• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ciri-ciri morfologi dan fisiologi bakteri

Dalam upaya mengelompokkan organisme, para ahli menggunakan perbedaan karakter yang ditemukan untuk menggambarkan suatu bentuk kehidupan atau mengidentifikasinya. Karakter yang digunakan dapat berupa ciri-ciri morfologi, fisiologi maupun molekuler.

Untuk mengidentifikasi suatu bakteri ciri-ciri morfologi yang diamati diantaranya adalah warna, elevasi, tepian, bentuk, dan ukuran koloni; serta bentuk, motilitas, dan tipe dinding sel (gram negatif atau positif). Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa keempat isolat bakteri asal kutu jagung yaitu KJ07, KJ13, KJ14, dan KJ16 mempunyai koloni yang berwarna krem, berbentuk bundar, dengan elevasi cembung, dan tepian licin. Setelah dilakukan pewarnaan gram dan pengamatan di bawah mikroskop, maka keempat isolat tersebut diketahui mempunyai sel yang berbentuk coccus, motil, dengan tipe dinding sel gram negatif (Tabel 4).

Tabel 4 Ciri-ciri morfologi bakteri

Ciri-ciri Isolat

KJ07 KJ13 KJ14 KJ16

Ciri-ciri koloni

Warna krem krem krem krem

Elevasi cembung cembung cembung cembung

Tepian licin licin licin licin

Bentuk bundar bundar bundar bundar

Ukuran 1.2 mm 1.25 mm 1 mm 1 mm

Ciri-ciri sel

Bentuk coccus coccus coccus coccus

Motilitas motil motil motil motil

Spora - - - -

Gram negatif negatif negatif negatif

Sementara itu, uji fisiologis yang digunakan dalam mengidentifikasi suatu bakteri pada prinsipnya adalah berupa reaksi biooksidasi yaitu reaksi-reaksi enzimatis yang berkaitan dengan respirasi dan fermentasi, reaksi hidrolisis yang yang disebabkan oleh enzim-enzim ekstraseluller dan uji-uji lainnya yang membantu proses identifikasi.

20

Setelah dilakukan uji katalase dan oksidase maka diketahui bahwa keempat isolat bakteri tersebut bersifat katalase positif dan oksidase negatif. Hal ini menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut adalah bakteri anaerobik fakultatif. Berdasarkan informasi ini, ditambah hasil pengujian gram yang negatif maka diputuskan untuk menggunakan microbact tipe 12A+12B untuk uji fisiologis lebih lanjut. Microbact™ gram negative identification system dirancang untuk mengidentifikasi bakteri gram negatif aerob dan anaerob fakultatif . Secara umum kit ini digunakan untuk mengidentifikasi famili Enterobacteriaceae dan bakteri gram negatif batang lainnya.

Tabel 5 Ciri-ciri fisiologi bakteri

Uji Isolat Uji Isolat

KJ07 KJ13 KJ14 KJ16 KJ07 KJ13 KJ14 KJ16 Katalase + + + + Gelatin - - - - Oksidase - - - - Malonat + + + + Lisin - - - - Inositol + + + + Ornitin - - - - Sorbitol - - - - H2S - - - - Ramnosa - - - - Glukosa + + + + Sukrosa + + + + Manitol + + + + Laktosa + + + + Silosa + + + + Arabinosa + + + + ONPG + + + + Adonitol + + + + Indol - - - - Rafinosa + + + + Urease - - - - Salisin + + + + VP + + + + Arginin - - - - Sitrat + + + + Nitrat + + + + TDA - - - -

Setelah dilakukan uji fisiologis pada keempat isolat bakteri asal kutu jagung menggunakan microbact tipe 12A+12B maka diketahui bahwa mereka dapat mereduksi nitrat (Tabel 5) yang merupakan salah satu ciri dari sebagian besar bakteri enterik. Sementara uji lain seperti dekarboksilasi lisin dan ornitin, fermentasi karbohidrat, produksi H2S digunakan untuk memisahkan anggota dari kelompok bakteri enterik, begitu juga dengan bakteri gram negatif lainnya. Sebagai contoh, uji Voges Proskauer (VP) berfungsi untuk mendeteksi asetoin,

21

prekursor 2,3 butanadiol yang diproduksi dari fermentasi glukosa oleh bakteri gram negatif penghuni usus khususnya Enterobacter dan Serratia, serta beberapa spesies dari Erwinia, Bacillus dan Aeromonas. Hasil positif dari uji ini merupakan salah satu tanda bahwa isolat yang diuji termasuk ke dalam kelompok tersebut.

