• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Dukung Sumberdaya Alam dalam Pemenuhan Kebutuhan Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Dukung Sumberdaya Alam dalam Pemenuhan Kebutuhan Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk Jawa Barat"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA DUKUNG SUMBERDAYA ALAM

DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN DINAMIKA

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDUDUK JAWA BARAT

TONNY FIRMAN KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Daya Dukung Sumberdaya Alam dalam Pemenuhan Kebutuhan Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Tonny Firman Kurniawan

(4)

RINGKASAN

TONNY FIRMAN KURNIAWAN. Daya Dukung Sumberdaya Alam dalam Pemenuhan Kebutuhan Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk Jawa Barat. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan AHYAR ISMAIL.

Populasi penduduk Jawa Barat tahun 2025 diproyeksikan 52.740.800 orang dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6% per tahun membutuhkan daya dukung sumber daya alam yang memadai dalam hal kebutuhan air, pangan, dan energi. Penelitian ini bertujuan: 1) mengetahui kondisi perekonomian dan sumberdaya alam Jawa Barat dari era tahun 2000 hingga saat ini, 2) melakukan simulasi proyeksi kebutuhan SDA guna menunjang pembangunan perekonomian dengan pertambahan jumlah penduduk, 3) menghitung daya dukung SDA berdasarkan perkembangan jumlah penduduk guna menjamin pembangunan perekonomian. Metode analisis yang digunakan: analisis deskriptif, proyeksi/peramalan, regresi linier berganda, DEA (Data Envelopment Analysis), indeks daya dukung. Hasil penelitian menunjukkan perkonomian Jawa Barat dari Tahun 2000 sampai Tahun 2013 mengalami kinerja membaik dengan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 5,36%. Sektor sumberdaya alam pada periode tersebut memberikan kontribusi dari sektor pertanian sebesar 13,42% serta pertambangan dan penggalian sebesar 2,60%. Proyeksi kebutuhan sumberdaya alam pada Tahun 2025 penduduk Jawa Barat antara lain: Kebutuhan air sebesar 2,1 milyar m3/tahun atau 10,12 persen dari deposit air permukaan pada Tahun 2012, Kebutuhan beras sebesar 3.957.151 ton atau surplus 6.522.911 ton, Kebutuhan energi listrik sebesar 20.630 MW. Indeks daya dukung sumberdaya air bawah tanah sebesar 7,27 dan indeks daya dukung sumberdaya air permukaan sebesar 2,44. Indeks daya dukung wilayah pertanian Jawa Barat sebesar 2,96. Indeks daya dukung energi listrik pada tahun 2013 sebesar 0,78. Kuantitas air di Jawa Barat masih sangat berlimpah namun perlu melakukan konservasi air dan penambahan kawasan penutupan hutan. Pembukaan lahan sawah baru dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan di kawasan selatan Jawa Barat, peningkatan produktifitas dan perubahan pola konsumsi pangan khususnya beras. Transformasi pola konsumsi dan penyediaan energi dari mengandalkan energi fosil yang tak terbaharukan kepada bauran energi baru dan terbaharukan (EBT) khususnya panas bumi dan pembangkit listrik tenaga air yang keberadaanya sangat berlimpah di Jawa Barat.

(5)

SUMMARY

TONNY FIRMAN KURNIAWAN. Natural Resources Carrying Capacity to Support Economic Growth and Population Dynamics in West Java. Supervised by AHMAD FAUZI and AHYAR ISMAIL.

West Java's population in 2025 is projected to 52.7408 million people with an average economic growth of 6 % per year requires the carrying capacity of natural resources are adequate in terms of the need for water, food, and energy. This study aims to: 1) determine the condition of the economy and natural resources of the era of West Java in 2000 until today, 2) to simulate the projected needs of the SDA in order to support economic development with population growth, 3) calculate the carrying capacity of natural resources based on population growth in order to ensure economic development. The method of analysis used: descriptive analysis, projection/forecasting, multiple linear regression, DEA (Data Envelopment Analysis), carrying capacity index. The results showed perkonomian West Java from 2000 to 2013 experienced improved performance with an annual average growth of 5,36%. Natural resource sector in the period of the agricultural sector contributed by 13,42% and mining and quarrying amounted to 2,60%. Projected demand of natural resources in 2025 the population of West Java, among others: Water needs of 2,1 billion m3/year or 10,12 percent of deposits on the surface of the water in 2012, amounted to 3.957.151 tons of rice requirement or surplus of 6.522.911 tons, electrical energy needs of 20.630 MW. Index carrying capacity of the underground water resources of 7,27 and an index of surface water resources carrying capacity of 2,44. Index carrying capacity of the agricultural region of West Java 2,96 . Index carrying capacity of electrical energy in 2013 was 0,78. The quantity of water in West Java is still very abundant, but need to conserve water and increase forest cover area. The opening of a new wetland to optimize land use in the southern region of West Java, increased productivity and changes in food consumption patterns, especially rice. Transformation and consumption patterns of the energy supply to rely on nonrenewable fossil energy to the mix of new and renewable energy in particular geothermal and hydroelectric plants that are present at very abundant in West Java .

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

DAYA DUKUNG SUMBERDAYA ALAM

DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN DINAMIKA

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDUDUK JAWA BARAT

TONNY FIRMAN KURNIAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

(9)

Judul Tesis : Daya Dukung Sumberdaya Alam dalam Pemenuhan

Kebutuhan Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk Jawa Barat

Nama : Tonny Firman Kurniawan NIM : H 351100024

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan mulai dari tahap persiapan data hingga penyusunan laporan sejak bulan Mei 2013 sampai Juni 2014 ini ialah mengenai daya dukung (carrying capacity) dan proyeksi kebutuhan serta implikasi kebijakan sumberdaya alam, dengan judul: “Daya Dukung Sumberdaya Alam dalam Pemenuhan Kebutuhan Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk Jawa Barat”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc dan Dr. Ir. Ahyar Ismail, MAgr selaku pembimbing, serta seluruh dosen dan staf di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya Departemen Ekonomi sumberdaya dan Lingkungan (ESL-IPB) yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan proses perkuliahan. Penghargaan khusus disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat Dr. (HC) Ahmad Heryawan, Lc, MSi atas segala dukungannya dalam penyelesaian studi ini. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada Bapak/Ibu pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Lingkungan Provinsi Jawa Barat beserta teman-teman di kelas Pascasarjana ESL-IPB yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, istri terkasih dan anak-anak tersayang serta seluruh keluarga, handai taulan atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(11)

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i

SUMMARY ... ii

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 4

Batasan Penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Teori Malthus ... 4

Perkembangan Teori Malthus ... 4

Kritik Teori Malthus ... 5

Ekonomi Pembangunan ... 6

Definisi dan Lingkup Ekonomi Pembangunan... 6

Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 6

Teori Harrod-Domar ... 6

Teori Big Push dan Balanced Growth ... 7

Pembangunan dan Sumberdaya Alam ... 8

Pembangunan Berkelanjutan ... 9

Dampak Perubahan Iklim Pada Sektor Pertanian ... 10

Daya Dukung Lingkungan ... 12

Penelitian Sebelumnya ... 13

3 KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

4 METODE PENELITIAN ... 16

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

Sumber dan Pengumpulan Data ... 16

Metode Analisis ... 17

Analisis Deskriptif ... 17

Analisis Regresi Linier Berganda ... 18

Analisis DEA (Data Envelopment Analysis) ... 18

Analisis Daya Dukung Lingkungan ... 19

Proyeksi dan Peramalan ... 19

Ekstrapolasi ... 20

Proyeksi Jumlah Penduduk ... 20

Proyeksi Kebutuhan Sumberdaya Air ... 21

Proyeksi Kebutuhan Pangan ... 21

Proyeksi Kebutuhan Energi ... 22

(12)

5 GAMBARAN PEMBANGUNAN JAWA BARAT ... 23

Keragaan Makro Jawa Barat ... 23

Geografis ... 23

Demografis ... 24

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 26

Peran Sumberdaya Alam dan Lingkungan dalam Pembangunan di Jawa Barat ... 27

Potensi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Jawa Barat ... 27

Sumberdaya Air ... 27

Pertanian ... 30

Sumberdaya Energi ... 31

Bencana Alam dan Dampak Perubahan Iklim ... 33

6 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) ... 34

Pertumbuhan Penduduk dan Tenaga Kerja Jawa Barat ... 36

Proyeksi Jumlah Penduduk ... 36

Proyeksi perubahan komposisi penduduk di perkotaan dan perdesaan 38 Tenaga Kerja Sektor Pertanian ... 39

