• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

Nilai PDRB Jawa Barat pada Tahun 2013 atas harga dasar Tahun 2000 apabila dihitung menyertakan migas sebesar Rp 386.118.840.000.000,- sedangkan tanpa migas sebesar Rp 378.835.459.000.000,-. Kontribusi nilai rata- rata tertinggi PDRB Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2000 sampai Tahun 2013 dicapai oleh sektor industri pengolahan disusul oleh sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor pertanian masing-masing sebesar 42,77%, 20,87%, dan 13,42%. Pada Tahun 2013 kontribusi nilai PDRB (Atas Dasar Harga Dasar Konstan Tahun 2000) sektor industri pengolahan adalah sebesar Rp 157.643.083.000.000,- sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar Rp 91.181.323.000.000,- dan sektor pertanian sebesar Rp 43.292.316.000.000,- Sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp 7.464.691.000.000,-. PDRB rata-rata Jawa Barat tahun 2000-2013 secara rinci dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut:

Tabel 12. Proporsi dan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) rata-rata Jawa Barat tahun 2000-2013 atas dasar harga dasar konstan Tahun 2000 No PDRB Per Sektor Proporsi Rata-Rata Tahun 2000-2013 Pertumbuhan Rata-Rata Tahun 2000-2013 Nilai PDRB Tahun 2013 % % Juta Rupiah 1 Pertanian 13,42 2,60 43.292.316

2 Pertambangan & penggalian 2,71 - 2,39 6.534.819

3 Industri pengolahan 42,77 5,10 157.643.083

4 Listrik, gas & air bersih 2,22 5,76 8.685.680

5 Bangunan 3,40 9,36 16.599.508

6 Perdagangan, hotel & restoran 20,87 6,90 91.181.323 7 Pengangkutan & komunikasi 4,62 8,64 21.673.175 8 Keuangan, persewaan & jasa

perusahaan

3,24 7,92 14.313.207

9 Jasa-jasa 6,75 6,34 26.195.729

Total PDRB dengan Migas 100 5,36 386.118.840

Total PDRB tanpa Migas 96,69 5,68 378.835.459

35

Gambar 5. Proporsi PDRB rata-rata per sektor di Jawa Barat tahun 2000-2013

Pertumbuhan ekonomi per sektor di Jawa Barat periode tahun 2000-2013 yang mengalami pertumbuhan rata-rata tahunan terbesar adalah sektor bangunan yakni sebesar 9,36 persen/tahun; sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8,64 persen/tahun; serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 7,92 persen/tahun. Sektor yang mengalami pertumbuhan terkecil adalah sektor pertanian yakni sebesar 2,60 persen/tahun. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian mengalami perlambatan sebesar - 2,39 persen/tahun. Sektor industri pengolahan yang berperan memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Jawa Barat mengalami pertumbuhan rata- rata tahunan sebesar 5,10 persen/tahun.

Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor- sektor kategori sekunder dan tersier, sedangkan sektor primer mengalami pertumbuhan yang kecil bahkan mengalami perlambatan. Meskipun sektor primer menempati urut ketiga dalam kontribusi PDRB di Jawa Barat, namun mengalami pertumbuhan terkecil yang menggambarkan kondisi pemanfaatan sumberdaya alam di Jawa Barat yang belum optimal atau kurang variatif. Selain pemanfaatan sumberdaya alam yang belum optimal sektor primer juga mengalami tekanan dari sektor-sektor lain yang berada di sektor sekunder dan tersier. Hal tersebut dapat dilihat dari fenomena besarnya konversi lahan pertanian beralih kepada penggunaan perumahan dan industri yang terjadi di Jawa Barat.

Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) rata-rata di Jawa Barat pada Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2013 berada di sekitar 6,42 %, sedangkan laju inflasi rata-rata sebesar 5,54% per tahun. Apabila dibandingkan antara laju pertumbuhan ekonomi rata-rata Jawa Barat dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional, maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat setara atau hampir sama dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Sedangkan untuk tingkat inflasi rata-rata di Jawa Barat bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi nasional, maka inflasi di Jawa Barat lebih kecil dari inflasi nasional, hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

36

Tabel 13. Tingkat inflasi, laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat dan nasional Tahun 2007-2013

Inflasi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

Tahun Jawa Barat (%) Nasional (%) Jawa Barat (%) Nasional (%)

