• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh medium terhadap pertumbuhan

S. cerevisiae dapat tumbuh pada kedua bentuk media yaitu media padat dan media cair, Pertumbuhan S. cerevisiae pada media padat berkisar antara 1 x 106 dan 3,5 x 108 sel/ cawan , sedangkan pada media cair ialah 3,6 x 107 sel/tabung. Masing-masing cawan Petri dan tabung mengandung media dalam jumlah yang sama yaitu10 ml. Pertumbuhan S.cerevisiae terbaik pada media padat terjadi pada media SDA (Gambar 6). Dalam waktu tiga hari isolat yang ditumbuhkan dalam media tersebut mencapai 3,52 x 108 jumlah sel dalam setiap cawan Petri (Tabel 1). Pertumbuhan paling lambat terdapat pada medium BA dengan jumlah sel cendawan sebanyak 1 x 106 .untuk setiap cawannya. Pertumbuhan S. cerevisiae pada kedua media lainnya yaitu CMA dan PDA menghasilkan jumlah sel cendawan yang hampir sama yaitu antara 2,9 – 4,2 x 107.

Pertumbuhan terendah pada media BA terjadi karena dalam media ini tidak mengandung nutrisi tambahan seperti pada media lainnya yaitu SDA CMA dan PDA. Bakto agar yang mengandung agar dan sedikit mineral hanya berfungsi sebagai pemadat media karena cendawan pada umumnya tidak dapat menggunakan agar sebagai sumber carbón sehingga nutrisi yang diperlukan oleh cendawan hanya berasal dari air yang digunakan dalam pembuiatan media. Media lainnya selain merupakan media yang kaya akan nutrisi dibandingkan dengan media BA karena selain mengandung unsur karbón dalam jumlah lebih banyak juga mendapat nutrisi tambahan yaitu pepton, dekstrosa dan agar pada media SDA. Ekstrak tepung jagung dan agar pada media CMA. Ekstrak tepung kentang, dekstrosa dan agar pada media PDA. Pada media karbohidrat merupakan unsur utama dalam pertumbuhan cendawan termasuk khamir S. cerevisiae. Seperti halnya organisme lainnya yang tidak memliki klorofil, cendawanan tidak dapat memfiksasi CO2 untuk kebutuhan unsur karbonnya. cendawan sangat bergantung pada bahan organik yang di síntesis oleh organisme berfotosintesis. Selain unsur karbon, cendawan juga memerlukan unsur makro lainnya seperti nitrogen, fosfor, kalium, magnesium dan kalsum, serta unsur mikro, vitamin, dll Unsur-unsur ini diperlukan sebagai elemen struktur dalam sintesis protoplasma dan dinding sel. Nitrogen yang umumnya dalam bentuk nitrat, dan amonia. digunakan sebagai penyusunan asam-

asam amino. Sedangkan kalium, dan magnesium digunakan untuk elemen fungsional aktif dalam metabolisme (Dube 1996; Griffin 1994).

Meski di dalam inokulasi pada media SDA lebih banyak inokulum yang diberikan pada media cair (1,65 x 1010 sel) dibandingkan dengan media padat (1 x 106 sel), namun hasil pengamatan pada 3 hari setelah inokulasi menunjukkan populasi sel pada media padat lebih tinggi dari media cair. Hal ini diduga karena terdapat perbedaan dari faktor yang mempengaruhi pertumbuhan cendawan pada media padat dan cair. Rendahnya ketersediaan oksigen dan mudahnya limbah metabolisme sel cendawan terlarut pada media cair yang meracuni sel cendawan, diduga dapat menurunkan populasi cendawan pada media cair SDA pada hari ke-3 setelah inokulasi. Populasi cendawan pada media SDA padat, hampir sepuluh kali lebih besar dari populasi pada media cair. Namun perbedaan ini secara statistik tidak signifikan (Tabel 1).