Daya Dukung Sumberdaya Alam ... 40

Sumberdaya Lahan Sawah ... 40

Alih Fungsi Lahan ... 40

Perluasan Lahan Sawah Baru ... 42

Proyeksi Luas Sawah ... 43

Sumberdaya Air ... 45

Air Bawah Tanah ... 45

Air Permukaan ... 47

Proyeksi Pemenuhan Kebutuhan Air Domestik... 48

Ketersediaan Pangan ... 50

Produksi Padi ... 50

Konsumsi Beras ... 54

Proyeksi Pemenuhan Kebutuhan Pangan ... 56

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi ... 57

Indeks Daya Dukung Wilayah Pertanian ... 59

Kinerja Pembangunan Sektor Pertanian ... 60

Sumberdaya Energi ... 61

Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam ... 64

Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air... 64

Kebijakan Pemenuhan Kebutuhan Pangan ... 65

Kebijakan Mewujudkan Kemandirian Energi ... 67

7 SIMPULAN DAN SARAN ... 68

Simpulan ... 68

Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 73

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat atas dasar harga konstan 2000, Tahun 2011 dan 2012

(trilyun rupiah) ... 3

Tabel 2 Data dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian... 17

Tabel 3 Luas wilayah per kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat ... 24

Tabel 4 Kependudukan Jawa Barat Tahun 2007 - 2013 ... 25

Tabel 5 Kependudukan Jawa Barat per kabupaten/kota berdasarkan jenis kelamin tahun 2010 ... 26

Tabel 6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat tahun 2013 atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan tahun 2000 ... 27

Tabel 7 Potensi air tanah di Provinsi Jawa Barat ... 28

Tabel 8 Pemanfaatan debit air sungai untuk irigasai dan non irigasi di Jawa Barat Tahun 2012 (milyar m3) ... 29

Tabel 9 Luas sawah, luas panen, dan produktivitas padi di Jawa Barat Tahun 2001-2013 ... 30

Tabel 10 Potensi dan manifestasi panas bumi di Jawa Barat ... 32

Tabel 11 Data kumulatif luas lahan terkena banjir dan kekeringan pada tanaman padi di Jawa Barat (dalam hektar) ... 33

Tabel 12 Proporsi dan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) rata-rata Jawa Barat tahun 2000-2013 atas dasar harga dasar konstan Tahun 2000 ... 34

Tabel 13 Tingkat inflasi, laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat dan nasional Tahun 2007-2013 ... 36

Tabel 14 Perkembangan, laju pertumbuhan, dan proyeksi jumlah penduduk Jawa Barat ... 36

Tabel 15 Proyeksi perubahan komposisi jumlah penduduk Jawa Barat yang tinggal di perkotaan dan perdesaan. ... 38

Tabel 16 Tenaga kerja sektor pertanian di Jawa Barat tahun 2001-2013 ... 39

Tabel 17 Luas potensi dan rencana realisasi perluasan sawah Jawa Barat Tahun 2013-2018 (dalam hektar) ... 43

Tabel 18 Proyeksi luas sawah di Jawa Barat sampai tahun 2025 (dalam hektar) ... 44

Tabel 19 Neraca fisik sumberdaya air bawah tanah di Jawa Barat ... 46

Tabel 20 Perubahan kondisi dan indeks daya dukung sumberdaya air tanah di Jawa Barat ... 47

Tabel 21 Neraca air permukaan Jawa Barat Tahun 2012 ( milyar m3 ) ... 47

Tabel 22 Neraca air permukaan Jawa Barat Tahun 2012 (volume dan persentase) ... 48

Tabel 23 Proyeksi kebutuhan air penduduk Jawa Barat Tahun 2025 ... 49

Tabel 24 Indeks pertanaman dan produktivitas padi sawah di Jawa Barat ... 50

Tabel 25 Proyeksi ketersediaan padi Jawa Barat sampai tahun 2025 ... 52

Tabel 26 Persentase tingkat kehilangan hasil (losses) padi Jawa Barat tahun 2006-2010 ... 53

Tabel 27 Proyeksi ketersediaan beras Jawa Barat sampai tahun 2025 (dalam ton) ... 54

(14)

Tabel 29 Proyeksi kebutuhan atau konsumsi beras penduduk Jawa

Barat sampai tahun 2025 ... 56

Tabel 30 Proyeksi surplus pangan beras Jawa Barat sampai tahun 2025 asumsi realisasi cetak sawah 100% dengan sekenario pengurangan konsumsi 1,5%/tahun terealisir 100%, 50%, dan 25% ... 56

Tabel 31 Proyeksi surplus pangan beras Jawa Barat sampai tahun 2025 asumsi realisasi cetak sawah 50% dengan sekenario pengurangan konsumsi 1,5%/tahun terealisir 100%, 50%, dan 25% ... 57

Tabel 32 Proyeksi surplus pangan beras Jawa Barat sampai tahun 2025 asumsi realisasi cetak sawah 25% dengan sekenario pengurangan konsumsi 1,5%/tahun terealisir 100%, 50%, dan 25% ... 57

Tabel 33 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di Jawa Barat tahun 2001-2013 ... 58

Tabel 34 Indeks Daya Dukung Wilayah Pertanian Jawa Barat ... 59

Tabel 35 Kinerja pembangunan sektor pertanian (padi) Jawa Barat tahun 2001-2013 ... 60

Tabel 36 Jumlah dan sebaran pembangkit tenaga listrik di Jawa Barat ... 61

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ... 15

Gambar 2. Peta administrasi Provinsi Jawa Barat ... 23

Gambar 3. Tren pertumbuhan penduduk Jawa Barat Tahun 2000 - 2012 ... 25

Gambar 4. Grafik produksi dan produktivitas padi di Jawa Barat ... 31

Gambar 5. Proporsi PDRB rata-rata per sektor di Jawa Barat... 35

Gambar 6. Piramida penduduk Jawa Barat Tahun 2000, 2010 dan 2025 ... 37

Gambar 7. Peta luas tanam padi sawah di Jawa Barat menurut kabupaten ... 40

Gambar 8. Peramalan luas sawah di Jawa Barat tahun 2001-2025 ... 42

Gambar 9. Proyeksi dan sekenario luas sawah di Jawa Barat ... 44

Gambar 10. Grafik perkembangan indeks pertanaman padi sawah ... 51

Gambar 11. Grafik perkembangan produktivitas padi sawah ... 51

Gambar 12. Grafik proyeksi produksi padi Jawa Barat Tahun 2014 – 2025 ... 53

Gambar 13. Grafik proyeksi konsumsi beras per kapita masyarakat ... 55

Gambar 14. Prakiraan kebutuhan energi listrik Provinsi Jawa Barat ... 62

Gambar 15. Transformasi bauran energi di Jawa Barat ... 63

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji stasioner pada plot autocorrelation faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di Jawa Barat... 73

Lampiran 2 Regresi Linier Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi di Jawa Barat Tahun 2001-2013... 734

Lampiran 3 Hasil Proses Analisis menggunakan DEA Output orientated ... 75

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebesar 45.340.799 jiwa dan laju pertambahan penduduk 1,77 persen pada tahun 2013 (BPS 2013). Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Jumlah penduduk yang begitu besar merupakan tantangan sekaligus ancaman apabila tidak mampu dikelola dengan baik.

Menurut Thomas Robert Malthus dalam bukunya yang berjudul An Essay on the Principle of Population as It Affects the Future Improvement of Society

Tahun 1798, menyatakan pokok pemikiran bahwa pertumbuhan penduduk cenderung melampui pertumbuhan pangan, sehingga manusia akan senantiasa berhubungan dengan masalah kemiskinan dan kelaparan. Dalam jangka panjang, tidak ada kemajuan teknologi yang dapat mengalihkan keadaan itu karena kenaikan suplai makanan terbatas, sedangkan pertumbuhan penduduk tidak terbatas.

Malthus yakin bahwa manusia akan tetap hidup miskin selama terjadi ketidak-seimbangan jumlah penduduk dengan daya dukung sumberdaya alam, khususnya ketidak-seimbangan jumlah penduduk dengan persediaan bahan makanan. Jumlah penduduk yang terus bertambah dapat mempercepat eksploitasi sumberdaya alam dan mempersempit persediaan lahan hunian dan lahan yang digunakan. Jumlah penduduk yang terus bertambah dan makin padat sangat mengancam daya dukung sumberdaya alam dan daya tampung lingkungan.

Jumlah penduduk harus seimbang dengan ambang batas lingkungan, agar tidak menjadi beban lingkungan atau mengancam daya dukung sumberdaya alam dan daya tampung lingkungan. Munculnya bencana alam berupa banjir, kekeringan, gagal panen, kelaparan, wabah penyakit dan kematian merupakan wujud dari perubahan ketidaksetimbangan lingkungan. Ada beberapa bentuk pengekangan penduduk yang terdiri atas pengekangan preventif seperti penundaan nafsu seksual dan juga pengekangan positif yang mempengaruhi angka kematiaan seperti penyakit dan kemiskinan. Sedangkan pengekangan lainnya adalah yang berhubungan dengan masalah ketersediaan pangan serta pendukung kebutuhan kehidupan lainnya.