2007 5,10 6,6 6,48 6,3 2008 11,11 11,1 6,21 6,0 2009 3,09 2,8 4,29 4,6 2010 6,46 7,0 6,09 6,2 2011 3,10 3,8 6,48 6,5 2012 3,86 4,3 6,21 6,2 2013 6,06 8,38 9,15 5,9 Rataan 5,54 6,28 6,42 5,96 Sumber: BPS 2008-2014 (diolah)

Pertumbuhan Penduduk dan Tenaga Kerja Jawa Barat Proyeksi Jumlah Penduduk

Jawa Barat dengan jumlah penduduk pada Tahun 2010 sebesar 43.053.732 jiwa serta laju pertumbuhan penduduk (LPP) rata-rata sebesar 1,8 persen, dengan kepadatan penduduk rata-rata 1.137 jiwa/km2 (Sumber: Sensus Penduduk Tahun 2010). Jumlah penduduk Jawa Barat pada Tahun 2025 menurut BPS diproyeksikan mencapai 52.740.800 jiwa dengan LPP rata-rata sebesar 1,4 persen atau bertambah sekitar 9.687.068 jiwa bila dibandingkan dengan jumlah penduduk pada Tahun 2010. Perkembangan, laju pertumbuhan, dan proyeksi jumlah penduduk Jawa Barat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 14. Perkembangan, laju pertumbuhan, dan proyeksi jumlah penduduk Jawa Barat

Tahun Perkembangan Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk

(Jiwa) (persen) 2000 35.723.473 2001 36.075.322 0,98 2002 37.291.946 3,37 2003 38.132.356 2,25 2004 39.140.812 2,64 2005 39.960.869 2,10 2006 40.737.594 1,94 2007 41.483.729 1,83 2008 42.194.869 1,71 2009 42.693.951 1,18 2010 43.053.732 0,84 2011 43.826.775 1,80 2012 44.548.431 1,65 2013 44.663.100 0,26 2014* 45.365.400 1,57 2015* 46.073.800 1,56 2016* 46.773.300 1,52 2017* 47.470.500 1,49 2018* 48.161.900 1,46 2019* 48.845.300 1,42 2020* 49.512.100 1,37 2021* 50.181.400 1,35 2022* 50.843.300 1,32 2023* 51.491.300 1,27 2024* 52.122.800 1,23 2025* 52.740.800 1,19

37

Gambar 6. Piramida penduduk Jawa Barat Tahun 2000, 2010 dan 2025

Komposisi penduduk Provinsi Jawa Barat menurut struktur umur dan jenis kelamin dapat digambarkan dengan jelas oleh piramida penduduk. Piramida penduduk juga dapat menunjukkan distribusi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Selain itu piramida penduduk dapat menunjukkan tingkat perkembangan

38

penduduk pada setiap kelompok umur yang berbeda. Berdasarkan gambar piramida penduduk Provinsi Jawa Barat di atas terlihat adanya penurunan tingkat fertilitas selama kurun waktu lima tahun terakhir, hal ini terlihat dari perbedaan panjang batang piramida kelompok umur 0-4 tahun yang sedikit lebih pendek dibandingkan kelompok umur 5-9 tahun.

Penduduk Provinsi Jawa Barat tergolong penduduk muda menuju transisi. Hal ini diperlihatkan oleh panjang batang piramida untuk kelompok umur 0-4, 5-9, 10-14 tahun yang sedikit lebih panjang dari kelompok umur lainnya. Golongan penduduk muda biasanya diperlihatkan dengan panjang batang piramida kelompok umur 0-4, 5-9, 10-14 tahun lebih panjang dari kelompok umur lainnya dan batang piramida untuk kelompok umur 60 tahun ke atas yang cukup pendek. Artinya, ada kecenderungan komposisi penduduk Provinsi Jawa Barat di masa depan akan semakin didominasi oleh penduduk usaha produktif, dengan terus menurunnya tingkat fertilitas dan cukup baiknya derajat kesehatan. Untuk itu, pemerintah kabupaten memiliki pekerjaan besar untuk terus mengarahkan perkembangan penduduk secara terintegratif dan berkelanjutan agar terbentuk masyarakat yang berkualitas dengan capaian kualitas kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang terus meningkat.