Tabel 1. Pertumbuhan S. cerevisiae pada berbagai macam medium setelah diinkubasi selama 3 hari pada suhu kamar (22-310C)

No Medium Jumlah sel (1x 107)

Padat 1. B A 0,1 ± 0,1a 2. CMA 2,9 ± 1,9a 3. PDA 4,2 ± 1,1a 4. SDA 35,2 ± 17,7a Cair 1. SDB (cair) 3,6 ± 2,5 a

Gambar 6. Pertumbuhan S.cerevisiae (tanda panah) pada berbagai macam medium A. (Bacto Agar) (BA). B (Corn Meal Agar) CMA. C. (Potato Dextrose Agar) (PDA) D. Sabouraud Dextrosa Agar (SDA) E. (Sabou-

raud Dextrose Broth) (SDB) pada suhu kamar (min 220C– maks 310C ) dan setelah diinkubasi 3 hari.

Pengaruh cairan rumen terhadap pertumbuhan

Gambar 7 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah populasi S. cerevisiae

tidak berbeda (3,3 dan 3,4 x 107 spora) serta dapat bertahan hidup, tumbuh dengan baik pada media yang mengandung cairan rumen steril dari domba maupun tanpa diberi cairan. Meskipun di dalam cairan rumen steril tersebut terdapat berbagai macam enzim seperti pepsin dan renin dengan bersifat asam kurang lebih pH 5.

S. cerevisiae masih dapat beradaptasi serta tumbuh dengan baik. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara in vitro S. cerevisiae dapat tumbuh dengan baik pada cairan rumen.

Sebagai agen pengendali hayati parasit pada rumen domba, S. cerevisiae

harus mampu tumbuh pada rumen domba tidak saja secara in vitro juga secara in vivo. Uji secara in vivo dilakukan pada percobaan III dan IV pada Disertasi ini.

D

E

C

B

A

Gambar 7. Pertumbuhan S.cerevisiae (tanda panah) dengan perlakuan. A. Cahaya dan B. Tanpa cahaya C. Kontrol. D. Dengan cairan rumen atau E. Tanpa cairan rumen diinkubasi 3 hari pada suhu kamar

Gambar 8. Pertumbuhan S.cerevisiae (tanda panah) pada berbagai macam suhu A. Suhu kamar (min 22 0C–maks 310C ) B, 250C.C. 370C. D.390C.

diinkubasi 3 hari pada media Sabouroud Dextrosa Broth (SDB).

A

B

C

D E

B

A

C

D

Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan

Tabel 2 dan Gambar 8 juga menunjukkan bahwa S. cerevisiae memiliki kisaran suhu untuk tumbuh yang lebar yaitu 20-390C dengan pertumbuhan optimum pada suhu 370C. Suhu optimum yang diperoleh pada percobaan ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Onions (1986) dan Griffin (1994) yaitu 280C. Perbedaan suhu optimum yang diperoleh diduga disebabkan oleh perbedaan strain S. cerevisiae

yang digunakan.

Walaupun dengan jumlah populasi yang lebih rendah, S. cerevisiae isolat lokal yang digunakan pada penelitian ini mampu tumbuh pada suhu 39oC yaitu suhu rata-rata pada rumen domba dengan jumlah populasi yang terbentuk cukup tinggi yaitu 2,6 x107 spora.

Kisaran suhu pertumbuhan S. cerevisiae yang relatif luas (200C sampai dengan 400C) memungkinkan khamir ini dapat tumbuh dengan baik di luar maupun di dalam rumen domba sebagai inang dari parasit H. contortus.

Tabel 2. Pengaruh cahaya, pemberian cairan rumen, lama penyimpanan dan temperatur terhadap pertumbuhan S. cerevisiae pada umur 3 hari setelah inokulasi sel

No Perlakuan

(I) Cahaya Jumlah sel (1x107)

1 Dengan Cahaya 5,4 ± 0,4 a 2 Tanpa Cahaya 3,7 ± 0,6 a

(II) Cairan rumen Jumlah sel (1x107) 1 Tanpa cairan 3,3 ± 0,5 a

2 Dengan cairan 3,4 ± 0,7 a

(III) Temperatur Jumlah sel (1x107) 1 22-310C (kamar) 3,6 ± 0,5 a

2 250C 2,4 ± 0,5 a 3 370C 5 ± 0,6 a

(III) Temperatur Jumlah sel (1x107) 4 390C 2,6 ± 0,4 a

(IV) Lama Penyimpanan Jumlah sel (1x107) 1 1 hari 6,3 ± 0,4 a

2 1 tahun 3,5 ± 0,2 a

Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama superskrip tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 9 . Pertumbuhan S.cerevisiae setelah disimpan (tanda panah) (A). Umur 1 hari. (B) umur 1 tahun pada media SDA dan SDB (C). Kontrol. Inkubasi 3 hari pada suhu kamar (22-310C).