Tujuan utama pembangunan ekonomi suatu wilayah adalah menciptakan kemakmuran masyarakat di wilayah tersebut. Beberapa parameter yang biasa digunakan untuk mengukur pembangunan adalah peningkatan pendapatan, peningkatan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan masyarakat. Belajar dari kegagalan orde lama, sejak awal tahun 1970 pertumbuhan perekonomian suatu wilayah pada masa orde baru menerapkan planned economy dengan pola

Growth First then Distribution of Wealth.

(16)

2

Perbedaan kondisi perekonomian dan infrastruktur di kawasan utara, tengah, dan selatan merupakan keadaan yang memperlihatkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Jawa Barat.

Pertumbuhan ekonomi dan kondisi ekonomi makro nasional masih cenderung dimotori oleh sektor konsumsi yang belum dibarengi dengan pertumbuhan sektor-sektor produktif, belum lagi permasalahan pengelolaan sumberdaya alam yang muncul di berbagai daerah. Berbeda halnya dengan fenomena yang berkembang di negara-negara maju, kenaikan konsumsi masyarakat senantiasa direspon oleh perusahaan-perusahaan dengan berbagai aktivitas produksi, permasalahan sumberdaya alam dan lingkungan pun sudah mulai diperhatikan dan dimasukkan dalam perhitungan dalam pembangunan.

Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu wilayah biasanya diukur melalui GNP dan telah menjadi standar pengukuran selama bertahun-tahun, namun GNP tidak pernah dirancang untuk mengukur kesejahteraan yang sejati. Simon Kuznets dalam Journal of Futures Studies, November 2010 menyatakan:

The Welfare of a nation can scarcely be inferred from a measurement of national income..” (Hall, 2010).

Penelitian yang dilakukan akan memadukan pendekatan analisis teori ekonomi pembangunan dan teori ekonomi sumberdaya alam. Penelitian ini akan mengkaji sisi permintaan (demand side) konsumsi masyarakat dan sisi penawaran (supply side). Diperlukan penelitian mengenai perkembangan daya dukung sumberdaya alam guna menjamin pembangunan perekonomian berkelanjutan, dimana pembangunan yang dilakukan memiliki tujuan: pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita, penciptaan lapangan kerja, dan kelestarian sumberdaya alam.

Penelitian ini didasari pula oleh amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan semakin relevan dengan adanya perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004 menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mengatur penguatan kewenangan gubernur dan pemerintahan tingkat provinsi. Penguatan kewenangan gubernur dan pemerintahan tingkat provinsi berkaitan dengan perizinan serta pengelolaan sumberdaya alam khususnya dalam bidang kehutanan, ESDM, perikanan dan kelautan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tersebut efektif berlaku pada tahun 2015.

Perumusan Masalah

(17)

3

pertumbuhan rata-rata 4,36 persen. Tabel PDRB Jawa Barat tahun 2011 – 2012 dapat dilihap pada tabel berikut:

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat atas dasar harga konstan 2000, Tahun 2011 dan 2012 (trilyun rupiah)

Lapangan Usaha 2011 2012 Pertumbuhan

I. Primer 49,18 48,38 -1,63

1. Pertanian 42,10 41,80 -0,71 2. Pertambangan dan Penggalian 7,08 6,58 -7,06

II. Sekunder 164,92 173,01 4,91

1. Industri Pengolahan 144,01 149,68 3,94 2. Listrik, Gas dan Air Bersih 7,43 8,01 7,81 3. Bangunan 13,48 15,32 13,65

III. Tersier 128,99 143,02 10,88

1. Perdagangan Hotel, & Restoran 75,77 84,52 11,55 2. Pengangkutan & Komunikasi 17,65 19,76 11,95 3. Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahaan

11,96 13,21 10,45

4. Jasa-jasa 23,61 25,53 8,13

PDRB 343,11 364,41 6,12

PDRB TANPA MIGAS 334,46 356,31 6,53

PDRB Perkapita (juta rupiah) 7.830.693 8.187.772 4,36

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat 2011, 2012

Sebagaimana Tabel 1 kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan karena mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Barat masih ditopang oleh sektor konsumsi yang digerakkan sektor sekunder dan tersier, sedangkan sektor primer mengalami perlambatan yang menggambarkan kondisi pemanfaatan sumberdaya alam di Jawa Barat yang belum optimal dan mengalami desakan dari sektor-sektor lain kategori sekunder dan tersier.

Jumlah penduduk Jawa Barat terbesar nasional yakni 45.340.799 jiwa dan laju pertambahan penduduk 1,77 persen pada tahun 2013. Jumlah penduduk Jawa Barat diproyeksikan oleh BPS pada Tahun 2025 mencapai 52.740.800 jiwa dengan LPP rata-rata sebesar 1,4 persen atau bertambah 9.687.068 jiwa dibandingkan jumlah penduduk tahun 2010. Hal tersebut akan berkonsekuensi terhadap: tata guna lahan; pemenuhan kebutuhan air, pangan, dan energi; serta kesempatan kerja.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang diukur melalui GDP tidak pernah dirancang untuk menggambarkan konsep pembangunan berkelanjutan.

2. Diperlukan jaminan sumberdaya alam yang memadai guna menjamin pembangunan perekonomian berkelanjutan serta pertumbuhan jumlah penduduk.

(18)

4

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas dapat ditentukan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui kondisi perekonomian dan sumberdaya alam Jawa Barat dari era tahun 2000 hingga saat ini.

2. Melakukan simulasi proyeksi kebutuhan SDA guna menunjang pembangunan perekonomian dengan pertambahan jumlah penduduk. 3. Menghitung daya dukung SDA berdasarkan perkembangan jumlah

penduduk guna menjamin pembangunan perekonomian. .

Batasan Penelitian

Penelitian melakukan proses analisis berdasarkan data sekunder yang tersedia dari instansi terkait dari tahun 2000 dan memproyeksikannya sampai tahun 2025. Batasan sampai tahun 2025 disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Barat sampai tahun 2025. Penelitian ini menyajikan data dan proyeksi daya dukung sumberdaya alam di Jawa Barat dengan menyajikannya berdasarkan beberapa asusmsi dan sekenario. Penelitian ini bersifat mengumpan atau memberi masukan atau rekomendasi bagi pengambilan kebijakan pembangunan dan tidak melakukan formulasi kebijakan.

Sumberdaya alam yang dimaksud adalah air, pangan, dan energi. Sumberdaya air yang dimaksud adalah air bawah tanah dan permukaan dengan lebih mengeksplorasi sumberdaya air permukaan. Perhitungan konsumsi air lebih dilakukan pada konsumsi domestik atau rumah tangga yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup harian masyarakat di Jawa Barat. Sumberdaya pangan yang dimaksudkan dalam penelitian adalah padi atau beras yang merupakan pangan pokok sebagian besar penduduk Jawa Barat. Sedangkan sumberdaya energi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah energi listrik. Pada penelitian yang dilakukan hanya menghitung kuantitas atau volume dari sumberdaya alam, sedangkan bagaimana kualitas tidak dilakukan pembedaan atau pembahasan secara mendalam.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Teori Malthus

Perkembangan Teori Malthus

(19)

5

tidak langsung sebenarnya Teori Malthus tersebut sudah mempertanyakan daya dukung sumberdaya alam.

Malthus berpendapat bahwa populasi yang semakin meningkat akan terus membebani masyarakat dalam hal kemampuan untuk menyediakan kebutuhan dirinya sendiri. Akibatnya, manusia ditakdirkan untuk selamanya hidup dalam kemiskinan (Mankiw, 2008). Malthus yakin bahwa manusia akan tetap hidup miskin/melarat selama terjadi ketidak-seimbangan jumlah penduduk dengan daya dukung lingkungan, khususnya ketidak-seimbangan jumlah penduduk dengan persediaan bahan makanan. Jumlah penduduk yang terus bertambah mencerminkan pula makin padat jumlah penduduk tiap 1 km2, dapat mempercepat eksploitasi sumberdaya alam dan mempersempit persediaan lahan hunian dan lahan pakai. Dengan kata lain jumlah penduduk yang terus bertambah dan makin padat sangat mengganggu daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Jumlah penduduk harus seimbang dengan batas ambang lingkungan, agar tidak menjadi beban lingkungan atau mengganggu daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan menampakkan bencana alam berupa banjir, kekeringan, gagal panen, kelaparan, wabah penyakit dan kematian. Karena itu menurutnya, ada bentuk pengekangan penduduk yang terdiri atas pengekangan segera dan hakiki. Pengekangan ini dibagi menjadi dua, preventif seperti penundaan nafsu seksual dan juga pengekangan positif yang mempengaruhi angka kematiaan seperti penyakit dan kemiskinan. Sedangkan pengekangan adalah yang berhubungan dengan masalah pangan.