Proyeksi perubahan komposisi penduduk di perkotaan dan perdesaan

Selain mengalami pertumbuhan jumlah penduduk yang besar, Jawa Barat seiring dengan pembangunan ekonomi juga membawa perubahan pada komposisi atau proporsi penduduk yang tinggal di perdesaan dan perkotaan. Menurut proyeksi BPS terjadi perubahan proporsi penduduk Jawa Barat yang tinggal di daerah kategori perkotaan dan perdesaan yang mengarah semakin besarnya penduduk Jawa Barat yang tinggal di daerah perkotaan. Pada tahun 2000 sebesar 50,3 persen penduduk Jawa Barat tinggal di daerah kategori perkotaan, pada tahun 2010 penduduk yang tinggal di daerah perkotaan bertambah menjadi 66,2 persen dan pada tahun 2025 diproyeksikan penduduk Jawa Barat yang tinggal di daerah kategori perkotaan menjadi 81,4 persen atau sebanyak 42.993.011 jiwa, perubahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15. Proyeksi perubahan komposisi jumlah penduduk Jawa Barat yang tinggal di perkotaan dan perdesaan.

Tahun Perdesaan Perkotaan Total Persentase

Perdesaan

Persentase Perkotaan Desa dan Kota

Jiwa Jiwa Jiwa persen persen 2000 17.754.566 17.968.907 35.723.473 49,7 50,3 2005 16.463.878 23.496.991 39.960.869 41,2 58,8 2010 14.509.108 28.501.571 43.053.732 33,7 66,2 2015* 12.716.369 33.357.431 46.073.800 27,6 72,4 2020* 11.189.735 38.322.365 49.512.100 22,6 77,4 2025* 9.809.789 42.931.011 52.740.800 18,6 81,4

Sumber: BPS (*=angka proyeksi)

Perubahan komposisi penduduk yang tinggal di daerah kategori perdesaan menjadi perkotaan diperlukan untuk komparasi aspek-aspek kependudukan, sosial-budaya, dan ekonomi. Perbedaan perdesaan dan perkotaan tidak hanya dicirikan oleh fisik lingkungan, tetapi ditunjukkan juga oleh karakteristik sosial-ekonomi penduduk serta aksesibilitas terhadap fasilitas kehidupan. Perubahan daerah kategori desa menjadi kota disebabkan beberapa

39 hal, diantaranya perubahan jumlah dan kepadatan penduduk, aktivitas ekonomi yang tak lagi bertumpu pada sektor pertanian, serta membaiknya infrastruktur.

Perubahan komposisi penduduk yang tinggal di daerah kategori perdesaan ke perkotaan juga membawa perubahan dalam hal akses terhadap lahan permukiman, air bersih, dan lingkungan sebab konsumsi dan karakter kebutuhan penduduk di perdesaan berbeda dengan di perkotaan yang cenderung serba bayar. Perubahan komposisi penduduk yang tinggal di perdesaan ke perkotaan dapat meningkatkan kesejahtaeraan masyarakat karena di kota memiliki peluang ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang lebih baik atau dapat berubah menjadi tekanan pembangunan apabila sumberdaya manusia dan ketersediaan infrastruktur kurang dipersiapkan.

Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi di Jawa Barat. Berdasarkan data BPS tahun 2013, penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 adalah lapangan usaha perdagangan (25,63 persen) diikuti lapangan usaha industri (21,27 persen) dan pertanian (19,93 persen). Sektor pertanian menempati urutan ketiga dalam penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat.

Hasil Sensus PertanianTahun 2013 menunjukkan bahwa usaha pertanian di Jawa Barat didominasi oleh jenis usaha rumah tangga. Hal ini tercermin dari besarnya jumlah rumah tangga usaha pertanian jika dibandingkan dengan perusahaan pertanian berbadan hukum atau usaha pertanian lainnya, yaitu selain rumah tangga dan perusahaan pertanian berbadan hukum. Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Jawa Barat hasil ST 2013 tercatat sebanyak 3.058.612 rumah tangga. Sedangkan jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum hasil ST 2013 tercatat sebanyak 474 perusahaan dan usaha pertanian lainnya sebanyak 442 unit. Perkembangan tenaga kerja sektor pertanian di Jawa Barat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 16. Tenaga kerja sektor pertanian di Jawa Barat tahun 2001-2013

Tahun Tenaga kerja (orang) Pertumbuhan (orang) Pertumbuhan (%)

