• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gejala Penyakit NPA di Jawa Barat

Gejala penyakit yang disebabkan oleh NPA ditemukan pada pertanaman krisan di Bogor dan Cianjur. Pada lahan tersebut bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah pertumbuhannya terhambat, layu dan warna daun menguning bahkan beberapa tanaman mati. Setelah tanaman dicabut, bagian akar terdapat puru. Gambar 4 menunjukkan lahan krisan yang terinfeksi NPA terlihat bagian-bagian yang kosong karena beberapa tanaman mati.

Gambar 4 Gejala infeksi NPA pada pertanaman krisan di daerah Bogor (A) dan Cianjur (B), Pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan layu (C) dan bagian akar terdapat puru (D dan E)

Meloidogyne spp. bersifat infektif pada saat menetas sebagai larva II kemudian menembus ke dalam tanah atau jaringan tanaman inang. Larva bergerak ke arah akar dan menumpuk di ujung akar, membuat luka kecil dengan stilet (CABI 2007). Pada saat makan jaringan tanaman inang, nematoda mengeluarkan enzim hidrolitik dari kelenjar esofagus yang menghancurkan dinding sel atau berfungsi sebagai enzim pencernaan (Singh & Sitaramaiah 1994). Sekresi enzim

A B

tersebut menyebabkan timbulnya respon dari tanaman inang. Dinding sel tanaman rusak, nekrosis, hipertropi, hiperplasia dan terhambatnya pertumbuhan (Sinaga 2003). Sekresi enzim selulase dan pektinase juga mampu mendegradasi sel hingga ujung akar luka dan pecah, hal ini menyebabkan auksin tidak aktif. Tidak aktifnya auksin maka pertumbuhan tanaman terhambat (Supramana et al. 2008).

Meloidogyne spp. yang menginfeksi akar tanaman juga menyebabkan terjadinya diseases complex dengan cendawan dan bakteri penyebab penyakit tanaman. NPA sebagai pembuka jalan bagi masuknya patogen tersebut karena cendawan tular tanah dan bakteri penyebab penyakit tanaman tidak mempunyai kemampuan secara langsung untuk masuk ke dalam jaringan tanaman inang. Adanya luka yang disebabkan oleh tusukan stilet nematoda mempermudah bagi cendawan seperti Fusarium dan Verticillium serta bakteri Pseudomonas solanacearum masuk ke dalam jaringan tanaman sehingga menyebabkan penyakit layu (Singh & Sitaramaiah 1994).

Kejadian penyakit pada tanaman krisan di Bogor sebesar 25% untuk varietas 04 dengan nilai indeks massa telur 4.0, sedangkan untuk varietas Puma kejadian penyakit sebesar 30% dengan indeks massa telur 4.7. Pada tanaman krisan di Cianjur, kejadian penyakit untuk varietas Elza sebesar 100% dengan nilai indeks massa telur 2.0. Kejadian penyakit untuk varietas Karyushi sebesar 55% dengan indeks massa telur 4. Hal ini menunjukkan bahwa krisan merupakan salah satu inang bagi Meloidogyne spp. Menurut Shurtleff dan Averre (2000) tanaman inang dengan nilai indeks massa telur rata-rata 2.0 atau kurang ditetapkan sebagai inang yang tahan, sedangkan pada tanaman tomat diberikan nilai indeks 4.0 atau lebih. Nilai tersebut juga menunjukkan tingkat kemampuan reproduksi Meloidogyne

spp. yang berasosiasi dengan tanaman krisan. Perbandingan jenis kelamin bersifat epigenetik, yaitu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kepadatan koloni, kualitas tanaman inang dan suhu (Trianthaphyllou 1982).

Tanaman krisan yang terserang NPA pada awal masa pertumbuhan (satu minggu setelah tanam) tidak mampu berproduksi karena gangguan translokasi nutrisi dan unsur hara akibat adanya puru akar yang disebabkan oleh NPA.

Meloidogyne spp. menyerang akar tanaman dengan membuat puru pada bagian korteks akar sehingga jaringan tanaman menjadi rusak dan mengakibatkan

terhambatnya nutrisi ke arah batang. Hal ini menjadikan pertumbuhan tanaman terhambat dan tanaman menjadi kerdil (Nickle 1991). Jika serangan NPA terjadi saat tanaman berumur tiga minggu setelah tanam, tanaman masih mampu berproduksi dengan hasil yang rendah.

