• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Identifikasi Isolat Fraksi 4 dari Tumbuhan Arcangelisia flava L. Merr

Dari penelitian sebelumnya telah diisolasi beberapa senyawa alkaloid dari tumbuhan akar kuning (Arcangelisia flava L. Merr). Salah satu alkaloidnya adalah fraksi 4 yang diduga merupakan senyawa palmatin (Mahesa, 2009). Pada penelitian ini terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap senyawa fraksi 4 tersebut. Identifikasi fraksi 4 dilakukan dengan analisis KLT dan HPLC serta dengan spektroskopi massa. Identifikasi dengan KLT dan HPLC dilakukan dengan membandingkan senyawa fraksi 4 dengan standar palmatin HCl. Sedangkan untuk analisis dengan spektroskopi massa, bobot molekul fraksi 4 yang diperoleh dibandingkan dengan senyawa palmatin standar yang memiliki bobot molekul m/z 352.4 (Chen, et al. 1999).

Dari profil kromatogram KLT dapat dilihat bahwa standar palmatin dan fraksi 4 memiliki spot dengan nilai Rf yang sama yaitu 0.36 . Dan gabungan senyawa fraksi 4 dengan standar palmatin HCl menghasilkan satu spot

(Gambar 4). Hal itu mengindikasikan bahwa kedua senyawa tersebut adalah senyawa yang sama. Dari hasil kromatrogram HPLC, peak yang muncul pada standar palmatin HCl dan fraksi 4 Arcangelisia flava L. Merr memiliki waktu retensi yang hampir sama yaitu pada 5.460 dan 5.456 (Gambar 5). Kedua analisis tersebut diperkuat dengan analisis spektroskopi massa, dimana dari hasil analisis tersebut diperoleh bobot molekul senyawa fraksi 4 kurang lebih adalah sama dengan standar palmatin yaitu sebesar m/z 352.14 (Gambar 6).

Gambar 4. Profil kromatogram KLT palmatin . Fasa diam = silica gel, eluen = diklorometan : metanol (6 : 1 ) dengan penambahan asam asetat glasial 1 tetes. 1 = pada panjang gelombang 254 nm, 2 = pada panjang gelombang 366 nm, 3 = setelah disemprot pereaksi dragendorf. a = standar palmatin, b=campuran F4+standar, c= F4 A.Flava.

0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min 0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 mV Detector A:266nm 3. 035 3. 174 3. 650 5. 460 0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min 0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 mV Detector A:266nm 2. 550 3. 185 3. 809 5. 456 11. 736

Gambar 5. Profil Kromatogram HPLC palmatin. Kolom = Capcell-Pak C-18 (Shiseido, 250 x 4.6 mm). Eluent = asetonitril : air (10:90). Flow rate : 1.0 mL/min. Detektor pada panjang gelombang = 266 nm. A= palmatin HCl , B = Fraksi 4 Arcangelisia flava L.Merr.

A

B

palmatin

a b c a b c a b c 1

palmatin

2 3

Gambar 6. Hasil analisis spektroskopi massa (LCMS LCT Premier XE) fraksi 4

Arcangelisia flava L.Merr dengan metode direct inlet.

Dari hasil ketiga analisis diatas dapat dipastikan bahwa senyawa fraksi 4 yang telah diisolasi dari tumbuhan Arcangelisia flava L. Merr tersebut merupakan senyawa palmatin.

5.2 Biotransformasi Palmatin oleh Jamur AFKR-3

Jamur endofit AFKR-3 yang diperoleh dari tumbuhan

Arcangelesia flava L. Merr telah diketahui dapat melakukan proses biotransformasi terhadap senyawa berberin di dalam medium cair (Mahesa, 2009). Dalam penelitian ini, dilakukan serangkaian penelitian untuk mengetahui apakah jamur endofit AFKR-3 dapat melakukan biotransformasi terhadap senyawa alkaloid tumbuhan Arcangelisia flava

L.Merr lainnya, yaitu palmatin. Isolat jamur AFKR-3 yang akan digunakan adalah jamur yang telah diremajakan dan berumur 3-4 hari pada medium PDA (Potato Dextro Agar).

