Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Ciampel
Kecamatan Ciampel merupakan bagian wilayah dari 30 Kecamatan di Kabupaten Karawang yang dahulunya termasuk ke wilayah Kecamatan Telukjambe, diresmikan menjadi Kecamatan pada tanggal 11 Agustus 1999 oleh Gubernur Jawa Barat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1999, tanggal 26 Mei 1999, tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Serang, Tangerang, Pandeglang, Bogor, Subang, Karawang, Ciamis dan Majalengka.
Wilayah Pemerintahan Kecamatan Ciampel meliputi tujuh desa, antara lain: Desa Kutapohaci, Desa Kutanegara, Desa Kutamekar, Desa Parungmulya, Desa Mulyasari, Desa Mulyasejati dan Desa Tegallega. Dengan batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Klari 2. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Klari 3. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta
4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Telukjambe Timur dan Kecamatan Pangkalan
Kecamatan Ciampel, memiliki luas wilayah yaitu 11.013 ha dengan rincian sebagai berikut:
1. Tanah Darat seluas 10.161 ha terdiri dari:
a. Luas lahan bukan sawah seluas 4.653 ha, yaitu: 1) Hutan Rakyat : 2.505 ha 2) Tegal : 25 ha 3) Huma/Ladang : 613 ha 4) Perkebunan : 20 ha 5) Kolam Empang : 4 ha 6) Lain-lain : 1.486 ha
b. Luas lahan bukan pertanian seluas 5.508 ha, yaitu : 1) Rumah Bangunan : 368 ha
2) Hutan Negara : 4.826 ha 3) Lain-lain : 314 ha
2. Tanah Sawah seluas 852 ha, yaitu: a. Sawah Teknis : 481 ha b. Sawah Non Teknis : 9 ha c. Sawah Tadah Hujan : 362 ha
Selain itu, Kecamatan Ciampel berada di ketinggian ± 15 m dari permukaan laut, dengan suhu maksimum 40ºC dan minimum 17ºC, sedangkan suhu panas rata-rata 37ºC pertahun dengan curah hujan ± 21.17 mm setiap tahun dan tiupan angin rata-rata 10 km/jam. Adapun jarak tempuh ke Pusat Pemerintahan Kecamatan Ciampel yaitu:
1. Desa Terjauh : 10 km 2. Ibukota Kabupaten : 12 km 3. Ibukota Propinsi : 105 km 4. Ibukota Negara : 78 km
Jumlah penduduk di Kecamatan Ciampel adalah sebanyak 34.533 jiwa, yang tersebar di tujuh desa, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 9. Jumlah penduduk di Kecamatan Ciampel
No Desa
Jumlah Penduduk (jiwa)
Jumlah Kepala Keluarga (jiwa)
Laki-
laki Perempuan Jumlah
Laki-
laki Perempuan Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 Kutapohaci Kutanegara Kutamekar Mulyasari Mulyasejati Parungmulya Tegallega 3.310 1.926 2.153 2.426 3.346 2.915 1.355 3.376 1.836 2.058 2.502 3.252 2.805 1.273 6.686 3.762 4.211 4.928 6.598 5.720 2.628 1.859 1.079 1.169 1.240 1.649 2.215 657 150 57 112 195 262 108 105 2.009 1.136 1.281 1.435 1.911 2.323 762 Jumlah 17.431 17.102 34.533 9.868 989 10.857
Desa Mulyasari
Desa Mulyasari merupakan salah satu desa dari tujuh desa yang berada di wilayah administratif Kecamatan Ciampel. Desa Mulyasari memiliki dua dusun yang keseluruhannya memiliki luas 526 hektar. Desa Mulyasari juga memiliki 2 Rukun Warga (RW) dan 15 Rukun Tetangga (RT). Secara administratif Desa Mulyasari memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Cimahi Kecamatan Klari
2. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Mulyasejati Kecamatan Ciampel 3. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Kutanegara Kecamatan Ciampel 4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Kutapohaci dan Desa Kutanegara
Kecamatan Klari
Tabel 10. Luas lahan wilayah Desa Mulyasari
No Lahan Luas (ha)
1 Pemukiman 254
2 Sawah Irigasi 100
3 Sawah ½ Irigasi 40
4 Sawah Tadah Hujan 3
5 Tanah Ladang 200
6 Tambak/Kolam 2
Sumber: Balai Desa Mulyasari, 2012
Jumlah penduduk di Desa Mulyasari adalah sekitar 5.382 jiwa, terdiri dari 2.662 jiwa laki-laki dan 2.720 jiwa perempuan. Desa Mulyasari juga memiliki 1.781 Kepala Keluarga dan 906 Kepala Keluarga Miskin.