Hasil pengamatan gejala pada tanaman krisan di Sukabumi, bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah terlihat pertumbuhan tanaman terhambat, layu dan setelah tanaman dicabut tidak terdapat puru akar (Gambar 5). Padahal adanya puru pada akar tanaman merupakan gejala khas infeksi Meloidogyne spp. (Marwoto 2007). Keberadaan nematoda betina dewasa Meloidogyne spp. dalam puru akar maupun larva Meloidogyne di sekitar perakaran krisan merupakan tanda penyakit yang disebabkan NPA. Oleh karena itu, terindikasi bahwa pada tanaman krisan di Sukabumi tidak terinfeksi NPA.

Gambar 5 Pertanaman krisan di Sukabumi (A), Akar krisan tidak menunjukkan gejala puru (B)

Kecenderungan ini dikuatkan dari hasil pemeriksaan lebih detail dengan mikroskop bahwa nematoda yang ditemukan di sekitar perakaran krisan bukan

Meloidogyne spp., nematoda tersebut adalah Aphelenchoides sp., Pratylenchus

sp., Helicotylenchus sp., Dorylaimus sp. Rhabditis sp. dan Mononchus sp. Infeksi nematoda pada bagian akar tanaman mempengaruhi penyerapan air dan mineral sehingga menyebabkan gejala seperti kekurangan air dan hara.

Tanaman krisan di Sukabumi tidak terinfeksi NPA diduga adanya salah satu faktor penyebab penyakit yang tidak mendukung terjadinya penyakit. Faktor tersebut kemungkinan karena tanah belum terinfestasi Meloidogyne spp. dan

kondisi tanah yang tidak sesuai bagi perkembangan nematoda tersebut. Budidaya krisan di Sukabumi dilakukan dengan menggunakan bahan organik pada saat pengolahan tanah dan pengendalian hama. Disamping itu setiap tahun dilakukan rotasi tanaman krisan dengan jagung dan kenaf. Pada saat pengolahan tanah, ditambahkan bokashi (bahan organik yang difermentasikan) pada lahan pertanaman. Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). EM4 mengandung Azotobacter sp., Lactobacilus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa (Deptan 2012). Bahan yang digunakan dalam pembuatan bokashi adalah dedak, tulang ikan dan kotoran ayam. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida botani dari ekstrak daun cabe, sirsak dan tanaman jarak.

Menurut Singh dan Sitaramaiah (1994) penambahan bahan organik dan pupuk kandang ke dalam tanah dapat mengurangi kejadian penyakit tanaman yang disebabkan oleh nematoda. Penguraian bahan organik menyebabkan perubahan penting terhadap sifat fisik, kimia dan biotik tanah. Aktivitas mikroba selama proses penguraian bahan organik meningkatkan jumlah mikroflora dan fauna yang dapat menghancurkan nematoda parasit tanaman. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan merangsang tumbuhnya cendawan saprofit yang akan memakan nematoda (nematophagous fungi).

Identifikasi Meloidogyne spp. Berdasarkan Karakter Morfologi

Hasil identifikasi NPA berdasarkan karakter morfologi didapatkan bentuk telur, larva, nematoda jantan dan betina dewasa. Selain pengamatan secara morfologi dilakukan pengukuran karakter morfologi (morfometri) larva dan nematoda jantan. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.

Telur Meloidogyne spp. berbentuk oval dengan kulit transparan, disimpan dalam massa gelatin terkadang menonjol dari jaringan akar yang berpuru. Satu massa telur berisi ratusan telur bahkan menurut Shurtleff dan Averre (2000) sampai 1000 atau lebih. Ukuran telur dari keempat varietas bervariasi dan berbeda nyata pada semua varietas (Tabel 2). Namun perbandingan antara panjang dan lebar telur didapatkan nilai lebih dari satu, hal ini menunjukkan bahwa telur

Meloidogyne yang terdapat pada keempat varietas krisan tersebut mempunyai bentuk yang sama, yaitu oval (Gambar 6).

Gambar 6 Telur Meloidogyne dengan perbesaran mikroskop 200x terdapat pada krisan varietas 04 (A), Puma (B), Elza (C) dan Karyushi (D)

Larva pada keempat varietas krisan mempunyai bentuk tubuh seperti cacing (vermiform). Hasil sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan tidak ada perbedaan panjang tubuh (384.84-414.09 µm) dan panjang stilet (11.93-12.83 µm) pada larva nematoda di Bogor dan Cianjur. Karakter morfologi yang lain, yaitu kepala lurus (not set off), mengecil ke arah depan dan ujung kepala datar, stilet halus dan knob stilet membulat (Gambar 7 A). Bagian ekor mengecil ke arah ujung, terdapat bagian hyaline pada ujung ekor dan bentuk ujung ekor tumpul (Gambar 7 B). Karakter morfologi tersebut merupakan genus Meloidogyne (Eisenback, et. al

1991).