Hasil pengamatan secara makroskopis memperlihatkan bahwa jamur endofit AFKR-3 memiliki miselium berwarna putih jika ditumbuhkan pada medium PDA, seperti terlihat pada Gambar 7. Sedangkan pada bagian belakang, koloni jamur ini memperlihatkan warna kuning yang mulai terbentuk beberapa hari setelah ditanam. Kemungkinan warna kuning ini muncul akibat ada produksi metabolit oleh jamur tersebut.

Gambar 7. Jamur AFKR – 3 yang diisolasi dari tumbuhan akar kuning (Arcangelisia flava L. Merr ) yang ditanam pada medium Potato Dextro Agar (PDA) setelah berumur 4 hari.

Prosedur dalam penambahan substrat pada penelitian ini, mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shibuya et al (2005 ), dimana substrat yang ditambahkan dilakukan secara bertahap. Sejumlah substrat ditambahkan dalam jumlah yang sedikit setelah jamur berumur 1 hari, tiga hari kemudian penambahan substrat dilakukan kembali dalam jumlah yang lebih banyak. Hal itu bertujuan karena umumnya proses biotransformasi berjalan spesifik.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shibuya (2005) dan Agusta 2010 (data belum dipublikasi), diketahui bahwa penambahan substrat ke dalam kultur jamur dalam jumlah yang sekaligus banyak tidak diperoleh produk biotransformasi atau dalam kata lain reaksi biotransformasi tidak

berjalan. Sebaliknya substrat yang ditambahkan sedikit kemudian banyak memperlihatkan jalannya reaksi biotransformasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini dipilih cara penambahan substrat yang secara bertahap dan dilihat apakah proses biotransformasi berjalan atau tidak dengan memonitoring substrat yang dikultur pada jamur AFKR-3 pada medium PDB (Potato Dextro Broth).

Dalam proses monitoring biotransformasi dilakukan penyamplingan terhadap kultur jamur yang telah ditambah substrat setelah 24 jam, 1 minggu dan 2 minggu. Penyamplingan dilakukan dengan mengambil sebanyak 5 ml larutan sampel yang kemudian diekstraksi dengan pelarut diklorometan : metanol (5 : 1). Hasil monitoring dapat diamati dari noda yang muncul pada plat KLT. Pola kromatogram KLT ekstrak reaksi biotransformasi palmatin oleh jamur AFKR-3 di dalam medium PDB seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Profil kromatogram KLT ekstrak diklorometan – metanol (5 :1) dari kultur jamur AFKR-3 pada medium PDB . Fasa diam = silica gel, eluen = diklorometan : metanol : asam asetat glasial = 6 : 1 : 1 tetes. A = hasil KLT setelah 24 jam dari penambahan substrat, B = hasil KLT setelah 1 minggu dari penambahan substrat. C = hasil KLT setelah 2 minggu dari penambahan substrat. a = standar palmatin, b= sampel, c = campuran standar + sampel.

a b a b a b a a c b a c b

B

A

C

Hasil monitoring 24 jam setelah penambahan substrat belum menampakan terjadinya proses biotransformasi. Hal itu tampak dari pola kormatogram KLT yang terbentuk, yaitu hanya satu spot yang identik dengan standar. Pada kromatogram KLT hasil analisis ekstrak setelah 1 minggu, terlihat munculnya spot baru di bawah substrat palmatin. Hal ini merupakan indikasi bahwa telah terjadinya proses reaksi biotransformasi palmatin oleh AFKR-3. Akan tetapi spot produk biotransformasi yang terbentuk masih kecil yang mengindikasikan bahwa masih banyak substrat palmatin yang belum dikonversi menjadi produk. Sedangkan pada hasil sampling setelah 2 minggu, pada kromatogram KLT terlihat bahwa spot

produk reaksi biotransformasi sudah tampak jelas dimana spot produk lebih besar dari spot substrat palmatin. Itu berarti dalam waktu 2 minggu, substrat palmatin telah banyak yang dikonversikan menjadi produk biotransformasinya. Dan berdasarkan data di atas itulah diketahui bahwa jamur endofit AFKAR-3 dapat melakukan proses biotransformasi palmatin menjadi suatu produk turunannya.