Doktrin Malthus mengenai kelangkaan sumber daya dan pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut (Hussen, 2004):

1 Sumber daya langka secara absolut. Artinya, manusia mendapatkan secara terbatas jumlah material sumber daya yang diberikan.

2 Jika tidak dikontrol, kecenderungan populasi manusia akan tumbuh secara eksponensial.

3 Teknologi tidak bisa dianggap sebagai solusi dari masalah kelangkaan sumber daya.

Kritik Teori Malthus

Letak kesalahan Teori Malthus ialah kegagalan menghargai bahwa pertumbuhan kecerdasan manusia akan melebihi pertumbuhan populasi. Ide-ide baru tentang bagaimana kemampuan menghasilkan barang, bahkan kemampuan menciptakan jenis-jenis barang baru yang dapat menyebabkan tercapainya kemakmuran di luar yang telah dibayangkan. Pestisida, pupuk, peralatan mekanisasi pertanian, dan varietas tanaman baru telah memungkinkan setiap petani untuk menghasilkan makanan dalam jumlah yang lebih banyak. Efek pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan teknologi telah mampu meingkatkan kesejahteraan manusia (Mankiw, 2008).

(20)

6

Ekonomi Pembangunan

Definisi dan Lingkup Ekonomi Pembangunan

Definisi ekonomi yang paling bayak diterima adalah suatu proses dimana pendapatan per kapita suatu negara meningkat dalam kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Meirer, 1995). Proses yang dimaksudkan adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertentu saling berkaitan dan mempengaruhi, sedangkan kurun waktu yang panjang dimaksudkan bahwa kenaikan pendapatan per kapita perlu berlangsung terus menerus dan berkelanjutan.

Lingkup ekonomi pembangunan selain memperhatikan alokasi sumberdaya secara efisien dan pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu, juga bekerja dengan mekanisme ekonomi, sosial, politik, dan kelembagaan publik maupun privat yang secara keseluruhan diperlukan untuk melakukan proses percepatan, bersekala besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Ekonomi pembangunan mempertimbangkan persyaratan ekonomi, kultur, dan politik dalam mengusahakan transformasi struktural dan kelembagaan secara cepat yang memungkinkan dicapainya kemajuan ekonomi secara efisien dan dinikmati secara meluas, sehingga peran pemerintah dipandang memiliki peran yang esensial dalam koordinasi pengambilan keputusan untuk berlangsungnya transformasi ekonomi (Kasliwal, 1995).

Pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi melihat secara kuantitatif seperti variabel-variabel ekonomi, variabel GNP/GDP per kapita. Pembangunan ekonomi melihat secara kuantitatif dan kualitatif serta aspek non kuantitatif seperti kelembagaan, organisasi, kultural, dan lain-lain di mana ekonomi beroperasi. Ekonomi pembangunan merupakan aspek kualitatif dari pembangunan ekonomi, oleh karena itu tidak hanya berbicara tentang pertumbuhan ekonomi tetapi pengaruh aspek-aspek lain yakni: institusional, sosial, budaya terhadap pertumbuhan ekonomi dan juga bagaimana dampak dari pertumbuhan ekonomi terhadap faktor-faktor laju pertumbuhan tersebut (Kasliwal, 1995).

Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori Harrod-Domar

Dalam khasanah ilmu ekonomi pembangunan, yang menjadi sangat populer dan berkembang setelah Perang Dunia kedua, Roy F. Harrod dan Evsey Domar adalah dua ekonom yang membangun teori masing-masing tanpa kerjasama jelas tidak bisa dilupakan dalam sejarah teori tersebut. Gagasan dalam teori Harrod-Domar berfokus pada satu pernyataan penting bahwa kunci pertumbuhan ekonomi ada pada investasi. Dengan demikian, ekspektasi terhadap kenaikan pendapatan masyarakat dan kapasitas produktif selalu berkait dengan pertanyaan mengenai seberapa besar laju kenaikan investasi (Wijayanti, 2002).

(21)

7

peningkatan pendapatan, kapasitas produksi dan employment. Model Harrod-Domar, begitu juga teori-teori yang merupakan hasil elaborasi model itu, dibangun berdasar pengalaman negara maju.

Harrod sendiri, menyadari benar hal itu sehingga merasa perlu untuk membuat modifikasi agar modelnya bisa operasional di negara terbelakang. Ia melihat problem tabungan yang rendah di negara terbelakang bisa diselesaikan dengan ekspansi kredit bank dan penanaman modal otomatis dari keuntungan inflasioner di pasar modal. Rekomendasi Harrod ini menyimpang dari asumsi awal model Harrod-Domar yang tidak memasukkan variabel eksogen dan campur tangan pemerintah. Sebab, di negara terbelakang, kebutuhan investasi biasanya memang lebih tinggi daripada kemampuan masyarakat membentuk tabungan. Karenanya, campur tangan pemerintah menjadi mutlak diperlukan bila alternatif yang dipilih adalah ekspansi kredit perbankan dengan tingkat suku bunga bersubsidi. Sampai di sini, logika dorongan besar (big push) Paul Rosenstein-Rodan tampaknya menjadi komplementer dengan jalan yang dibuka Harrod (Wijayanti, 2002).

Teori Big Push dan Balanced Growth

Garis besar teori dorongan besar ini adalah kendala pembangunan di negara terbelakang bisa diatasi dengan sebuah program besar yang mampu menjamin kebutuhan minimum penanaman modal. Namun, seperti ditekankan oleh Nurkse (1964), negara-negara dunia ketiga selalu menghadapi kendala pembentukan modal yang berpangkal pada rendahnya kemampuan membentuk tabungan dan keterbatasan pasar yang menyebabkan insentif investasi demikian rendah. Hukum dasar yang digunakan Nurkse adalah apa yang dikenal sebagai Hukum Say; supply creates its own demand. Ia merekomendasikan satu model pembangunan berimbang yang digerakkan oleh penanaman modal pada semua sektor sehingga terjadi perluasan pasar secara serentak dan menyeluruh. Logikanya, satu sektor yang memproduksi output tertentu dan bersifat komplementer dengan output sektor lain akan bekerja saling mendorong dan menciptakan daya beli (Wijayanti, 2002).

Teori pertumbuhan berimbang (balanced growth) yang dipromosikan oleh Rosenstein-Rodan, Nurkse maupun Arthur Lewis menggariskan agar sektor modern tidak boleh terlalu jauh meninggalkan sektor tradisional. Jika semua kondisi yang diidealkan Nurkse terjadi, maka apa yang ia sebut sebagai vicious circle of poverty tidak akan menjadi masalah lagi dalam proses capital formation. Terhadap gagasan itu, Hirchman (1970) menilai banyak hal yang tidak masuk akal dan menganggapnya gagal sebagai sebuah teori pembangunan. Satu yang terpenting dari kritik tersebut adalah; model perekonomian dualistik yang menjadi pijakan teori dorongan besar dipaksakan untuk sebuah proses pencangkokan sektor modern yang samasekali baru dan lengkap (self-contained) di atas sektor tradisional yang lengkap namun macet.

(22)

8

sebagai induced investment akan berjalan memanfaatkan eksternalitas ekonomi maupun social overhead capital dari proyek sebelumnya.

Pembangunan dan Sumberdaya Alam

Keterkaitan antara perkembangan ekonomi dan kelimpahan SDA sejak lama telah menjadi objek kajian penelitian ekonomi. Secara intuitif, kelimpahan SDA yang dimiliki oleh suatu kawasan mampu menjadi faktor pendorong perekonomian sehingga kawasan yang memiliki kelimpahan SDA seharusnya memiliki kinerja ekonomi yang lebih baik ketimbang kawasan tanpa kelimpahan SDA.

Studi Sachs dan Warner tahun 1997 menunjukkan hubungan negatif antara kelimpahan SDA dengan pertumbuhan ekonomi (Sachs et al, 1997). Studi ini seakan menguatkan tesis yang sebelumnya dikemukakan oleh Richard Auty yang dikenal dengan Resource Curse hypothesis (Auty, 1993). Jika tesis Auty hanya didasarkan pada studi terhadap perekonomian yang berbasiskan SDA mineral, maka studi Sachs dan Werner juga mengikutsertakan perekonomian berbasis pertanian sehingga tampaknya tesis kutukan sumberdaya tidak hanya berlaku pada SDA mineral saja.

Pada studi yang sama Sachs dan Warner bukan hanya menunjukkan hubungan negatif antara kelimpahan SDA dengan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mengajukan argumen untuk menjelaskan fenomena tersebut. Salah satu argumen yang diajukan oleh Sachs dan Warner adalah apa yang disebut sebagai

washout effect. Sachs dan Warner menjelaskan, melalui pendekatan model

dutch disease, bahwa kelimpahan SDA telah menarik kapital dan tenaga kerja kepada sektor tradables berbasis sumber daya ataupun sektor non-tradables. Sebagai akibatnya, negara-negara dengan kelimpahan sumberdaya tidak menikmati pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh increasing return to scale yang terjadi di sektor manufaktur.