Setelah dilakukan analisis terhadap hasil uji fisiologis ini menggunakan

microbact™ computer aided identification package didapatkan % probabilitas isolat-isolat tersebut sebesar 99.92% terhadap Serratia rubidaea (Tabel 6). Setelah dibandingkan dengan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994) maka hasil pengamatan ini secara umum sesuai. Warna koloni yang krem merupakan keragaman yang ditemukan dalam genus Serratia

meskipun secara umum anggota kelompok ini berwarna merah. Begitu juga dengan kemampuan menghidrolisis gelatin yang dinyatakan secara umum dimiliki oleh anggota kelompok ini sehingga ada kemungkinan ada yang tidak memilikinya. Akan tetapi bentuk sel yang coccus, merupakan fenomena yang perlu diamati lebih lanjut apakah benar-benar coccus ataukah batang pendek atau oval karena dengan mikroskop cahaya sampai perbesaran 1000x sel-sel bakteri tersebut masih terlihat sangat kecil dibandingkan bakter-bakteri kontrol. Pengamatan terbaik dapat dilakukan menggunakan mikroskop elektron yang tidak dilakukan pada penelitian ini.

Tabel 6 Hasil identifikasi dengan micobact™ tipe 12A+12B

Isolat Morfologi-Fisiologi

Spesies homolog Probabilitas (%)

KJ07 Serratia rubidaea 99,92

KJ13 Serratia rubidaea 99,92

KJ14 Serratia rubidaea 99,92

KJ16 Serratia rubidaea 99,92

Identifikasi menggunakan sekuen gen penyandi 16S rRNA

Identifikasi secara molekuler dilakukan menggunakan sekuen gen penyandi 16S rRNA. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa molekul rRNA 16S adalah salah satu perangkat biosintesis protein yang terdapat dalam sel

22

prokariot dan juga mitokondria dan kloroplas. Ukurannya yang tidak terlalu panjang (bila dibandingkan dengan rRNA 23S) dan tidak terlalu pendek (bila dibandingkan dengan rRNA 5S) membuat molekul ini menjadi pilihan dalam melacak filogeni prokariot. Disamping itu, pada molekul ini terdapat daerah dengan sekuen konservatif dan hipervariabel. Perbandingan sekuen konservatif berguna untuk mengkonstruksi pohon filogenetik universal sedangkan sekuen hipervariabel digunakan untuk mencirikan organisme dalam takson yang lebih sempit (Madigan et al. 1997).

Setelah dilakukan analisis BLAST terhadap hasil amplifikasi parsial sekuen gen penyandi 16S rRNA dari keempat isolat bakteri kutu jagung, maka didapatkan % identitas dari isolat KJ07, KJ13, KJ14, KJ16 sebesar 84%, 93%, 98%, 80% terhadap Serratia rubidaea (Tabel 7). Menurut Madigan et al. (1997), jika sekuen gen penyandi 16S rRNA suatu isolat yang diuji mempunyai identitas kurang dari 97% terhadap sekuen yang ada di database maka dipertimbangkan sebagai spesies baru. Keadaan ini berdasarkan pengamatan DNA dari dua bakteri kesamaan sekuen 16S rRNAnya kurang dari 97% berhibridisasi kurang dari 70%, nilai minimal yang menunjukkan organisme berada dalam satu spesies. Oleh sebab itu, jika hanya dilihat hasil uji 16S rRNAnya saja maka hanya isolat KJ14 yang bisa diterima sebagai Serratia rubidaea. Namun, karena hasil fisiologis menunjukkan % probabilitas yang sangat tinggi terhadap spesies ini, maka diusulkan keempat isolat tersebut sangat dekat dengan spesies Serratia rubidaea. Hal ini juga mengingat bahwa uji terhadap sekuen 16S rRNA hanya dilakukan secara parsial.