5.3 Scaling up Biotransformasi Palmatin oleh Jamur AFKR-3

Untuk melakukan isolasi dan krakterisasi produk biotransformasi palmatin oleh jamur AFKR-3, maka dilakukan scaling-up reaksi. Kultivasi dilakukan pada medium Potato Dextro Broth (PDB) dalam jumlah besar yaitu 5 x 200 ml di dalam erlenmeyer 500 ml. Substrat yang ditambahkan pun diperbanyak yaitu masing – masing 2 mg / 2 ml metanol untuk penambahan pertama (setelah 1 hari kutivasi ) dan 20 mg/ 20 ml metanol

untuk penambahan yang kedua (setelah 4 hari kultivasi). Selain itu, dibuat pula kontrol jamur yang tidak ditambahkan substrat sebagai pembandingnya. Untuk pertumbuhan jamur endofit dapat dilihat seperti pada Gambar 9.

Gambar 9. Kultur jamur endofit AFKR-3 pada medium PBD (Potato Dextro Broth) setelah 2 minggu dari penambahan substrat (palmatin). A= kultur jamur + substrat. B = kultur jamur tanpa subtrat (kontrol).

Dalam proses scaling up, dilakukan monitoring biotransformasi dengan KLT dan HPLC untuk lebih memastikan apakah reaksi biotransformasi sudah berjalan. Monitoring pada scaling up dilakukan setelah 1 minggu dari penambahan substrat. Pola kromatogram KLT ekstrak setelah 1 minggu pada monitoring scaling up hampir sama dengan monitoring pada biotransformasi, dimana spot yang terbentuk belum memperlihatkan pemisahan yang jelas dan spot produk yang terbentuk masih sangat sedikit . Sedangkan untuk hasil analisis dengan HPLC dapat dilihat seperti pada Gambar 10.

Dari hasil analisis kromatogram HPLC ekstrak setelah satu minggu dan dua minggu terlihat bahwa telah terjadi penurunan puncak substrat palmatin. Dan dipihak lain bermunculan puncak-puncak baru pada waktu retensi yang berbeda-beda (Gambar 10). Karena sangat terbatasnya jumlah

produk biotransformasi yang berhasil diperoleh, sampai saat ini belum bisa dilakukan verifikasi puncak mana yang merupakan produk hasil proses biotransformasi palmatin. 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 min 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 mV Detector A:266nm 2. 590 2. 660 3. 066 3. 819 4. 226 4. 483 5. 426 6. 068 12. 640 18. 201 19. 996 25. 279 29. 257 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 min 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 mV Detector A:266nm 3. 063 3. 555 3. 819 4. 078 4. 225 4. 462 4. 694 5. 418 6. 062 7. 665 8. 084 8. 225 11. 293 12. 612 12. 958 14. 070 18. 141 19. 662 25. 980 29. 237

Gambar 10 . Kromatogram HPLC ekstrak diklorometan-metanol (5 : 1). Kolom = Capcell-Pak C-18 (Shiseido, 250 x 4.6 mm). Eluent = asetonitril : air (10:90). Flow rate : 1.0 mL/min. Detektor pada panjang gelombang = 266 nm. A = ekstrak setelah 1 minggu penambahan substrat. B = ekstrak setelah 2 minggu penambahan substrat.

5.4 Ekstraksi Hasil Biotransformasi Palmatin

Pada saat kultur jamur mencapai 2 minggu setelah penambahan substrat yang kedua, seluruh medium dan miselium kultur jamur AFKR-3 dipanen dengan cara melakukan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan dalam

B

A

ekstraksi adalah diklorometan : metanol (5 : 1), sama seperti pada sampling biotransformasi. Ekstrak pekat diklorometan-metanol yang diperoleh kemudian di analisis dengan teknik KLT (Gambar 11) dan HPLC (Gambar 10) untuk memastikan produk-produk yang dihasilkan.