Tingkat pendidikan penduduk di Desa Mulyasari sangat beragam, mulai dari yang berpendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Namun ada sebagian masyarakat di Desa Mulyasari yang sama sekali tidak berpendidikan, bahkan yang tidak bisa membaca dan menulis. Rincian besarnya jumlah penduduk yang memiliki pendidikan atau tidak dijelaskan pada Tabel 11 berikut:
Tabel 11. Pendidikan di Desa Mulyasari
No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)
1 Tamat SD Sederajat 500
2 Tamat SLTP Sederajat 1880
3 Tamat SLTA Sederajat 2490
4 Tamat S1 Sederajat 50
5 Tak Tamat SD Sederajat 300
6 Tak Tamat SLTP Sederajat 100
7 Tak Tamat SLTA Sederajat 300
8 Buta Huruf 80
Sumber: Balai Desa Mulyasari, 2012
Adapun kegiatan usaha yang dilakukan oleh penduduk Desa Mulyasari diuraikan pada Tabel 12 berikut:
Tabel 12. Kegiatan Usaha Desa Mulyasari
No Kegiatan Usaha Jumlah (orang)
1 Pertanian 200
2 Peternakan 70
3 Industri Rumah Tangga 10
4 TNI/POLRI 5 5 Buruh/Karyawan 900 6 PNS 32 7 Jasa 10 8 Pedagang 300 9 Lain-lain 2500
Sumber: Balai Desa Mulyasari, 2012
Gambaran Umum Program Kawasan Rumah Pangan Lestari
Dalam masyarakat perdesaan, pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan masih berkembang hingga sekarang meski dijumpai berbagai pergeseran dan belum dirancang dengan baik terutama dalam menjaga kelestariannya.
Diversifikasi pangan sangat penting perannya dalam mewujudkan ketahanan pangan dengan mempertimbangkan bahwa kualitas konsumsi pangan yang dilihat dari indikator skor Pola Pangan harapan (PPH) nasional masih relatif rendah. Pada tahun 2010 PPH mencapai 86,4 dan harus ditingkatkan terus untuk mencapai sasaran tahun 2014 PPH sebesar 93,3. Agar mampu menjaga keberlanjutannya, maka perlu dilakukan pembaruan rancangan pemanfaatan pekarangan dengan memperhatikan berbagai program yang telah berjalan seperti Desa Mandiri Pangan, Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), dan Gerakan Perempuan Optimalisasi Pekarangan (GPOP).
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari (RPL), yaitu rumah tangga dengan prinsip (1) pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga; (2) diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal; (3) konservasi sumberdaya genetik tanaman pangan; serta (4) menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga keberlanjutannya dan mendapatkan nilai ekonomi, maka pemanfaatan pekarangan dalam konsep program ini dilengkapi dengan unit pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah dan peningkatan nilai tambah produk.
Total dana untuk melaksanakan program KRPL ini adalah sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) untuk setiap desanya. Anggaran ini diperoleh dari Kementerian Pertanian melalui BBP2TP dan BPTP.
Tujuan dan Sasaran Program KRPL
Adapun tujuan dilaksanakannya progran Kawasan Rumah Pangan Lestari antara lain adalah:
1. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari.
2. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos.
3. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan.
4. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.
Sasaran yang ingin dicapai dari program ini adalah berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari melalui pemanfaatan pekarangan, menuju keluarga dan masyarakat yang sejahtera serta terwujudnya diversifikasi pangan dan pelestarian tanaman pangan lokal.
Organisasi Pelaksana Program KRPL
Program KRPL dibangun dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait baik pusat maupun daerah, yang masing-masing bertanggungjawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan. Secara rinci, peran setiap elemen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat, terdiri dari kelompok sasaran dan Pamong Desa (RT, RW, Kadus) dan tokoh masyarakat yang berperan sebagai pelaku utama dan pendamping, yang bertugas untuk monitoring dan evaluasi.
2. Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perikanan, Badan Ketahanan Pangan Daerah, Kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan dan lembaga terkait lainnya), yang berperan sebagai penanggung jawab keberlanjutan kegiatan dan bertugas melakukan pembinaan dan pendampingan kegiatan oleh petugas lapang, serta melakukan replikasi kegiatan ke lokasi lainnya.
3. Pokja 3, PKK, dan Kantor Ketahanan Pangan yang berperan sebagai koordinator lapangan.
4. Ditjen Komoditas/Badan Lingkup Kementerian Pertanian, yang bertugas melakukan pengembangan model sesuai tupoksi instansi.
5. Badan Litbang Pertanian, yang berperan sebagai narasumber dan pengawalan inovasi teknologi dan kelembagaan, dan melakukan membangun model KRPL.
6. Perguruan Tinggi/Swasta/LSM, yang bertugas memberikan dukungan dan pengawalan.
7. Pengembang perumahan, yang bertugas memfasilitasi pemanfaatan lahan kosong di kawasan perumahan.
Mekanisme Sosialisasi Program KRPL
Dalam rangka percepatan (akselerasi) dan perluasan (eskalasi) penerapan program KRPL tersebut, maka BBP2TP telah melaksanakan koordinasi, sosialisasi dan advokasi, baik melalui pertemuan (rapat koordinasi dan workshop), maupun diskusi bersama para penanggungjawab kegiatan KRPL di BPTP melalui berbagai media komunikasi, seperti brosur maupun penyuluhan.
Upaya percepatan dan perluasan dilaksanakan selain didasarkan pada Pedoman Umum (Pedum) KRPL yang disusun oleh Tim Badan Litbang Pertanian, juga dilengkapi dengan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan berbagai jenis leaflet, poster, dan banner KRPL yang disusun/dicetak oleh Tim KRPL BBP2TP. Suatu percontohan (display) penerapan program KRPL juga dibuat baik di lingkungan/pekarangan kantor BBP2TP. Display ini merupakan miniatur implementasi program KRPL, dengan tujuan agar seluruh staf lingkup BBP2TP dan pemangku kepentingan (stakeholders) dapat secara langsung memahami penerapan program KRPL, dan harapannya dapat diimplementasikan di lingkungan rumah atau kantornya masing-masing.
Informasi awal mengenai program KRPL pertama kali diperoleh warga pada dasarnya melalui sosialisasi oleh Tim KRPL Badan Litbang Kementerian Pertanian termasuk BBP2TP dan sosialisasi Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) yang dilakukan di salah satu rumah warga dan balai desa. Salah satu sumber informasi tentang adanya program ini yaitu dengan melihat langsung program KRPL ini di Kebun Benih Desa (KBD). Namun demikian, sebagian kecil masyarakat mengetahui program ini karena mendengar dari tetangganya.
Pelaksanaan program KRPL terdiri dari beberapa tahap, yaitu: (1) tahap persiapan; (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap pengamatan; dan (4) tahap evaluasi. Yang dilakukan pada tahap persiapan terdiri dari pertemuan di tingkat desa yang mengikutsertakan tokoh masyarakat, penyuluh pertanian, masyarakat desa untuk
mendiskusikan lahan mana yang akan digarap, menetapkan komoditas apa yang ingin dihasilkan, dan menetapkan jadwal pertemuan untuk penyuluhan.
Tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan, di mana pada tahap ini terdiri dari kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh PPL yang dilakukan di rumah warga dan balai desa; kegiatan pendampingan yang terdiri dari aktivitas pengelolaan hama dan penyakit tanaman/ikan/ternak; dan juga dengan dibuatnya display yang dilakukan oleh penyuluh bersama-sama masyarakat. Seluruh kegiatan ini merupakan proses belajar yang dilakukan secara periodik di lahan pekarangan. Pertemuan yang dilakukan secara periodik dimulai beberapa minggu sebelum melakukan penanaman untuk melihat potensi, kendala, dan peluang komoditas yang akan dibudidayakan. Pertemuan berikutnya dilakukan pada saat pengolahan tanah, pembuatan persemaian, pemupukan, serta pengendalian hama.
Tahap selanjutnya adalah pengamatan, yaitu suatu pertemuan non reguler jika ada masalah yang mendesak untuk dipecahkan, misalnya adanya serangan hama dan penyakit tanaman. Kemudian tahap terakhir adalah kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mengevaluasi semua kegiatan yang dimulai dari pengelolaan tanah, penanaman hingga penanganan pascapanen.