Tabel 7 Hasil identifikasi berdasarakan sekuen gen penyandi 16S rRNA

Isolat 16S rRNA

Spesies homolog Identitas (%)

Nomor akses

e-value

KJ07 Serratia rubidaea 84 AB435619.1 2e-117

KJ13 Serratia rubidaea 93 EU681193.1 1e-159

KJ14 Serratia rubidaea 98 NR0246441 0,0

23

Kemudian berdasarkan sekuen gen penyandi 16S rRNA ini didapatkan pohon filogenetik yang memperlihatkan hubungan kekerabatan antara keempat isolat bakteri asal kutu jagung dengan sebagian bakteri-bakteri lainnya dari database. Pada pohon filogenetik ini terlihat bahwa isolat KJ07 memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan KJ16 daripada KJ13 dan KJ14. Sementara itu empat galur Serratia rubidaea berada pada posisi yang berbeda-beda tapi tetap dekat dengan keempat isolat tersebut. Kemudian apabila dilihat dari skala jaraknya terlihat bahwa bakteri-bakteri endosimbion kutu jagung ini setelah S. rubidaea lebih dekat terhadap bakteri-bakteri endosimbion serangga lainnya yang ada di database seperti endosimbion dari S. zeamays, Curculio sikkimensis, Glossina palpalis, dan Sodalis glossinidius dari pada bakteri-bakteri enterik dan gram negatif lainnya dan sangat jauh dari bakteri gram positif yang diwakili oleh Bacillus subtilis (Gambar 2).

Akan tetapi, pada pohon filogenetik ini juga terlihat bahwa suatu anggota genus Serratia dapat terletak jauh dari anggota genus Serratia lainnya. Hal ini kemungkinan karena data sekuen yang ada sebagian hanya bersifat parsial dan tidak semua data sekuen 16S rRNA yang ada pada database diikutsertakan sehingga tidak dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Ini dapat dicerminkan oleh nilai bootstrap yang rendah yaitu sebagian di bawah 50.

Gambar 3 Pohon filogenetik hubungan kekerabatan keempat isolat bakteri asal kutu jagung dan bakteri-bakteri lainnya. Angka 0.1 menunjukkan skala persentase

perbedaan (distance scale). Angka pada nodus menunjukkan nilai bootstrap dengan 100 kali replikasi.

Endosimbion serangga

25

Deteksi gen putatif penyandi fitase

Kemampuan hidrolisis fitat dari bakteri melibatkan enzim fitase. Enzim ini dikodekan oleh suatu gen yang dinamakan appa atau phy. Untuk mendeteksi gen penyandi fitase dirancang sepasang primer berdasarkan sekuen gen fitase dari

E. coli (Dassa et al. 1990). Setelah dilakukan amplifikasi parsial terhadap sekuen gen putatif penyandi fitase dari keempat isolat bakteri asal kutu jagung didapatkan pita DNA berukuran 1500 bp (Gambar 3). Ukuran ini termasuk ke dalam rentangan ukuran gen penyandi fitase bakteri pada umumnya diantaranya telah diketahui bahwa gen fitase pada E. coli berukuran 1500 bp (Dassa et al. 1990), dan gen fitase pada B. subtilis berukuran 1300 bp (Kerovuo et al. 1998).

Gambar 4 Hasil amplifikasi sekuen gen putatif penyandi fitase. 1=1 kb DNA ladder, 2=KJ07, 3=KJ13, 4=KJ14, 5=KJ16

Karena keterbatasan waktu, maka untuk selanjutnya salah satu isolat saja yang dipilih untuk proses kloning yaitu isolat KJ07. Fragmen DNA berukuran 1500 bp yang telah diamplifikasi dari genom isolat ini disisipkan pada pCR®2.1TOPO®, kemudian diintroduksikan pada E. coli TOP 10. Koloni transforman dianalisis menggunakan PCR dengan primer M13f dan M13r. Hasil amplifikasi menunjukkan pita berukuran 1700 bp (Gambar 5) yang merupakan

1 2 3 4 5

1500 bp 1000 bp

26

gabungan dari fragmen sisipan yang berukuran 1500 bp dan DNA pengapitnya (Lampiran 1) pada plasmid rekombinan.

Gambar 5 Hasil verifikasi koloni transforman. 1 = 1 kb DNA ladder, 2-7 = koloni 1-7

Selain itu juga dilakukan analisis terhadap klon positif dengan cara mengisolasi plasmid rekombinannya dan kemudian memotongnya dengan enzim restriksi EcoR I yang memisahkan antara vektor yang berukuran 3.9 kb dan DNA sisipan yang berukuran 1.5 kb (Gambar 6).