Gambar 11. Profil kromatogram KLT ekstrak diklorometan : metanol (5 : 1) dari kultur jamur AFKR-3 pada medium PDB setelah 2 minggu . Fasa diam = silica gel, eluen = diklorometan : metanol : asam asetat glasial = 6 : 1 : 1 tetes. 1 = hasil KLT yang di amati pada 254 dan 366 nm. 2 = hasil KLT setelah disemprot serium. a = standar , b= kultur jamur+substrat , c = kultur jamur tanpa substrat (kontrol).

Dari hasil analisa dengan kromatogram KLT, pada plat KLT terdapat dua spot dimana salah satu spot merupakan spot produk biotransformasi. Selain menghasilkan produk baru yang merupakan turunan dari senyawa palmatin, dalam proses biotransformasi tersebut juga terdapat pula senyawa-senyawa metabolit yang dihasilkan oleh jamur AFKR-3 itu sendiri. Dari profil kromatogram KLT pada 256 nm dan setelah disemprot dengan serium nampak spot-spot yang diduga sebagai asam lemak dan metabolit lain yang lebih polar yang dihasilkan oleh jamur AFKR-3 tersebut . Hal itu diperkuat dari profil kromatogram KLT pada

a b a b c

( 1)

b

254 nm 366 nm (2)

kontrol jamur dimana pada pengamatan dibawah sinar UV 254 nm spot

yang muncul hanya tampak pada bagian atas (non polar) saja dan pada 366 nm terlihat jelas bahwa tidak tampak spot palmatin dan turunannya. Hal itu mengindikasikan bahwa produk biotransformasi yang dihasilkan bukan merupakan hasil metabolit dari kultur jamur AFKR-3 dalam medium PBD, melainkan hasil biotransformasi palmatin oleh jamur AFKR-3. Dimana senyawa palmatin dirubah menjadi senyawa lain turunannya oleh suatu enzim yang terdapat pada jamur AFKR-3 tersebut.

Berdasarkan kromatogram analisis HPLC pada sampel setelah 1 minggu dan 2 minggu dapat dilihat banyak peak yang muncul yang mengindikasikan banyaknya metabolit yang dihasilkan (Gambar 10). Diantara peak-peak yang muncul pada sampel diatas, peak senyawa palmatin berada pada waktu retensi 5.426 (sampel setelah 1 minggu), dan 5.418 (sampel setelah 2 minggu). Jiika dibandingkan dengan standar palmatin, pada kromatogram HPLC sampel setelah 1 minggu dan 2 minggu dapat dilihat bahwa peak palmatin mengalami penurunan yang dikarenakan munculnya peak-peak baru. Hal itu mengindikasikan bahwa sejumlah senyawa palmatin telah dikonversikan menjadi produk baru turunannya. Sehingga jumlah senyawa palmatin mengalami penurunan.

5.5 Partisi Ekstrak Hasil Biotransformasi Palmatin

Dari profil kromatogram KLT ekstrak jamur yang disemprot serium terlihat banyak spot yang relatif lebih non polar dibanding produk biotransformasi dan palmatin (Gambar 11.2) Hal itu mengindikasikan kemungkinan masih banyak asam lemak yang terdapat pada ekstrak

tersebut. Sehinggga untuk mempermudah proses isolasi, perlu dilakukan partisi terhadap ekstrak pekat diklorometan : metanol tersebut. Ekstrak pekat terlebih dahulu dilarutkan dalam metanol dan kemudian dipartisi dengan n-hexan untuk menarik senyawa-senyawa non polar lainnya.

Dari hasil partisi diperoleh ekstrak pekat n-hexan yang dihasilkan cukup banyak yaitu sekitar 221 mg . Hal itu mengindikasikan bahwa dalam sampel terdapat banyak asam lemak dan senyawa non polar lainnya yang dihasilkan dari kultur jamur pada medium PDB. Sedangkan ekstrak metanolnya hanya 59 mg. Ekstral metanol itulah yang kemudian akan difraksinasi untuk tujuan isolasi dan untuk mempermudah dalam pengamatan senyawa alkaloid yang dihasilkan.