Adapun materi-materi yang diseminasikan pada program KRPL ini meliputi empat aspek yaitu:
1. Penataan dan pemanfaatan lahan pekarangan
Materi diseminasi yang disampaikan meliputi bagaimana melakukan penanaman yang baik dengan pemanfaatan polibag, vertikultur, bedengan, pot, pagar, budidaya ikan pada kolam, dan budidaya ternak di kandang.
2. Pemilihan komoditas
Materi diseminasi yang disampaikan kepada masyarakat pada aspek pemilihan komoditas adalah informasi tentang pertimbangan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, keanekaragaman pangan, pelestarian sumber pangan lokal yang memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan peluang pasar yang besar. 3. Pembuatan kebun bibit desa
Materi diseminasi yang disampaikan kepada masyarakat pada aspek pembuatan kebun bibit desa adalah informasi tentang proses perbanyakan dan pengelolaan bibit dan benih untuk memenuhi kebutuhan anggota RPL maupun kawasan.
4. Diversifikasi pangan
Materi diseminasi yang disampaikan kepada masyarakat pada aspek diversifikasi pangan ini meliputi informasi peningkatan konsumsi aneka ragam pangan lokal dengan prinsip gizi seimbang.
Karakteristik Individu
Karakteristik individu dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan luas lahan.
Tabel 13. Distribusi responden menurut karakteristik individu
n=50 orang
Umur
Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu. Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta program KRPL menunjukkan bahwa struktur umur responden di lokasi penelitian berkisar antara usia 31 – 65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan proporsi umur paling banyak berada pada
Karakteristik Individu
Total
Jumlah (orang) Persentase (%)
Umur Muda (< 44 tahun) Sedang (44 – 51 tahun) Tua (> 51 tahun) 15 18 17 30 36 34 Pendidikan SD SMP SMU – keatas 46 2 2 92 4 4 Pendapatan Rendah (< Rp 800.000,00) Sedang (Rp 800.000,00 – Rp 1.500.000,00) Tinggi (> Rp 1.500.000,00) 45 3 2 90 6 4 Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga Guru Wiraswasta Pembantu Petani Buruh 25 2 9 3 8 3 50 4 18 6 16 6 Luas Pekarangan Sempit (< 120 m2) Sedang (120-200 m2) Luas (> 200 m2) 33 15 2 66 30 4
kisaran 44-51 tahun (36%). Dalam hubungannya dengan produktivitas, jika mengacu pada usia produktif 20 – 55 tahun, para responden umumnya tergolong produktif. Kondisi umur produktif ini akan sangat berpengaruh terhadap motivasi individu untuk berperan aktif dalam suatu kegiatan atau aktivitas. Hal ini sejalan bahwa kisaran umur produktif seseorang berada pada puncak kematangan produktivitas terutama sekali untuk pekerjaan yang bersifat pencurahan tenaga kerja. Soekanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat usia muda selain lebih mudah menerima ide baru juga cenderung lebih cepat mengambil keputusan tentang obyek yang diminati.
Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan cerminan tingkat penguasaan seseorang terhadap suatu pengetahuan yang penerapannya terlihat pada perilakunya dalam hidup bermasyarakat. Tingkat pendidikan juga memiliki peranan yang sangat besar dalam proses penerapan teknologi dan inovasi. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin cepat kemampuan penyesuaian terhadap suatu perubahan. Pendidikan responden dalam penelitian ini cukup bervariasi mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Dari hasil wawancara dengan peserta program KRPL, menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar. Tabel 13 menggambarkan dari seluruh responden, yang berpendidikan SD memiliki tingkat tertinggi yaitu sebesar 92%. Kondisi ini dikarenakan ketidakmampuan mereka untuk membiayai keperluan sekolah. Selain itu, keterbatasan sarana pendidikan juga menjadi alasan mereka tidak menempuh pendidikan yang lebih tinggi lagi. Dari data ini, jika dikaitkan dengan tingkat partisipasi dalam program KRPL ada kecenderungan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap motivassi berpartisipasi.
Menurut Soekartawi (2005) pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berpikir lebih baik dan rasional, memilih alternatif dan cepat untuk menerima dan melaksanakan suatu inovasi.