A B

Gambar 7 Bagian anterior (A) dan posterior (B) larva Meloidogyne spp., dengan perbesaran mikroskop 400x.

Nematoda jantan berbentuk vermiform (Gambar 8) ditemukan pada krisan varietas 04 dan Puma (Bogor) dan varietas Elza (Cianjur), namun tidak ditemukan pada varietas Karyushi (Cianjur). Menurut Trianthaphyllou (1982) reproduksi

Meloidogyne spp. terjadi secara partenogenesis dan perbandingan jenis kelamin bersifat epigenetik, yaitu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kepadatan koloni, kualitas tanaman inang dan suhu.

Gambar 8 Nematoda jantan Meloidogyne spp. dengan perbesaran mikroskop 50x

Ketika kondisi lingkungan menguntungkan, larva berkembang menjadi betina, tetapi dalam kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, berkembang menjadi nematoda jantan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisan varietas Karyushi merupakan inang yang sesuai bagi Meloidogyne spp., sehingga larva berkembang menjadi betina. Hal ini juga didukung oleh nilai indeks massa telur sebesar 4.0. Nilai indeks tersebut menunjukkan jumlah massa telur per tanaman. Semakin tinggi nilai indeks semakin banyak massa telur yang ditemukan pada akar tanaman krisan.

Hasil pengamatan morfologi nematoda jantan pada tiga varietas krisan di Bogor dan Cianjur tampak bagian anterior dengan bentuk kepala menonjol, ujung kepala tinggi dan membulat (Gambar 9 A). Terdapat pula nematoda jantan dengan bentuk kepala lurus dan ujung kepala rata (Gambar 9 B). Nematoda jantan yang ditemukan mempunyai ujung stilet berbentuk kerucut, bagian tengah stilet berbentuk silindris dan pangkal stilet (knob) berbentuk membulat dengan panjang stilet 18.67-20.44 µm. Pada bagian posterior terdapat alat reproduksi nematoda jantan yaitu spikula dan gubernaculum. Panjang spikula nematoda jantan 15.90- 36.35 µm. Hasil sidik ragam panjang tubuh, panjang stilet, panjang knob stilet dan panjang spikula tidak terdapat perbedaan pada nematoda jantan di Bogor dan Cianjur. Perbedaan terdapat pada lebar knob stilet (Tabel 2). Berdasarkan karakter morfologi, nematoda tersebut diidentifikasi sebagai M. javanica dan M. incognita (Eisenback, et. al (1991).

Gambar 9 Bagian anterior nematoda jantan M. javanica (A), Bagian anterior nematoda jantan M. incognita (B), Bagian posterior nematoda jantan (C) dengan perbesaran mikroskop 400x.

Jika ditinjau dari kondisi geografi, daerah Bogor dan Cianjur sesuai untuk perkembangan M. javanica dan M. incognita karena nematoda tersebut hidup di daerah dengan iklim tropis (Luc et al. 2005). Suhu rata-rata harian pada pertanaman krisan di Bogor 26-27 °C dengan ketinggian tempat 670 m dpl, sedangkan suhu rata-rata harian di Cianjur 25-27 °C dengan ketinggian tempat 960 m dpl.

Hasil pengamatan dengan mikroskop stereo ditemukan nematoda betina dewasa Meloidogyne berbentuk seperti buah pir/bulat (pyriform) (Gambar 10 A). Nematoda betina dewasa Meloidogyne berada di dalam puru akar tanaman. Hasil identifikasi berdasarkan pada pola perineal (perineal pattern) nematoda betina dewasa didapatkan ciri-ciri sebagai berikut: ada garis lateral yang memisahkan lengkung dorsal dan lengkung ventral seperti ditunjukkan oleh anak panah pada Gambar 10 B. Ciri tersebut sesuai dengan M. javanica (Eisenback 1981). Selain

M. javanica ditemukan pola perineal dengan ciri lengkung dorsal berbentuk persegi (90 °) seperti ditunjukkan oleh anak panah Gambar 10 C yang merupakan ciri dari M. incognita (Eisenback 1981). Pola perineal pada Gambar 10 D dengan adanya pertemuan lengkung dorsal dan ventral membulat dan membentuk seperti bahu, merupakan ciri dari M. arenaria. Menurut Eisenback (1981) terdapat variasi pola perineal dalam satu spesies Meloidogyne sehingga diperlukan ketrampilan dan kecermatan dalam identifikasi spesies Meloidogyne secara morfologi.