5.6 Fraksinasi Ekstrak Metanol Hasil Biotransformasi

Fraksinasi ekstrak metanol dilakukan dengan kromatografi kolom. Dalam proses kromatografi kolom ini, digunakan sistem isokratik dimana sebagai fase diam digunakan sephadex LH 20 dan fase geraknya adalah metanol 90%. Volume kolom sephadex LH 20 sebesar 275 ml. Isolat-isolat yang keluar ditampung dalam tabung reaksi (Gambar 12).

Gambar 12 . Hasil isolat ekstrak metanol dengan kromatografi kolom sistem isokratik . Fase diam : sephadex LH-20, Fase gerak : metanol 90%.

Dari hasil fraksinasi diperoleh 2 fraksi yang merupakan gabungan dari isolat pada tabung 2-5 (Fraksi 1) dan 6-8 (Fraksi 2). Warna fraksi yang muncul berbeda dari bening, kuning muda, kuning pekat hingga coklat bening. Untuk mencari dimana letak senyawa biotransformasi palmatin selain dapat dilihat dari warna senyawa juga dapat diperiksa dengan KLT. Dari pengamatan visual diduga larutan yang berwarna kuning memiliki senyawa-senyawa alkaloid. Sedangkan dari pemeriksaan dengan menggunakan KLT, dapat dilihat dari spot yang muncul. Pada tabung ke 1 dan 9-13 tidak memperlihatkan spot palmatin dan senyawa turunannya. Sedangkan pada isolat tabung 2-8 terdapat spot yang menunjukan senyawa alkaloid tersebut. Dari fraksi 1 (2-5) diperoleh ekstrak pekat sejumlah 9.6 mg sedangkan jumlah ekstrak pekat pada fraksi 2 (6-8) sebesar 13.3 mg. Kedua fraksi tersebut kemudian dianalisis dengan KLT , profil kromatogramnya dapat dilihat seperti pada Gambar 13.

Gambar 13 . Profil kromatogram KLT ekstrak metanol fraksi 1 dan 2 yang di KLT dengan Fasa diam = silica gel, eluen = etil asetat : isopropanol : amoniak 25% (8 : 8 : 5) yang diamati pada UV panjang gelombang 254 nm. Std = standar palmatin , 1 = fraksi 1, 2 = fraksi 2.

std 1 2 std 1

Produk biotransformasi

Dari kromatogram KLT diatas dapat diketahui bahwa, fraksi 1 mengalami pemisahan yang cukup jelas (terdapat 2 spot) , sedangkan untuk fraksi 2 hanya terdapat 1 spot saja. Diduga senyawa pada fraksi 2 merupakan substrat karena spot yang terbentuk memiliki Rf yang sama dengan substrat yaitu sebesar 0.4 . Oleh karena itu, untuk isolasi lebih lanjut dengan KLT preparatif digunakan fraksi 1 saja.

5.6 Purifikasi Hasil Biotransformasi (Fraksi 1)

Untuk memperoleh isolat murni, maka perlu dilakukan purifikasi terhadap hasil biotransformasi. Purifikasi dilakukan dengan menggunakan KLT preparatif, dimana tujuan dari KLT preparatif sendiri adalah untuk isolasi hingga diperoleh senyawa murni. Sebelum dilakukan preparatif, harus dipastikan eluen yang digunakan dalam pemisahan harus cocok, sehingga terjadi pemisahan yang cukup jelas. Dalam KLT preparatif ini ekstrak fraksi 1 di totolkan pada plat KLT dengan ukuran 20 x 10 cm. Dan hasil preparatif dapat dilihat seperti pada Gambar 14.

