalam merenggangkan ikatan ligno-selulosa dan makin banyak lignin dan silika yang larut, sehingga kandungan ADF menjadi turun dan selanjutnya NaOH bersifat basa yang diduga dapat menghidrolisis karbohidrat yang sulit dicerna oleh mikroba menjadi lebih mudah dicerna. Hasil penelitian Jamarun et al (2001), jerami padi yang diperam dalam larutan NaOH selama 24 jam dapat menurunkan kandungan serat kasar jerami padi dari 42.15% menjadi 38.37%. Liu and Wyman (2005) mengemukakan bahwa alkali dapat memutuskan ikatan hidrogen inter molekul dan melarutkan sebagian lignin dan silika, tetapi apabila konsentrasi NaOH semakin tinggi maka kandungan ADF bertambah tinggi pula. Hal ini disebabkan adanya sebagian fraksi NDF yang mudah larut, sehingga proporsi ADF meningkat.

Penga ruh Konsentras i NaO H dan Lama Pemeraman terhadap Kandungan Selulosa Serat Sawit

Selulosa merupakan komponen terbanyak dari batang tanaman dan membentuk struktur dasar dari dinding sel tanaman (Fengel dan Wegener 1995).

Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan selulosa serat sawit disajikan pada Tabel 8.

Tabe l 8 Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin (% BK)

Konsentrasi NaOH (A)

Lama pemeraman (B) Rataan

6 jam 12 jam 24 jam

Kandungan selulosa 2.5% 44.44±0.10B 30.55±0.01F 26.64±0.14I 5% 46.82±0.10A 28.48±0.04H 28.66±0.07G 7.5% 42.44±0.01C 41.54±0.04D 33.23±0.06E Kandungan hemiselulosa 2.5% 23.29±0.06 22.98±0.25 26.17±0.06 24.15±1.58ab 5% 22.93±0.40 24.17±0.08 27.17±1.74 24.76±2.11 7.5% a 21.59±0.34 23.76±0.00 25.45±0.16 23.60±1.74 Rataan b 22.60±0.83A 23.64±0.55B 26.26±1.10C 24.17 Kandungan lignin 2.5% 23.99A 23.92 ±0.04 AB±0.06 22.22C±0.08 5% 23.93AB±0.04 23.81B±0.04 21.14E±0.06 7.5% 22.26C±0.11 21.45D±0.03 21.18E±0.06

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.01).

Berdasarkan analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi NaOH dan lama pemeraman sangat nyata (P<0.01) terhadap penurunan kandungan selulosa.

Hasil uji DMRT diperoleh bahwa kandungan selulosa terendah adalah pada konsentrasi NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 24 jam (A1B3) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jika dibandingkan dengan serat sawit yang tidak diperlakukan (selulosa 31.16%) terdapat penurunan sebesar 14.51%. Kandungan selulos a yang rendah pada konsentrasi NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 24 jam,

hal ini mengindikasikan bahwa NaOH dapat memindahkan beberapa komposisi serat sawit, seperti hemiselulosa dan lignin, dan mendapatkan selulosa yang lebih tinggi dilihat dari rataan sellulosa (35.87%). Semakin lama pemeraman yang dilakukan maka aktivitas alkali akan lebih besar dalam memutus ikatan hidrogen kristal selulosa, sehingga sebagian selulosa menjadi larut. Seba liknya menurut Subkaree et al (2007) kandungan selulosa setelah pra-perlakuan NaOH meningkat

dibandingkan dengan kandungan selulosa pada serat sawit yang ditekan tanpa perlakuan.

Umikalsom et al (1998) menyatakan bahwa sodium hidroksida menurunkan kristalin selulosa dan lignin ke CO2, H2

Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman te rhadap Kandungan Hemiselulosa Serat Sawit

O dan asam karboksil. Selanjutnya Zhu et al (2006) melaporkan bahwa berat jerami padi hilang setelah pra perlakuan oleh NaOH karena kehilangan komposisinya, seperti hemiselulosa dan lignin sampai pada peningkatan selulosa. Perlakuan NaOH diharapkan mampu memut uska n ikatan hidrogen pada kristal selulosa dan sebagian silika menjadi larut, kristal selulosa sebagian kecil dapat larut dalam alkali encer tetapi tidak dapat larut dalam asam encer. Apabila konsentrasi NaOH semakin tinggi, kandungan selulosa semakin tinggi pula akibat besarnya kemampuan NaOH dalam memutus ikatan lignoselulosa sehingga terbebas dari lignin. NaOH mempunyai pH sangat tinggi, sehingga dapat meningkatkan kelarutan hemiselulosa dan selulosa. Banyaknya selulosa terbebas dari ikatan lignin memerluka n waktu yang lebih lama untuk melarutkannya.

Hemiselulosa adalah suatu nama untuk menunjukkan suatu golongan substansi yang termasuk didalamnya araban, xilan, heksosa tertentu dan poliuronat yang lebih tidak tahan terhadap reaksi kimia dibandingkan dengan selulosa (Tilman et al. 1998). Rataan analisis kandungan hemiselulosa serat sawit yang diperam dengan larutan NaOH sesuai pelakuan dapat dilihat pada Tabe l 8. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi NaOH dan lama pemeraman berbeda tidak nyata (P>0.05), namun masing- masing faktor tersebut memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap ka ndungan hemiselu- losa. Berbeda sangat nyatanya konsentrasi NaOH terhadap kandungan hemiselulosa disebabkan berbedanya kemampuan NaOH dalam melarutkan hemiselulosa. Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka aktivitas alkali akan lebih kuat dalam memutuskan ikatan hidrogen hemiselulosa dan makin banyak hemiselulosa yang larut. Hal ini sesuai dengan pendapat Arysoi (1998), Subkaree et al. (2007) dan Garmroodi et al. (2009) yang

menggunakan berbagai jenis alkali, ternyata meningkatnya daya cerna ditentukan oleh jenis alkali dan jumlah zat kimia yang digunakan.