Pendapatan
Tingkat pendapatan rata-rata responden perbulan diperhitungkan berdasarkan seluruh pendapatan yang diperoleh keluarga responden dalam satu
bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 90% peserta program KRPL memiliki pendapatan rendah, yaitu di bawah Rp 800.000,00. Rendahnya pendapatan mengindikasikan bahwa sebagian besar dari mereka tidak memiliki pekerjaan tetap (formal), rata-rata mereka hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja tanpa melakukan pekerjaan lainnya.
Menurut hasil penelitian Hermawanto (1993), variasi pendapatan seseorang tergantung oleh beberapa faktor antara lain:
a. Faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapan b. Status kepemilikan lahan pertanian
c. Jenis usaha atau cabang usahatani yang dikerjakan
d. Macam pekerjaan tambahan, baik dari sektor pertanian maupun non pertanian.
Pekerjaan
Pekerjaan adalah bidang atau profesi yang dijalankan responden sebagai mata pencaharian utama. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebanyak 50% responden tidak memiliki pekerjaan formal (tetap), melainkan hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja. Hal ini dikarenakan responden bukanlah satu-satumya tulang punggung keluarga yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selain menjadi ibu rumah tangga, profesi lain yang juga dijalankan oleh responden adalah menjadi guru, buruh, pedagang, dan petani.
Luas Pekarangan
Lahan pekarangan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan program KRPL. Luas pemilikan lahan pekarangan atau luas lahan garapan merupakan faktor penentu jumlah produksi, produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan rumah tangga. Tingginya pertumbuhan penduduk, berpengaruh terhadap tingginya penggunaan lahan, minimal untuk perumahan. Sehingga terjadi konversi lahan yang terus menerus setiap waktu, akibatnya keadaan fungsi lahan bergeser dari lahan pekarangan menjadi perumahan atau kawasan industri. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 33% responden memiliki luas pekarangan sempit, yaitu kurang dari 120 m2.
Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang dijelaskan di bawah ini merupakan suatu hal yang mempengaruhi efektivitas komunikasi, di antaranya adalah akses informasi, ketersediaan sarana produksi, kebijakan publik, dan intensitas penyuluhan.
Tabel 14. Rataan skor faktor eksternal
Keterangan: *Kisaran skor 1-1,85 = rendah; 1,86-2,30 = sedang; 2,31-3 = tinggi Dilihat pada Tabel 14, jumlah rataan faktor-faktor eksternal masuk ke dalam kategori sedang (2,12). Ini berarti bahwa indikator-indikator akses informasi, ketersediaan sarana produksi, kebijakan publik, dan intensitas penyuluhan relatif baik.
Akses Informasi
Gabriel (1991) menyatakan bahwa saran teknis dan informasi dapat menawarkan berbagai keuntungan petani dalam tugas mereka menjalani hidup. Informasi harga, informasi kredit atau informasi pemasaran membantu petani mengambil tindakan saat kondisi yang paling menguntungkan bagi mereka. Saran yang tepat waktu tentang masukan teknis seperti aplikasi pupuk juga dapat membantu meningkatkan hasil panen. Dengan demikian informasi memegang peranan sentral dalam pengembangan petani termasuk kelompok tani di dalamnya.
Berhasil atau tidaknya untuk menerapkan suatu teknologi dapat dipengaruhi oleh seberapa besar informasi ittu bisa diakses. Informasi ini bisa didapat dari penyuluh ataupun pihak-pihak lain yang mentransformasi pengetahuannya kepada khalayak sasaran yang dituju. Dalam analisis ketersediaan informasi bagi peserta program KRPL ini melihat tentang ketersediaan informasi dan kesesuaian informasi yang didapat dan yang dibutuhkan.
Pada Tabel 14 di atas, memperlihatkan bahwa tingkat ketersediaan informasi bagi responden masuk dalam kategori sedang (1,93). Ini memberikan arti bahwa tingkat ketersediaan informasi bagi peserta program KRPL di Desa
Faktor Eksternal Rataan Skor*
Akses Informasi 1,93
Ketersediaan Saprodi 2,10
Kebijakan Publik 1,86
Intensitas Penyuluhan 2,57
Mulyasari relatif baik, namun ada juga faktor yang menyebabkan responden memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi. Hal ini dikarenakan manajemen sistem informasi di tingkat desa belum dikelola secara terpadu, sehingga responden kurang termotivasi dan aktif untuk mencari informasi, dan kondisi ini yang menyebabkan responden sebagai peserta program KRPL selalu tertinggal dalam memperoleh informasi.