2001 5.128.660 - - 2002 4.495.056 -633.604 -12,35 2003 4.345.148 -149.908 -3,33 2004 4.353.604 8.456 0,19 2005 4.450.695 97.091 2,23 2006 4.072.068 -378.627 -8,51 2007 4.675.914 603.846 14,83 2008 3.792.677 -883.237 -18,89 2009 3.758.892 -33.785 -0,89 2010 3.964.243 205.351 5,46 2011 3.678.155 -286.088 -7,22 2012 3.700.058 21.903 0,60 2013 3.039.716 -660.342 -17,85 Rataan 4.111.914 -174.079 -3,81 Sumber: BPS, 2013

Perkembangan tenaga kerja sektor pertanian selama periode 2001-2013, mengalami penurunan rata-rata sebesar 3,81 persen per tahun. Tenaga kerja sektor pertanian tahun 2001 mencapai 5,13 juta orang sedangkan tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 3,04 juta orang. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2008, tahun 2013, dan tahun 2002.

40

Penurunan tenaga kerja sektor pertanian diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain konversi lahan pertanian ke non pertanian, perubahan komposisi penduduk perdesaan menjadi perkotaan, serta perhatian pemerintah kepada sektor pertanian dan perdesaan yang berkurang. Penurunan tenaga kerja sektor pertanian terasa dengan semakin sulitnya mencari tenaga kerja untuk menggarap lahan ketika kegiatan tanam dan panen. Mekanisasi pertanian merupakan bagian dari upaya melakukan subtitusi tenaga kerja pertanian yang semakin menurun dari tahun ke tahun.

Daya Dukung Sumberdaya Alam Sumberdaya Lahan Sawah Alih Fungsi Lahan

Jawa Barat merupakan salah satu lumbung padi utama nasional, dengan 26,48 persen total luas wilayah Jawa Barat atau 930.268 hektar dialokasikan untuk areal persawahan. Area persawahan tersebut merupakan total luas sawah yang ada di Jawa Barat dengan kategori sawah irigasi teksnis, irigasi setengah teknis, irigasi non teknis, dan sawah tadah hujan. Produksi padi dari sawah di Jawa Barat menyediakan sekitar 18 % produksi beras nasional sekaligus menjadikan Jawa Barat menjadi penyumbang produksi beras terbesar nasional. Luas sawah terbesar di Jawa Barat berada di kawasan utara Jawa Barat yakni Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang. Areal sawah terbesar berikutnya berada di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi. Luas tanam padi sawah di Jawa Barat disajikan pada peta gambar berikut:

Gambar 7. Peta luas tanam padi sawah di Jawa Barat menurut kabupaten dan kota tahun 2009

41

Jawa Barat sebagai penghasil pangan utama nasional yang berbatasan langsung dengan ibu kota negara dan kawasan sentra produksi terbesarnya berada di kawasan utara Jawa Barat memiliki tantangan besar yakni alih fungsi lahan persawahan ke non persawahan. Alih fungsi lahan pertanian produktif di Jawa Barat, terutama lahan sawah, menjadi lahan non pertanian telah berlangsung dan sulit dihindari sebagai akibat pesatnya laju pembangunan antara lain digunakan untuk pemukiman, industri, sarana infrastruktur dan lainnya. Areal persawahan yang paling besar mengalami alih fungsi lahan berada di kawasan utara Jawa Barat mengingat kawasan ini adalah kawasan yang memiliki kontur tanah dataran rendah yang landai dan memiliki intensitas aktivitas perekonomian yang ramai serta memiliki jumlah penduduk yang padat. Laju alih fungsi lahan di kawasan pantai utara Jawa Barat juga mengancam tiga daerah yang memiliki luas tanam padi sawah tertinggi, yakni: Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang.

Merujuk data BPS, luas lahan sawah produktif di Jawa Barat Tahun 2003, tercatat sebesar 943.565,19 ha, jumlah tersebut pada Tahun 2013 mengalami pengurangan menjadi 925.065,19 ha. Luas areal sawah produktif akibat alih fungsi lahan di Jabar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, terhitung dari tahun 2003 sampai 2013 mengalami perubahan seluas 18.000 ha dengan laju alih fungsi lahan rata-rata tahunan sebesar 702 hektar per tahun. Permasalahan yang ditimbulkan oleh akibat alih fungsi lahan sawah ke non sawah perlu dilihat bukan hanya dampaknya pada produksi padi, tetapi juga perlu dilihat dalam perspektif yang lebih luas. Dampak yang lebih luas tersebut termasuk pengaruhnya terhadap kesetabilan politik yang diakibatkan oleh kerawanan pangan, perubahan sosial yang merugikan, menurunya kualitas lingkungan hidup terutama yang menyangkut sumbangan fungsi lahan sawah kepada konservasi tanah dan air untuk menjamin kehidupan masyarakat di masa depan.