Studi tersebut juga menjelaskan bahwa rente ekonomi yang diberikan oleh sektor berbasis sumberdaya membuat tenaga kerja di negara-negara dengan kelimpahan sumberdaya mengabaikan pendidikan. Sementara di negara-negara tanpa kelimpahan sumberdaya, tenaga kerjanya mengejar pendidikan untuk mendapatkan upah lebih baik di sektor manufaktur. Dalam jangka panjang dan dengan bergantinya generasi, pendidikan akan menghasilkan reaksi berantai yang memicu pertumbuhan yang lebih tinggi, hal yang tidak terjadi pada negara-negara dengan kelimpahan sumberdaya.

Penjelasan lain mengenai hubungan negatif antara kelimpahan sumberdaya dengan kinerja pertumbuhan ekonomi dikemukakan oleh Barbier melalui Frontier Expansion Hypothesis. Teori ini menyatakan bahwa akibat kegagalan kebijakan pemanfaatan SDA, akan memicu migrasi kaum miskin ke lahan-lahan frontier (lahan yang belum terjamah) dan memicu konversi lahan. Akibat lanjutannya adalah ketidakcukupan reinvestasi pada sektor produktif sehingga mengakibatkan pembangunan yang tidak berkelanjutan (Fauzi, 2007). Barbier mengajukan empat stylized facts untuk mendukung hipotesisnya (Barbier, 2006), yakni :

1. Mayoritas negara-negara kategori low and middle income memiliki ekonomi yang bergantung pada SDA

2. Resource-dependency pada negara-negara berpendapatan rendah dan menengah tersebut terkait dengan kinerja ekonomi yang buruk

(23)

9

4. Penduduk di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah dalam jumlah yang signifikan tinggal di daerah-daerah rawan (fragile)

Pembangunan Berkelanjutan

Pada tahun 1966, Kenneth Boulding menulis sebuah tulisan yang diberi judul The Economics of the Coming Spaceship Earth. Dalam tulisan tersebut Boulding mengkritik apa yang disebutnya sebagai perilaku cowboy economy

sebagai simbol dari perilaku eksploitatif dan tidak bertanggung jawab (reckless) terhadap sumberdaya yang ada di bumi. Boulding mengungkapkan bahwa bumi harus dipandang sebagai sistem tertutup yang tidak memiliki reservoir yang tidak terbatas baik untuk ekstraksi maupun polusi. Dalam tulisan itu pula Boulding mengusulkan agar dilakukan pembedaan terhadap GNP yang dihasilkan dari sumberdaya tidak pulih (exhaustible) dan sumberdaya yang bisa diperbarui (Boulding dalam Jarrett, 1966).

Pada tahun 1972, sebuah organisasi bernama Club of Rome menerbitkan sebuah buku yang diberi judul The Limits to Growth. Dalam buku ini kelompok tersebut memprediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tidak bisa terus berlanjut tanpa batas. Hal ini disebabkan bumi memiliki keterbatasan sumberdaya. Meskipun buku ini mendapat banyak kritik dari kalangan ekonom, tetapi buku ini telah membuka ruang diskusi yang luas tentang keberlanjutan pembangunan ekonomi (Meadow et al, 1972)

Sampai dengan tahun 70-an, perspektif pembangunan yang berkembang adalah bahwa proses pemberantasan kemiskinan membutuhkan program yang terencana dan independen terhadap pertimbangan masalah-masalah lingkungan, atau dengan kata lain pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan adalah dua hal yang berbeda dan terpisah. Pada tahun 70-an mulai bermunculan publikasi, jurnal, prosiding, dan sebagainya yang mengkaitkan antara kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan keadaan lingkungan. Pada dekade tersebutlah isu keberlanjutan mulai muncul sebagai isu di tingkat internasional (Perman et al, 2003).

Isu keberlanjutan secara resmi menjadi agenda politik global ketika PBB pada tahun 1983 membentuk sebuah komisi yang diberi nama World Comission on Environment and Development (WCED) yang dikepalai oleh Gro Harlem Brundtland. Mandat dari komisi ini adalah (Perman et al, 2003) :

 Menguji isu-isu kritis tentang lingkungan dan pembangunan, dan memformulasikan usulan yang realistis untuk menangani isu-isu tersebut

 Mengusulkan bentuk baru kerjasama internasional atas isu-isu tersebut yang akan mempengaruhi kebijakan dan kejadian pada arah perubahan yang dibutuhkan

 Meningkatkan pemahaman dan komitmen aksi dari individu, lembaga swadaya, kelompok usaha, institusi, dan pemerintahan

WCED berfokus pada hal-hal: pertumbuhan penduduk, ketahanan pangan, pengurangan keanekaragaman hayati, energi, deplesi sumberdaya, polusi, dan urbanisasi. Pada tahun 1987, komisi ini mengeluarkan sebuah laporan yang diberi judul Our Common Future, seringkali pula disebut sebagai Brundtland report. Laporan ini memberi definisi formal dari pembangunan berkelanjutan sebagai:

(24)

10

Dampak Perubahan Iklim Pada Sektor Pertanian

Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman yang sangat serius terhadap sektor pertanian dan potensial mendatangkan masalah baru bagi keberlanjutan produksi pangan dan sistem produksi pertanian pada umumnya. Perubahan iklim adalah kondisi beberapa unsur iklim yang magnitude dan/atau intensitasnya cenderung berubah atau menyimpang dari dinamika dan kondisi rata-rata, menuju ke arah (trend) tertentu (meningkat atau menurun). Penyebab utama perubahan iklim adalah kegiatan manusia (antropogenik) yang berkaitan dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) seperti CO2, methana (CH4), CO2, NO2, dan CFCs (chlorofluorocarbons) yang mendorong terjadinya pemanasan global dan telah berlangsung sejak hampir 100 tahun terakhir.

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, pengaruh perubahan iklim terhadap sektor pertanian bersifat multidimensional, mulai dari sumberdaya, infrastruktur pertanian, dan sistem produksi pertanian, hingga aspek ketahanan dan kemandirian pangan, serta kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya. Pengaruh tersebut dibedakan atas dua indikator, yaitu kerentanan dan dampak. Secara harfiah,

kerentanan (vulnerable) terhadap perubahan iklim adalah “kondisi yang

mengurangi kemampuan (manusia, tanaman, dan ternak) beradaptasi dan/atau menjalankan fungsi fisiologis/biologis, perkembangan/fenologi, pertumbuhan dan produksi serta reproduksi secara optimal (wajar) akibat cekaman perubahan

iklim”. Dampak perubahan iklim adalah “gangguan atau kondisi kerugian dan

keuntungan, baik secara fisik maupun sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh

cekaman perubahan iklim”.

Perubahan pola hujan sudah terjadi sejak beberapa dekade terakhir di beberapa wilayah di Indonesia, seperti pergeseran awal musim hujan dan perubahan pola curah hujan. Selain itu terjadi kecenderungan perubahan intensitas curah hujan bulanan dengan keragaman dan deviasi yang semakin tinggi serta peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrim, terutama curah hujan, angin, dan banjir rob.

Secara umum, perubahan iklim akan berdampak terhadap penciutan dan degradasi (penurunan fungsi) sumberdaya lahan, air dan infrastruktur terutama irigasi, yang menyebabkan terjadinya ancaman kekeringan atau banjir. Di sisi lain, kebutuhan lahan untuk berbagai penggunaan seperti pemukiman, industri, pariwisata, transportasi, dan pertanian terus meningkat, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kemajuan zaman. Secara absolut, lahan yang tersedia relatif tetap, bahkan cenderung menciut dan terdegradasi, baik akibat tidak tepatnya pengelolaan maupun dampak perubahan iklim. Kondisi tersebut menyebabkan laju konversi lahan akan semakin sulit dibendung dan sistem pengelolaan lahan akan semakin intensif, bahkan cenderung melebihi daya dukungnya.

Beberapa jenis tanaman, terutama tanaman subsektor tanaman pangan, paling rentan terhadap perubahan pola curah hujan, karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman (kelebihan dan kekurangan) air. Secara teknis, kerentanan tanaman pangan sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, tanaman, dan varietas.

(25)

11

Menurut laporan NASA, tahun 2005 merupakan tahun terpanas dalam seabad terakhir. Suhu udara di Indonesia dalam periode 2005-2035 rata-rata akan meningkat 1-1,5°C. Penelitian Runtunuwu dan Kondoh (2008) menunjukkan telah terjadi peningkatan suhu udara global selama 100 tahun terakhir, rata-rata 0.57°C. Menurut Boer (2007), peningkatan suhu udara di Jakarta dalam periode 1880- 2000 rata-rata 1,4°C pada bulan Juli dan 1,04°C pada bulan Januari.