Gambar 10 Nematoda betina dewasa Meloidogyne yang terdapat pada pertanaman krisan di Bogor dan Cianjur (A), Pola perineal M. javanica (B), M. incognita (C), M. arenaria (D)

Tabel 1 Ukurana telur, larva dan nematoda jantan Meloidogyne spp. No.

Karakter Morfologi

(µm)

Meloidogyne spp. pada Tanaman Krisan

Bogor Cianjur Sukabumi

Varietas 04 Varietas Puma Varietas Elza Varietas Karyushi Varietas Jinba

Telur 1. Panjang 83.44 ± 9.92b n = 16 87.53 ± 6.54ab n = 21 92.20 ± 6.73a n = 25 92.16 ± 7.84a n = 25 0 2. Lebar 42.10 ± 6.15ab n = 16 43.15 ± 4.12a n = 21 38.77 ± 4.24b n = 25 40.54 ± 4.36ab n = 25 0 Larva

3. Panjang tubuh 414.09 ± 21.01a n = 18 406.19 ± 26.04a n = 7 384.84 ± 43.37a n = 8 397.33 ± 46.76a n = 6 0 4. Panjang stilet 12.41 ± 0.58a

n = 18 12.83 ± 0.78a n = 7 12.11 ± 0.77a n = 8 11.93 ± 0.77a n = 6 0 Jantan

5. Panjang tubuh 1369.95 ± 188.01a n = 18 1504.43 ± 94.88a n = 4 1355.60 ± 211.09a n = 13 0 0

6. Panjang stilet 20.44 ± 1.59a n = 18 18.67 ± 0.54a n = 4 20.25 ± 1.17a n = 13 0 0

7. Panjang knob stilet 4.24 ± 0.56a n = 18 3.44 ± 0.77a n = 4 3.97 ± 0.58a n = 13 0 0

8. Lebar knob stilet 1.72 ± 0.47b n = 18 1.24± 0.13b n = 4 2.21 ± 0.36a n = 13 0 0

9. Panjang spikula 27.22 ± 4.53a n = 18 25.64 ± 1.88a n = 4 27.61 ± 1.82a n = 13 0 0 a

Rerata ± standard deviasi ; n = jumlah spesimen

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Tukey

Identifikasi Meloidogyne spp. Berdasarkan Karakter Molekuler

Populasi Meloidogyne yang ditemukan pada tanaman krisan di Bogor dan Cianjur berdasarkan pola perineal betina dewasa, sebanyak 76-96% adalah M. javanica, 4-24% M. incognita dan 0-4% M. arenaria (Tabel 3). Hasil identifikasi berdasarkan karakter morfologi tersebut kemudian dikonfirmasi dengan metode PCR menggunakan primer spesifik spesies M. javanica, M. incognita dan M. arenaria.

Tabel 3. Persentase populasi Meloidogyne spp. berdasarkan identifikasi pola perineal nematoda betina dewasa

Sentra

produksi krisan Varietas Spesies Meloidogyne

M. javanica M. incognita M. arenaria

Bogor 04 84 12 4

Puma 76 20 4

Cianjur Elza 96 4 0

Karyushi 76 24 0

Visualisasi hasil amplifikasi DNA dari puru akar krisan dan nematoda betina dewasa pada empat varietas krisan dengan primer spesifik spesies M. javanica terdapat pita DNA pada target berukuran 720 bp (Gambar 11), namun tidak terdapat pita DNA dengan primer spesifik spesies M. arenaria (420 bp) maupun M. incognita (999 bp) (Gambar 12).

Gambar 11 Visualisasi hasil PCR Meloidogyne spp. dari empat varietas krisan di Bogor dan Cianjur dengan primer M. javanica (720 bp) pada 1% gel agarose: M = marker 100 bp, 1 = varietas 04, 2 = varietas Puma, 3 = varietas Elza, 4 = varietas Karyushi

±720 bp

Gambar 12 Visualisasi hasil PCR Meloidogyne spp. dari empat varietas krisan di Bogor dan Cianjur dengan primer M. arenaria (420 bp) dan M. incognita (999 bp) pada 1% gel agarose, M = marker 100 bp dan 1 Kb ; 1 = varietas 04, 2 = varietas Puma, 3 = varietas Elza, 4 = varietas Karyushi

Hasil PCR dari puru akar dan nematoda betina dewasa dengan primer spesifik spesies M. javanica dilanjutkan dengan sikuen untuk mengetahui runutan nukleotida dari isolat yang ditemukan di Bogor dan Cianjur. Hasil analisis homologi sikuen nukleotida DNA M. javanica dari Bogor (Indo-7H-F) dan Cianjur (Indo-5E-F) mempunyai homologi sebesar 92.1 % dengan DNA M. javanica dari Cina (Tabel 4). Tingkat homologi yang tinggi ini menandakan bahwa spesies nematoda tersebut adalah sama yaitu M. javanica. Tingkat homologi sikuen DNA ini (M. javanica) akan sangat rendah bila dibandingkan dengan sikuen DNA nematoda spesies lain, misalnya dengan M. arenaria yang hanya 40.6 % (Tabel 4).