Penga ruh Konsentras i NaOH dan Lama Pemeraman te rhadap Kandungan Lignin Serat Sawit

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang berbeda sangat nyata (P<0.01) antara konsentrasi NaOH dengan lama pemeraman terhadap kandungan lignin serat sawit yang diperam dengan NaOH. NaOH dapat melarutkan lignin, silika dan hemiselulosa tetapi tidak melarutkan selulosa, dengan NaOH menyebabkan terjadinya perombakan struktur dinding sel akibat adanya penetrasi yang kuat dari NaOH ke dinding sel sehingga meningkatkan kecernaan bahan kering da n bahan organik (Arisoy 1998). Selanjut nya pada penggunaan larutan alkali sebagai larutan penghidrolisis, alkali yang efektif digunakan adalah alkali kuat misalnya NaOH dan Ca(OH)2. Pada proses pe leburan, lignin didalam sekam akan terlepas dari ikatannya dengan selulosa, sedang pada pemanasan lebih lanjut mengalami oksidasi dan perombakan menjadi garam- garam oksalat, asetat dan formiat (Mastuti 2001). Reaksi yang terjadi pada peleburan adalah sebagai berikut:

(C6H10O5)n + 4n NaOH + 3n O2 n (COONa)2 + n CH3COONa + n HCOONa + 5n H2O + n CO2

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses hidrolisis yaitu konsentrasi zat penghidrolisis, waktu, suhu, perbandingan reaktan, ukuran ba han dan kecepatan pengaduka n. Dengan de mikian ko nversi aka n naik dengan naiknya suhu. Semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar sampai batas waktu tertentu, dan bila waktu diperpanjang, pertambahan konversi kecil sekali karena terjadi dekomposisi hasil. Agar persentuhan antara zat- zat pereaksi berlangsung baik, maka perlu diberikan pengadukan. Pengadukan juga akan meratakan suhu pemanasan sehingga reaksi berjalan sempurna. Ukuran bahan makin halus akan memperluas bidang kontak, kecepatan reaksi bertambah dan konversi akan naik. Peningkatan konsentrasi zat penghidrolisis akan memperbesar kecepatan reaksi, tetapi konsentrasi yang tinggi kadang-kadang dapat memberikan hasil samping yang tidak diinginkan.

Pada Tabel 8 terlihat kandungan lignin serat sawit yang diperam dengan NaOH berkisar antara 21.14 sampai 23.99%. Rataan kandungan serat sawit yang diperam dalam NaOH adalah 22.66%, kandungan lignin terendah diperoleh pada konsentrasi NaOH 5% dengan lama pemeraman 24 jam. Hal ini terjadi karena NaOH mampu memecah ikatan antara ligno-selulosa atau ligno-hemiselulosa dan melarutkan sebagian lignin. Rahman (1990) menyatakan bahwa NaOH adalah alkali yang paling efektif dalam merenggangkan ligno-selulosa sehingga serat kasar mudah dicerna. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia. Senyawa NaOH mampu merusak atau memutuskan ikatan antara lignin dengan selulosa atau hemiselulosa, selain itu dapat menyebabkan pembengkakan matrik selulosa dan hemiselulosa yang telah terputus dengan ikatan lignin, sehingga lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen.

Pada lama pemeraman 24 jam dengan konsentrasi 5% diperoleh kandungan lignin 21.14%, menurun sekitar 2.87% dibandingkan dengan serat sawit yang tidak diperlakuka n. Secara rata-rata konsentrasi NaOH 2.5-7.5% cukup efektif untuk menurunkan kandungan lignin. Sedangkan bila dilihat dari lama pemeraman, semakin lama waktunya kandungan lignin semakin turun, hal ini disebabkan NaOH semakin lama bekerja. NaOH berfungsi untuk mendegradasi dan melarutkan lignin sehingga mudah dipisahkan dari selulosa dan hemiselulosa (Sihite 2008) selanjutnya menurut penelitian Subkaree et al (2007), perlakuan NaOH dapat mengurangi kandungan lignin pada pra-perlakuan serat sawit. Dengan adanya larutan NaOH ikatan dapat dilepas dan selulosa dalam keadaan bebas. Menurut Haddad et al (1995) mengatakan bahwa hidrolisis bahan berserat kasar dengan NaOH, NH4OH, urea dan Ca(OH)2 menurunkan kadar

lignin dan peningkatan daya cerna secara proporsional dengan turunnya kadar lignin. Perlakuan NaOH pada serat sawit ternyata dapat meningkatkan bahan kering, bahan organik, abu, energi dan retensi N, namun tidak terjadi peningkatan kecernaan serat kasar (Arysoi 1998), tetapi pada penelitian Ginting (1996) perlakuan NaOH dengan ko nsentrasi 5 % memberikan koefisien cerna bahan kering in-vitro serat sawit yang terbaik dibanding dengan konsentrasi NaOH 2.5 dan 7.5 %.

SIMPULAN

Konsentrasi NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 24 jam mampu memberikan hasil yang terbaik dalam menurunkan kandungan NDF, ADF serat sawit tanpa mempengaruhi nilai protein kasar. Dengan menggunakan scanning elektron mikroskop (SEM) dapat dilihat, terjadi pemecahan dinding sel serat sawit setelah pemeraman serat sawit dengan NaOH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lignin terpecah dari lignin-selulosa.

Dokumen terkait