Berdasarkan hasil peramalan menggunakan minitab luas sawah di Jawa Barat menggunakan data luas sawah dari tahun 2001 sampai tahun 2013 mengalami penurunan dengan pola kuadratik. Hasil pengolahan data meramalkan bahwa luas sawah di Jawa Barat pada tahun 2025 akan tersisa seluas 842.588 hektar atau berkurang seluas 82.477 hektar bila dibandingkan luas sawah pada tahun 2013. Apabila hal ini tidak disikapi maka dampak dari kehilangan lahan pertanian produktif adalah kehilangan hasil pertanian secara permanen, sehingga bila kondisi ini tidak terkendali maka dipastikan kelangsungan dan peningkatan produksi akan terus berkurang dan pada akhirnya akan mengancam kepada tidak stabilnya ketahanan pangan di Jawa Barat dan nasional. Grafik tren perubahan luas sawah di Jawa Barat dengan asumsi tanpa pembukaan lahan sawah baru menggunakan metode peramalan dengan minitab dapat dilihat pada gambar berikut:

42 2025 2021 2017 2013 2009 2005 2001 950000 925000 900000 875000 850000 Year L u a s S a w a h ( h e k ta r) MA PE 1 MA D 9896 MSD 183368249 A ccuracy Measures A ctual Fits Forecasts Variable

Peramalan Luas Sawah Jawa Barat

Quadratic Trend Model Yt = 901991 + 8027*t - 416*t**2

Gambar 8. Peramalan luas sawah di Jawa Barat tahun 2001-2025

Perluasan Lahan Sawah Baru

Tingginya alih fungsi lahan di Jawa Barat perlu diantisipasi dan diatasi. Guna mengatasi alih fungsi lahan yang berjalan, di sisi lain pertumbuhan jumlah penduduk yang terus bertambah, maka berbagai upaya optimalisasi lahan pertanian terus dilakukan baik intensifikasi maupun ekstensifikasi guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Langkah konkrit ekstensifikasi yang akan dilaksanakan, mulai tahun 2014 akan dicetak sawah baru di beberapa wilayah di Jawa Barat, cetak sawah baru direncanakan akan berlangsung lima tahun. Tahun 2014, direncanakan seluas 5.000 Ha, tahun 2015 seluas 20.000 Ha, tahun 2016 seluas 25.000 Ha, tahun 2017 seluas 30.000 Ha dan di tahun 2018 seluas 20.000. Rencana cetak sawah baru didesain akan dilaksanakan di Jawa Barat bagian selatan.

Upaya ekstensifikasi dilakukan di kawasan Jawa Barat bagian selatan, mengingat kawasan selatan Jawa Barat merupakan kawasan yang memiliki ketersediaan lahan yang luas dan menurut renstra pembangunan Jawa Barat dialokasikan untuk pembangunan pertanian. Kawasan selatan Jawa Barat yang menjadi prioritas dalam perluasan lahan sawah baru menyebar di lima kabupaten, yakni: Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis. Kegiatan perluasan lahan sawah baru di Jawa Barat mentargetkan pembukaan lahan sawah baru seluas 100.000 hektar sampai tahun 2018.

Area yang menjadi sasaran pembukaan lahan sawah baru di lima kabupaten tersebut perlu memenuhi beberapa kriteria kelayakan dilakukan pembukaan lahan sawah baru. Berdasarkan pedoman dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Tahun 2011 tentang cetak sawah Indonesia, secara umum perluasan sawah pada lahan beririgasi merupakan upaya untuk menambah baku lahan sawah yang dilakukan di daerah irigasi baik irigasi teknis, setengah teknis maupun irigasi desa yang sudah

43 mempunyai jaringan irigasi sampai pada tingkat tersier atau akan dibangun jaringan tersebut yang selesainya bersamaan dengan selesainya sawah dicetak. Pembukaan lahan baru ini dilakukan dalam satu hamparan sehingga dapat terairi seluruhnya. Lahan harus berada pada kawasan budidaya dan bukan berada pada kawasan hutan lindung.