Kenaikan suhu udara akibat perubahan iklim menyebabkan peningkatan laju penguapan, baik dari permukaan air (laut, danau, dan sungai) maupun permukaan tanah dan tanaman, yang secara meteorologi akan meningkatkan potensi presipitasi global. Namun berbagai model iklim menunjukkan bahwa pengaruhnya tidak merata di daerah yang berada di kawasan lintang tinggi dan sebagian lintang rendah, presipitasi dapat meningkat sampai 10% pada musim dingin, sedangkan beberapa wilayah di lintang tengah dan rendah mengalami penurunan curah hujan.

Sumberdaya air di daerah tandus dan setengah tandus sangat peka terhadap perubahan suhu dan curah hujan. Di wilayah lintang rendah, walaupun peningkatan kenaikan suhu diperkirakan relatif kecil, namun berdampak terhadap ketersediaan air tanah melalui dinamika kapasitas limpasan.

Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan transpirasi yang selanjutnya menurunkan produktivitas tanaman pangan (Las, 2007), meningkatkan konsumsi air, mempercepat pematangan buah/biji, menurunkan mutu hasil dan berkembangnya berbagai hama penyakit (OPT).

Direktor Jenderal IRRI menyatakan bahwa setiap kenaikan suhu 1°C akan menurunkan produksi padi sebesar 8-10%. Hasil penelitian Tschirley (2007) menunjukkan telah terjadi penurunan hasil pertanian lebih dari 20% apabila suhu naik lebih dari 4°C. Menggunakan model simulasi tanaman, John Sheehy (IRRI, 2007) menyatakan bahwa kenaikan hasil padi akibat kenaikan konsentrasi CO2 75 ppm adalah 0,5 ton/ha dan penurunan hasil akibat kenaikan suhu 1°C adalah 0,6 ton/ha. Menurut Peng et al. (2004), setiap kenaikan suhu minimum 1°C akan menurunkan hasil padi sebesar 10%.

Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, dan wilayah lainnya, terutama di dataran rendah, akan mengalami penurunan produksi pangan. Walaupun masih perlu dikaji secara lebih mendalam, Handoko et al. (2008) mengindikasikan bahwa tanpa intervensi berupa upaya adaptasi, penurunan produksi jagung mencapai 10,5-19,9% hingga tahun 2050 akibat kenaikan suhu udara.

Penelitian terbaru KP3I (Boer, 2008) menunjukkan, peningkatan suhu akibat naiknya konsentrasi CO2 akan menurunkan hasil tanaman. Apabila laju konversi lahan sawah 0,77% per tahun dan tidak ada peningkatan indeks penanaman, maka produksi padi di tingkat kabupaten pada tahun 2025 akan mengalami penurunan sebesar 42.500-162.500 ton, kecuali jika diimbangi dengan peningkatan indeks pertanaman.

(26)

12

Kejadian rob di sekitar Stasiun Kereta Api Tawang, Semarang tanggal 28 November 2010 merupakan peristiwa yang terjadi sejak 100 tahun yang lalu. Kejadian ini terus berulang sehingga masyarakat menyebut peristiwa masuknya air laut ke dataran dengan istilah rob. Selain disebabkan oleh naiknya air laut ke daratan akibat gelombang tinggi, rob juga disebabkan oleh struktur batuan kota Semarang yang masih muda dan terus mengalami penurunan. Akibat kejadian rob ini, lantai rumah di sekitar Stasiun Tawang sudah dinaikkan berulang kali sehingga bila penghuninya berdiri hampir menyentuh plafon rumah. Laju kenaikan muka air laut akibat rob mencapai 9,3 mm/tahun.

Potensi penciutan lahan sawah akibat kenaikan muka air laut berkisar antara 113.000-146.000 ha, lahan kering areal tanaman pangan 16.600-32.000 ha, dan lahan kering areal perkebunan 7.000-9.000 ha. Menjelang tahun 2050, tanpa upaya adaptasi perubahan iklim secara nasional, produksi padi diperkirakan akan menurun 20,3-27,1% produksi jagung 13,6%; produksi kedelai 12,4%; dan produksi tebu 7,6% dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Potensi dan peluang penurunan produksi padi tersebut terkait dengan berkurangnya lahan sawah di Jawa seluas 113.003-146.473 ha, di Sumatera Utara 1.314-1.345 ha, dan di Sulawesi 13.672-17.069 ha (Handoko et al., 2008).

Tingkat kerugian akibat kenaikan muka air laut terhadap penyusutan lahan sawah dalam bentuk produksi padi pada tahun 2050 diperkirakan mencapai 4,3 juta ton GKG atau 2,7 juta ton beras. Potensi dampak tersebut didasarkan pada tingkat produktivitas dan indeks pertanaman pada saat itu sudah meningkat dibandingkan dengan kondisi saat ini. Misalnya, produktivitas padi sawah di Jawa dan Bali saat itu 7 t/ha dengan IP 240%, sedangkan di luar Jawa dan Bali 5-6 t/ha dengan IP 150-200%.

Di Pantura Jawa Barat, dampak kenaikan muka air laut terhadap penurunan produksi padi akibat salinitas terjadi di Indramayu. Hasil penelitian Boer et al. (2011) menunjukkan tingkat salinitas di Indramayu, Jawa Barat, berstatus sedang sampai sangat tinggi masing-masing pada kedalaman 0-30 cm dan 30-70 cm. Menurut Grattan et al. (2002), tingkat salinitas di bawah 2,0 dS/m tidak berpengaruh terhadap hasil padi. Apabila salinitas meningkat di atas 2 dS/m maka hasil akan menurun sekitar 10% untuk setiap kenaikan 1 dS/m.

Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung atau carrying capacity alam adalah kemampuan lingkungan alam beserta segenap unsur dan sumbernya untuk menunjang perikehidupan manusia serta makhluk lain secara berkelanjutan. Terdapat banyak definisi, konsep dan metode pengukuran daya dukung lingkungan, namun kesamaannya adalah bahwa daya dukung selalu memperhatikan perbandingan dan keseimbangan antara ketersediaan (supply) dan permintaan (demand) dan kesemuanya disesuaikan dengan tujuan yang diinginkan. Sesuai pendekatan normatif, UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, daya dukung lingkungan hidup diartikan sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.

(27)

13

lingkungan apabila terdapat dampak yang mengganggu keseimbangan ekosistem. Penataan ruang yang mengabaikan daya dukung lingkungan dipastikan akan menimbulkan permasalahan dan degradasi kualitas lingkungan hidup seperti banjir, longsor dan kekeringan, pencemaran, dan lain sebagainya.

Esensi dasar dari daya dukung adalah perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan atau supply and demand. Hal ini menjadi penting karena supply umumnya terbatas, sedangkan demand tidak terbatas. Perhitungan menjadi sulit, karena terlalu banyak faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan ketersediaan. Banyak sekali elemen yang mempengaruhi komponen daya dukung lingkungan. Kesulitan tersebut mengakibatkan daya dukung umumnya berlaku pada sistem tertutup, tanpa memperhitungkan interaksi antar wilayah, sehingga lebih banyak berkembang daya dukung sektoral (pertanian, pariwisata, sosial, dan lain-lain) yang dikembangkan berdasarkan tujuan dan fungsi tertentu. Konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sangat luas dan kompleks memerlukan definisi teknik operasional sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh pengguna untuk menilai keberlanjutan pembangunan. Operasionalisasi konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan sangat tergantung pada tujuan penilaian, unit analisis, cakupan area dan skala serta sumber data.

Penelitian Sebelumnya

Romdhon (2002) dalam Kajian Kelayakan Usaha dan Sistem Kontrak Tradisional Pengusahaan Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas menyatakan bahwa setiap pembangunan ekonomi di suatu wilayah memiliki sektor unggulan yang memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah yang dapat dilihat dari ketersediaan potensi sumberdaya. Indikator besarnya potensi sumberdaya ditunjukkan oleh fakta bahwa komoditas kelapa deres merupakan sektor basis di Kabupaten Banyumas khususnya di Kecamatan Cilongok, dan Kecamatan Wangon. Serta penyebarannya relatif merata di setiap kecamatan. Sedangkan nilai pertumbuhan produksi gula kelapa terutama secara umum mengalami pertumbuhan yang cepat. Aktivitas ini memiliki multiplier spasial yang baik bagi pembangunan wilayah tersebut, terlihat dari bermunculan industri yang berbahan baku gula kelapa seperti industri kecap, dan industri makanan. Meskipun terjadinya trend penurunan produksi dan luas areal kelapa deres rakyat tetapi sejauh ini sumber bahan baku pembuatan gula kelapa masih terjamin kontinuitasnya, sehingga dapat menjamin keberlanjutan baik industri gula kelapa maupun industri lainnya.