Gambar 6 Hasil verifikasi plasmid rekombinan. 1 = 1 kb ladder, 2 = pRA utuh, 3 = pRA+ EcoR I 1 2 3 4 5 6 7 1500 bp 2000 bp 1700 bp 4000 bp 2000 bp insert pCR2.1TOPO

27

Penentuan sekuen fragmen hasil PCR dilakukan menggunakan templat plasmid rekombinan dengan primer M13f dan M13r. Sekuen yang didapat kemudian digabungkan dan dianalisis menggunakan BLAST yang tersedia di http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Analisis dilakukan menggunakan sekuen nukleotida (blastn) dan sekuen asam amino yang dideduksi dari nukleotida tersebut (blastx). Hasil blastn menunjukkan identitas tertinggi sebesar 80% terhadap Serratia proteamaculans 568, complete genome dengan subjek pada bagian sekuen tersebut adalah prolipoprotein diacylglyceryl transferase dan PTSINtr with GAF domain, PtsP. Sementara itu hasil blastx menunjukkan identitas tertinggi sebesar 89% terhadap phosphoenolpyruvate-protein phosphotransferase [Serratia odorifera DSM 4582] dan 93% terhadap prolipoprotein diacylglyceryl transferase [Serratia odorifera DSM 4582] (Tabel 8).

Tabel 8 Hasil analisis BLAST dari fragmen DNA 1,5 kb

Analisis Sekuen homolog Identitas

(%)

E-value No. akses

blastn Serratia proteamaculans 568, complete genome dengan subjek prolipoprotein diacylglyceryl transferase & PTSINtr with GAF domain, PtsP

80 0.0 CP000826.1

blastx phosphoenolpyruvate-protein

phosphotransferase [Serratia odorifera

DSM 4582]

prolipoprotein diacylglyceryl transferase [Serratia odorifera DSM 4582] 89 93 3e-109 1e-93 ZP_06638960.1 ZP_06638961.1

Berdasarkan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa strategi yang digunakan tidak memungkinkan untuk mendeteksi gen fitase pada Serratia rubidaea. Diduga pasangan primer menempel secara tidak spesifik pada genom isolat yang diuji. Hal ini kemungkinan terjadi akibat gen penyandi fitase pada E. coli tidak berkerabat dekat dengan gen penyandi fitase pada Serratia meskipun kedua genus ini berada dalam famili yang sama. Pada waktu perancangan primer tidak ditemukan pada database sekuen DNA penyandi fitase yang berasal dari

28

putatif penyandi fitase dari Serratia proteamaculan 568 (Lim et al 2007). Namun penelitian tersebut hanya pada skala bioinformatika dimana dilacak sekuen DNA yang mirip gen penyandi fitase pada kumpulan genom yang ada di database dan tidak diuji pada skala laboratorium. Setelah ditelusuri menggunakan blastx dan blastp kemiripan gen putatif penyandi fitase pada Serratia proteamaculan 568 tersebut hanya sebesar 33% terhadap gen penyandi fitase E. coli. Selain itu motif tipe fitase HAP yang dimiliki oleh Escherichia coli (RHGXRXP dan HDTN) tidak dimiliki secara utuh oleh sekuen ini dimana G diganti dengan N dan T diganti dengan S.

Setelah dilakukan alignment langsung antara sekuen produk PCR dari KJ07 ini dengan sekuen DNA penyandi fitase dari E. coli, identitas yang diperoleh hanya sebesar 45,5% sedangkan hasil alignmen langsung terhadap sekuen gen putatif penyandi fitase dari S. proteamaculan 568 hanya menunjukkan identitas sebesar 43,5%. Selain itu, juga tidak ditemukan motif tipe fitase HAP dari hasil terjemahan sekuen tersebut ke dalam bentuk asam amino dari keenam frame yang mungkin baik forward maupun reverse. Berdasarkan data-data tersebut maka dapat dipastikan bahwa sekuen yang diperoleh bukanlah gen penyandi fitase, melainkan bagian dari genom S. rubidaea yang terdiri dari sepertiga akhir dari gen penyandi phosphoenolpyruvate-protein phosphotransferase dan duapertiga awal dari gen penyandi prolipoprotein diacylglyceryl transferase (Lampiran 2).

Dokumen terkait