Area sasaran pembukaan lahan sawah baru kemudian dilakukan Survei Investigasi Daerah (SID) dengan kriteria pokok sebagai berikut:

1. berada dalam kawasan budidaya,

2. kejelasan kepemilikan lahan dengan kepemilikan minimal 2 ha/kk, 3. berada pada satu hamparan minimal 10 ha,

4. mudah diakses jalan desa,

5. tersedia sumber air yang memadai,

6. dan diprioritaskan kemiringan lahan kurang dari 8%.

Kegiatan perluasan lahan sawah baru di Jawa Barat mentargetkan pembukaan lahan sawah baru seluas 100.000 hektar sampai tahun 2018 berasal dari ajuan potensi pembukaan lahan seluas 206.643,13 hektar dari lima kabupaten sasaran. Apabila melihat ajuan pembukaan lahan sawah baru di dalam daerah sasaran dan di luar lima daerah sasaran angka ajuannya mencapai sekitar 300.000 hektar. Luas potensi dan tahapan rencana realisasi perluasan sawah Jawa Barat tahun 2013-2018 dapat dilihat secara rincian sebagai berikut:

Tabel 17. Luas potensi dan rencana realisasi perluasan sawah Jawa Barat Tahun 2013-2018 (dalam hektar)

No Kabupaten Potensi Rencana Realisasi Cetak Sawah Tahun

(SID) 2014 2015 2016 2017 2018 Total 1 Sukabumi 59.488,09 2.000 6.000 6.500 7.000 1.000 27.500 2 Cianjur 31.857,27 - 3.000 4.000 5.500 4.000 16.500 3 Garut 18.185,27 500 3.000 4.000 4.500 3.500 15.500 4 Tasikmalaya 36.947,51 500 3.000 5.000 5.500 3.000 17.000 5 Ciamis 60.164,56 2.000 4.000 5.500 6.500 4.500 23.500 Total 206.643,13 5.000 20.000 25.000 30.000 20.000 100.000

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat 2013

Proyeksi Luas Sawah

Proyeksi luas sawah di Jawa Barat apabila rencana program pembukaan lahan sawah baru dapat terlaksana dengan baik, maka akan mampu pengubah tren peramalan yang awalnya kurva kuadratik menghadap ke bawah menjadi menghadap ke atas. Pada proyeksi penelitian ini juga dihitung menggunakan sekenario tanpa dilakukan pembukaan sawah baru, pembukaan lahan sawah baru dapat terealisasi 25%, 50%, dan terlaksana 100%. Perhitungan dalam melakukan peramalan menggunakan alat bantu perangkat lunak minitab dengan mencari angka kesalahan (error) terkecil yang ditunjukkan dengan nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MAD (Mean Absolute Deviation), dan MSD (Mean Squared Deviation) terkecil. Berdasarkan perhitungan tersebut, proyeksi luas lahan sawah di Jawa Barat sampai tahun 2025 dapat dilihat sebagaimana tabel berikut:

44

Tabel 18. Proyeksi luas sawah di Jawa Barat sampai tahun 2025 (hektar) Tahun

Proyeksi Luas Sawah

Riil Tanpa Cetak Sawah 100% 50% 25%

2001 933.490 909.602 926.607 919.480 915.916 2002 881.637 916.380 924.098 920.931 919.348 2003 934.095 922.326 922.467 922.516 922.540 2004 930.347 927.440 921.714 924.233 925.493 2005 924.832 931.721 921.838 926.084 928.207 2006 923.432 935.171 922.841 928.068 930.682 2007 939.228 937.788 924.721 930.185 932.918 2008 944.888 939.573 927.479 932.436 934.914 2009 949.914 940.526 931.115 934.820 936.672 2010 942.411 940.646 935.628 937.336 938.190 2011 942.974 939.935 941.020 939.986 939.470 2012 943.200 938.391 947.289 942.770 940.510 2013 925.065 936.015 954.437 945.686 941.311 2014* 932.806 962.462 948.736 941.872 2015* 928.766 971.365 951.918 942.195 2016* 923.893 981.145 955.234 942.279 2017* 918.188 991.804 958.683 942.123 2018* 911.651 1.003.340 962.266 941.729 2019* 904.281 1.015.755 965.981 941.095 2020* 896.080 1.029.047 969.830 940.222 2021* 887.046 1.043.217 973.812 939.110 2022* 877.180 1.058.265 977.927 937.759 2023* 866.482 1.074.190 982.176 936.168 2024* 854.951 1.090.994 986.557 934.339 2025* 842.588 1.108.675 991.072 932.270