Tabel 4 Homologi sikuen nukleotida DNA M. javanica dari Bogor dan Cianjur dengan sikuen DNA yang ada di Gen Bank

No. Isolat Homologi (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 1 China-JN34 - 2 China-JN36 100 - 3 China-JN37 100 100 - 4 China-JN38 100 100 100 - 5 China-JN39 100 100 100 100 - 6 USA-CF3585 40.8 40.8 40.8 40.8 40.8 - 7 Indo-5E-F 92.1 92.1 92.1 92.1 92.1 40.6 - 8 Indo-7H-F 92.1 92.1 92.1 92.1 92.1 40.6 100 - ±420 bp M 1 2 3 4 M 1 2 3 4 ±999 bp

Pohon filogeni (Gambar 13) menggambarkan dengan jelas bahwa nematoda yang diisolasi dari tanaman krisan di daerah Bogor dan Cianjur merupakan M. javanica dan bukan spesies lain seperti misalnya M. arenaria.

Gambar 13 Pohon filogeni M. javanica yang menginfeksi krisan di Jawa Barat (Indo-5E-F dan Indo 7H-F) dengan M. javanica yang ada di Cina dan

M. arenaria yang ada di USA menggunakan metode Neighbour Joining dengan program Mega 5.05.

Deteksi Meloidogyne spp. secara Molekuler

Deteksi Meloidogyne spp. secara molekuler dengan bahan ekstraksi DNA dari puru akar wortel pernah dilakukan oleh Kurniawan (2010). Berkaitan dengan tugas karantina, deteksi spesies Meloidogyne secara molekuler dari DNA satu puru akar krisan maupun dari DNA satu ekor betina Meloidogyne sangat membantu dalam pemeriksaan karantina. Hasil deteksi secara molekuler terhadap empat varietas krisan di Bogor dan Cianjur dengan primer spesifik spesies M. javanica didapatkan ukuran fragmen DNA 720 bp (Gambar 14). Amplifikasi DNA dari satu puru pun masih terlihat adanya pita DNA walaupun pita yang terbentuk tidak begitu jelas. Pita DNA jelas terlihat jika digunakan tiga puru. Sementara itu, amplifikasi DNA dari satu nematoda betina menunjukkan pita DNA yang jelas.

M. javanica M. arenaria China-JN36 China-JN37 China-JN34 China-JN38 China-JN39 INDO-5E-F INDO-7H-F USA-CF3585

Gambar 14 Visualisasi fragmen DNA hasil PCR Meloidogyne spp. dari empat varietas krisan di Bogor dan Cianjur menggunakan primer M. javanica pada elektroforesis gel agarose 1%. K(+) = DNA 5♀, K (-) = DNA tanaman, M = marker 100 bp;1P, 3P, 5P, 7P dan 9P = DNA

Meloidogyne dari puru akar krisan; 1♀, 3♀, 5♀,7♀dan 9♀= DNA

Meloidogyne darinematoda betina (♀)

Amplifikasi DNA dari satu puru pun masih terlihat adanya pita DNA walaupun pita yang terbentuk tidak begitu jelas. Pita DNA jelas terlihat jika digunakan tiga puru. Sementara itu, amplifikasi DNA dari satu nematoda betina menunjukkan pita DNA yang jelas.

Hasil PCR puru akar dan nematoda betina dewasa dari empat varietas krisan di Bogor dan Cianjur menggunakan primer spesifik M. javanica bersesuaian dengan jumlah nematoda betina dalam puru akar seperti Gambar 15.

Gambar 15 Frekuensi nematoda betina Meloidogyne spp. dalam setiap puru ±720 bp

Pengamatan terhadap puru akar menunjukkan bahwa jumlah betina dewasa pada setiap puru berbeda-beda. Sebanyak 63% dari puru yang diamati, berisi satu betina dewasa, 22% puru yang tidak berisi nematoda betina dewasa, hanya berisi sel yang membengkak akibat penetrasi larva nematoda. Diduga bahwa larva nematoda setelah menginfeksi jaringan korteks akar, larva bergerak di dalam akar secara interseluler untuk mencari tempat makan di dalam jaringan vaskuler. Terjadinya pembesaran sel merupakan respon tanaman terhadap sekresi nematoda (CABI 2007).

Dokumen terkait