Pengaruh lama penyimpanan terhadap pertumbuhan

Tabel 2 dan Gambar 9 menunjukkan pengaruh lamanya waktu simpan di dalam kulkas dengan suhu kurang lebih 4-100C selama satu tahun. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah sel hampir 50% pada umur satu tahun walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Selain itu, jumlah sel yang dihasilkan dan viabilitasnya maísih relatif tinggi sebagai sumber inokulum yaitu 3,5 x 107 sel per cawan Petri.

Pada percobaan pendahuluan diketahui bahwa dengan dosis tertentu khamir ini dapat mereduksi larva cacing. Pada percobaan ini didapat hasil S.cerevisiae

isolat lokal dapat tumbuh pada berbagai macam medium, suhu, intensitas cahaya dan tahan disimpan dalam kulkas (4-100C) sampai dengan 1 tahun.

Berdasarkan data dari hasil uji kemampuan tumbuh pada berbagai faktor lingkungan yang berhubungan dengan kondisi rumen domba secara in vitro menunjukkan bahwa S. cerevisiae mampu tumbuh pada baik pada lingkungan

rumen maupun luar rumen. Selain itu khamir ini dapat tumbuh pada berbagai macam media semisintetis dan mempunyai viabilitas yang cukup baik pada daya simpan satu tahun. Hal ini menjadikan S. cerevisiae merupakan isolat yang potensil sebagai agen pengendali hayati cacing parasit H. contortus. Uji lanjut untuk mengetahui sifat-sifat S. cerevisiae pada kondisi in vivo akan dilakukan pada percobaan tahap ke III dan IV. Berdasarkan tersedianya informasi yang lengkap tentang S. cerevisiae dari hasil uji in vitro dan in vivo diharapkan penggunaan

S.cerevisiae dapat menghasilkan dampak pengendalian cacing parasit yang optimal karena dapat mereduksi cacing di dalam dan di luar tubuh tubuh hewan. Sementara cendawan D. flagrans yang digunakan sebagai agen pengendali hayati cacing parasit tersebut hanya dapat membunuh larva infektif H. contortus di luar tubuh inang dengan cara menjeratnya. Sehingga timbul dugaan sementara bahwa

S. cerevisiae lebih unggul di dalam mereduksi cacing H.contortus dibandingkan dengan D. flagrans. Namun dugaan ini harus dibuktikan dengan pengujian terhadap

kemampuan khamir dalam mengendalikan larva, telur dan cacing dewasa

H. contortus. Pengujian akan dilakukan secara bertahap melalui uji in vitro dan in vivo.. Selain itu, mekanisme S. cerevisiae dalam mengendalikan cacing juga perlu dipelajari untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pengendali hayati cacing parasit. Salah satu mekanisme pengendalian yang dilakukan oleh S. cerevisiae

terhadap cacing parasit ialah melalui produksi atraktan dan enzim. Dukungan atraktan dan enzim akan membantu khamir tersebut di dalam membunuh cacing dan telur.

KESIMPULAN

• Dari kelima uji terhadap pertumbuhan S. cerevisiae yang meliputi pengaruh berbagai macam medium, intensitas cahaya, temperatur, dan penambahan cairan rumen serta uji lamanya waktu simpan menunjukkan bahwa khamir tersebut memiliki potensi untuk digunakan sebagai agen pengendali hayati parasit cacing pada domba.

S.cerevisiae dapat tumbuh pada berbagai macam medium (BA, CMA, SDA, PDA (medium padat), dan SDB (medium cair); kisaran suhu pertumbuhan cukup luas yaitu dari 22-310C; 250C; 370C sampai 390C.

S.cerevisiae mampu tumbuh tanpa cahaya dan pada agar yang berisi cairan rumen domba. S.cerevisiae tersebut juga dapat disimpan sampai dengan 1 tahun pada suhu 4-100C,

Dokumen terkait