Gambar 14 . Profil kromatogram KLT preparatif ekstrak metanol fraksi 1 . Fasa diam = silica gel, eluen = etil asetat : isopropanol : amoniak 25% (8:8:5) sejumlah 84 ml yang diamati pada panjang gelombang UV 366 nm. an bawah Lapisan atas Lapisan tengah 1 Lapisan bawah Lapisan tengah 2

Dari hasil KLT preparatif diperoleh empat lapisan (atas, tengah 1, tengah 2 dan bawah), keempat lapisan tersebut kemudian di kerok dan masing – masing lapisan diekstrak dengan diklorometan, metanol dan klorofom, tujuan adalah untuk menarik secara sempurna senyawa yang telah dipreparatif. Setelah diperoleh ekstrak pekat dalam masing-masing lapisan tersebut, keempat lapisan tersebut di KLT kembali untuk melihat apakah isolat tersebut sudah benar-benar murni. Dari hasil KLT keempat lapisan diatas diperoleh nilai Rf yang berbeda pada masing-masing lapisan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Rf fraksi 1 setelah di KLT preparatif dengan etilasetat: isopropanol : amoniak 25% (8:8:1) . No Lapisan Rf 1 Palmatin 0.4 2 Atas 0.54 3 Tengah 1 0.50 4 Tengah 2 0.52 5 Bawah 0.4

Lapisan pada tabel nomor 2, 3, dan 4 diduga merupakan produk biotransformasi yang berbeda. Hal itu dikarenakan oleh nilai Rf dari ketiga lapisan tersebut berbeda pula. Sedangkan untuk lapisan bawah (no.5) diduga merupakan substrat yang tidak dikonversikan menjadi produk. Hal itu dikarena Rf lapisan bawah memiliki nilai yang sama dengan Rf palmatin yaitu 0.4.

Dari hasil isolasi pada biotransformasi palmatin oleh jamur AFKR-3 dalam medium PDB diperoleh AFKR-3 produk biotransformasi dengan nilai Rf serta jumlah yang diperoleh seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Produk biotransformasi palmatin oleh jamur AFKR-3 pada medium PDB (Potato Dextro Broth ) setelah diisolasi dan dipurifikasi.

No Hasil Biotransformasi Rf Berat (mg)

1 Produk 1 (lapisan atas ) 0.54 1.6 2 Produk 2 (lapisan tengah2) 0.52 1.6 3 Produk 3 (lapisn tengah 1) 0.50 2.1

Jumlah dari ketiga produk yang diperoleh diatas sangat sedikit, hal itu dikarenakan jumlah ekstrak metanol yang dihasilkanya pun sangat sedikit . Dan untuk mendapatkan produk murni perlu dilakukan preparatif hingga diperoleh senyawa tunggal (murni) untuk kemudian dapat dianalisis strukturnya. Produk biotransformasi inilah yang kemudian dianalisis dengan Mass Spektrofotometri.

5.7 Karakterisasi Produk Biotransformasi dengan Spektroskopi Massa

Untuk mengetahui struktur produk biotransformasi serta perubahan yang terjadi dari produk tersebut maka perlu dilakukan beberapa analisis . Pada penelitian ini analisis produk hanya dilakukan dengan spektroskopi massa dan dilihat bobot molekul produk yang diperolehnya. Dikarenakan jumlah produk biotransformasi yang dihasilkan sangat terbatas, maka dipilih produk dengan jumlah paling besar untuk dianalisis (produk 3).

Gambar 15. Hasil analisis spektroskopi massa (LCMS LCT Premier XE) produk 3 dengan metode direct inlet.

Dari hasil analisis MS diatas, dapat diketahui bahwa produk 3 yang merupakan produk biotransformasi memiliki bobot molekul sebesar m/z 369.1852 (M+1), sedangkan standar palmatin yang memiliki rumus molekul C21H22NO4 + H (M+1) memiliki bobot molekul 353.1422. Jadi terdapat penambahan bobot molekul sekitar 16 amu. Dari penambahan bobot molekul tersebut diduga terdapat penambahan atom O (oksigen) pada produk biotransformasi (produk 3). Sehingga diperkirakan produk 3 memiliki rumus molekul C21H22NO5. Produk transformasi palmatin (produk 3) yang diperoleh sebesar 1.67 %

BAB VI

Dokumen terkait