Ketersediaan Sarana Produksi
Secara umum tersedianya faktor produksi akan meningkatkan efisiensi produksi. Dengan efisiensi ini akan diperoleh keuntungan yang maksimal. Dalam masalah pemaksimuman keuntungan (profit maximization), dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: (1) memaksimumkan keuntungan dengan cara memperbesar total penerimaan dan (2) memaksimumkan keuntungan dengan cara menekan biaya (cost minimization) (Soekartawi 2005); Ketersediaan sarana produksi dalam program KRPL tentu akan memberikan kontribusi dengan menekan biaya produksi. Dalam hal tingkat kemudahan peserta program KRPL dalam mendapatkan sarana produksi untuk keperluan pengoptimalan lahan pekarangan, seperti ketersediaan, kesesuaian, dan keterjangkauan harga.
Tabel 14 memperlihatkan bahwa tingkat ketersediaan sarana produksi bagi peserta program KRPL di Desa Mulyasari masuk dalam kategori sedang (2,10). Ini berarti bahwa ketersediaan sarana produksi di Desa Mulyasari relatif baik.
Ketersediaan sarana produksi sangat berpengaruh terhadap perkembangan perilaku efisiensi dan daya saing peserta program KRPL. Dari hasil wawancara dengan peserta program KRPL, dikatakan bahwa ketersediaan sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian sangat terbatas, sehingga mereka sangat sulit untuk mendapatkannya. Selain sangat terbatas, harga sarana produksi ini juga sulit dijangkau bila disesuaikan dengan pendapatan mereka. Sulitnya keterjangkauan harga ini terutama sekali pada harga benih dan pupuk, karena kedua saprodi ini sangat rutin dibutuhkan.
Kebijakan Publik
Kebijakan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterlibatan atau campur tangan pemerintah untuk menyukseskan program KRPL. Tabel 14 menunjukkan bahwa kebijakan publik terhadap program KRPL di Desa Mulyasari
masuk dalam kategori sedang (1,86). Ini berarti bahwa program yang bertujuan untuk meningkatkan optimalisasi lahan pekarangan rumah tangga relatif baik. Program KRPL ini tidak hanya dijalankan oleh suatu instansi pemerintah saja, melainkan beberapa instansi juga bertanggung jawab atas kelangsungan program ini, seperti BBP2TP, BPTP, Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perikanan, Badan Ketahanan Pangan Daerah, Kecamatan, dan Balai Desa.
Penilaian terhadap hasil dilakukan untuk melihat pengaruh atau dampak kebijakan, sejauh mana kebijakan mampu mengurangi atau mengatasi masalah. Berdasarkan evaluasi ini, dirumuskanlah kelebihan dan kekurangan kebijakan yang akan dijadikan masukan bagi penyempurnaan kebijakan berikutnya atau perumusan kebijakan baru (Suharto, 2008).
Intensitas Penyuluhan
Intensitas penyuluhan adalah banyaknya atau jumlah kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh kepada petani maupun masyarakat untuk memberikan edukasi agar mau dan mampu menerapkan sebuah inovasi teknologi.
Dilihat dari fungsi penyuluhan pertanian terhadap perubahan perilaku peserta program KRPL di Desa Mulyasari akan menjadi ideal, karena semakin banyak program penyuluhan yang dilakukan maka perubahan perilaku peserta program KRPL di Desa Mulyasari dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya akan semakin tinggi pula. Oleh karena itu, semakin sukses pula program ini diterapkan.
Tabel 14 menunjukkan bahwa intensitas penyuluhan di Desa Mulyasari masuk dalam kategori tinggi (2,57). Ini berarti bahwa kegiatan penyuluhan di daerah tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsi tenaga penyuluh. Berjalannya kegiatan penyuluhan di Desa Mulyasari ini tidak hanya dinilai dari materi penyuluhannya saja, namun dinilai juga bagaimana ragam kegiatan yang dilakukan, kebermanfaatannya, dan tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan peserta program KRPL dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan. Hal-hal seperti inilah yang menjadikan penilaian kegiatan penyuluhan dikategorikan baik.
Efektivitas Komunikasi Program KRPL
Komunikasi dikatakan efektif apabila pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikator dimengerti dan diterima oleh komunikan. Sebaliknya, komunikator mengerti dan menerima apa yang disampaikan oleh komunikan dalam bentuk umpan balik. Komunikator dapat menerima umpan