Sumber: olahan (ket: * = proyeksi)

Berdasarkan tabel di atas, maka proyeksi luas sawah di Jawa Barat pada Tahun 2025 apabila tanpa dilakukan pencetakan sawah baru adalah seluas 842.588 hektar, apabila rencana cetak sawah dapat terealisir secara keseluruhan maka luasnya adalah 1.108.675 hektar, apabila terealisir 50% dan 25% maka luasnya diramalkan seluas 991.072 hektar, dan 932.270 hektar. Bentuk tren perubahan proyeksi luas sawah di Jawa Barat dengan berbagai sekenario di atas dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 9. Proyeksi dan sekenario luas sawah di Jawa Barat sampai tahun 2025

Tahun Luas Sawah (hektar)

45

Berdasarkan perhitungan proyeksi luas lahan sawah tersebut, maka Jawa Barat menargetkan memiliki lahan sawah seluas satu juta hektar pada tahun 2018. Berbagai upaya pemerintah Jawa Barat untuk merealisasikan memiliki dan lahan abadi sawah seluas 1.000.000 hektar serta mencegah atau mengurangi laju alih fungsi lahan. Upaya tersebut dapat dilihat dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Jawa Barat melalui beberapa peraturan daerah diantaranya:

1. Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029 dimana pada pasal 15 ayat 3 poin a, menyatakan: mempertahankan lahan sawah berkelanjutan serta meningkatkan produktivitas pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan guna menjaga ketahanan pangan daerah dan nasional.

2. Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, sebagai kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Maksud dan tujuan perda tersebut teruang pada Bab III Pasal 3, yang berisi: Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dimaksudkan untuk melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan guna menjamin ketersediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, melalui pemberian insentif kepada petani dan penerapan disinsentif kepada pihak yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan.

Pelanggaran perda di atas dapat dikenakan sanksi baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Sanksi administrasi berupa: teguran tertulis; paksaan pemerintah; pembekuan izin; dan pencabutan izin. Sedangkan sanksi pidana barang siapa melanggar ketentuan, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Sumberdaya Air Air Bawah Tanah

Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi, sehingga memiliki potensi sumberdaya air yang sangat besar. Potensi air tersebut berupa air bawah tanah maupun air permukaan. Pengelolaan air di Pemerintah Provinsi Jawa Barat ditangani oleh dua instansi, air bawah tanah berada di bawah pengelolaan Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral di bawah Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, sedangkan air permukaan pengelolaannya berada di bawah pengelolaan Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air di bawah Kementerian Pekerjaan Umum, sedangkan Dinas Pertanian memiliki kewenangan dalam pengelolaan JITUT (Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani) dan JIDES (Jaringan Irigasi Desa). Berdasarkan data Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, potensi air tanah di Jawa Barat secara total terdiri dari 27 cekungan air tanah (CAT) terdiri atas 15 cekungan lintas kabupaten/kota, 8 cekungan non lintas (lokal) dan 4 cekungan lintas provinsi. Potensi air tanah yang merupakan kewenangan Provinsi Jawa Barat berada di 15 CAT dengan total potensi sebesar 10.356 juta m3/pertahun, jumlah air tanah bebas sebanyak 9.882 juta m3/tahun sedangkan jumlah air tanah tertekan adalah sebesar 474 juta m3/tahun.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyusun neraca sumberdaya air bawh tanah guna mengetahui kondisi sumberdaya air tanah dari tahun ke tahun.

46

Perhitungan neraca fisik air tanah didasarkan pada stok awal, perubahan kuantitas, recharge, perubahan volume lainnya, dan stok akhir. Berdasarkan penelitian dinas ESDM Prov Jawa Barat dan LAPI ITB (2002) bahwa pengambilan air tanah tercatat hanya 33 % dari total pengambilan sesungguhnya, oleh karena itu dimasukan juga poin mengenai jumlah

Dokumen terkait