Pawana (2002) dalam Kajian Kelembagaan Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam dalam Pembangunan Wilayah Perdesaan (Studi Kasus Kelompok Tani Penghijauan di Kabupaten Cilacap). Upaya yang harus dilakukan agar tujuan kegiatan penghijauan lebih berhasil adalah dengan pemberian insentif tidak hanya kepada lembaga Kelompok Tani Penghijauan, penerapan sanksi dan pahala serta norma-norma dalam kelompok sehingga tidak terjadi

(28)

14

Riyono (1997) dalam Analisis Kepekaan Sektor-Sektor Perekonomian dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bangkalan-Jawa Timur, untuk mencpai pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dengan melalui pembangunan industrialisasi. Kasus di beberapa negara berkembang yang umumnya masih miskin, pembangunan industrialisasi sulit dilakukan karena keahlian tidak ada di bidang yang mendukung, maka salah satu untuk mengejar ketertinggalan adalah dengan mengimpor berbagai barang modal untuk pembangunan industri. Kasus untuk impor barang dapat dibagi atas dua fungsi yaitu barang modal dan barang konsumsi. Impor barang untuk konsumsi sangat besar pengaruh negatifnya sebagai pengganda negatif pada pendapatan nasional dibandingkan barang modal. Barang modal seperti mesin-mesin yang ditujukan untuk kepentingan industri pengolahan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kecenderungan impor barang jadi keluaran industri.

Rachmina (1994) dalam Analisis Permintaan Kredit pada Industri Kecil (Kasus di Jawa Barat dan Jawa Timur), pola penggunaan kredit usaha kecil terutama kredit menengah dan koperasi sebagian digunakan untuk membiayai pengadaan bahan baku dan penolong. Hal ini karena bahan bahan baku dan penolong merupakan komponen biaya terbesar dalam suatu usaha. Penggunaan kredit pada industri sedang relatif lebih intensif bila dibandingkan dengan industri kecil di Jawa Barat. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan kredit yaitu suku bunga, omset, dan kelompok bank. Kenaikan suku bunga akan mengakibatkan turunnya permintaan terhadap kredit pinjaman dengan elastisitas 2,26. Kenaikan omset akan mengakibatkan kenaikan permintaan kredit pinjaman dengan elastisitas 0,43. Permintaan kredit pada bank pemerintah lebih besar bila dibandingkan dengan permintaan kredit pada bank swasta. Penyaluran kredit usaha kecil pada industri telah mampu mendorong pembantukan modal, khususnya pada industri sedang yang menerima kredit. Pembentukan modal pada industri kecil dan industri sedang non kredit tidak berkelanjutan bahkan terjadi pengalihan dari aset perusahaan dan aset keluarga ke modal sendiri.

Sudarma (1991) dalam Analisis Permintaan Kredit Usahatani Padi Sawah di Provinsi Bali menyatakan bahwa besarnya pendapatan petani ditentukan oleh besarnya penerimaan dan biaya yang diinvestasikan untuk kegiatan usahatani. Dari model analisis diturunkan fungsi permintaan kredit dari fungsi keuntungan. Besarnya elastisitas permintaan kredit oleh petani ditentukan oleh harga produksi dan besarnya nilai masukan tetap, hal ini apabila petani tidak memaksimumkan keuntungan. Jika petani memaksimumkan keuntungan maka besarnya elastisitas permintaan kredit oleh petani ditentukan oleh faktor harga produksi dan besarnya keuntungan yang diraih pada musim tanam sebelumnya.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Pembangunan perekonomian di Jawa Barat digambarkan secara utuh dari beberapa sisi baik sisi penawaran (supply) maupun sisi kebutuhan (demand) masyarakat atas sumberdaya alam. Dinamika interaksi pembangunan ekonomi yang ada di Jawa Barat kemudian dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif diperlukan untuk mendapatkan gambaran informasi pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pemanfaatan sumberdaya alam di Jawa Barat.

(29)

15

pangan, dan energi juga perlu diketahui besaran serta pertumbuhannya dari tahun ke tahun.

Pertumbuhan penduduk serta konsumsi air, pangan, dan energi dibuat proyeksi dan peramalan pertumbuhannya sampai Tahun 2025, sehingga bisa terlihat besaran dan kecenderungan tren pertumbuhan masing-masing. Proyeksi daya dukung sumberdaya alam, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk kemudian disimulasi berdasarkan asumsi, keterangan pemangku kebijakan, serta beberapa teori yang mendukungnya, sehingga diketahui proyeksi daya dukung sumberdaya alam yang ada di Jawa Barat pada Tahun 2025. Berbagai variabel dalam produksi kemudian dilakukan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Diagram alir kerangka pemikiran sebagaimana tergambar pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian

Hasil perhitungan proyeksi kebutuhan dan daya dukung sumberdaya alam diharapkan memunculkan beberapa sekenario pilihan dengan beberapa kondisi. Dari beberapa sekenario tersebut dapat menjadi pilihan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal. Tingkat pemanfaatan optimal yang

Perekonomian Jawa Barat

Pembangunan Ekonomi Jawa Barat (Existing)

Analisis Deskriptif

Pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduk;

Supply air, pangan, dan energi;

Demand air, pangan, dan energi

Proyeksi dan Peramalan, Regresi Linier Berganda Proyeksi Kebutuhan thd SDA,

Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Penduduk

DEA, Simulasi, Optimasi, Analisis Daya Dukung

Daya Dukung Sumberdaya Alam

Kebijakan Pembangunan Jawa Barat

Keterangan:

(30)

16

harapannya dapat memenuhi kriteria dan kaidah formulasi kebijakan pembangunan yang berwawasan pemanfaatan sumberdaya alam berkelanjutan. Pilihan-pilihan sekenario tersebut harapannya dapat mengantarkan suatu kebijakan pembangunan perekonomian Jawa Barat berbasis sumberdaya alam yang berkelanjutan.

4 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Barat, tahap pengumpulan data hingga penyusunan laporan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Juni 2014. Penelitian dilakukan pada level pemerintah provinsi semakin relevan dengan perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004 menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mengatur penguatan kewenangan gubernur dan pemerintahan tingkat provinsi. Penelitian ini dilaksanakan di Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk paling banyak nasional, memiliki PDRB yang tinggi, dan ketersediaan sumberdaya alam yang berlimpah.

Sumber dan Pengumpulan Data

Data utama yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berasal dari instansi terkait, antara lain:

1. Badan Pusat Statistik (BPS),

2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), 3. Dinas Pertanian,

4. Dinas Kehutanan,

5. Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), 6. Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air (PSDA), 7. Badan Ketahanan Pangan (BKP),

8. dan beberapa instansi terkait/relevan lainnya di Jawa Barat dan nasional.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian antara lain:

A. Indikator kinerja perekonomian Jawa Barat 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

B. Sisi penawaran sumberdaya alam (supply side): 1. Sumberdaya lahan

2. Produksi air, pangan, dan energi 3. Tenaga kerja sektor pertanian 4. Dampak perubahan iklim

C. Sisi permintaan sumberdaya alam (demand side): 1. Jumlah penduduk

(31)

17

Matrik kebutuhan data dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Data dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian

No Tujuan Penelitian Data Jenis Data Alat Analisis

1 Mengetahui kondisi

Sekunder Analisis DEA (Data Envelopment Analysis)

Metode Analisis

Analisis Deskriptif

Statistika deskriptif merupakan metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif adalah suatu metode yang mempelajari cara penyajian suatu gambaran atau informasi inti dari sekumpulan data yang ada, misalnya: (1) analisis potret data (frekuensi dan persentase), (2) analisis kecenderungan sentral data (nilai tengah/rata-rata, median dan modus), dan (3) analisis sebaran data (kisaran dan simpangan baku atau varian) (Walpole, 1997). Untuk melakukan analisis deskriptif dari suatu data dapat dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan:

a. Menyusun data yang tersedia dalam bentuk tabulasi data dengan beberapa cara sesuai keperluan,

b. Dari hasil penyusunan data dalam bentuk tabulasi data kemudian dihitung nilai-nilai yang menggambarkan segi-segi yang sangat penting dari data tersebut seperti pemusatan data atau penjabaran data.

(32)

18

Statistika deskriptif memberikan informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan sama sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun mengenai gugus data induknya yang lebih besar.

Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis data yang digunakan dalam mengkaji faktor-faktor pengaruh produksi adalah analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda merupakan alat untuk memperoleh suatu prediksi di masa lalu maupun yang akan datang dengan dasar keadaan saat ini. Prediksi dengan hal ini bukanlah merupakan hal yang pasti, namun mendekati kebenaran. Tahapan penentuan nilai a dan b dapat dicari dengan teknik eliminasi dimana dilakukan dengan cara menghilangkan satu demi satu bagian sehingga diperoleh nilai pernilai. Adapun formula dari analisis regresi linier berganda untuk faktor-faktor internal adalah sebagai berikut:

Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 +e ...(1)

dimana :

Y = produksi padi (ton) a = intersep

x1 = luas sawah (hektar) x2 = indeks pertanaman (IP) x3 = tenaga kerja (orang) b1, b2, b3 = koefisien regresi e = error

Regresi linier sederhana dengan variabel ganda adalah analisis statistik yang mencakup hubungan banyak variabel. Apabila dijumpai satu variabel terikat yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat itu bermacam, sehingga bentuk hubungannya pun tentunya berbeda-beda. Sifat dan hubungan berjenjang sering kali terjadi dalam kajian ilmu sosial. Variabel lain menjembatani pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut dengan variabel antara. Variabel bebas itu sendiri mempunyai pola hubungan yang tidak tetap. Artinya bisa benar-benar bebas, berkorelasi tetapi tidak signifikan atau mempunyai hubungan yang tidak erat.

Analisis DEA (Data Envelopment Analysis)

DEA adalah sebuah metode optimasi program matematika yang dipergunakan untuk mengukur efisiensi teknis suatu unit kegiatan ekonomi dan membandingkan secara relatif terhadap unit kegiatan ekonomi lain (Charnes, et.al 1978). DEA memiliki asumsi bahwa setiap unit kegiatan ekonomi akan memilih bobot yang memaksimalkan rasio efisiensinya. Setiap unit kegiatan ekonomi menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk menghasilkan kombinasi output yang mencerminkan keragaman tersebut, dan bobot tersebut bukan merupakan nilai ekonomis dari input atau output melainkan penentu untuk memaksimalkan efisiensi dari suatu unit kegiatan ekonomi. DEA memungkinkan input-output untuk dianalisa secara bersamaan tanpa asumsi distribusi data. Dalam beberapa kasus, efisiensi diukur dari segi perubahan proporsional dalam input atau output. Model DEA dapat dibagi menjadi model input oriented, yaitu dengan meminimalkan input untuk mempertahankan level output, dan model

(33)

19

Data yang telah dikelompokan untuk setiap tahap diolah menggunakan perangkat lunak DEAP ver. 2.1 (Data Envelopment Analysis Program version 2.1) yang dikembangkan oleh Tim Coelli dari Centre for Efficiency and Productivity Analysis, Departement of Econometric, University of New England Australia (http://www.une.edu.au/ econometrics/cepa.htm). Perangkat lunak tersebut menggunakan format text untuk input dan outputnya. Untuk mengintegrasikan data-data yang sebelumnya sudah dientri pada Microsoft Excel selanjutnya dikonversikan menjadi format teks. Pada file yang berisi dengan perintah dan kondisi CRS (Constant Return to Scale) dan VRS (Variabel Return to Scale) baik meminimalkan input dan juga memaksimalkan output dilakukan secara bergiliran, sehingga didapat file output (Coelli, 1996).

Alasan penggunaan DEA, yaitu: (1) pemberian bobot penilaian untuk setiap variable penentu kinerja dilakukan secara objektif, (2) DEA merupakan analisis titik ekstrim yang berbeda dengan tendensi pusat, sehingga setiap observasi atau unit kegiatan ekonomi dianalisis secara individual, (3) DEA membentuk referensi hipotesis (virtual production function) berdasar pada data observasi yang ada.

Analisis Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung alam adalah kemampuan lingkungan alam beserta segenap unsur dan sumbernya untuk menunjang perikehidupan manusia serta makhluk lain secara berkelanjutan. Konsep dan perhitungan teknis daya dukung lingkungan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan RTRW sangat banyak dan beragam serta tergantung pada tujuan yang diinginkan seperti untuk daya tampung demografis, keseimbangan pangan, lahan pertanian, penggunaan lahan, keseimbangan kebutuhan lahan, kebutuhan air, dan sebagainya. Selain itu penggunaan penerapan teknik pengukuran daya dukung lingkungan juga tergantung pada unit analisis yang digunakan, diantaranya :

= Lp/Pd ... (2)

KFM/Pr

Keterangan:

� = daya dukung wilayah pertanian Lp = luas lahan panen (ha)

Pd = jumlah penduduk (jiwa)

KFM = Kebutuhan Fisik Minimum (kg/kapita/tahun) Pr = produksi lahan rata-rata per hektar (kg/ha)

Dengan asumsi bila:

�< 1 mampu tidak mampu swasembada pangan,

�> 1 mampu swasembada pangan

Proyeksi dan Peramalan

(34)

20

menjadi faktor yang penting. Proyeksi dan peramalan diperlukan untuk memperkirakan keadaan atau situasi yang akan terjadi sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan (Makridakis, et.al. 1999).

Proyeksi digunakan untuk mengetahui besaran jumlah penduduk, kebutuhan dan ketersedian air, pangan, serta energi pada masa yang akan datang sampai tahun 2025. Proyeksi dan peramalan menggunakan alat bantu perangkat lunak Minitab dengan memperhitungkan nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MAD (Mean Absolute Deviation), dan MSD (Mean Squared Deviation) terkecil. Proyeksi dan peramalan dilakukan menggunakan alat bantu perangkat lunak komputer Minitab versi 15.

Ekstrapolasi

Pada metoda ini sangat bersandar pada data-data masa lampau dan kemudian memproyeksikannya ke masa yang akan datang. Teknik ekstrapolasi ini beranggapan bahwa faktor perubahan yang tercermin pada masa lampau akan memiliki pengaruh yang sama dan bersifat kontinyu di masa yang akan datang. Bila terjadi fluktuasi-fluktuasi seperti terjadi pada daerah yang sedang berkembang maka metoda ini kurang tepat.

Dalam matematika, ekstrapolasi adalah proses memperkirakan nilai suatu variabel melampaui interval pengamatan aslinya berdasarkan hubungannya dengan variabel lainnya. Ekstrapolasi itu mirip dengan interpolasi, yaitu menghasilkan perkiraan di antara hasil pengamatan yang diketahui, namun ekstrapolasi itu rentan terhadap ketakpastian yang lebih tinggi dan terhadap risiko yang lebih tinggi dalam menghasilkan hasil yang tidak bermakna. Ekstrapolasi dapat juga berarti memperluas metode, yaitu dengan mengasumsikan metode yang mirip dapat diaplikasikan. Ekstrapolasi juga dapat diterapkan pada pengalaman manusia untuk memproyeksikan atau memperluas wawasan dari pengalaman yang telah dialami ke dalam bidang yang tidak diketahui atau belum pernah dialami sebelumnya agar dapat mengetahui (biasanya bersifat dugaan) hal yang belum diketahui itu.

Proyeksi Jumlah Penduduk

Proyeksi jumlah penduduk menggunakan data yang telah dirilis oleh Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik telah membuat beberapa skenario proyeksi penduduk Indonesia (2000-2025) mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi dengan dasar hasil Sensus Penduduk 2000. Proyeksi ini dibuat dengan metode komponen berdasarkan asumsi tentang kecenderungan fertilitas, mortalitas, serta perpindahan penduduk antar provinsi yang paling mungkin terjadi 25 tahun yang akan datang. Untuk proyeksi penduduk daerah perkotaan dilakukan dengan metode Urban Rural Growth Difference (URGD), yaitu dengan menggunakan selisih pertumbuhan penduduk daerah perkotaan dan penduduk daerah perdesaan.

Gambar

Tabel 2.  Data dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian
Gambar 2. Peta administrasi Provinsi Jawa Barat
Tabel 3.  Luas wilayah per kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat
Tabel 4.  Kependudukan Jawa Barat Tahun 2007 - 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

dalam bidang kesehatan jiwa dan kesehatan umum. Pelaksanaan pelayanan pendidikan di bidang kesehatan jiwa dan kesehatan umum. Penyediaan fasilitas pengembangan ilmu pengetahuan

Scheduling). 2) Masukkan pada proses tersebut dapat menggunakan matrik O-D yang besar, links dan ukuran zona yang besar pula. 3) Penjadualan yang diproses pada simulasi ini

Ehkä kosketusta, läheisyyttä ja läsnäoloa painottavat kirjoituksenosat on kuitenkin ymmärrettävissä myös ilman että ne vain palautetaan hospice-ideologiaan — vaikka

Tujuan dari penelitian ini yaitu mencari model terbaik untuk melihat pola data antara observasi dan prediksi, selain itu bagaimana perbandingan antara observasi data

[r]

Inflasi kumulatif sampai dengan bulan Oktober 2014, Kota Surabaya menduduki peringkat pertama dengan kumulatif inflasi sebesar 4,23 persen, diikuti Sumenep sebesar 3,98

Peserta wajib mengikuti format kertas Penyajian karya yang sudah ditetapkan oleh panitia :.. b) Mengirim Via Pos Cap Tertanggal 11 Desember 2016 Atau Menyetor

Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “JENIS DAN